• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Daerah .1. Geografi

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Daerah .1. Geografi

Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0º 45’ sampai 2º 45’ Lintang Selatan dan antara 101º 10’ sampai dengan 104º 55’ Bujur Timur dan sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah provinsi Jambi 53.435 km² terdiri dari 9 kabupaten dan 1 (satu) kota dengan jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 2.568.598 jiwa atau sekitar 2.155 jiwa/km² ( Badan Pusat Statistik, 2003).

2.1.2 Iklim a. Temperatur

Kota Jambi berada pada wilayah dataran dengan ketinggian 22 – 24 meter dari permukaan laut, memiliki temperatur udara rata – rata 26,5º C dengan kisaran antara 25º C - 28º C. Sedangkan temperatur maksimum 32,8 º C dan temperatur minimum 22,3 ºC ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005).

b. Kelembaban udara

Rata – rata kelembaban udara sekitar 77 – 89 % dan akan semakin tinggi pada daerah yang lebih tinggi ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005).

c. Curah hujan

Pada bulan Agustus 2006 curah hujan di wilayah Kota Jambi mengalami penurunan dengan rata – rata 43,7 mm3( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005).

2.2 Babesia sp.

Klasifikasi

Phylum III : Apicomplexa Subclass : Piroplasmia Ordo : Piroplasmida Family : Babesiidae Genus : Babesia

Spesies : Babesia sp. (Levine 1970)

Babesia sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis. Klasifikasi parasit ini menurut Levine (1970), termasuk dalam subfilum Apicomplexa, kelas piroplasma dan famili babesiidae.

Jenis Babesia sp. yang menginfeksi sapi adalah Babesia bigemina, Babesia bovis, Babesia divergens, Babesia argentina, Babesia major. Babesia sp. dapat menyebabkan penyakit yang serius pada sapi, yaitu penyakit Cattle Tick Fever, Texas Fever, Red Water Fever, Piroplasmosis (Soulsby, 1982). Babesia sp. yang biasanya menginfeksi sapi-sapi yang ada di Indonesia adalah Babesia bigemina dan Babesia bovis.

Morfologi

Menurut Levine (1970), merozoit dalam eritrosit berbentuk bundar, atau tidak teratur. Pada Babesia bovis ditemukan bentuk ”cincin - signet” bervakuol, yang mempunyai merozoit-merozoit berukuran kira – kira 1,5 – 2,4 µm dan terletak di bagian tengah eritrosit. Sedangakan Babesia bigemina dalam eritrosit berbentuk piriform, bulat, oval atau tidak teratur. Merozoit yang piriform ditemukan secara khas berpasang – pasangan dan berbentuk bulat dengan diameter 2 – 3 µm panjang 4 – 5 µm.

Siklus hidup

Merozoit Babesia sp. terdapat dalam eritrosit sapi, parasit bekembang biak dengan cara membelah diri. Pada beberapa spesies dibentuk dua merozoit yang keluar dari eritrosit baru, sedangkan pada yang lain terbentuk tetrat yang terdiri dari 4 merozoit.

Gambar 2. Siklus hidup Babesia sp. (Levine, 1992).

Keterangan Gambar : Sp : Sporozoit, Tr : Tropozoit, Mz : Merozoit, Gm : Gamet, Rb : , Fusion : Penggabungan, Zg : Zigot, Ki : Kinet, Sb : Sporoblas.

Hewan yang terinfeksi Babesia sp. dengan jumlah besar dan sekaligus, dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. Sedangkan hewan yang terinfeksi Babesia sp. dalam jumlah sedikit dan secara bertahap, maka hewan akan memiliki kekebalan terhadap parasit ini. Menurut Soulsby (1982) Babesia sp. ditularkan oleh caplak yaitu, Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp..

Setelah caplak menghisap darah yang mengandung eritrosit yang berisi gametosit Babesia sp. dari sapi maka terjadi perkembangan di dalam usus caplak betina kemudian parasit masuk ke dalam saluran reproduksi caplak dan menginfeksi telur. Kemudian telur caplak menetas, keluar larva yang kemudian berkembang menjadi caplak dewasa. Parasit berkembang di dalam tubuah caplak

Caplak Sapi

Darah Hemolim

Ovarium/telur Kelenjar ludah

dan akhirnya masuk ke dalam sel kelenjar ludah caplak dalam bentuk sporozoit (Levine, 1992). Proses perkembangbiakan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine, 1961).

Parasit stadium sporozoit masuk kedalam tubuh sapi melaui gigitan caplak, sporozoit berkembang menjadi tropozoit, tropozoit terjadi pembelahan dan berkembang menjadi merozoit. Kemudian merozoit berubah menjadi gametosit Beberapa jenis Babesia (Levine, 1992),

a. Babesia bigemina

Merupakan penyebab demam Texas pada sapi. Merozoit yang berbeda di dalam sel darah merah berbentuk seperti buah pir, bulat, seperti telur, atau bentuk tidak beraturan. Jenis parasit ini mempunyai ukuran yang relatif besar, merozoit berbentuk buah pir panjangnya 4 – 5 µm dan ruang bulat seperti inti berdiameter 2 – 3 µm. Caplak yang bertindak sebagai vektor parasit ini adalah Boophilus annulatus di wilayah Amerika Utara.

b. Babesia bovis

Merupakan parasit yang menyebabkan piroplasmosisatau babesiosis pada sapi di Eropa,Uni Soviet, dan Afrika. B. bovis mempunyai ukuran lebih kecil dari B. bigemina, merozoitnya panjang sekitar 2,4 µm. Jenis caplak yang menjadi vektor dari parasit ini adalah Ixodes persulcatus di Uni Soviet dan Boophilus calcaratus dan Rhipicephalus bursa di Eropa.

c. Babesia barbera

Merupakan sinonim dari B. Bovis terdapat di daerah yang sama dengan B. bovis dan mempunyai struktur dan vektor yang sama dengan B. bovis.

d. Babesia divergens

Merupakan penyebab babesiosis pada sapi di Eropa. Merozoitnya hanya mempunyai panjang sekitar 1,5 µm, dan sudut diantara merozoitnya tumpul. Jenis caplak yang menjadi vektor untuk parasit jenis ini adalah Ixodes ricinus.

e. Babesia argentina

Mempunyai morfologi yang hampir sama dengan B. bovis tetapi terdapat pada sapi di Amerika Selatan, Tengah, dan Australia. Caplak yang menjadi vektornya adalah Boophilus spp. Kemungkinan B. argentina lebih patogen daripada B.bigemina

f. Babesia motasi

Merupakan bentuk yang besar (panjang 4 - 2,5 µm) yang menyebabkan penyakit pada domba dan kambing di Eropa, Timur Tengah, Uni soviet, Indocina, Afrika dan sebagainya. Vektornya adalah caplak Rhipicephalus, Haemaphysalis, dan Dermacentor.

g. Babesia ovis

Merupakan bentuk yang kecil, mempunyai panjang sekitar 1,0 – 2,5 µm yang menyebabkan penyakit pada domba dan kambing di Eropa, Uni Soviet, Timur Tengah, dan seluruh daerah tropis. Caplak yang menjadi vektornya adalah Rhipicephalus bursa dan ixodes persulcatus.

2.3 Theileria sp.

Klasifikasi

Phylum III : Apicomplexa Subclass : Piroplasmia Ordo : Piroplasmida Family : Theileriidae Genus : Theileria

Spesies : Theileria sp. (Levine 1970)

Theileria sp. menurut derajat patogenitasnya dibagi atas Theileria sp. yang patogen dan Theleria sp. yang non patogen. Jenis Theleria sp. yang patogen pada sapi adalah Theileria annulata, Theileria bovis, Theileria laurenct dan Theileria parva, penyebab penyakit east coast fever, mediterran theileriosis, corridor disease atau rhodensian red water disease. Sedangakan jenis Theileria sp. yang bersifat non patogen adalah Theileria mutan, Theileria buffeli, Theileria sergenti dan Theileria orientalis (Levine, 1992).

Morfologi

Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria sp. dalam eritrosit yang paling menonjol adalah bentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira 1,5 – 2,0 X 0,5 – 1,0 µm. Bentuk lain yang umumnya dijumpai pada eritrosit adalah bundar, oval dan dapat juga berbentuk koma.

Siklus hidup

Daur hidup Theileria sp. terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang. Mekanisme perkembangan di tubuh caplak Boophilus sp. (Levine, 1992) dimulai sejak larva menghisap darah inang yang berparasit dan ditemukan sporozoit di dalam kelenjar ludah nimfe atau pada caplak dewasa. Mekanisme infeksi di tubuh inang dimulai dari masuknya sporozoit yang dilepaskan oleh caplak dari kelenjar ludah caplak ketika menggigit tubuh inang. Kemudian di dalam eritrosit inang ditemukan piroplasma.

Infeksi Theileria sp. pada larva caplak dimulai dari adanya perubahan bentuk piroplasma menjadi mikrogamon, mikrogamet, zigot, dan kinet di dalam usus caplak dan kemudian ditemukan sporozoit dalam kelanjar ludahnya. Caplak yang telah kenyang menghisap darah inang yang terinfeksi akan jatuh ke tanah. Bentuk Theileria sp. yaitu ada yang berbentuk bundar, koma, dan berbentuk kumparan dengan ukuran 0,5 – 1 µm. Di dalam tubuh caplak paada selang waktu 24 sampai 48 jam, merozoit mengalami perubahan bentuk menjadi cincin yang berukuran 1 – 2 µm, dengan sitoplasma bersifat basofilik. Dalam waktu 48 sampai 72 jam bentuk cincin berubah bentuk menjadi makrogamet, yang berbentuk bundar dan lonjong, berukuran 3 sampai 4 µm dengan inti bersifat eosinofilik dan sitoplasma bersifat basofilik. Makrogamet juga mengalami perubahan bentuk menjadi mikrogamet, berbentuk seperti kumparan yang berukuran panjang 5 µm.

Pada inang (1-6) dan vektor (7–17).1. sporozoit yang dilepas dari kelenjar ludah caplak, 2. skizon (koch’s blue bodies) di dalam limfosit (N = Nukleus), 3. merozoit, 4–5. membelah diri dalam eritrosit, 7a-b. Piroplasma dalam usus caplak, 8-10. pembentukan mikrogamon (9) dan mikrogamet (10), 11. makrogamet, 12. zigot, 13-15. pembentukan kinet, 15b. Pada Theileria parva pembelahan inti terjadi sebelum kinet meninggalkan sel usus caplak, 16. kinet memasuki sel kelenjar ludah, 17. pembesaran sel kelenjar ludah dan intinya, dan intinya dan di dalamnya ditemukan ribuan sporozoit (Mehlhorn and Schein, 1984).

Tiga sampai lima hari setelah infeksi, di dalam usus nimpa akan ditemukan zigot yang berbentuk bundar lonjong berukuran 4 sampai 5 µm dengan sitoplasma berwarna biru terang. Hari ke-6 setelah infeksi, jumlah zigot dalam usus akan mulai berkurang dan hari ke-8 zigot hilang dari dalam usus. Hari ke-9 di dalam epitel usus nimpa akan ditemukan Theileria sp. dengan ukuran 4 sampai 5 µm dan sitoplasmanya berwarna biru gelap. Pada hari ke-13, Theileria sp. membentuk kelompok seperti koloni bakteri pada sitoplasma epitel usus. Ookinet

Gambar 4. Diagram daur hidup Theileria sp. (Mehlhorn and Schein, 1984) skizogoni

sporogoni

akan terbentuk setelah terlihat bentuk zigot, dan pada hari ke-50 sporozoit ditemukan pada kelenjar ludah caplak (Fujisaki and Kamio, 1988).

Setelah caplak menginfeksi inang sporozoit dilepaskan dengan proses yang pasif melalui kelenjar ludah (Shaw, 1999), sporozoit langsung menginfeksi leukosit (Morisson et al., 1995), sporozoit yang masuk ke dalam inang tergantung dari sel aktin cytoskeleton (Shaw, 1999). Kemudian di dalam limfosit, sporozoit membesar dan intinya membelah berulang-ulang sehingga membentuk skizon dengan banyak inti yang disebut makroskizon agamon (= koch’s blue bodies) (Soulsby, 1982). Makroskizon ini akan melekat pada mikrotubuli sel limfosit dan membelah terus dengan proses mitosis. Selama memperbanyak diri, makroskizon akan melepaskan makromerozoit untuk menginfeksi monosit, sehingga makromerozoit akan berubah menjadi makroskizon baru yang akan menyebar ke seluruh tubuh. Setelah itu dalam waktu 2 minggu sejak makroskizon membelah dengan proses mitosis, maka akan ditemukan mikroskizon yang akan menghasilkan mikromerozoit di dalam monosit. Mikromerozoit akan langsung menginfeksi eritrosit dan akan berubah bentuk menjadi piroplasma yang akan menulari caplak (Preston, 1992).

Beberapa jenis Theileria (Levine, 1992),

a. Theileria parva

Merupakan penyebab demam pantai timur pada sapi di Afrika. Merozoit di dalam sel darah merah lebih banyak berbentuk tongkat dan mempunyai panjang sekitar 1,5 – 2,0 µm. Bentuk memperbanyak diri terdapat dalam limfosit dan terkadang pada sel endotel, terutama pada bungkul – bungkul limfe dan limpa. Parasit ini mempunyai ukuran diameter kurang lebih 8 µm. Karena warnanya biru dengan pewarnaan giemsa, mereka dikenal sebagai badan biru dari Koch. Vektor yang paling penting adalah Rhipicephalus appendiculatus, tetapi Rhipicephalus jenis lain dan Hyalomma dapat menularkan parasit ini.

b.Theileria annulata

Menyebabkan theileriosis tropis atau Demam Pantai Mediteranian pada sapi di Afrika sebelah selatan, Uni Soviet sebelah selatan, dan Asia. Frekuensi kematian yang disebabkan parasit ini lebih rendah jika dibandingkan dengan T. parva. Jenis

parasit ini juga mempunyai meron (badan Koch) di dalam limfosit pada limpa dan bungkul limfe, mereka mirip dengan meron T. parva. Siklus hidup T. annulata mirip dengan T. parva dan vektornya berbagai caplak jenis Hyalomma.

c.Theleria mutans

Parasit ini terdapat pada sapi di seluruh wilayah Afrika, sebagian besar Asia dan beberapa bagian Uni Soviet dan Eropa sebelah selatan. Parasit ini pernah ditemukan dua kali di AS. Parasit ini mirip dengan T. parva tetapi tidak patogen. Parasit ini ditularkan oleh caplak Rhipicephalus sp..

2.4Anaplasma sp. Klasifikasi Subclass : Riketsiaeia Ordo : Riketsiaeida Famili : Riketsiae Genus : Anaplasma

Spesies : Anaplasma sp. (levine, 1970)

Anaplasmosis merupakan penyakit infeksius yang ditularkan pada hewan ternak yang ditandai dengan anemia. Cara penularanya melalui vektor yaitu caplak Boophilus microplus. Infeksi Anaplasma sp. biasanya dapat bersamaan dengan infeksi Babesia sp.. Anaplasma sp. telah lama digolongkan kedalam protozoa, yang menyebabkan Tick-Borne Disease, tapi saat ini secara taksonomi Anaplasma sp. telah digolongkan ke dalam Rickettsia (Seddon 1966). Gejala klinis yang tidak jelas pada sapi , kurang dari 1 tahun, dan kejadian fatal, per akut pada sapi lebih dari 3 tahun, gejala klinis yang dapat ditemukan antara lain pyrexia, anemia, jaundice, anoreksia, nafas cepat, penurunan produksi susu, abortus. Anaplasma marginale yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit High fever, Anemia, Bilirubinemia, Bilirubinuria lebih patogen dibandingkan dengan Anaplasma centrale, beberapa hewan yang dapat menjadi induk semang dari Anaplasma sp. kerbau, antelops, Elk, bison, unta, biri-biri, kambing (Astyawati, 2005).

Morfologi

Anaplasma sp. berukuran kecil dan berbentuk bulat seperti bola mempunyai diameter 0,5 μm dan berukuran 1-2 μm terletak di pinggir atau di tengah eritrosit dalam satu eritrosit biasanya terdapat satu Anaplasma sp., tetapi jika sudah dalam infeksi tingkat tinggi bisa mencapai empat Anaplasma sp. dalam satu eritrosit (Seddon, 1966).

Siklus hidup

Anaplasma sp. relatif dalam bentuk yang non-patogen (Seddon, 1966), infeksi Anaplasma sp. secara murni jarang terjadi, biasanya infeksi Anaplasma sp. akan berasamaan dengan Babesia sp. dan atau Theileria sp.. Anaplasma sp. mempunyai masa inkubasi yang sama dengan Theileria sp.. Anaplasma sp. ini diperkirakan memperbanyak diri dalam eritrosit dengan cara pembelahan ganda dengan pembentukan 8 badan-badan kecil “initial bodies” yang bulat (Tampubolon, 2004).

Beberapa Jenis Anaplasma (Ashadi, 1992),

a. Anaplasma centrale, Jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tengah eritrosit.

b. Anaplasma marginale, jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tepi atau pinggir dinding eritrosit.

BAB III

Dokumen terkait