DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
2 TINJAUAN PUSTAKA
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan formula terbaik biskuit berbasis Spirulina komersial. Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formulasi yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula biskuit dilakukan dengan cara pengujian hedonik (BSN 2011b) dan pengujian aktivitas antioksidan (Molyneux 2004). Tahap kedua yaitu kultivasi Spirulina. Spirulina hasil kultivasi
dan Spirulina komersial dikarakterisasi kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak mengacu AOAC 2005) dan analisis antioksidan (Molyneux 2004). Tahap ketiga yaitu pembuatan biskuit kontrol dan biskuit formula terbaik dengan berbasis Spirulina kultivasi. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat (AOAC 2005), antioksidan (Molyneux 2004), dan kerusakan mikrobiologis. Produk disimpan pada suhu ruang dengan kemasan plastik High Density Polyethylen (HDPE) selama satu bulan. Analisis kerusakan mikrobiologis dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC) yang mengacu BSN (2006), dan uji aktivitas air (aw) dengan menggunakan alat aw meter Novasina ms1.
Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2 Diagram alir penentuan biskuit formula terpilih. Pembuatan biskuit
Pengujian antioksidan dan hedonik
Biskuit formula terpilih Bahan biskuit : tepung terigu, tepung beras, gula,
ragi, garam, baking powder, minyak, air
Spirulina komersial 4 gram Spirulina komersial 6 gram Spirulina komersial 9 gram
Gambar 3 Diagram alir pembuatan dan karakteristik biskuit. 3.3.1 Kultivasi Spirulina
Kultivasi Spirulina dilakukan dalam toples, akuarium, dan bak besar dengan intensitas cahaya tidak lebih dari 3000 lux dan diaerasi setiap hari. Stok Spirulina sebanyak 10% (v/v) dimasukkan kedalam air laut steril (salinitas 15 ppt) yang sudah ditambah media. Media yang digunakan merupakan media zarrouk teknis modifikasi yang terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, Na 2 EDTA, FeCl3, urea, ZA, Na2HPO4, NaHCO3, dan vitamin B12. Alat dan bahan yang digunakan selama proses kultivasi harus dalam keadaan steril. Sterilisasi dilakukan dengan cara autoklaf atau di-UV. Air laut disterilisasi dengan penambahan klorin dan tiosulfat. Kultivasi dilakukan sampai nilai Optical Density (OD) atau kepadatan sel ≥ 0,5. Spirulina dipanen dengan disaring menggunakan plankton net. Biomasa yang didapatkan kemudian dibilas dengan air destilasi untuk menghilangkan komponen media kultur, lalu dikeringkan. Diagram alir kultivasi Spirulina disajikan pada Gambar 4.
Pembuatan biskuit ditambah 9 gram Spirulina Pembuatan biskuit tanpa ditambah Spirulina
Biskuit kontrol Biskuit Spirulina
- Pengujian proksimat - Pengujian antioksidan - Perhitungan AKG
Penyimpanan - Analisis TPC - Pengukuran aw
Keterangan : * bagian yang dimodifikasi
Gambar 4 Diagram alir kultivasi Spirulina (Suminto 2009). 3.3.2 Pembuatan biskuit Spirulina
Pembuatan biskuit dilakukan dengan cara pencampuran bahan-bahan yaitu tepung terigu, tepung beras, ragi, baking powder, gula, vanili, garam, dan Spirulina, lalu dicampur hingga rata, kemudian ditambahkan minyak. Spirulina yang ditambahkan dalam bentuk bubuk. Tahap selanjutnya yaitu penambahan air hingga adonan kalis. Adonan kemudian dicetak dengan ketebalan kurang lebih 3 mm. Selanjutnya adonan tersebut dioven dengan suhu 180°C selama ± 15 menit.
Air laut
Penambahan media walne dan bibit Spirulina 10%*
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Perbesaran skala kultivasi dalam akuarium
Penambahan media Zarrouk dan bibit Spirulina 10%*
Penambahan media Zarrouk dan bibit Spirulina 15%*
Pemanenan
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Perbesaran skala kultivasi dalam bak besar
Pemberian aerasi dan proses kultivasi
Formula pembuatan biskuit dengan penambahan Spirulina disajikan pada Tabel 3. Diagram alir pembuatan biskuit disajikan dalam Gambar 5.
Keterangan : * bagian yang dimodifikasi Gambar 5 Diagram alir pembuatan biskuit Spirulina
(modifikasi metode Hiswaty 2002). Tabel 3 Formula biskuit Spirulina
Bahan Komposisi
Kontrol P1 P2 P3
Tepung terigu (gram) 50 50 50 50
Tepung beras (gram) 20 20 20 20
Baking powder (gram) 0,25 0,25 0,25 0,25
Gula halus (gram) 7 7 7 7
Ragi (gram) 1,25 1,25 1,25 1,25 Vanili (gram) 1 1 1 1 Garam (gram) 1,5 1,5 1,5 1,5 Air (mL) 35 35 35 35 Minyak (mL) 5 5 5 5 Spirulina (gram) 0 4 6 9 Pencampuran bahan
Pencetakan dengan ketebalan ± 3 mm
Pemanggangan 180°C, 15 menit*
Biskuit Spirulina Penambahan minyak*
Penambahan air sampai adonan kalis Pencampuran tepung terigu,
tepung beras, ragi
Pencampuran gula halus, garam, vanili, baking
Penambahan Spirulina didasarkan pada perhitungan jumlah kalori dan serving size (takaran saji) ketika mengkonsumsi snack atau makanan ringan satu kali dalam sehari, serta jumlah Spirulina yang dianjurkan dikonsumsi dalam satu hari. Serving size merujuk pada takaran saji salah satu biskuit komersial merk X. 3.4 Prosedur analisis
Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan formula biskuit Spirulina terpilih yaitu antioksidan dan nilai hedonik. Analisis yang dilakukan pada biskuit berbasis Spirulina hasil kultivasi yaitu analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak) dan analisis antioksidan. Biskuit Spirulina tersebut kemudian disimpan selama satu bulan pada suhu ruang dengan kemasan plastik jenis HDPE (High Density Polyethylen). Analisis Total Plate Count (TPC) dan pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan selama penyimpanan pada hari ke-1, hari ke-16, dan hari ke-31. 3.4.1 Kadar air (AOAC 2005)
Cawan kosong dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Sejumlah 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan, kemudian dipanaskan menggunakan oven bersuhu 105°C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.2 Kadar abu (AOAC 2005)
Cawan dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105°C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600°C selama 6 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.3 Kadar protein (AOAC 2005)
Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
1)Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400°C. Proses destruksi dilakukan kurang lebih satu jam dan sampai larutan menjadi hijau bening. Setelah sampel dan larutan memadat, kemudian dicairkan dan ditepatkan dengan akuades sampai 100 ml. 2)Tahap destilasi
Larutan hasil destruksi sebanyak 10 ml dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 ml. Cairan dalam tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 ml berisi 10 ml larutan asam borat yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang berwarna merah menjadi warna biru dalam waktu ±15 menit.
3)Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1028 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula).
Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan dihitung dengan menggunakan rumus :
3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel sebanyak 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet, kemudian disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40°C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di tabung soxhlet, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, lalu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan: W1 = berat sampel (gram)
W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.4.5 Analisis aktivitas air (aw)
Aktivitas air (aw) dari produk diukur dengan menggunakan alat aw meter, dengan spesifikasi alat adalah aw meter Novasina ms1. Alat tersebut terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan garam jenuh MgCl2, Mg(NO3)2, NaCl, LiCl, dan Ba(Cl)2. Sejumlah sampel diletakkan ke dalam cawan plastik, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam cawan pengukur lalu ditutup dan dikunci. Alat aw meter dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai, selanjutnya nilai aw akan terbaca.
3.4.6 Analisis Total Plate Count (TPC) (BSN 2006)
Penghitungan total mikroba dilakukan dengan analisis Total Plate Count (TPC) dengan metode agar tuang. Prinsip metode ini adalah bakteri mesofil aerob akan tumbuh dengan baik setelah sampel diinkubasi selama 24-48 jam. Sel bakteri akan tumbuh membentuk koloni yang dapat dilihat secara visual, sehingga dapat langsung dihitung. Mula-mula cawan petri, tabung reaksi, dan pipet disterilisasi dalam oven pada suhu 150°C selama 2 jam. Media Plate Count Agar (PCA) dibuat dengan cara melarutkan 3,5 gram PCA dalam 200 ml akuades. Media
tersebut disterilkan dalam autoklaf bersuhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Selanjutnya suhu media dipertahankan pada 45-55°C dalam penangas air untuk menjaga agar media tidak membeku. Pembuatan larutan pengencer (garam fisiologis) dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter akuades yang kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Sebanyak 10 gram sampel dihaluskan lalu dilarutkan dalam 90 ml larutan garam fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Larutan tersebut kemudian dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis steril untuk memperoleh pengenceran 10-2, demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-5. Sebanyak 1 ml dipipet dari masing-masing pengenceran, lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dilakukan duplo. Plate Count Agar (PCA) kemudian dituangkan hingga merata ke dalam cawan petri. Cawan petri tersebut kemudian digerakkan di permukaan yang rata dengan gerakan melingkar agar media PCA merata. Setelah PCA membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 30°C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh pada cawan petri dapat dihitung dengan jumlah koloni yang diterima 25-250 koloni per cawan. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut :
Data yang dilaporkan sebagai Standar Plate Count (SPC) harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut :
1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.
2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 25 koloni, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.
3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 250 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang
dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 250 dikalikan dengan faktor pengenceran.
4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 25-250, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil.
5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut.
3.4.7 Analisis antioksidan (Molyneux 2004)
Sampel biskuit 0,02 gram dilarutkan dengan methanol sampai 20 ml untuk membuat stok 1000 ppm. Kemudian diambil sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml dari stok 1000 ppm tersebut, lalu dilarutkan dengan methanol sampai 10 ml untuk membuat larutan 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, dan 800 ppm. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH (2,2-DiPhenyl-1- Picryl-Hydrazyl). Sebanyak 2,25 ml dari masing-masing larutan campuran sampel dan methanol dicampur dengan 0,25 ml DPPH, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit, lalu diukur absorbannya dengan menggunakan spektometer pada panjang gelombang 517 nm. Larutan sampel dan DPPH sebaiknya tidak terpapar cahaya. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan rumus sebagai berkut:
Nilai konsentrasi sampel (ppm) dan persen inhibisinya diplot masing- masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%) dari masing-masing sampel, dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.
3.5 Uji hedonik (BSN 2011b)
Uji hedonik yang dilakukan adalah uji kesukaan, panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan dengan menggunakan score sheet. Pada tahap ini dilakukan uji subyektif untuk mengukur tingkat kesukaan panelis (hedonik), yaitu berupa uji hedonik yang dilakukan terhadap 30 orang panelis semi terlatih dari mahasiswa Teknologi Hasil Perairan. Uji hedonik dilakukan berdasarkan parameter penampakan, tekstur, aroma, warna, dan rasa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Stastical Package for Social Sciense (SPSS) dan menggunakan uji Dunn sebagai uji lanjut. Angka pada pengujian hedonik menunjukkan tingkat kesukaan panelis. Sembilan skala hedonik digunakan dalam penelitian ini yang menunjukkan tingkat kesukaan. Pelaksanaan uji dilakukan dengan cara menyajikan sampel biskuit yang telah diberi kode dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan.
3.6 Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Almatsier 2006)
Nilai energi makanan dapat ditetapkan menggunakan faktor Atwater melalui perhitungan menurut menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faali makanan tersebut. Faktor Atwater merupakan angka konversi karbohidrat, lemak, dan protein tiap gramnya dalam menghasilkan energi (Almatsier 2006). Faktor Atwater untuk karbohidrat yaitu 4 kkal/g, lemak 9 kkal/g, protein 4 kkal/g, dan alkohol 7 kkal/g.
Nilai energi = faktor Atwater x gram gizi bahan pangan
Nilai energi = (4 kkal x gram karbohidrat) + (9 kkal x gram lemak) + (4 kkal x gram protein)
3.7 Rancangan Percobaan (Mattjik dan Jaya 2006)
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time). Rancangan acak lengkap menggunakan faktor tunggal yaitu penambahan Spirulina dengan tiga kali ulangan. Rancangan acak lengkap digunakan pada
analisis statistik komposisi kimia dan aktivitas antioksidan biskuit. Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Υij : respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan Spirulina taraf ke-i, ulangan ke-j
µ : nilai rata-rata
Ai : pengaruh perlakuan penambahan Spirulina taraf ke-i ij : pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan
penambahan Spirulina taraf ke-i dan ulangan ke-j i : ulangan
j : perlakuan
Hipotesis yang diuji pada pembuatan biskuit dengan penambahan konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut :
H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap karakteristik biskuit.
H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteritik biskuit.
Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time) dengan satu faktor, yaitu penambahan Spirulina. Rancangan ini digunakan pada analisis statistik total mikroba dan aktivitas air biskuit selama penyimpanan. Waktu dianggap sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama penelitian berjalan. Perlakuan yang dilakukan terdiri dari limbah cair tanpa lumpur aktif dan limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + αi + ij + ωk + jk + αωik + ijk Υij = µ + Ai + ij
Keterangan :
Yijk : nilai respon faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j, waktu pengamatan ke-k Μ : rataan umum
αi : pengaruh faktor ke A taraf ke-i ij : komponen acak perlakuan
ωk : pengaruh waktu pengamatan ke-k jk : komponen acak waktu pengamatan αωik : pengaruh interaksi waktu dengan faktor A
ijk : komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan
Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh berbeda, maka dilakukan uji lanjut Duncan yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh terhadap parameter yang dinilai pada selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SAS 9.1.3.
3.8 Analisis Data (Daniel 1990)
Analisis data hedonik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Dunn. Uji Kruskal-Wallis adalah teknik statistika nonparametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis awal bahwa beberapa contoh berasal dari populasi yang sama atau identik. Data diolah dengan software SPSS 17.0. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter biskuit.
H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter biskuit.
Statistik uji Kruskal-Wallis ditentukan melalui prosedur berikut :
1)Gabungkan seluruh data contoh, sehingga akan ada sebanyak n1 + n2 + ··· + nk = N pengamatan.
2)Peringkatkan setiap pengamatan dari yang terkecil hingga terbesar. Jika terdapat yang sama, beri peringkat tengah.
3)Hitung jumlah peringkat untuk setiap contoh, nyatakan masing-masing sebagai Ri.
4)Statistik uji Kruskal-Wallis dapat diperoleh melalui rumus :
Keterangan = Ri : jumlah peringkat untuk contoh ke-i ni : jumlah pengamatan pada contoh ke-i N : total pengamatan
t : banyaknya nilai yang sama 5)Kaidah keputusan yaitu tolah H0 jika H atau Hc > Hα
Apabila uji Kruskal-Wallis memberikan penolakan terhadap H0, maka diperlukan uji lanjut dengan prosedur uji Dunn. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama.
H1 : Terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda. Tolak H0 apabila :
Keterangan = dan adalah rata-rata peringkat untuk perlakuan ke-i dan ke-j k adalah jumlah perlakuan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Formula Biskuit Spirulina Terpilih
Pembuatan biskuit Spirulina menggunakan tiga formula yaitu penambahan S. platensis sebanyak 4 gram (P1), 6 gram (P2), dan 9 gram (P3). Penentuan formula terpilih dengan menggunakan uji hedonik dan aktivitas antioksidan. 4.2.1 Pengujian hedonik
Pengujian biskuit secara hedonik dilakukan melalui penilaian beberapa parameter kesukaan panelis terhadap biskuit. Parameter yang dinilai yaitu penampakan, tekstur, warna, rasa, dan aroma.
1) Penampakan
Penampakan merupakan salah satu parameter yang menentukan tingkat penerimaan dari panelis yang dinilai dengan penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen dan datar bergelombang). Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual (Kaya 2008).
Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap penampakan biskuit Spirulina berkisar antara 5,23 sampai 5,73 (netral). Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 6. Analisis dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter penampakan biskuit (P>0,05). Penampakan biskuit cenderung seragam, karena pembuatan biskuit dilakukan dengan bentuk dan ukuran yang relatif sama, sehingga penilaian panelis terhadap penampakan panelis cenderung sama dan tidak berbeda nyata antar biskuit meskipun dengan penambahan berbagai konsentrasi Spirulina.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 6 Histogram nilai rata-rata penampakan biskuit Spirulina. 2) Tekstur
Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan, seringkali lebih penting dari pada aroma, rasa, dan warna. Tekstur penting pada makanan lunak dan makanan renyah. Ciri yang paling penting diacu adalah kekerasan, kekohesifan, dan kandungan air dari makanan tersebut (deMan 1999). Nilai rata- rata uji hedonik terhadap tekstur disajikan dalam Gambar 7.
Hasil penilaian rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan berkisar antara 5,60 sampai 5,90 (agak suka). Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter tekstur biskuit (P>0,05). Penilaian panelis terhadap tekstur biskuit menunjukkan hasil agak suka. Hal ini diduga karena biskuit Spirulina memiliki tekstur yang berongga sehingga tingkat kerenyahan dengan biskuit komersial berbeda.
Tekstur biskuit banyak dipengaruhi oleh proses pemanasan serta bahan- bahan pembentuk adonan biskuit. Selain itu, proses pembuatan biskuit juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Metode pembentukan adonan seperti fermentasi dan laminasi, serta metode pemotongan adonan seperti datar atau timbul juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung beras dalam jumlah kecil menyebabkan tekstur menjadi lebih renyah. Adanya tepung terigu (pati) dalam pembuatan biskuit, selama pemanasan akan mengalami gelatinisasi yang menyebabkan biskuit memiliki tektur yang sangat lembut (Manley 2000). Gelatinisasi adalah pembengkakan granula pati dengan
5.73a 5.70a 5.23a 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
4 gram 6 gram 9 gram
N il a i k e suk a a n Konsentrasi Spirulina
adanya air (Winarno 2008). Pemanasan atau pemanggangan biskuit dengan kondisi yang sama baik alat maupun suhunya menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang seragam. Biskuit Spirulina dibuat dengan menggunakan metode serta proses pemanasan yang sama sehingga menghasilkan tekstur yang hampir seragam.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 7 Histogram nilai rata-rata tekstur biskuit Spirulina. 3) Warna
Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor. faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Warna merupakan faktor yang penting untuk makanan, baik yang belum atau sudah diproses. Warna dengan rasa dan tekstur memainkan peran penting sebagai daya terima makanan tersebut. Selain itu, warna dapat memberikan tanda terjadinya perubahan kimia, seperti pencoklatan dan karamelisasi (deMan 1999). Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil terlebih dahulu. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang tidak seharusnya (Winarno 2008). Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap warna biskuit Spirulina berkisar antara 5,36 sampai 5,76 (netral). Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina disajikan pada Gambar 8.
5.90a 5.60a 5.77a 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
4 gram 6 gram 9 gram
Nila i k esu k a a n Konsentrasi Spirulina
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan (P<0,05).
Gambar 8 Histogram nilai rata-rata warna biskuit Spirulina.
Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter warna biskuit (P>0,05). Biskuit dengan penambahan Spirulina