• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Hasil

Persentase kejadian infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi (n=53 ekor).

Persentase kejadian kasus parasit darah di lima Wilayah Kecamatan di Kota Jambi adalah 7,817 %, dimana kebanyakan parasit darah yang ditemukan terdapat pada hewan sapi, sedangkan pada kambing yang diambil sebagai sampel tidak ditemukan adanya parasit darah. Parasit yang ditemukan pada sapi-sapi tersebut adalah Anaplasma sp., Babesia sp. dan Theileria sp.. Hewan yang terinfeksi Anaplasma sp. sebesar 3,630 % dari populasi sapi yang ada di lima

KECAMATAN Populasi sapi (ekor) Populasi kambing (ekor) Jumlah sampel Sapi (ekor) Jumlah sampel Kambing (ekor) Persentase Parasit Pada Sapi (%) Persentase Parasit Pada Kambing (%) T O T A L Theileria sp. Anaplasma sp. Babesia sp. Telanaipura 216 1909 15 - 2,882 - - Jambi Timur 82 939 - 17 - - - Jambi Selatan 238 900 15 - - 3,175 - Kota Baru 415 4543 12 4 - - - Jelutung 55 401 11 4 - 0,455 1,365 Total 1006 8692 53 25 2,822 3,630 1,365 0 7,817

kecamatan di Kota Jambi, persentase paling tinggi ditemukan di kecamatan Jambi Selatan yaitu sebesar 3,175 % dan di Kecamatan Jelutung sebesar 0,455 %. Jumlah sapi yang terinfeksi Theileria sp. sebesar 2,822 % ditemukan di kecamatan Telanaipura. Jumlah infeksi Babesia sp. sebesar 1,365 % dan hanya ditemukan pada Kecamatan Jelutung.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi Anaplasma sp. terbanyak terlihat pada ternak yang berumur produktif (dewasa), hal ini dapat terlihat pada tabel 2. infeksi parasit darah tertinggi pada umur 1-2 tahun. Pada umur 1-2 tahun, infeksi Anaplasma sp. sebesar 0,154 %, Babesia sp. sebesar 0,116 % dan infeksi Theileria sp. sebesar 0,116 %. Infeksi parasit darah tidak ditemukan pada sapi yang berumur kurang dari 1 tahun dan lebih dari 2 tahun.

Tabel 2. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) sapi dengan umur yang berbeda (n=53 ekor)

Umur Sapi Jumlah

(Ekor) Persentase Parasit (%)

Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

< 1 tahun 7 - - -

1-2 tahun 37 0,154 0,116 0,116

> 2 tahun 9 - - -

Total 53 0,154 0,116 0,116

Tabel 3. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) kambing dengan umur yang berbeda (n=25 ekor)

Umur Kambing Jumlah (Ekor)

Persentase Parasit (%)

Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

6 bulan 7 - - -

6-12 bulan 10 - - -

> 12 bulan 8 - - -

Total 25 - - -

4.2 Pembahasan

Rata-rata kejadian infeksi parasit Babesia sp. di Indonesia sekitar 75 % dari populasi ternak yang terdapat di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumba (Sukamto et al., 1988). Menurut Ashadi (1981) ternak yang terinfeksi parasit Theileria sp. ditemukan di daerah Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004 kejadian parasit Theileria sp. di daerah Kota Jambi dilaporkan terdapat di Kecamatan Telanaipura, Kota Baru, Jambi Selatan, Jelutung, Jambi Timur dan tidak adanya kasus kejadian parasit Anaplasma sp. pada pada tahun 2001 (Dinas Peternakan Provinsi Jambi, 2001).

Kota Jambi terletak di daerah dataran sedang sampai tinggi, dengan kelembaban yang cukup tinggi sekitar 77 – 89 %, dengan kondisi seperti ini parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak ditemukan. Hal ini juga ditunjang dengan pendapat De Voss dan Potgieth (1994) bahwa parasit darah seperti Babesia sp., Anaplasma sp. dan Theileria sp. akan banyak menginfeksi pada kondisi yang optimum bagi perkembangan larva vektor caplak dari parasit darah tersebut dengan kelembaban sekitar 87 %. Ditinjau dari letak geografinya, kondisi ke lima kecamatan wilayah Kota Jambi hampir sama, namun curah hujan dan sistem pemeliharaan ternak yang berbeda di setiap kecamatan, sehingga perkembangan vektor (caplak) sebagai penyebar infeksi Babesia sp., Theileria sp, dan Anaplasma sp. akan berbeda di setiap kecamatan.

Infeksi Theileria sp. yang tertinggi di kecamatan Telanaipura, kecamatan ini terletak di daerah dataran yang lebih tinggi dari empat kecamatan lainya dengan curah hujan 220 mm3 pada bulan April (Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi 2003). Dengan kondisi curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta didukung oleh letak daerah ini yang berada di daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya dengan jumlah rumput yang tumbuh juga lebih banyak jika dibandingkan empat kecamatan lainnya dan tumbuhan di daerah ini masih banyak, memungkinkan perkembangan vektor caplak Boophilus sp. semakin tinggi. Caplak akan menggigit dan menginfeksi sapi dan kambing. Theileria sp. kemudian ada di dalam eritrosit sapi (Levine, 1992). Hal ini yang menyebabkan jumlah Theileria sp. yang menginfeksi sapi di daerah Telanaipura akan lebih tinggi dibandingkan kecamatan yang lain.

Pada infeksi Babesia sp. terbanyak di kecamatan Jelutung, curah hujan di daerah ini sekitar 180 mm3 dan terletak di daerah dataran sedang dengan kondisi tanah yang banyak ditumbuhi oleh rumput (Anonimus, 2000). Dengan kondisi semacam ini Kecamatan Jelutung memiliki kemungkinan perkembangan vektor

caplak yang tinggi dimana larva caplak yang masih ada di padang penggembalaan dan akan menginfeksi sapi di daerah ini. Vektor caplak biologik yang menjadi penyebab infeksi Babesia sp. adalah Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp. (Soulsby, 1982).

Beberapa hal yang juga mempengaruhi terjadinya infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) selain kondisi geografis dapat berupa pengaruh genetis dari sapi atau kambing, umur, dan manajemen pemeliharaan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak terlihat pada ternak yang berumur produktif (dewasa) yaitu umur antara 1-2 tahun (tabel 2), hal

Gambar 9. Sapi berumur 1-2 tahun Di Kecamatan Kota Baru Gambar 8. Babesia sp. Pembesaran 100 X

ini didukung oleh pendapat Levine (1961) yang menyatakan bahwa ternak produktif (dewasa) lebih peka terhadap infeksi parasit darah (Anaplasma sp., Babesia sp., dan Theileria sp.). Kejadian ini dapat dipengaruhi oleh makin menurunnya maternal antibodi pada saat sapi berumur lebih dari 1 tahun terhadap parasit yang didapat dari induk, dan menyebabkan sapi akan mendapatkan kekebalan baru berupa kekebalan dari alam untuk melawan adanya serangan dari parasit darah. Sapi dewasa yang terinfeksi oleh Babesia sp. akan tetap terinfeksi seumur hidup dan akan kebal terhadap adanya reinfeksi oleh parasit darah (Anaplasma sp, Babesia sp., dan Theileria sp.) ini. Sapi berusia produktif (dewasa) yang terinfeksi oleh Theileria sp. akan memiliki kekebalan yang tinggi, namun umumnya tidak bersifat premunisi (kekebalan terhadap infeksi yang terjadi yang disebabkan parasit yang menginfeksi masih berada di dalam tubuh hewan) (Levine, 1961; Soulsby, 1982). Hal ini akan menyebabkan parasit Theileria sp. akan tetap ada di tubuh induk semang. Bila terjadi infeksi ulang terhadap Theileria sp. maka sapi akan lebih tahan. Pada ternak yang baru lahir sampai usia dara, biasanya lebih tahan terhadap infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.).

Pada infeksi parasit Babesia sp. hewan muda mendapatkan maternal antibodi dari induknya melaui kolostrum induk yang telah terinfeksi oleh parasit ini dan pada hewan muda yang terinfeksi Theileria sp. tidak akan mendapatkan mendapatkan kekebalan dari kolostrum induk (Soulsby, 1982; dan Levine, 1961). Hewan yang berusia muda tapi masih terinfeksi Babesia sp. kemungkinan infeksi parasit datang pada saat sapih dimana terjadi peralihan pada pemberian pakan yaitu dari susu menjadi pakan hijauan. Kekebalan hewan muda yang terinfeksi Theileria sp. akan mempunyai tingkat kekebalan yang cukup terhadap adanya infeksi dari Theileria sp. pada daerah yang endemik dan kekebalan diperoleh secara alami dari induk yang telah terinfeksi parasit Theileria sp. (Soulsby, 1982). Hewan tidak memiliki kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada infeksi pertama, sedangkan kekebalan terbentuk pada infeksi kedua.

Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) dari sampel yang diambil sebagian besar menyerang bangsa Bali (Bos Indicus) dan sapi Peranakan Ongole. Hal ini dipengaruhi oleh sistem manajemen pemeliharaan sapi yang dilakukan masyarakat di Kota Jambi. Kebanyakan sapi Bali sistem pemeliharaanya dilakukan dengan dilepaskan di ladang atau pun di halaman rumah yang banyak rumputnya sehingga menyebabkan caplak yang merupakan vektor parasit ini dapat dengan mudah menginfeksi atau menularkan ke sapi. Sapi-sapi ini juga terkadang dipergunakan untuk membajak sawah jika peternak tersebut tidak memiliki kerbau, dalam kondisi kesehatan sapi yang sedang menurun sapi-sapi tersebut akan dengan mudah terserang berbagai penyakit diantaranya penyakit yang disebabkan oleh parasit darah ini.

Gambar 11. Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Lebih dari 2 tahun Di Kecamatan Jelutung Gambar 10. Anaplasma sp. Pembesaran 40 X

Sapi Peranakan Ongole (P.O) kebanyakan dipelihara di dalam kandang, sedangkan sapi bali yang di lepas di ladang atau di halaman rumah penduduk yang telah terinfeksi oleh parasit darah pada saat dilepas dan kemudian dikandangkan akan menginfeksi sapi-sapi yang kandangnya berada tidak berjauhan dan kadang-kadang kandang sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole sangat berdekatan jaraknya, bahkan berada dalam kandang yang sama, sehingga kemungkinan sapi PO yang berada dalam kandang dapat terinfeksi parasit ini melalui vektor.

Menurut Bandini (2001), jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat infeksi parasit. Namun jika ditemukan jumlah parasit yang banyak pada salah satu jenis kelamin, kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya faktor stres pada sapi. Tingkat kestresan pada hewan akan mempermudah infeksi parasit darah, dimana dalam kondisi yang menurun akan menyebakan daya tahan dan kekebalan tubuh akan menurun pula, sehingga lebih rentan terhadap infeksi parasit darah (Direktorat Keswan,1980). Sapi yang sering mengalami stres biasanya ditemukan pada sapi betina dibandingkan sapi jantan.

Infeksi yang berulang-ulang akan menyebabkan hewan lebih tahan terhadap adanya reinfeksi, namun jika infeksi parasit darah terjadi dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan timbulnya penyakit. Pada sapi yang terinfeksi Theileira sp. akan menyebabkan penyakit theileriosis, pada sapi yang terinfeksi Babesia sp. akan menyebakan terjadinya penyakit babesiosis, dan pada sapi yang terinfeksi Anaplasma sp. akan menyebakan terjadinya penyakit anaplasmosis. Hal ini serupa dengan yang diungkapakan oleh Hall (1980).

Pada sampel yang diambil dari kambing tidak ditemukan adanya parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.). Hal ini dikarenakan sistem manajemen pemeliharaan kambing dilakukan dengan sistem perkandangan. Kambing-kambing tersebut akan selalu berada di dalam kandang, karena sistem

perkandangannya sistem panggung. Sehingga kecil kemungkinan terinfeksi . Jika ditemukan adanya parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada kambing dapat saja disebabkan dari pakan yang berupa rumput atau hijauan yang dijadikan sebagai pakan terdapat vektor caplak yang dapat menginfeksi kambing-kambing tersebut. Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya infeksi pada kambing karena pemberian pakan berupa rumput dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan rumput. Waktu pengambilan rumput dilakukan pagi hari dimana pagi hari merupakan waktu vektor bergerak aktif. Faktor lain yang menunjang adanya infeksi pada kambing yaitu masuknya kambing baru yang telah terinfeksi oleh parasit darah ke dalam wilayah kandang tersebut sehingga kemungkinan kambing – kambing yang telah berada di kandang dapat terinfeksi.

BAB V

Dokumen terkait