• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. Keragaman sifat kualitatif tersebut merupakan kekayaan plasma nutfah dan sumber genetik. Adapun keragaman sifat kualitatif burung merpati berkaitan dengan salah satu manfaat burung merpati yaitu sebagai burung hias, karena keragaman tersebut menarik bagi penghobi burung merpati hias. Keragaman sifat kualitatif juga terdapat pada burung merpati balap.

Hardjosubroto (1999) menyatakan bahwa sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk dan sebagainya. Sifat kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Penampilan sifat kualitatif yang tampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan bahwa fenotipe sebagai suatu penampilan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur.

Adapun catatan dan hasil penelitian mengenai keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal masih terbatas. Karakteristik dan keragaman sifat kualitatif ini menarik untuk diamati, dengan demikian tujuan dari penelitian ini untuk menambah informasi karakteristik dan keragaman genetik burung merpati lokal. Selain itu informasi sifat kualitatif burung merpati lokal ini diharapkan dapat membantu pengembangan pemanfaatan burung merpati lokal sebagai komoditi non pangan, seperti sebagai unggas kesenangan (balap dan hias).

Metode Materi

Penelitian ini dilakukan dengan mencatat sifat kualitatif dari burung merpati yang dipelihara di lokasi penelitian. Selain itu data sifat kualitatif juga dikumpulkan dari burung merpati yang dipelihara penggemar burung merpati di sekitar lokasi penelitian. Adapun jumlah burung yang diamati sifat kualitatifnya sebanyak 711 ekor.

Pengambilan Data

Sifat kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank (ceker), ada tidaknya bulu pada ceker, warna iris mata, dan ornament jambul di kepala. Karakteristik corak dan pola warna burung merpati disajikan pada Tabel 3. Adapun deskripsi sifat kualitatif yang diamati pada penelitian ini dijelaskan pada Lampiran 1.

Tabel 3 Karakteristik warna dasar, pola, dan corak bulu burung merpati lokal

Fenotipe Karakteristik

Warna dasar bulu Warna bulu yang memiliki proporsi tinggi pada seekor burung

Pola warna bulu

Badge di lapang dikenal dengan sebutan telampik yaitu warna bulu sayap

primer lebih dari satu helai secara berurutan berwarna putih dari bulu nomor 10

Hysterical di lapang dikenal dengan istilah selap yaitu pada bulu saya primer yang berwarna gelap terdapat di antaranya yang berwarna putih 1-3 lembar pada posisi tidak sampai di ujung (bulu ke-10) atau di sela-sela bulu sayap primer terdapat warna bulu sayap primer yang berbeda dengan warna dasar bulu burung bersangkutan

Piebald di lapang disebut dengan istilah blantong terdapat warna putih pada bagian kepala, punggung, sayap dan dada

Qualmond bulu pada punggung terdapat pola huruf V

Mottled dikenal dengan istilah totol terdapat bercak warna putih pada warna bulu dasar gelap atau bercak warna gelap pada warna bulu dasar putih pada

punggung, dada dan kepala. Di lapang mottled juga disebut telon yaitu

warna bulu dasar putih, terdapat bercak sebanyak dua warna gambir, abu; hitam, megan atau variasi diantaranya sehingga perpaduan 3 warna yaitu: putih, hitam dan gambir; atau putih, megan dan abu Grizzled di lapang dikenal dengan istilah blorok yaitu warna bulu dasar hitam,

megan, gambir atau abu terdapat warna putih yang menyebar dan tidak teratur pada bulu tersier, sekunder dan kemungkinan pada bulu primer Checker di lapang dikenal dengan istilah Tritis terdapat warna gelap disertai

pelangi pada bulu sayap dan ekor

Corak bulu

Barr less bulu pada bagian kepala, badan, sayap dan ekor berwarna sama

Barr terdapat pelangi pada bulu sayap skunder dan ekor

Penelitian ini juga melakukan perkawinan resiprokal untuk memperoleh pewarisan pola bulu dan corak bulu. Perkawinan resiprokal juga dilakukan untuk memperoleh pewarisan warna iris mata.

Perkawiana resiprokal antara tetua jantan dan betina polos dan tidak polos dilakukan dengan 4 macam perkawinan yaitu:

29

1. jantan polos x betina polos 2. jantan tidak polos x betin tidak Polos 3. jantan polos x betina tidak polos 4. jantan tidak polos x betina polos

Anak-anak yang menetas dari tiap pasangan dari 4 macam perkawinan dicatat pola bulu dan corak bulunya.

Perkawinan resiprokal pada pengamatan pewarisan warna iris mata dilakukan dengan melakukan perkawinan resiprokal antara tetua jantan dan betina dengan kombinasi 4 warna iris mata yaitu:

1.jantan kuning x betina kuning 2.jantan coklat x betina coklat 3.jantan kuning x betina coklat 4.jantan coklat x betina kuning 5.jantan lip lap x betina kuning 6.jantan lip lap x betina coklat 7.jantan lip lap x betina lip lap

8.jantan lip lap x betina putih 9.jantan kuning x betina lip lap

11.jantan coklat x betina lip lap 12.jantan putih x betina lipa lap

13.jantan putih x betina putih 14.jantan putih x betina coklat 15.jantan putih x betina kuning 16.jantan coklat x betina putih

Warna iris mata dari anak-anak yang menetas dari perkawinan di atas dicatat. Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif yang diamati diperoleh dengan menghitung jumlah burung yang memiliki sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi burung yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan frekuensi fenotipe menggunakan formula (Minkema 1993) yaitu:

% Fenotipe A = ∑ternak dengan fenotipe A Total ternak yang diamati

Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal

Frekuensi gen dominan autosomal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al. 1980):

q = 1 - ��/� ; p = 1 – q Keterangan:

q = frekuensi gen dominan

p = frekuensi gen resesif autosomal

R = jumlah burung yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh burung

Keragaman Fenotipe

Keragaman fenotipe dianalisis frekuensi genotipenya beserta alelnya berdasarkan metode perhitungan frekuensi menurut Noor (2008). Uji χ 2

χ

dilakukan menurut Noor (2008) maupun Nei dan Kumar (2000) untuk mengetahui suatu populasi berada dalam kesimbangan, yaiu:

Keterangan: 2

=

(Oi−Ei ) 2 Ei

� �=1 χ2 = O = pengamatan khi kuadrat E = frekuensi harapan

i = individu ke-i, i dari 1 hingga ke-n

Heterozigositas

Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman fenotipik pada sifat kualitatif yang diamati. Nilai heterozigositas dihitung dengan menggunakan rumus menurut Nei dan Kumar (2000) yaitu:

h = 1 - ∑�=1X Ri Keterangan: 2 h = nilai heterozigositas X i2 q = jumlah alel

31

Dokumen terkait