• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas dan pendugaan parameter genetik burung merpati lokal (columba livia) sebagai merpati balap dan penghasil daging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas dan pendugaan parameter genetik burung merpati lokal (columba livia) sebagai merpati balap dan penghasil daging"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING

Sri Darwati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

BURUNG MERPATI LOKAL (

Columba livia

) SEBAGAI

MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING

SRI DARWATI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(4)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof.Dr.Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. Dr.Ir. Sumiati, M.Sc.

(5)

Merpati Lokal (Columba livia) Sebagai Merpati Balap dan Penghasil Daging

Nama : Sri Darwati NIM : D061020031 Program Studi : Ilmu Ternak

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.H. Harimurti Martojo, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Cece Sumatri, M.Agr.Sc. Ketua Anggota

Prof.drh. D.T.H. Sihombing, M.Sc,Ph.D.(Alm) Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ternak

Dr.Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(6)

i

(7)
(8)

iii

(9)

BAHASAN UMUM ………. 113

SIMPULAN ……… 123

DAFTAR PUSTAKA ……… 125

(10)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Bobot hidup dewasa strain merpati penghasil daging……… 17

Tabel 2 Komposisi nutrisi daging squab ……….... 19

Tabel 3 Karakteristik corak dan pola warna burung merpati

lokal………... 28

Tabel 7 Frekuensi ceker berbulu dan tidak berbulu pada burung merpati lokal ………

37

Tabel 8 Frekuensi warna ceker pada burung merpati lokal ……… 38

Table 9 Frekuensi iris mata burung merpati lokal………

39

Tabel 10 Frekuensi warna iris mata pada persilangan resiprokal burung merpati lokal ………..

40

Tabel 11 Fenotipe dan genotipe warna iris mata burung merpati lokal …… 42

Tabel 12 Umur anak burung merpati saat warna iris mata dapat diamati… 43

Tabel 13 Frekuensi gen pada burung merpati lokal……….. 44

Tabel 14 Nilai heterosigositas (h) sifat kualitatif pada burung merpati lokal 46

Tabel 15 Berat telur dan pertumbuhan piyik dengan induk yang diberi pakan berbeda……….

56

Tabel 16 Konsumsi pakan per pasang induk merpati per minggu……….. 59

Tabel 17 Produktivitas induk burung merpati lokal………. 72

Tabel 18 Rataan, simpangan baku, kisaran dan koefisien keragaman bobot

telur per periode……… 73 Tabel 19 Bobot telur kesatu dan kedua per periode ………. 74

(11)

Tabel 21 Bobot badan, koefisien keragaman bobot badan dan laju pertumbuhan piyik………

77

Tabel 22 Konversi pakan piyik ……… 79

Tabel 23 Berat potong, persentase karkas dan persentase bagian dada piyik umur 21, 23, dan 25 hari……….

80

Tabel 24 Pertumbuhan piyik balap dan pedaging ………. 82 Tabel 25 Fertilitas dan daya tetas pada induk mengerami telur 1,2,3 dan 4

butir telur tetas ……… 84

Tabel 26 Analisis ragam untuk menghitung nilai ripitabilitas ………… 91 Tabel 27 Nilai ripitabilitas (r) sifat produksi dan reproduksi burung

merpati lokal ……….. 96 Tabel 28 Nilai heritabilitas sifat produksi burung merpati lokal ……... 97 Tabel 29 Korelasi genetik sifat produksi pada burung merpati lokal.……. 99 Tabel 30 Korelasi fenotipik sifat produksi pada burung merpati

lokal……… 100

Tabel 31 Persamaan linier antar sifat produksi pada burung merpati lokal………

101

Tabel 32 Bobot badan dan ukuran tubuh burung merpati lokal jantan dan betina………

102 Tabel 33 Ukuran tubuh merpati jantan balap datar, balap tinggi, pedaging

dan lokal ……….

105

Tabel 34 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati balap datar beserta keragaman total dan nilai eigen………

106

Tabel 35 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati balap tinggi beserta keragaman total dan nilai eigen …...

107

Tabel 36 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati pedaging beserta keragaman total dan nilai eigen ………

108 Tabel 37 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati

lokal beserta keragaman total dan nilai eigen ……… 108

Tabel 38 Akar dari jarak D2 Mahalanobis burung merpati balap datar,

(12)

vii

Tabel 39 Kecepatan terbang burung merpati balap datar dan balap tinggi………

(13)
(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka pengambilan data penelitian ……… 5

Gambar 2 Burung merpati hias ………. 10

Gambar 3 Burung merpati tipe ketangkasan ……… 11

Gambar 4 Burung merpati balap ……….. 11

Gambar 5 Burung merpati King dan Carnaue (tipe pedaging) ……….. 12

Gambar 6 Warna dasar bulu burung merpati ……… 15

Gambar 7 Warna iris mata pada burung merpati ………. 16

Gambar 8 Squab burung merpati ……….. 18

Gambar 9 Pertumbuhan piyik dengan induk yang diberi pakan berbeda 53

Gambar 10 Tingkah laku burung merpati berjodoh ……… 71

Gambar 11 Kurva pertumbuhan piyik lokal ……….. 78

Gambar 12 Pertumbuhan piyik burung merpati balap datar, balap tinggi dan daging ……… 83

Gambar 13 Pertumbuhan piyik pada sepasang induk burung merpati yang meloloh 1, 2, 3, dan 4 piyik……… 86

Gambar 14 Kerangka tulang burung merpati ………. 93

Gambar 15 Diagram kerumunan burung merpati berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh ………. 109

(15)
(16)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Karakteristik sifat kualitatif pada burung merpati ……….. 133

Lampiran 2a Pola dan corak warna bulu burung merpati ……….. 135

Lampiran 2b Burung merpati dengan ornament kepala bulu jambul …. 136

Lampiran 2c Ceker berbulu ……… 136

Lampiran 2d Warna iris mata ……… 136

Lampiran 3 Frekuensi pola warna dan corak warna bulu burung

merpati………

137 Lampiran 4 Frekuensi pewarisan warna bulu pada burung merpati lokal 138

Lampiran 5 Frekuensi pewarisan warna bulu pada burung merpati lokal dengan perkawinana resiprokal ……….

140

Lampiran 6 Performa bobot badan piyik yang diloloh 1-4 ekor/pasang induk………

141

(17)

Pendugaan Parameter Genetik Burung Merpati Lokal (Columba livia) Sebagai Merpati Balap dan Penghasil Daging adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh orang lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan baik berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah dinyatakan secara jelas dalam teks Daftar Pustaka.

Bogor, Januari 2012

(18)
(19)

Pigeons (Columba livia ) for Game and Meat Production. Under supervision of HARIMURTI MARTOJO, CECE SUMANTRI, and ANI MARDIASTUTI.

(20)
(21)

Merpati Lokal (Columba livia) Sebagai Merpati Balap dan Penghasil Daging. Dibimbing oleh HARIMURTI MARTOJO, CECE SUMANTRI, dan ANI MARDIASTTI.

Burung merpati lokal merupakan plasma nutfah dan sumber kekayaan hayati di Indonesia yang masih memiliki keragaman genetik. Burung merpati tersebut biasa dipelihara sebagai hewan peliharaan (hobi/kesayangan/kelangenan). dilombakan ketangkasannya sebagai burung balap baik balap datar maupun balap tinggian. Kajian produktivitas dan parameter genetik dari burung merpati lokal dibutuhkan untuk pengembangannya baik sebagai balap dan penghasil daging.

Penelitian ini dipaparkan dalam 4 bagian. Penelitian pertama bertujuan mengungkap karakteristik dan keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal. Pengamatan ini menggunakan 711 ekor burung yang dipelihara di lokasi penelitian dilengkapi dengan burung milik penggemar di lapang. Uji χ2 untuk mendeskripsikan karakteristik warna bulu, jambul di kepala, warna paruh, warna iris mata, warna ceker, dan ceker berbulu. Warna bulu dasar burung merpati lokal ada 5 macam, yaitu hitam (S-B+-C-), megan (ssB+C-), coklat/gambir (S-b-C-;), putih (S- -- cc), dan abu (SsBA-C-) dengan variasi sebanyak 68 macam dengan urutan dominasi abu>hitam>megan>coklat/gambir>putih. Frekuensi warna dasar, pola bulu dan corak bulu yang frekuensinya tinggi masing-masing megan, pola bulu polos dan corak bulu barrless, ornament kepala fade (tidak berjambul), warna ceker merah, ceker tidak berbulu. Sifat kualitatif yang diamati dalam keadaan tidak setimbang (χ2 > χ2tabel) kecuali fade dan ceker berbulu (χ2> χ2tabel

Penelitian kedua untuk mendapatkan jenis pakan, mengetahui pola makan dan konsumsi pakan burung merpati. Penelitian ini mencobakan empat jenis pakan yaitu 100% jagung (J), 50% jagung+50% pakan komersial (JK),100% pakan komersial (K), dan 50% jagung+30% pakan komerisal+20% beras merah (JKM) masing-masing pada 15 pasang. Pakan komersial yang digunakan adalah pakan untuk ayam ras pedaging fase finisher. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan bila perlakuan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Bobot telur dan bobot tetas berbeda nyata (JK=JKM>J=K). Selama masa pertumbuhan piyik yang induknya diberi pakan berbeda ternyata secara statistik berbeda nyata. Adapun bobot piyik umur satu minggu tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan

(22)

piyik diloloh susu tembolok yang dihasilkan induk burung merpati jantan dan betina yang mengeram yaitu menjelang piyik menetas hingga minggu pertama setelah piyik menetas. Jenis pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati adalah pakan JK, K, dan JKM dengan kandungan protein kasar (PK) masing-masing 14.9%, 19.6% dan 15.8%. Pakan yang mudah diaplikasikan di lapang adalah pakan B dengan PK 14.9% dan EM 3100 kkal/kg. Pengamatan dilanjutkan untuk memperoleh pola makan dan konsumsi pakan induk burung merpati yang diberi pakan campuran jagung dan pakan komersial. Data konsumsi pakan diuji proporsi dan disajikan secara diskriptif. Hasil penelitian bahwa burung merpati lebih menyukai biji-bijian (jagung) dibandingkan pakan komersial dengan proporsi jagung dengan pakan komersial adalah 60:40. Adapun dari konsumsi pakan pada penelitian ini diketahui sepasang induk burung merpati pada fase tidak mengeram (menjelang produksi), fase mengeram, dan fase meloloh dengan piyik sebanyak dua ekor membutuhkan pakan yaitu 60-80 g, 53-58 g, dan 83-99 g per pasang per hari.

Penelitian ketiga untuk mendapatkan pasangan poligami pada burung merpati dan produktivitas burung merpati lokal. Burung merpati sebanyak 62 pasang dikandangkan pada kandang individual yang dipelihara secara intensif. Kandang dilengkapi tempat pakan,tempat minum, dan sarang. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Hasil penelitian ini diperoleh pasangan poligami 16% (10 pasang), tetapi produktivitasnya rendah. Waktu untuk menjodohkan (jodoh paksa) berkisar 1 jam hingga 1 bulan. Umur burung merpati betina mulai berjodoh (60-144 hari; rataan 126 hari; KK 25.78%). Burung merpati jantan mulai berjodoh yaitu (49-158 hari; rataan 85 hari; KK 40.8%). Lama penjodohan dan umur berjodoh pada burung merpati lokal beragam. Pasangan yang mau mengeram (82.4%). Rataan bobot telur burung merpati lokal (17.7±1.6 g) dengan jumlah produksi telur 1.8±0.6 butir per periode bertelur dan indeks telur 75.7±5.6%, fertilitas (92.5%), daya tetas (77%), bobot tetas 14.0±1.2 g serta kematian embrio (23.0%). Waktu kosong induk burung merpati dari bertelur hingga bertelur berikutnya jika induk mengeram dan meloloh piyik (51±4 hari); mengeram namun tidak meloloh piyik (32.8±8 hari), dan induk hanya bertelur, tidak mengeram dan tidak meloloh (13±6 hari). Bobot telur kesatu dan kedua pada periode yang sama tidak berbeda nyata (t test). Umur bertelur pertama burung merpati (221±31; kisaran 125-366 hari; KK 32.4%). Bobot induk berkisar 275-360 g dengan rataan 340 g. Kurva pertumbuhan piyik berbentuk kuadratik dengan laju pertumbuhan cepat pada minggu ke-1 kemudian terus turun hingga minggu ke-3 dan negatif pada minggu ke-4, sehingga untuk seleksi piyik dapat dilakukan pada minggu ke-4. Bobot potong, bobot karkas dan bagian dada piyik jantan dan betina pada umur 21, 23, dan 25 hari tidak berbeda nyata. Upaya peningkatan produksi burung merpati dapat dilakukan dengan menambah telur tetas hingga 4 butir per pasang (normal 2 butir). Selain itu dapat dilakukan penambahan jumlah piyik yang diloloh hingga 4 ekor piyik per pasang induk.

(23)

sifat reproduksi rendah, yaitu daya tunas (0.124) dan daya tetas (0.048), hal ini dikarenakan sifat reprodukai banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Nilai h2 untuk sifat produksi berkisar rendah hingga sedang, yaitu bobot dewasa (0.23), bobot telur (0.19), bobot tetas (0.30) dan bentuk telur (0.27). Selanjutnya korelasi genetik bobot dewasa dengan bentuk telur (0.637), bobot telur dengan bobot tetas (0.67). Pada penelitian ini juga diperoleh korelasi fenotipik (rp) sehingga dapat

digunakan untuk seleksi suatu dari sifat yang lain. Korelasi (rp

Bobot tetas piyik balap datar dan balap tinggi tidak berbeda nyata, tetapi keduanya nyata lebih ringan dibandingkan burung merpati pedaging (HomerxKing). Pertumbuhan piyik balap dan pedaging sama dan bobot pada minggu keempat untuk ketiganya tidak berbeda nyata kecuali minggu ketiga piyik pedaging lebih tinggi dibandingkan balap tinggi. Analisis komponen utama untuk menganalisis bentuk dan ukuran dari empat peubah yaitu lingkar dada, lebar dada, panjang punggung, dan panjang sayap. Selanjutnya analisis diagram kerumunan berdasarkan ukuran fenotipik untuk memperoleh keserupaan morfologis lokal, balap dan pedaging. Jarak ketidakserupaan ukuran tubuh dari D

+; nyata) antara bobot telur, bobot tetas, dan bobot sapih.

2

Mahalanobis yang diakarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh mepati balap datar (lingkar dada) dan bentuk tubuh (panjang sayap). Penciri ukuran tubuh lokal (lingkar dada) dan bentuk tubuh (panjang sayap). Penciri ukuran burung balap tinggi (panjang sayap) dan penciri bentuk tubuh (lingkar dada). Penciri ukuran tubuh pedaging (lingkar dada) dan bentuk tubuh (panjang punggung). Penciri ukuran tubuh balap datar, pedaging dan lokal sama (lingkar dada), sedang balap tinggi (panjang sayap). Penciri bentuk tubuh balap datar dan lokal sama (panjang sayap), dan balap tinggi (lingkar dada) serta pedaging (panjang punggung). Bentuk tubuh keempatnya khas, namun ukuran tubuh balap datar sama dengan lokal. Dari diagram kerumunan bahwa keempatnya memiliki garis pemisah yang jelas (ada indikasi 4 klaster) dengan skor bentuk yang berbeda, kecuali skor ukuran lokal sama dengan balap datar. Akan tetapi dari ketidakserupaan morfometrik ukuran linier tubuh bahwa balap datar dan tinggi lebih dekat dengan lokal dibandingkan dengan pedaging. Kecepatan terbang datar burung balap datar adalah 14.582 m. Ukuran tubuh dengan kecepatan terbang pada burung merpati balap tinggi ada rp(+), yaitu bertambah panjang sayap maka

kecepatan terbang juga bertambah. Sebaliknya pada burung balap datar terdapat rp

Hasil penelitian ini bahwa sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. Burung merpati bisa poligami. Pertumbuhan piyik balap dan pedaging sama, Masih sulit seleksi balap dari morfometri (lingkar dada, lebar dada, panjnag punggung dan panjang sayap). Sifat kualitiatif serta morfomertri burung balap merpati mirip dengan burung merpati lokal. Burung merpati lokal dapat digunakan untuk balap juga potensi untuk penghasil daging (piyik).

(-) antara lingkar dada dengan kecepatan terbang. Lingkar dada bertambah besar maka kecepatan terbang menurun.

(24)
(25)

nikmat serta rezeki sehingga disertasi ini bisa diselesaikan. Semua ini atas izinNya. Adapun kesulitan dan hambatan yang diperoleh selama penyelesaian disertasi ini merupakan bagian pernak-pernik yang menghiasi dan mewarnai dalam penyelesaian studi, namun demikian telah memberikan hasil suatu disertasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada komisi pembimbing yaitu Prof.Dr. H. Harimurti Martojo, M.Sc; Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.; Prof.drh. D.T.H. Sihombing, PhD (Alm) dan Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Terima kasih kepada program studi beserta staf khususnya Dr.Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA yang telah memotivasi dan memahami kekurangan Penulis selama penyelesaian studi. Juga terima kasih kepada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak dan staf yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan studi. Semua itu tidak dapat dibalas dengan materi dan semua kebaikan Bapak/Ibu tetap terukir pada benak penulis dan hanya kepadaNya penulis harapkan balasan untuk Bapak/Ibu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan IPB mulai dari Ketua Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak yang kini berubah menjadi Bagian Pemuliaan dan Ternak, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Dekan Fakultas Peternakan serta Rektor yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB dalam upaya meningkatkan kemampuan akademik. Terima kasih kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB dan staf yang telah memberikan wadah kepada penulis untuk menimba ilmu. Terima kasih pula kepada DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS untuk memperlancar pendidikan Penulis.

(26)

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Kepala Bagian Ilmu Pemulian dan Genetika Ternak. Tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada semua staf dan pegawai di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak khususnya serta semua staf dan pegawai di Fakultas Peternakan yang tidak disebutkan satu persatunya atas motivasi, kepedulian, dukungan serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih pula kepada perorangan atau lembaga yang telah membantu penulis dan tidak disebutkan satu persatunya. Semoga kebaikan tersebut diberikan imbalan oleh yang Maha Kuasa.

Disertasi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari Sekolah Pascasarjana IPB. Olehkarenanya serangkaian penelitian dilakukan oleh Penulis dengan menggunakan materi penelitian burung merpati untuk menyusun disertasi ini.

Penelitian ini bermula dari pengamatan bahwa burung merpati dipelihara kalangan tertentu dan dilombakan sebagai burung merpati balap datar maupun tinggi. Adapun bagi masyarakat kebanyakan memelihara burung merpati sebagai hobi dan menjadikan burung merpati sebagai hewan kelangenan (kesayangan). Namun demikian burung merpati yang semula dipelihara sebagai hobi tersebut sebenarnya dapat diharapkan berkembang menjadi suatu bahan pangan yang dapat menambah keragaman produk pangan serta sumber protein hewan asal unggas. Olehkarenanya karya ilmiah ini mengkaji dan memberikan infomasi untuk menyeleksi burung merpti lokal sebagai burung balap dan burung yang tidak terseleksi sebagai pembalap serta burung merpati sebagai burung piaraan (hobi) dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging.

Karya ilmiah ini merupakan salah satu bentuk sumbangsih Penulis pada bidang peternakan khususnya unggas. Adapun harapan Penulis semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan usaha ternak serta pengembangan burung merpati baik sebagai burung balap maupun penghasil daging. Adapun kritik dan saran merupakan bagian dari penyempurnaan dan pengembangan dari penelitian materi burung merpati selanjutnya, sehingga menambah dan melengkapi informasi hasil-hasil penelitian burung merpati yang telah dirintis oleh peneliti sebelumnya.

(27)

Penulis merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari seorang ayah bernama Simoel (Alm.) dan ibu Patimah (Almh.)

Pendidikan Penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SDK Indra Siswa Bondowoso Jawa Timur, lulus pada tahun 1976, pendidikan lanjutan pertama diselesaikan di SMPN 1 Bondowoso pada tahun 1979. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 1982 di SMPP Negeri Bondowoso. Gelar sarjana (S1) diperoleh dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor setelah menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan IPB. Selanjutnya penulis mengawali karier sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan IPB pada tahun 1989. Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan pendidikan pascasarjana S2 di Program Studi Ilmu Ternak IPB. Selanjutnya pada tahun 2002 Penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sarjana S3 di Program Studi Ilmu Ternak, Program Sekolah Pascasarjan IPB.

(28)
(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung merpati lokal atau burung dara lokal atau burung merpati batu yang ada di Indonesia merupakan salah satu plasma nutfah kekayaan fauna. Keragaman fenotipe sifat kualitatif dan kuantitatif burung merpati lokal tersebut masih tinggi.

Pemeliharaan burung merpati lokal oleh penggemar burung merpati hanyalah untuk kesenangan (hobi), yaitu sebagai hewan kelangenan. Burung merpati lokal berkembang dengan adanya lomba balap merpati, dengan demikian potensi burung merpati yang mendapat perhatian saat ini adalah ketangkasan terbangnya, sedangkan potensi lain sebagai sumber protein hewani belum dimanfaatkan.

Burung merpati balap datar dan balap tinggi adalah burung merpati lokal yang dilatih ketangkasan terbangnya sesuai dengan kualifikasi ketangkasan terbang. Adapun kualifikasi ketangkasan terbang kedua jenis balap tersebut berbeda, dengan demikian kualifikasi ketangkasan terbang ada dua yaitu terbang datar (balap datar) dan terbang tinggi (balap tinggi) yang dikenal dengan istilah

kentongan di Jawa Timur.

Ketangkasan balap datar adalah kecepatan terbang datar dan ketepatan hinggap pada pasangannya yang berada di tangan joki bagi merpati balap setelah diterbangkan dari jarak tertentu. Adapun ketangkasan balap tinggi bagi merpati pembalap adalah turun dengan kecepatan tinggi dari udara dan masuk tepat pada lingkaran terbatas yaitu tempat joki dengan betina pasangannya menunggu kedatangannya.

Pada lomba balap merpati yang dipertandingkan adalah ketangkasan terbangnya sesuai dengan kriteria lomba. Lomba balap datar yang dipertandingkan adalah ketangkasan terbang untuk balap datar dan lomba balap tinggi yang dipertandingkan adalah ketangkasan untuk balap tinggi pula.

(30)

2

belum terinventarisasi. Penggemar memilih burung merpati balap yang bagus dari ciri fisiknya dan masih beragam diantara penggemar.

Pengkajian bentuk dan ukuran merpati balap diharapkan dapat memperoleh karakteristik yang khas sesuai kriteria ketangkasan untuk balap datar dan balap tinggi yang memiliki kualifikasi berbeda. Adanya hubungan ukuran tubuh dengan ketangkasan (kecepatan terbang) akan memudahkan penyeleksian calon bibit burung merpati balap.

Burung merpati lokal yang tidak dilatih terbang atau burung merpati balap yang tidak terseleksi sebagai pembalap dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Olehkarenanya burung merpati juga berpotensi sebagai penghasil protein asal unggas, selain burung merpati ras pedaging yang memang dipelihara sebagai penghasil daging burung merpati.

Salah satu jenis burung merpati penghasil daging yang dipelihara oleh peternak burung merpati pedaging adalah merpati ras silangan Homer x King

karena pertumbuhan squab (piyik) cepat. Piyik atau anak burung merpati dipotong pada usia muda dan memiliki harga jual (nilai ekonomis tinggi). Pada burung merpati ras pedaging, squab (piyik) dipotong pada umur 25-28 hari. Piyik yang dipotong pada umur tersebut memiliki daging yang lunak, sehingga mudah dan cepat mengolahnya, selain itu lezat rasanya.

Data populasi burung merpati yang terdapat pada laporan Ditjennak (2008) bahwa populasi burung merpati pada tahun 2007 dan 2008 secara nasional yang tercatat sebanyak 162,488 dan 1,498,989 ekor yaitu 0.01% dan 0.12% dari total populasi unggas yang terdiri dari ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik, puyuh dan merpati. Adapun produksi daging burung merpati baru mulai dicatat pada tahun 2008 yaitu sebanyak 619 ton pada 2 propinsi dari 33 propinsi yang ada di Indonesia yaitu Jawa Timur (593 ton) dan Nusa Tenggara Barat (26 ton), dengan demikian produksi daging burung merpati adalah 0.04% dari produksi daging asal unggas (Ditjennak 2008).

(31)

kalangan ekonomi menengah ke atas, karena harganya lebih mahal dibandingkan daging unggas lain seperti ayam dan itik pada bobot yang sama .

Manajemen pemeliharaan burung merpat lokal secara ekstensif oleh peternak yaitu dengan memberikan pakan seadanya seperti gabah, nasi sisa yang dikeringkan, dedak padi seperti halnya ayam Kampung, apalagi jika pemeliharaannya bersama-sama dengan ayam Kampung. Pada pemeliharaan yang sederhana ternyata burung merpati masih berproduksi, namun tidak optimal.

Pengkajian merpati lokal sebagai penghasil daging juga perlu dilakukan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif sumber protein hewani selain ayam dan itik. Adanya kajian potensi burung merpati penghasil daging, maka burung balap yang tidak terseleksi sebagai pembalap dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Adapun kriteria burung merpati penghasil daging adalah daging piyik (squab) yaitu anak burung merpati yang berumur kurang dari lima minggu (sebelum disapih).

Parameter genetik seperti ripitabilitas dan heritabilitas sifat produksi burung merpati lokal juga belum ada. Informasi tersebut diperlukan untuk pengembangan merpati lokal, oleh karenanya penelitian dibidang pemuliaan untuk mendapatkan nilai dugaan parameter genetik pada merpati lokal perlu dilakukan. Informasi parameter genetik tersebut diperlukan agar seleksi yang dilakukan efektif.

Perumusan Masalah

Pengklasifikasian merpati lokal sebagai pembalap (balap datar dan balap tinggi) belum jelas. Hal ini disebabkan informasi ilmiah mengenai karakteristik merpati lokal sebagai pembalap masih kurang. Masih sedikit penelitian tentang burung merpati terutama dari segi pemuliaan, yaitu belum adanya data parameter genetik sifat-sifat produksi maupun reproduksi burung merpati lokal. Pemilihan calon merpati pembalap baik balap datar maupun balap tinggi selama ini dilakukan oleh penggemar berdasarkan pengalaman dan informasi sesama penggemar tanpa didasari informasi ilmiah. Hal ini disebabkan belum ada informasi karakteristik yang khas untuk klasifikasi burung balap datar maupun tinggi.

(32)

4

semi intensif adalah jagung dan untuk memenuhi kekurangan nutrisinya burung merpati akan mencari di sekitarnya. Pakan menjadi permasalahan jika burung merpati dipelihara secara intensif. Pemberian jagung saja pada pemeliharaan semi intensif seperti yang dilakukan oleh penggemar tidak akan cukup memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati jika dipelihara secara intensif terutama sebagai penghasil daging. Adanya penambahan jenis pakan selain jagung tentunnya berpengaruh terhadap pola makan, dengan demikian perlu dikaji pola makan agar manajemen pemberian pakan efisien dan produktivitasnya optimal.

Permasalahan produktivitas burung merpati tentunya diperlukan induk yang prolifik dan sifat keindukan yang baik serta sifat burung merpati yang tidak lagi monogami. Sifat keindukan yang baik tercermin dari kemampuan mengeram dan meloloh baik sendiri maupun berpasangan, karena tidak semua induk merpati sukses mengeram hingga telur menetas dan mau meloloh anaknya setelah anaknya menetas, sedangkan anak merpati harus diloloh hingga usia disapih sekitar berumur empat minggu yaitu saat anak burung merpati sudah mulai belajar makan sendiri. Sifat burung merpati yang monogami, mengerami telur bergantian antara betina dengan jantan pasangannya, kemudian meloloh bergantian dengan rata-rata dua ekor anak per pasang per penetasan mengakibatkan produksi anak per tahun sekitar 12 ekor.

Selanjutnya belum adanya data parameter genetik sifat–sifat produksi pada burung menjadi hambatan untuk seleksi merpati yang unggul. Hal tersebut juga berdampak terhadap sulitnya pengembangan merpati lokal bukan pembalap dan merpati balap yang tidak masuk seleksi sebagai pembalap sebagai penghasil daging (piyik atau squab)

Penelitian ini mengkaji produktivitas dan parameter genetik burung merpati lokal sebagai burung merpati balap dan penghasil daging. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini seperti disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Umum Penelitian

(33)

Gambar 1 Kerangka pengambilan data penelitian

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini meliputi:

1. Memperoleh data dasar karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif merpati lokal;

2. Mengetahui jenis pakan dan pola makan pada masa pertumbuhan squab, induk sedang mengeram dan meloloh;

Stok yang dipelihara

(Data Dasar Sifat Kualitatif)

(Data Kuantitatif)

Penjodohan

Poligami

Monogami

Data dari peternak

Pertumbuhan Squab: Bobot tetas, bobot badan,

PBB

Pakan

1. Jagung

2. Jagung + komersial 3. Komersial

4. Jagung + komersial + beras merah (RAL)

Morfometri (AKU)

Morfometri: balap datar balap tinggi pedaging

Pedaging Balap datar Balap tinggi Pertumbuhan Squab:

Bobot tetas, bobot badan, PBB

Parameter Genetik

(34)

6

3. Memperoleh data morfometri merpati lokal;

4. Memperoleh informasi parameter genetik sifat produksi merpati lokal; 5. Memperoleh korelasi ukuran tubuh dengan kecepatan terbang;

Manfaat Penelitian

Informasi produktivitas dan parameter genetik burung merpati lokal baik dapat digunakan untuk pengembangan merpati lokal sesuai potensinya untuk balap (ketangkasan terbang datar dan terbang tinggi) dan sebagai penghasil daging (piyik atau squab). Adanya pengklasifikasian merpati lokal penghasil daging maka burung merpati dapat digunakan sebagai alternatif penghasil protein hewani asal unggas selain produk unggas yang sudah dikenal masyarakat yaitu ayam dan itik, dengan demikian produk daging merpati dapat diproduksi dengan efisien, sehingga harga jual terjangkau oleh masyarakat lebih luas bukan hanya dari kalangan ekonomi menengah ke atas saja dengan adanya informasi potensi daging dari burung merpati lokal.

Berdasarkan ukuran dan bentuk tubuh antara burung merpati balap datar dan balap tinggi dapat diperoleh klasifikasi yang khas diantara keduanya. Penyeleksian calon bibit burung merpati balap menjadi efisien dengan diperolehnya parameter genetik sifat produksi burung merpati lokal.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan produktivitas burung merpati pedaging dan balap. 2. Terdapat perbedaan produktivitas pada pemberian jenis pakan yang berbeda. 3. Terdapat hubungan ukuran tubuh dengan kecepatan terbang.

4. Sifat produksi, ukuran tubuh dan bentuk tubuh diwariskan.

(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Merpati

Burung merpati atau burung dara diklasifikasikan sebagai berikut: kelas

Aves; sub kelas Neornithes; super ordo Neognathae; ordo Columbiformes; sub ordo Columbiae; famili Columbidae; genus Columba; spesies Columba livia (Levi 1945). Merpati termasuk famili Columbidae yang meliputi 289 spesies dengan ukuran mulai dari merpati Diamond yang memiliki ukuran panjang 12 cm sampai merpati Crowned yang berukuran sebesar kalkun betina dengan bermacam-macam warna buah (Fruit Pigeon) sampai dengan warna abu-abu lembut. Burung merpati lokal telah lama dikenal masyarakat di perkotaan maupun pedesaan. Unggas ini berasal dari merpati liar (Columba livia) yang telah lama dibudidayakan dan asal penyebarannya dari daerah Eropa (Antawidjaja, 1988). Menurut Grzimek (1972), bagian terbesar dari famili Columbidae adalah merpati dengan jumlah mencapai 302 spesies, dari yang berukuran kecil sampai medium dengan panjang badan berkisar 15 cm sampai 80 cm. Selanjutnya Mac Kinnon dan Phillipps (1993), melaporkan bahwa jumlah spesies pada famili Columbidae

sebanyak 280 spesies.

Kebanyakan tetua merpati domestik yang ada, walaupun tidak semuanya adalah Rock Dove yang masih termasuk bangsa liar yang ada di pantai karang Eropa (Peterson 1967). Stern dan Dickinson (2010) menyatakan bahwa rock pigeon yang ada saat ini adalah populasi hasil seleksi, dan merupakan merpati tipe liar yang tetap mempertahankan variasi dari nenek moyangnya.

(36)

8

Istilah pada burung merpati; cock adalah burung merpati jantan dewasa; hen

adalah burung merpati betina dewasa; squab (piyik) adalah anak burung merpati yang baru menetas maupun anak burung merpati yang masih dalam sarang dan belum disapih induknya. Adapun squaker adalah burung merpati muda dan belum dipasangkan (dijodohkan) (University of Kentucky 2011).

Karakteristik Burung Merpati

Merpati dapat hidup dimanapun kecuali di Antartika. Merpati bernavigasi sampai 1,000 mil atau 1,609.3 km; dapat merasakan medan magnet bumi; mampu terbang dengan kecepatan 75 mil atau 120.70 km/jam; dapat mendengarkan ultra sound; melihat warna termasuk ultra violet; memberi makan piyik dengan susu (pigeon milk) meskipun jantan (Pigeon Recovery 2001).

Muhaimi (1983) mengemukakan bahwa salah satu ciri yang membedakan antara merpati dengan unggas lain ialah merpati menghasilkan crop milk atau susu burung merpati (pigeon milk) yaitu cairan yang berwarna krem menyerupai susu yang dikeluarkan dari tembolok induk jantan maupun betina. Sumadi (1991) menambahkan bahwa crop milk induk merpati warnanya menyerupai keju dan cair, diproduksi induk sebelum telur yang dierami menetas. Cairan ini yang diberikan induk merpati kepada squab dengan cara meloloh (proses regurgitasi) dan memompakan ke dalam mulut squab. University of Kentucky (2011) menyatakan bahwa pigeon milk (susu burung merpati atau susu tembolok) diberikan kepada piyik dari sesaat setelah menetas hingga berumur 10 hari. Produksi susu tembolok tersebut dikontrol oleh hormon prolaktin. Prolaktin juga diproduksi oleh mamalia, namun pertama kali diidentifikasi pada burung merpati. Levi (1945) mengemukakan bahwa merpati jantan merupakan satu-satunya vertebrata jantan yang memberikan makanan dan melolohkan susu tembolok kepada anaknya.

(37)

perhitungan jenis kelamin, peremajaan untuk calon induk, manipulasi ratio jenis kelamin anak, perilaku dominasi dalam kelompok (tidak ada peck order) dan kedua induk meloloh anaknya.

Blakely dan Bade (1998) menambahkan bahwa bila salah satu pasangan mati atau dipisahkan oleh manusia, maka dapat dicarikan pasangan lain dalam beberapa hari; tetapi bila pasangan yang dipisahkan itu kembali, pasangan lama akan terwujud kembali. Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibanding dengan jantan pada saat kawin. Pada proses cooing dan billing, betina selalu menempatkan paruhnya pada paruh jantan. Ukuran merpati jantan lebih besar dengan tekstur bulu yang lebih kasar dan bulu leher lebih tebal. Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkar, memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan bulu sayap.

Manfaat Burung Merpati

Cartmill (1991) melaporkan bahwa merpati atau burung dara digunakan sebagai penghasil daging, penyedia bibit sport, lomba, hias, penelitian bahkan untuk keperluan komunikasi (merpati pos). Bangsa merpati dibedakan menjadi tiga tipe yaitu bangsa yang diambil keindahannya untuk pameran (fancy breed); bangsa yang dinilai ketangkasannya (performing breed); bangsa yang diambil kegunaannya sebagai daging (utility group). Blakely dan Bade (1998) dan Fekete

et al. (1999) menyatakan merpati dapat dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu untuk tujuan: (1) pameran; (2) ketangkasan dan (3) produksi `daging.

Tipe Hias (Fancy Breed)

Cartmill (1991) menyatakan bahwa tipe fancy breed terdiri atas Indian dan

(38)

10

Modena pigeon Modena pigeon African owl pigeon Sumber : Jerry (2011) Sumber : Jerry (2011) Sumber:pigeonfarms.com

Satinette Frill back Helmet

Sumber:faisalabad.olx.com.pk Sumber:Brown (2009) Sumber:faisalabad.olx.com.pk

English fantail pigeon Jacobin pigeon White Fantail pigeon Sumber: wales.inetgiant.co.uk Sumber: Brown (2009) Sumber: Saad (2011)

Gambar 2 Burung merpati hias

Tipe Ketangkasan (Performing Breed)

Cartmill (1991) mengemukakan bahwa merpati dari tipe performing breed

(39)

PerformingBreed (Roll) Sumber: Allan (2009)

Birmingham roller pigeon Return home Sumber: elec-intro.com Sumber: elec-intro.com

Gambar 3 Burung merpati tipe ketangkasan

Burung merpati balap datar Burung merpati balap tinggi

Gambar 4 Burung merpati balap

(40)

12

Tipe Pedaging (Utility Group)

Cartmill (1991) mengemukakan bahwa merpati yang termasuk ke dalam

utility group dan mempunyai ukuran tubuh yang besar yaitu King, Carneau, French, Swiss Mondain dan Runt. Selanjutnya Bokhari (2001) mengemukakan bahwa bangsa yang baik menghasilkan squab antara lain: Carneau, Florentines, Homer-Giant, King, Mondain, Runt dan Strassor. Merpati tipe pedaging dapat dilihat pada Gambar 5.

Merpati silangan Homer x King lebih banyak dikembangkan di Indonesia. Antawidjaja (1988) melaporkan bahwa Homer x King merupakan persilangan antara bangsa King dan Homer, menghasilkan daging yang tinggi dan merupakan salah satu bangsa merpati yang paling populer, mempunyai tingkat kesuburan dan ketahanan fisik yang tinggi, aktif dan sedikit tenang.

Red Carneau King

Sumber :pigeon-france.com Sumber:

Gambar 5 Burung merpati King dan Carnaue (tipe pedaging)

pigeonaspets.co.uk

Fenotipe

(41)

Fenotipe dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Noor (2008) menyatakan bahwa sifat kualitatif adalah sifat yang dikontrol oleh sepasang atau beberapa pasang gen yang memiliki perbedaan jelas antar fenotipenya. Warwick et al. (1990) mengemukakan bahwa sifat kualitatif merupakan sifat yang dapat mengklasifikasikan secara jelas individu-individu ke dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu jelas satu sama lain. Sifat ini dikontrol oleh sepasang gen atau beberapa pasang gen dan hampir tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Noor (2008) menjelaskan bahwa faktor genetik yang mempengaruhi warna pada ternak selain sifat kuantitatif adalah gen ganda. Gen ganda adalah dua gen atau lebih yang mempengaruhi suatu sifat. Selanjutnya diterangkan bahwa sumber semua warna baik itu rambut, bulu, kulit dan mata pada ternak adalah melanin.

Warna Bulu

Warna bulu burung merpati ras sudah diketahui, sedangkan warna bulu merpati lokal masih bervariasi. Warna bulu King ada yang merah, biru serta kuning. Carneau warna bulunya merah, putih, hitam serta kuning. Begitu juga warna mata banyak variasi yang muncul, sedangkan warna shank sudah seragam yaitu merah.

Warna Dasar

Merpati memiliki tiga warna dasar yang berbeda yaitu warna hitam, coklat dan merah, sedangkan warna biru adalah tipe warna bulu merpati liar yang dekat dengan warna hitam, warna putih adalah albino karena tidak mengandung pigmen sama sekali pada bulu (Levi 1945). Warna biru tidak terdapat pada merpati karena pigmen hitam yang menjadi satu dalam sel bulu merpati akan membias menjadi terang sebagai warna biru. Warna biru pada bulu merpati dengan berbagai pola adalah pola warna hitam. Contoh tiga warna dasar bulu merpati yaitu coklat, biru (hitam) dan merah (Mosca 2000). Warna bulu putih adalah bulu yang tidak mempunyai pigmen warna (Lebranche 2000).

Warna dasar bulu merpati memiliki dominasi sebagai berikut: Ash red (BA)

(42)

14

tidak mempunyai rambut halus kuning, sehingga Ash red dengan adanya gen

dilute warnanya kuning keemasan (BA), (d), (C//C). Ash red mealy (Ba), (C+) yaitu Ash red dengan adanya pola warna pelangi, Ash red chek (BA), (C). Pola

StrawberryAsh redsooty, gen Sooty (So) memiliki warna abu gelap pada ekor dan sayap yaitu (BA), (C+), (So); Ash red grizzle (BA), (G). Warna dasar biru dengan Bar (+//+), fenotipenya biru terang dengan pola Bar, mutasinya warna

Blue dun dengan pola Silver check (d, +, C), yang membawa gen modifikasi dilute

(d) yaitu warna terang dan menampilkan warna Brownish/hitam seperti dun dan bukan biru/hitam pada Blue check standard. Modifikasi lain dari biru adalah

Bronze velvet akibat kombinasi 3 gen yaitu warna biru (+), T-pattern atau Velvet

(CT) dan Kite bronze (K), tanpa faktor Kite bronze, burung memiliki warna hampir hitam. Warna dasar coklat (b), modifikasinya Brown bar (b)(+), bentuk

dilute disebut Khaki (b), (+), (d) nampak lebih terang warnanya. Warna dasar coklat kurang dominan diantara tiga warna dasar bulu burung merpati. Modifikasinya Cream (BA/+/d) mirip Ash red dilute; Brown grizzle, Brown qualmond dan Blue qualmond, Khaki (brown dilute) dan Dilute blue. Corak bulu

Checker (C) dominan terhadap Barless (c); pada corak bulu T-pattern berarti burung mempunyai warna biru lebih tua hampir hitam (CT) dominan terhadap cT

Merpati mempunyai bulu leher yang berwarna-warni yaitu hijau, kuning dan ungu yang disebut hackle. Hackle jantan dan betina dewasa nampak sama, tetapi jantan mempunyai hackle yang lebih berwarna-warni dibandingkan dengan betina (Lebranche 2000)

). Warna mata, terdapat beberapa warna iris mata pada merpati yaitu: (1) Bull eye; (2) Pearl eye, (3) Red and Orange (Huntley 1999b). Warna dasar bulu merpati disajikan pada Gambar 6.

(43)

Blue Bar (+)

Brown (b) Brown Color

Gambar 6 Warna dasar bulu burung merpati Sumber: Huntley (1999b)

Warna Iris Mata

Warna iris mata dikendalikan oleh gen. Noor (2008) menyatakan bahwa sumber warna iris mata adalah melanin. Oliphant (2006) menyatakan bahwa ada tiga warna iris mata yang ditemukan pada merpati, dua di antaranya mengandung sel-sel pigmen stroma, sedang yang satu tidak memiliki sel-sel pigmen. Warna iris mata kuning (kerikil) dan putih memiliki sel pigmen yang mengandung butiran pigmen birefringent (kristal) dan ultrastructurally mirip dengan iridophores

vertebrata poikilothermic. Kedua jenis warna iris mata tersebut mengandung guanin sebagai "pigmen", selain itu iris mata kuning sekurang-kurangnya memiliki dua pigmen fluorescing kuning yang sementara diidentifikasi sebagai

(44)

16

klasik meskipun mereka kekurangan irridescence kuat dan karena itu mungkin paling dianggap leucophores. Sel-sel pigmen dari beberapa iris kuning dapat dianggap "xanthophores” yang mencerminkan sifat gabungan dari keduanya yaitu

xanthophores klasik dan iridophore/leucophores.

Adapun Gillespie (1992) menyatakan bahwa warna mata pada unggas terdiri dari tiga macam yaitu reddish bay, brown dan pearl. Warna iris mata burung merpati disajikan pada Gambar 7.

Warna iris mata kuning Warna iris mata putih

Gambar 7 Warna iris mata pada burung merpati Sumber: Huntley (1999a)

Produktivitas Burung Merpati

Produktivitas ternak meliputi sifat produksi maupun reproduksi. Adapun sifat produksi dan reproduksi pada burung merpati sebagai berikut:

Pertumbuhan

(45)

Sintadewi (1987) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan anak burung merpati sangat cepat pada minggu ke-1 dan ke-2, kemudian pertambahannya berkurang pada minggu ke-3 dan ke-4, sedangkan pada minggu ke-5 dan ke-6 bobot badan sudah mulai menurun dan tidak konstan sehingga bobot badan bervariasi menimbulkan keragaman yang besar. Rusdiyanto dan Sukardi. (1989) memperoleh kisaran bobot badan merpati lokal 272.5-332.3 g pada umur empat minggu dengan pemeliharaan intensif. Adapun rataan bobot badan merpati ras penghasil daging berkisar 400-900 g dengan kisaran bobot hidup sesuai strainnya seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Bobot hidup dewasa strain merpati penghasil daging

__________________________________________________________________ Bobot Hidup (g) Strain

Berat (700-900)

American Swiss Modena, White King, Silver King, Auto Sexing Texan Pioner, Auto Sexing King

Medium (600-700) White atau Red Carnaue, America Giant Homer

Ringan (400-700)

Hungarian (biru, putih atau merah), Squabing Homer (homer pekerja)

Sumber : Blakely dan Bade (1998)

Produksi Telur. Merpati bertelur sebanyak 1-3 butir per periode bertelur dan rata-rata sebanyak 2 butir per periode bertelur. Telur merpati yang normal berbentuk ellips, tetapi ujung meruncing pada bagian yang berlawanan dengan rongga udara. Merpati yang dipelihara untuk tujuan komersial umumnya bertelur rata-rata setiap 26-40 hari tergantung pada musim dan faktor lain (Priyati 1986).

Induk jantan dan betina merpati mengerami telur-telur secara bergantian dengan alokasi pengeraman induk betina lebih lama dibandingkan jantan. Telur yang pertama menetas 17-18 hari setelah dierami. Telur yang kedua menetas 48 jam kemudian (Blakely dan Bade 1998). Induk betina mulai bertelur lagi setelah

squab berumur dua minggu, meskipun induk jantan dan betina masih meloloh atau memberi makan anak. Induk jantan meloloh anaknya lebih lama dibandingkan induk betina, sementara betina bertelur kembali (Alwazzan 2000).

(46)

18

kurang lebih 14 hari kemudian, bila telur-telur tidak ditetaskan. Merpati dapat hidup lebih dari 20 tahun, dengan masa produktif sampai dengan umur 5-7 tahun (Winter dan Funk 1960).

Produksi Daging. Squab atau piyik adalah merpati muda siap dipasarkan pada umur sekitar 28-30 hari (Drevjany 2001b). Selanjutnya dilaporkan pula oleh Drevjany (2001b) bahwa kandungan kolesterol pada daging squab sangat dianjurkan bagi orang yang menghindari mengkonsumsi daging dengan kandungan kolesteroltinggi. Squab burung merpati disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Squab burung merpati

Sumber : Drevjany (2001b)

Drevjany (2001b) melaporkan bahwa daging squab berbeda dengan daging unggas lain karena mengandung lemak intramuskuler yang tinggi yang menambah daging menjadi lunak dan enak. Kandungan atau komposisi daging squab

disajikan pada Tabel 2.

Pasangan merpati masih muda (umur 2-3 tahun) dalam satu tahun mampu menghasilkan squab sebanyak 16-18 ekor. Apabila pasangan tersebut tua (umur 5-6 tahun) hanya dihasilkan sekurang-kurangnya 12 ekor/tahun. Semakin tua umur merpati, kemampuan untuk menghasilkan squab semakin menurun (Blakely dan Bade 1988). Rata-rata produksi squab dari pasangan yang baik antara 14-15 ekor/tahun. Produksi squab dari pasangan yang telah tua menurun menjadi 10-12 ekor/tahun (Bokhari 2002). Menurut Drevjany (2001b) bahwa bobot badan

(47)

Tabel 2 Komposisi nutrisi daging squab

Sumber : Composition of Foods : United State Departement of Agriculture (1993) yang disarikan oleh Bokhari (2001)

Daya Tunas dan Daya Tetas

Hasil penelitian Muhaimi (1983) menunjukkan bahwa daya tetas yang rendah pada merpati ras Homer x King disebabkan oleh faktor pengelolaan, makanan, penyakit dan genetik. Persentase dari telur-telur merpati yang tidak menetas cukup tinggi, rata-rata 20% dari produksi telur. Bokhari (2001) melaporkan, kerugian pada peternakan merpati karena telur yang tidak subur, janin mati dan squab mati pada saat menetas yang mencapai 20-25 % dapat dihilangkan dengan memilih bibit-bibit yang baik.

Mortalitas

Burung merpati bersifat carrier terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Kontaminasi virus pada pemeliharaan burung merpati secara intensif hampir tidak ada. Hasil penelitian Muhaimi (1983) bahwa mortalitas anak sampai dengan umur empat minggu 2.38%; dara dan induk ditemukan sebesar 6.64% dan 0.23%. Mortalitas dapat dicegah dengan menjaga kebersihan kandang dan pemeliharaan yang baik agar burung merpati tidak mudah terjangkit penyakit.

(48)

20

harus diupayakan dengan menjaga kebersihan pada kandang dan tenggeran sehingga penyakit tidak mudah berjangkit.

Kerugian akibat penyakit penting diperhatikan. Pengurangan kematian dapat dilakukan dengan seleksi bibit dari pasangan merpati atas dasar uji keturunan dengan seleksi yang berencana dan program pemeliharaan yang baik. Seleksi diharapkan dapat mengurangi kerugian akibat pertumbuhan yang lambat, bobot piyik yang rendah, produksi telur dan daya tetas yang menurun pada merpati yang pernah sakit (Bokhari 2001).

Seleksi

Seleksi adalah proses menentukan individu tertentu menjadi calon bibit (tetua), berapa banyak keturunan yang dihasilkan dan berapa lama digunakan sebagai bibit. Seleksi juga diartikan memberi kesempatan kepada individu yang memiliki gen-gen unggul berkembang biak sehingga generasi berikutnya memiliki rata-rata gen yang diinginkan lebih banyak dibandingkan generasi sekarang. Individu yang memiliki komposisi gen terbaik disebut memiliki nilai pemuliaan tinggi dan sebagai genetic parents. Dalam seleksi diperoleh ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi yang akan menurunkan gen-gen baik kepada generasi berikutnya (Bourdon 2000). Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen yang tidak diinginkan, sehingga diharapkaan terjadi peningkatan produktivitas dan keseragaman yang tinggi. Perbedaan rataan performans ternak yang terseleksi dengan rataan performans populasi sebelum seleksi disebut diferensial seleksi (Hardjosubroto 1994).

Ripitabilitas dan Heritabilitas

Ripitabilitas diartikan ukuran kemampuan mengulang fenotipe yang sama, dapat diukur dari individu yang memiliki lebih dari satu catatan. Contoh sifat-sifat yang berulang: produksi susu, balap dan ketangkasan pada kuda, jumlah anak perkelahiran pada itik (Bourdon 2000). Jika ripitabilitas suatu sifat tinggi mengidentifikasikan kemampuan produksinya baik, sebaliknya jika ripitabilitasnya rendah berarti kemampuan produksinya rendah (Bourdon 2000).

(49)

ekspresi dari gen-gen yang mempengaruhinya. Nilai heritabilitas suatu sifat antar populasi disesuaikan oleh genetik dan lingkungannya (Falconer dan Mackay 1996). Sifat pertumbuhan cenderung menunjukkan pewarisan tinggi, sehingga sifat-sifat tersebut mudah ditingkatkan melalui seleksi. Fertilitas adalah sifat yang nilai pewarisannya rendah, peternak tidak menekankan peningkatan fertility genetic dan sebaliknya manajemen pakan yang baik untuk meningkatkan fertilitas. Pengaruh lingkungan sangat mempengaruhi performans sifat-sifat yang memiliki heritabilitas rendah (Bourdon 2000).

Sistem Perkawinan

Menurut Perrins dan Berkhead (1983) terdapat empat macam sistem perkawinan dengan kategori lama hubungan pasangan dan jumlah perkawinan yang dilakukan dalam setiap persilangan yaitu :

1. Monogami : sepasang jantan dan betina pada waktu tertentu atau selama musim kawin atau sepanjang hidup berpasangan tetap. Masing-masing tetua mempunyai andil untuk mengasuh;

2. Poligami : satu pejantan kawin dengan beberapa betina, tetapi setiap betina hanya kawin dengan satu pejantan. Seekor pejantan mungkin berpasangan dengan beberapa betina terus menerus (simultaneous polygyny) atau bergantian menggilir betinanya (successive polygyny). Tetua yang bertanggungjawab mengasuh biasanya betina;

3. Poliandri : kebalikan poligami yaitu seekor betina berpasangan dengan beberapa pejantan baik terus menerus atau bergiliran. Jantan selalu menyediakan kebutuhan;

4. Pomiscuity; jantan dan betina kawin dengan individu lain sehingga merupakan pencampuran poligami dan poliandri. Baik jantan maupun betina menyediakan kebutuhan bersama. Adapun (Levi 1945) mengemukakan burung merpati memilih pasangan sendiri dan bersifat monogami

Kecepatan Terbang

(50)

22

perpindahan udara dan arus (aliran udara) yang menjaga hewan bertahan di udara dan bergerak maju maka burung bisa terbang. Ilmu yang mempelajari gerakan ini disebut aerodinamika (Feedburner 2011).

Kecepatan terbang pada terowongan angin untuk burung merpati (Columba livia) lebih tinggi dibandingkan burung gagak (Pica pic) masing-masing6-20 m detik-1 dan 4-14 m detik-1 dari hasil rekaman video berkecepatan tinggi (60 Hz) yang dilakukan oleh Tobalske dan Dial (1996). Tyne dan Berger (1976) menambahkan bahwa bulu ekor berfungsi sebagai pengendali ketika terbang dan penentu kapan akan berbelok, turun dan berhenti. Parentsnvolved.org (2011) menyatakan bahwa merpati bisa terbang 40 sampai 50 mil per jam. Merpati yang hidup di perkotaan tinggal dekat dengan pemukiman, terbang kurang dari 12 mil dalam sehari. Namun, otot-otot sayap mereka yang kuat mengakibatkan merpati bisa terbang lebih jauh lagi jika diperlukan. Beberapa jenis merpati dapat terbang sampai jarak 600 km dalam sehari

Merpati Daging dan Balap di Indonesia

.

Merpati pedaging ras pernah dikembangkan di daerah Sukabumi sekitar tahun 1983. Selanjutnya Dinas Peternakan DKI Jakarta (2000) mengembangkan ternak merpati silangan Homer x King dengan tujuan untuk mengurangi tingkat penganguran dan menambah penghasilan bagi penduduk Jakarta dengan daging squab yang dapat dijual seharga Rp. 15.000 per ekor, tentunya mempunyai potensi yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan peternak. Tahun 2002 peternak yang merupakan anggota himpunan peternakan merpati silangan Homer x King

yaitu Haryono Herlambang, S.Sos mengembangkan merpati ras pedaging silangan tersebut dibawah binaan Suku Dinas Peternakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pusat. Namun, kini peternakan tersebut tidak dilanjutkan lagi. Adapun budidaya merpati silangan Homer x King yang kini masih berproduksi adalah BPTHMT Batu Malang, Jawa Timur.

(51)

Lomba balap merpati jarak jauh dengan cara melepaskan beberapa ekor merpati dari jarak cukup jauh dari pagupon (kandang) oleh seorang pelepas merpati. Pagupon ini umumnya dibangun dan ditempatkan di sekitar rumah pemilik merpati dengan ketinggian sekitar 3-5 m dari permukaan tanah. Adapun jarak yang dilombakan sekitar 5-7 km. Lomba merpati balap jarak dekat dengan cara melepaskan merpati jantan pada jarak tertentu menuju merpati betina. Ketinggian terbang merpati balap jarak dekat 0.5-2.0 m dari permukaan tanah. Lokasi yang digunakan berupa lapangan terbuka dengan permukaan datar dengan ukuran yang dapat digunakan untuk lomba minimum 1.000x300 m (Yonathan 2003).

(52)
(53)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Burung merpati yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari Jakarta dan Bogor. Burung merpati tersebut tidak memiliki hubungan kerabat satu dengan yang lain (pengambilan sampel secara acak). Adapun jumlah burung merpati yang digunakan sebagai tetua pada penelitian ini sebanyak 100 pasang. Materi penelitian ditambah dengan burung merpati milik penggemar burung merpati terutama untuk burung merpati balap datar, balap tinggi, dan pedaging.

Penelitian ini dilakukan di tempat budidaya merpati lokal di Kampung Carang Pulang, Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor dan penggemar/peternak merpati lokal di sekitar Bogor. Pengolahan data dilakukan di Bagian Ilmu Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian dilaksanakan mulai Januari 2005 – Desember 2007.

Peralatan yang diperlukan adalah kandang individual berukuran 50x50x60 cm untuk setiap pasang merpati yang dilengkapi tempat pakan, tempat minum dan sarang di dalam masing-masing kandang individual. Pakan terdiri dari jagung bulat, pakan komersial untuk ayam pedaging fase finisher berbentuk

crumble dan beras merah. Timbangan berkapasitas 100 g merk Table Balance

untuk menimbang telur dan piyik hingga umur satu minggu. Setelah umur satu minggu piyik ditimbang dengan timbangan berkapasitas 5 kg . Selain itu pakan ditimbang pula denagn timbangan berkapasitas 5 kg. Jangka sorong dan pita ukur untuk mengukur ukuran tubuh.

Metode

(54)

KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL

Pendahuluan

Sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. Keragaman sifat kualitatif tersebut merupakan kekayaan plasma nutfah dan sumber genetik. Adapun keragaman sifat kualitatif burung merpati berkaitan dengan salah satu manfaat burung merpati yaitu sebagai burung hias, karena keragaman tersebut menarik bagi penghobi burung merpati hias. Keragaman sifat kualitatif juga terdapat pada burung merpati balap.

Hardjosubroto (1999) menyatakan bahwa sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk dan sebagainya. Sifat kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Penampilan sifat kualitatif yang tampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan bahwa fenotipe sebagai suatu penampilan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur.

Adapun catatan dan hasil penelitian mengenai keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal masih terbatas. Karakteristik dan keragaman sifat kualitatif ini menarik untuk diamati, dengan demikian tujuan dari penelitian ini untuk menambah informasi karakteristik dan keragaman genetik burung merpati lokal. Selain itu informasi sifat kualitatif burung merpati lokal ini diharapkan dapat membantu pengembangan pemanfaatan burung merpati lokal sebagai komoditi non pangan, seperti sebagai unggas kesenangan (balap dan hias).

Metode

Materi

(55)

Pengambilan Data

Sifat kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank (ceker), ada tidaknya bulu pada ceker, warna iris mata, dan ornament jambul di kepala. Karakteristik corak dan pola warna burung merpati disajikan pada Tabel 3. Adapun deskripsi sifat kualitatif yang diamati pada penelitian ini dijelaskan pada Lampiran 1.

Tabel 3 Karakteristik warna dasar, pola, dan corak bulu burung merpati lokal

Fenotipe Karakteristik

Warna dasar bulu Warna bulu yang memiliki proporsi tinggi pada seekor burung

Pola warna bulu

Badge di lapang dikenal dengan sebutan telampik yaitu warna bulu sayap

primer lebih dari satu helai secara berurutan berwarna putih dari bulu nomor 10

Hysterical di lapang dikenal dengan istilah selap yaitu pada bulu saya primer yang berwarna gelap terdapat di antaranya yang berwarna putih 1-3 lembar pada posisi tidak sampai di ujung (bulu ke-10) atau di sela-sela bulu sayap primer terdapat warna bulu sayap primer yang berbeda dengan warna dasar bulu burung bersangkutan

Piebald di lapang disebut dengan istilah blantong terdapat warna putih pada bagian kepala, punggung, sayap dan dada

Qualmond bulu pada punggung terdapat pola huruf V

Mottled dikenal dengan istilah totol terdapat bercak warna putih pada warna bulu dasar gelap atau bercak warna gelap pada warna bulu dasar putih pada

punggung, dada dan kepala. Di lapang mottled juga disebut telon yaitu

warna bulu dasar putih, terdapat bercak sebanyak dua warna gambir, abu; hitam, megan atau variasi diantaranya sehingga perpaduan 3 warna yaitu: putih, hitam dan gambir; atau putih, megan dan abu Grizzled di lapang dikenal dengan istilah blorok yaitu warna bulu dasar hitam,

megan, gambir atau abu terdapat warna putih yang menyebar dan tidak teratur pada bulu tersier, sekunder dan kemungkinan pada bulu primer Checker di lapang dikenal dengan istilah Tritis terdapat warna gelap disertai

pelangi pada bulu sayap dan ekor

Corak bulu

Barr less bulu pada bagian kepala, badan, sayap dan ekor berwarna sama

Barr terdapat pelangi pada bulu sayap skunder dan ekor

Penelitian ini juga melakukan perkawinan resiprokal untuk memperoleh pewarisan pola bulu dan corak bulu. Perkawinan resiprokal juga dilakukan untuk memperoleh pewarisan warna iris mata.

(56)

29

1. jantan polos x betina polos 2. jantan tidak polos x betin tidak Polos 3. jantan polos x betina tidak polos 4. jantan tidak polos x betina polos

Anak-anak yang menetas dari tiap pasangan dari 4 macam perkawinan dicatat pola bulu dan corak bulunya.

Perkawinan resiprokal pada pengamatan pewarisan warna iris mata dilakukan dengan melakukan perkawinan resiprokal antara tetua jantan dan betina dengan kombinasi 4 warna iris mata yaitu:

1.jantan kuning x betina kuning 2.jantan coklat x betina coklat 3.jantan kuning x betina coklat 4.jantan coklat x betina kuning 5.jantan lip lap x betina kuning 6.jantan lip lap x betina coklat 7.jantan lip lap x betina lip lap

8.jantan lip lap x betina putih 9.jantan kuning x betina lip lap

11.jantan coklat x betina lip lap 12.jantan putih x betina lipa lap

13.jantan putih x betina putih 14.jantan putih x betina coklat 15.jantan putih x betina kuning 16.jantan coklat x betina putih

Warna iris mata dari anak-anak yang menetas dari perkawinan di atas dicatat. Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif yang diamati diperoleh dengan menghitung jumlah burung yang memiliki sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi burung yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan frekuensi fenotipe menggunakan formula (Minkema 1993) yaitu:

% Fenotipe A = ∑ternak dengan fenotipe A Total ternak yang diamati

(57)

Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal

Frekuensi gen dominan autosomal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al. 1980):

q = 1 - ��/� ; p = 1 – q Keterangan:

q = frekuensi gen dominan

p = frekuensi gen resesif autosomal

R = jumlah burung yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh burung

Keragaman Fenotipe

Keragaman fenotipe dianalisis frekuensi genotipenya beserta alelnya berdasarkan metode perhitungan frekuensi menurut Noor (2008). Uji χ 2

χ

dilakukan menurut Noor (2008) maupun Nei dan Kumar (2000) untuk mengetahui suatu populasi berada dalam kesimbangan, yaiu:

Keterangan:

2

=

(Oi−Ei ) 2

Ei

�=1

χ2

=

O = pengamatan khi kuadrat

E = frekuensi harapan

i = individu ke-i, i dari 1 hingga ke-n

Heterozigositas

Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman fenotipik pada sifat kualitatif yang diamati. Nilai heterozigositas dihitung dengan menggunakan rumus menurut Nei dan Kumar (2000) yaitu:

h = 1 - ∑�=1X Ri

Keterangan:

2

h = nilai heterozigositas X i2

q = jumlah alel

(58)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman warna bulu burung merpati lokal pada penelitian ini menunjukkan bahwa masih sedikit campur tangan manusia sehingga berbagai warna, pola warna serta corak bulu dapat ditemukan di lapang. Selain keragaman fenotip maupun genotipe warna bulu, ditemukan pula keragaman fenotipe dan genotipe pada warna iris mata, jambul pada kepala, dan ceker berbulu.

Warna Dasar

Warna dasar burung merpati lokal terdapat lima macam. Kelima macam warna dasar tersebut adalah hitam, megan, gambir, putih, dan abu. Mosca (2000) tidak mengemukakan adanya warna megan pada burung merpati karena ekspresi warna megan dipengaruhi oleh pigmen melanin dan pigmen melanin ini mempengaruhi munculnya warna hitam. Fenotipe warna dasar bulu burung merpati lokal disajikan pada Lampiran 2. Adapun frekuensi warna dasar bulu disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Frekuensi warna dasar bulu pada burung merpati lokal

Fenotipe Genotipe Variasi N Frekuesi χ 2hit χ2tabel (4;0.05)

(macam) (ekor) (%)

Hitam S- B+- C- 12 137 (142) 19.27 36.14** 13.277

Megan ss B+- C- 20 199 (142) 27.99

Coklat/ Gambir

S- b- C- 13 122 (142) 17.16

Putih S- -- cc 17 109 (142) 15.33

Abu Ss BA-C- 6 144 (142) 20.25

Jumlah 68 711 100.0

Keterangan: **= sangat nyata

(59)

dalam tujuh morphs dan menggunakan nama-nama yang biasa digunakan oleh peternak burung merpati yaitu: Blue-bar; warna dan pola merpati liar asli dari Eropa, Asia, dan Afrika disebut biru-bar, meskipun burung ini tidak benar-benar biru. Umumnya burung merpati memiliki kepala gelap, leher, dan dada dengan penampilan warna tertentu; bagian dada dan perut abu-abu; band hitam di ujung ekor, dan dua garis hitam atau bar pada setiap sayap. Red-bar; memiliki pola dasar yang sama dengan blue-bar namun daerah hitam diganti dengan warna merah karat atau coklat. Burung ini disebut red-bar.Checker; jika seekor merpati memiliki pola checker pada sayapnya disebut checker. Checkers dapat berkisar dari abu-abu sangat ringan dengan hanya beberapa hitam, hingga sangat gelap dengan hanya sedikit cahaya abu-abu yang masih terlihat. Beberapa checkers

memiliki sayap-bar, dan ada pula yang tidak memiliki bar pada sayap. Red; jika sebagian atau seluruh tubuh merpati dan sayap berwarna merah karat atau coklat.

Spread: jika burung benar-benar berwarna hitam atau abu-abu gelap. Pied; kadang-kadang merpati memiliki warna bercak putih, biasanya pada kepala atau bulu sayap. Ada dua bentuk. Salah satu jenis terlihat seperti telah disiram dengan putih. Jenis lain memiliki putih hanya pada bulu sayap utama.

Variasi warna megan paling banyak diantara warna yang lain yaitu sebanyak 20 macam, sedangkan variasi warna abu paling sedikit yaitu 6 macam. Frekuensi fenotipe warna bulu megan paling banyak diantara warna bulu yang lain yaitu 27.99%. Warna bulu abu variasinya paling sedikit akan tetapi frekeunsi di lapang menempati urutan kedua setelah megan yaitu sebanyak 20.25%. Frekuensi warna putih paling sedikit pada pengamatan ini, yaitu 15.33% (Tabel 4). Secara statistik (χ

White: burung berwarna putih polos.

2

hit > χ 2tabel

(60)

33

warna bulu dasar terdapat tiga lokus, seperti pada pengamatan ini bahwa warna hitam memiliki genotipe (S-B+-C-), megan (ss B+-C-), coklat (S-bbC-), putih (S- -- cc), dan abu (SsBA-C-). Satu dari ketiga lokus tersebut merupakan alel ganda yang terpaut kelamin (pada kromosom Z), dengan dominasi menurut Noor (2008) dan Huntley (1999b) bahwa abu (BA) dominan terhadap biru (B+

Penggemar atau penghobi burung merpati balap kurang menyukai warna putih untuk jantan, sedangkan untuk pasangan betinanya tidak ada kesukaan pada warna dasar bulu tertentu. Hal ini disebabkan burung balap yang diterbangkan adalah jantan, jika jantan berwarna putih maka joki sulit mendeteksi kedatangan burung jantan dari jarak jauh sehingga joki sulit pula memberi aba-aba/instruksi kepada burung jantan agar terbang cepat, kemudian mendarat menempel pada pasangan betinanya yang dipegang oleh joki sebagai kleper

(untuk mengklepek /memanggil jantan). Burung betina hanya digunakan sebagai

kleper yang berfungsi untuk sarana pemberi aba-aba/instruksi oleh joki agar jantan pasangannya segera menghampiri. Di lapang ada kecenderungan betina yang dipakai untuk kleper memiliki pola warna bulu telampik (badge).

) dan coklat (b).

Pola Warna dan Corak Warna Bulu

Pola warna bulu burung merpati lokal terdapat 10 macam dan variasi corak warna bulu terdapat 2 macam. Pola bulu sayap terdiri polos, telampik, dan selap. Adapun pola bulu tubuh terdiri dari tujuh yaitu blantong, qualmond, totol, telon, blorok, batik dan tritis. Variasi pola warna bulu ditemukan sebanyak 24 macam pada penelitian ini. Corak bulu adalah barr dan non barr. Frekuensi dari variasi pola warna bulu burung merpati pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.

Warna polos memiliki frekuensi paling banyak pada pengamatan ini. Frekuensi warna yang sedikit yaitu; tritis qualmond batik, bule selap, blorok bule dan blantong tritis batik (Lampiran 3).

Gambar

Gambar 1  Kerangka pengambilan data penelitian
Gambar 2  Burung merpati hias
Gambar 3 Burung merpati tipe ketangkasan
Gambar 6   Warna dasar bulu burung merpati
+7

Referensi

Dokumen terkait