• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG SKRIPSI WELI TRIS SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia) YANG DILATIH TERBANG SKRIPSI WELI TRIS SETIAWAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia)

YANG DILATIH TERBANG

SKRIPSI

WELI TRIS SETIAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RINGKASAN

WELI TRIS SETIAWAN. D14086027. Profil Darah Burung Merpati (Columba

livia) yang Dilatih Terbang. Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.

Pembimbing Anggota : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr.

Burung merpati merupakan unggas yang hidup di sekitar lingkungan manusia yang disukai karena sangat dekat dan jinak dengan manusia serta hidupnya menyatu dengan tempat tinggal pemeliharaanya. Burung merpati termasuk ke dalam Class Aves dan Genus Columba.

Di Indonesia burung merpati umumnya digunakan untuk hewan kesenangan dan hobi menerbangkan (balap). Adapun profil darah berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh untuk mempertahankan diri dari penyakit selain untuk aktifitas, selain itu berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan dalam proses transportasi oksigen tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil darah. Penelitian profil darah burung merpati sangat diperlukan karena berhubungan dengan aktifitas fisik yaitu terbang. Tujuan dari penelitian ini menghitung gambaran profil darah burung merpati yang meliputi jumlah hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, dan jumlah sel darah putih. Selain itu memberikan informasi mengenai profil darah burung yang dilatih terbang. Burung merpati yang digunakan dalam penelitian adalah 25 pasang burung merpati yang dilatih terbang. Burung merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari Dramaga, Bogor.

Pemeliharaan burung merpati dilaksanakan di kandang pribadi. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sesuai dengan kebutuhan yaitu per harinya 70 g jagung per pasang burung merpati. Air minum diberikan ad libitum dengan menggunakan tempat air minum berkapasitas 2 l.

Pengamatan profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum 26G x 1/2’’. Sampel darah diambil pada vena sayap. Sampel darah burung merpati langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi anti koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-t untuk membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina selanjutnya profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang dianalisis dengan uji-t berpasangan.

Rataan hemoglobin merpati jantan dan merpati betina sebelum dilatih terbang sama, masing-masing 14,844 g/dl dan 15,206 g/dl sedangkan rataan hemoglobin merpati jantan dan merpati betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda, masing-masing 15,686 g/dl dan 15,169 g/dl. Hemoglobin jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang sama. Latihan terbang tidak berpengaruh terhadap nilai hemoglobin. Rataan hematokrit merpati jantan dan betina tidak berbeda sebelum dilatih terbang dengan nilai hematokrit berkisar 26,5%-53,7%. Hematokrit jantan dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), masing-masing berkisar

(3)

38,2%-ii 50,6%, hal ini menunjukkan latihan terbang dapat mempengaruhi nilai hematokrit. Rataan hematokrit merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda sedangkan pada merpati betina berbeda (P<0,05).

Rataan butir darah merah merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05) yaitu 2,691 x 103 mm3- 3,158 x 103 mm3. Adapun rataan butir darah merah merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

Nilai rataan butir darah putih merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda masing-masing 6,62 x 103 mm3- 9,62 x 103 mm3 sedangkan rataan butir darah putih jantan dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi nilai butir darah putih. Rataan butir darah putih jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda, hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi perubahan butir darah putih.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa profil darah burung merpati jantan yang dilatih terbang yaitu nilai hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Profil darah pada burung merpati betina yaitu nilai hemoglobin mempunyai nilai rataan sama, hematokrit dan butir darah merah menurun serta butir darah putih meningkat setelah dilatih terbang. Latihan terbang pada burung merpati jantan maupun betina dapat mempengaruhi profil darah

(4)

ABSTRACT

Blood Profiles of Trained-Pigeon for Flying

Setiawan, W.T., S. Darwati and M. Ulfah

In indonesia local pigeons are raised either as meat pigeons or racing pigeons. Immune system, and transportation of oxygen in the body of pigeons are related to the blood profiles. This study aimed to identify blood profiles of trained-pigeon. Twenty five couples of flying pigeons were trained to fly and then used in this study. Blood sampling was performed using 1 ml syringe with needles of 26G x 1/2''. Blood samples were taken from the wing. of pigeons. Once the pigeon blood taken, directly inserted into the tubes that contained EDTA. Observations and measurements of blood profiles were conducted at the Laboratory of Anatomy Physiology and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. Additional date of body weight and feed consumption of pigeons were also provided in this study. The data of blood profiles were analyzed by using t-test to compare blood profiles of male and female pigeons. The blood profiles of trained and untrained pigeons to fly analyzed by the paired t-test. The results show that the flying affected haemoglobines, hematocryt, red blood and white blood cells of the local pigeons.

(5)

PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia)

YANG DILATIH TERBANG

WELI TRIS SETIAWAN D14086027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

Judul : Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang Nama : Weli Tris Setiawan

NIM : D14086027

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.) (Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.) NIP : 19631003 198903 2 001 NIP : 19761101 199903 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1986 di Indramayu. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Aminudin, AMd dan Ibu Komariah.

Pada tahun 1992, Penulis masuk ke SD Negeri Patrol 1 di Indramayu dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Sukra dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya tahun 2001 setelah lulus SLTP Penulis melanjutkan ke sekolah SMA Negeri 2 Indramayu dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004 Penulis melanjutkan sekolah ke IPB lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Diploma pada Program Keahlian Teknologi dan Industri Pakan (TIP) Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Program S1 Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan, Penulis menyusun skripsi yang berjudul ”Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang di latih Terbang”.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakkultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Penulis tertarik pada penelitian burung merpati karena burung merpati merupakan salah satu ternak di Indonesia yang harus dijaga kelestariannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung merpati yang dilatih terbang. Informasi profil darah burung merpati diperlukan karena berhubungan dengan aktivitas terbang dan profil darah berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati yaitu dalam proses transportasi oksigen yang dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil darah. Burung merpati di Indonesia umumnya digunakan untuk hewan kesenangan atau hobi yaitu menerbangkan burung dan dikenal sebagai burung balap.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan para penggemar burung merpati tinggi pada khususnya, selain itu tulisan ini merupakan sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan peternakan Indonesia. Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(9)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……….. i ABSTRACT ………. iii LEMBAR PERNYATAAN ………. iv LEMBAR PENGESAHAN ………. v RIWAYAT HIDUP ………. vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

PENDAHULUAN ………... 1 Latar Belakang ………. 1 Tujuan Penelitian ………. 1 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2 Burung Merpati ..………. 2 Postur Tubuh ...………... 4

Aktifitas Burung Merpati ... 4

Darah ...……….. 5

Bagian-Bagian Darah ...……… 6

Sel Darah Merah (Eritrosit) ...………... 6

Sel Darah Putih (Leukosit) ...………... 6

Hemoglobin ..………... 7

Hematokrit (PCV%) ... 7

MATERI DAN METODE ……….. 8

Lokasi dan Waktu ...……… 8

Materi ……….. 8

Prosedur ... 8

Pemeliharaan .……….. 9

Pemberian Pakan dan Minum .………... 9

Penimbangan Bobot Badan ...……….. 9

Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan ... 9

Pengambilan Sampel Darah ... 10

Perhitungan Jumlah Hemoglobin ... 11

Perhitungan Jumlah Hematokrit ... 11

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah ...……… 12

(10)

ix

Rancangan dan Analisis Data ... 14

Peubah ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ..……… 17

Hemoglobin ………. 17

Hematokrit (PCV%) ...………... 19

Butir Darah Merah ..………. 22

Butir Darah Putih ...………... 25

Bobot Badan ... 28

Konsumsi Pakan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ……...……… 30

Kesimpulan ……….. 30

Saran ……… 30

UCAPAN TERIMA KASIH ………... 31

DAFTAR PUSTAKA ……….. 32

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum

dan Sesudah Dilatih Terbang ... 17 2. Profil Hematokrit Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum

dan Sesudah Dilatih Terbang ... 19

3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan Sebelum dan

Sesudah Dilatih Terbang ... 22 4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Betina Sebelum dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurungan Merpati (A), dan Kandang Merpati (B) ... 9

2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Penimbangan Bobot Badan (C) ... 12

3. Pengambilan Sampel Darah Merpati (A) dan Sampel Darah (B). 12

4. Neubauer Hemocytometer Counting Area ... 15

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit

(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih

Terbang Menggunakan Minitab 14 ... 37

2. Uji t Dua Sampel Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit

(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Berpasangan Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Burung merpati merupakan hewan peliharaan termasuk Class Aves dan Genus Columba yang hidup di sekitar manusia, karena mudah pemeliharannya. Burung merpati juga banyak disukai oleh manusia karena jinak dan sangat dekat dengan manusia karena hidupnya menyatu dengan tempat tinggal pemeliharaanya.

Burung merpati yang berada di Indonesia, berfungsi sebagai hewan kesayangan dan kesenangan yaitu balap. Salah satu hal yang menarik dari merpati bahwa merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat dan mudah dilatih sehingga punya potensi untuk dijadikan merpati balap. Performan terbang burung merpati pada saat lomba ketangkasan merpati balap diperlukan latihan yang teratur dan status kesehatan merpati yang baik, dimana status kesehatan merpati balap dapat dilihat berdasarkan profil darah seperti hemoglobin, hematokrit, dan butir darah merah. Profil darah tersebut berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh baik untuk mempertahankan diri dari penyakit maupun untuk aktifitas terbang, terutama berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan dalam proses transportasi oksigen.

Sampai saat ini data tentang profil darah merpati balap di Indonesia masih terbatas. Penelitian profil darah burung merpati diperlukan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung merpati yang dilatih terbang dan program seleksi merpati balap.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran profil darah burung merpati yang dilatih terbang meliputi nilai hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel darah merah, dan jumlah sel darah putih.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati

Burung merpati mencakup sekitar 255 spesies dengan penyebaran yang hampir meliputi seluruh dunia. Kecuali di kutub dan beberapa kepulauan samudera. Bulunya yang khas berwarna abu-abu, cokelat atau merah muda, dengan bercak-bercak kontras berwarna lebih cerah. Bulunya empuk dan acap kali tidak terpancang kokoh, tetapi kuat dan padat. Sayap dan ekornya menunjukkan banyak variasi dalam bentuk dan ukuran, tetapi tungkainya biasanya pendek, kecuali pada beberapa spesies darat memiliki tungkai cukup panjang. Tubuhnya gempal, lehernya pendek dan kepalanya kecil. Paruhnya rata-rata kecil, lunak pada pangkalnya dan keras pada ujungnya dan pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan daging yang pada beberapa spesies membesar (Ultgeveri dan Hoeve, 1989)

Kebanyakan burung merpati hidup di pepohonan, beberapa di antaranya hidup di tanah dan spesies lainnya lagi hidup di batu karang, sedangkan beberapa spesies yang hidup dekat dengan manusia mencari pemukiman di menara-menara kota dan pedesaan. Burung merpati liar yang hidup di kota adalah keturunan burung dara peliharaan. Semua burung merpati peliharaan adalah keturunan burung dara karang Eropa (Columba livia), yang pada spesies liarnya suka mengeram di punggung-punggung karang, sehingga keturunannya yang di kota pun bersarang di gedung-gedung bertingkat. Kebanyakan spesies ini hidup secara berkelompok, setidak-tidaknya di luar musim mengeram (Ultgeveri dan Hoeve, 1989)

Allen (1980) menyatakan bahwa pemeliharaan burung merpati domestik sebagai sebuah hobi atau sebagai sebuah sumber keuntungan bukan hal yang baru. Sebenarnya burung merpati sebagai hobi yang paling tua dan dikenal oleh manusia, yaitu sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM).

Menurut Blakely dan Bade (1985) bahwa burung merpati mempunyai tiga fungsi salah satunya sebagai squab dan merupakan wujud yang paling disukai dari burung merpati sebagai penghasil daging. Squab yang berumur lebih dari 30 hari akan segera menurun keempukan dan kelezatan dagingnya. Oleh karena itu burung merpati umumnya dipotong pada umur 28-30 hari, yaitu saat pertumbuhan bulu sudah lengkap dan mulai meninggalkan sarang.

(16)

3 Menurut Levi (1945) bangsa burung merpati yang banyak digunakan sebagai penghasil daging adalah King, Homer dan Carneau.

Radiopoetro (1985) menyatakan bahwa burung merpati lokal memiliki sistematika sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Klas : Aves

Sub Klas : Neornithes

Devisio : Carmatae

Ordo : Columbiformes

Famili : Columbidae

Genus : Columba

Spesies : Columbia livia

Varietas : Domestica

Burung merpati dikelompokkan menurut umurnya. Piyik adalah anak burung merpati umur 1-30 hari, squaker adalah burung merpati berumur 30 hari sampai 6 atau 7 bulan, youngster adalah burung merpati umur 6 atau 7 bulan dan sampai kawin baik jantan muda atau betina muda. Yearling cock yaitu burung merpati jantan atau betina tua sampai diafkir (Tanubrata dan Syamkhard, 2004)

Menurut Mosca (2000) warna bulu burung merpati terdiri dari tiga warna dasar yaitu hitam, coklat dan merah. Dari ketiga warna dasar tersebut warna lain dibentuk. Ketiga warna tersebut mengkorespondesikan warna dilusi. Noor (1996) menyatakan bahwa semua sumber warna rambut, bulu, kulit dan mata adalah melanin.

Riset dan Teknologi (1981) menyatakan bahwa burung merpati yang terdapat di Indonesia merupakan ternak pendatang dan berasal dari merpati liar (Columba livia) yang penyebaran aslinya di daerah Eropa. Ternak ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat dengan pemeliharaan yang sederhana tanpa prinsip ekonomi dan ditujukan hanya untuk hobi atau kesenangan. Salah satu hal yang menarik adalah merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat sehingga punya potensi untuk dijadikan penghasil daging. Rasyaf dan Amrullah (1982) menyatakan bahwa bangsa-bangsa burung merpati yang ada di Indonesia kurang dapat

(17)

4 diidentifikasi dengan tepat karena berasal dari bangsa yang bercampur baur dan tidak dapat dikenal asal-usulnya.

Kandungan zat gizi daging burung merpati cukup tinggi bahkan dalam beberapa hal lebih tinggi dari hasil unggas lain yaitu pada puyuh protein sebesar 21,1% sedangkan lemaknya 0,7% dengan bobot karkas 66,5%. Kandungan protein burung merpati sekitar 35,8% dan lemak 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1986). Bobot karkas yang dapat dikonsumsi adalah 60,0%-70,0% (Rasyaf dan Amrullah, 1982). Postur Tubuh

Postur tubuh burung merpati balap memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri morfologi (bentuk dan struktur luar mahkluk) dan anatomi. Karakteristik tersebut dapat dikaitkan dengan kecepatan dan gaya menukik landas terbang merpati yang dijadikan merpati balap (Tanubrata dan Syamkhard, 2004).

Tanubrata dan Syamkhard (2004) menyatakan burung merpati merupakan spesies yang paling terkenal dalam keluarga Columbidae. Postur tubuh burung merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat di udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga ada (Darwati, 2003).

Aktifitas Terbang Burung Merpati

Aktifitas fisik burung merpati meliputi berbagai aktifitas seperti terbang, bertengger lepas landas dan mendarat. Aktifitas terbang sangat memerlukan kekuatan yang sangat besar. Lepas landas dan mendarat adalah fase penting dalam penerbangan burung yaitu sangat berpengaruh pada penyesuaian fungsional kinematik burung dalam penerbangan (Angela dan Biewner, 2010).

Terbang ke atas dan ke bawah memerlukan energi potensial. Bergerak menaik dan menurun melibatkan energi potensial (PE) yang sesuai dengan kebutuhan daya untuk menyesuaikan dengan ketinggiannya dan kembali ke darat untuk makan, mengejar mangsa atau untuk manuver (Angela dan Biewner, 2010). Pada saat terbang burung tersebut banyak memerlukan energi dan membutuhkan banyak oksigen. Burung migran meningkatan kebutuhan oksigen saat penerbangan (Lasiewski, 1972). Burung merpati juga mempunyai banyak variasi terbang yang

(18)

5 memerlukan energi seperti lepas landas, meluncur, melonjak, mendarat dan mengepakkan sayapnya untuk melayang di atas langit.

Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan mamalia merespon kebutuhan lingkungan dan energi, seperti hipoksia pada ketinggian tempat yang tinggi untuk kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.

Hematokrit kapiler dan ukuran sel darah merah mungkin dipengaruhi oleh kebutuhan energi pada saat dilakukan penerbangan. Parameter hematologi harus bervariasi dengan parameter morfologi yang dapat menentukan kapasitas difusi oksigen.

Pengaruh pernapasan anterior dan pertukaran panas pada waktu istirahat lebih efisien dibandingkan pada saat dilakukan penerbangan, hal tersebut terlihat ketika burung merpati saat beristirahat. Suhu udara dan kehilangan air yang rendah memungkinkan energi untuk terbang akan pulih kembali. Adapun kehilangan air akibat evaporasi meningkat pada saat dilakukan penerbangan (Canals et al., 2007)

Pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973). Hal tersebut diikuti oleh peningkatan hematokrit, hemoglobin, dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985)

Michaeli dan Pinshow (2001) menyatakan bahwa burung merpati memiliki arus balik lebih efisien saat pertukaran panas pada pernapasan anterior ketika beristirahat dibandingkan pada saat penerbangan, pada waktu istirahat burung merpati akan pulih tenaganya. Ritchison (2008) menyatakan bahwa aktifitas burung saat terbang yaitu mulai dari meluncur, melonjak untuk penerbangan dan mengepak

untuk melayang. Jenis aktifitas paling sederhana saat penerbangan adalah meluncur. Darah

Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari sel-sel yang terendam dalam plasma darah. Berbeda dengan jaringan lain, sel-selnya tidak menempati ruang tetap satu dengan yang lain, tetapi bergerak terus dari suatu satu ke tempat lain. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang tetap, agar semua sel serta jaringan mampu melaksanakan fungsinya. Jadi fungsi utama darah adalah mempertahankan homeostasis. Berbagai bentuk sel darah berasal dari sel induk (stem cells) dalam sumsum tulang dan memasuki aliran darah untuk memenuhi kebutuhan tertentu pada hewan (Dellman dan Brown, 1988).

(19)

6 Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut plasma. Sebagian besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, akan tetapi leukosit dapat bermigrasi melintasi dinding pembuluh darah guna melawan infeksi (Frandson, 1992).

Frandson (1992) selanjutnya menyatakan bahwa darah memiliki beberapa fungsi yaitu: membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh; membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan; membawa karbondioksida dari jaringan di paru-paru; membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan; mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.

Bagian-Bagian Darah

Hoffbrand dan Pettit (1987) menyatakan bahwa darah adalah jaringan yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Darah terdiri dari tiga jenis unsur sel yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan kompleks plasma.

Sel-Sel Darah Merah (Eritrosit)

Brown (1988) menyatakan bahwa bila setetes darah segar diperiksa di bawah mikroskop, terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter sekitar 8 µm. Dalam keadaan segar lempengan tersebut berwarna lebih kehijau-hijauan daripada merah. Lekuk pada bagian pusat tiap sel darah mengarah menimbulkan bintik terang, sehingga dapat disalah tafsirkan sebagai nukleus. Akan tetapi sel darah merah dewasa pada mamalia (binatang menyusui) tidak bernukleus. Seringkali sel darah merah melekat berpadu dalam barisan atau rouleaux. Bila bagian tepi tetesan darah mengering maka, sel darah merah kehilangan cairan dan berubah bentuknya, beberapa berbentuk seperti mangkok, lain-lainnya tak teratur dalam garis-garis luarnya.

Sel-Sel Darah Putih (Leukosit)

Brown (1980) menyatakan bahwa jumlah sel darah putih (WBC) menunjukkan jumlah sementara sel darah putih dalam 1 mm kubik darah. Pada individu normal dan sehat, jumlah sel darah putih antara 5.000 dan 10.000 sel darah

(20)

7 putih per mm kubik. Jumlah bervariasi dengan usia, sedangkan jumlah sel darah putih pada bayi yang baru lahir adalah 10.000 hingga 30.000 sel darah putih per mm kubik, hal tersebut berkurang menjadi sekitar 10.000 per mm kubik setelah minggu pertama dan turun ke tingkat normal saat bayi berumur 4 tahun.

Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein utama dalam sel darah merah matang. Sebuah molekul hemoglobin terdiri dari empat rantai globin. Setiap rantai globin terikat dengan besi heme yang mengandung zat besi. Dua dari rantai α-globin berasal dari lokus globin yang terdapat pada kromosom 16 dan sisanya dua rantai globin yang berasal dari lokus β-globin yang terdapat pada kromosom 11 (Schmaier dan Petruzzelli, 2003). Afinitas oksigen (daya ikat) yaitu kemampuan hemoglobin untuk mengubah afinitas oksigen sehingga memungkinkan seseorang atau hewan beradaptasi dengan berbagai lingkungan, situasi phsyiological atau patologis (Cotter, 2001).

Hematokrit (PCV%)

Nilai hematokrit atau volume sel packed adalah suatu istilah yang artinya peresentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah. Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak menggumpal kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel menggumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian dapat diketahui secara langsung atau pun secara tak langsung dari tabung tersebut (Frandson, 1992)

(21)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 pasang burung merpati dewasa berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan 200-405 g. Burung merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat.

Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu: timbangan digital dengan ketelitian 1 g, kandang untuk memelihara burung merpati, tempat pakan, dan minum, kertas koran, spuit, spektrofotometer, mikroskop serta preparat kaca. Bahan yang digunakan yaitu kertas koran, larutan koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA), alkohol 70%, larutan methanol, larutan giemsa, cuvet.

Prosedur

Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak dan pedagang di sekitar wilayah Bogor barat. Masa adaptasi burung merpati sebelum digunakan dalam penelitian meliputi tiga tahap yaitu (1). Adaptasi kandang pada hari pertama pada saat merpati datang, (2). Adaptasi lingkungan pada hari kedua, dan ketiga, (3). Burung merpati mulai bisa dilatih terbang. Latihan terbang dilakukan pada jarak 50, 100, 150, dan 200 meter dengan 2 kali pengulangan. Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama (saat burung merpati datang dan pada hari ke-14 setelah dilatih terbang). Burung merpati yang dilatih terbang adalah burung merpati jantan sedangkan burung merpati betina hanya digunakan sebagai pemancing burung merpati jantan dengan cara diklepek (memanggil burung merpati pejantan dengan cara menggunakan burung merpati betina dengan cara mengayun-ayunkan burung merpati betina).

(22)

9 Pemeliharaan

Burung merpati dipelihara secara intensif. Burung merpati tersebut dikandangkan pada saat sore hari (menjelang malam) sebanyak 2 ekor per kandang (Gambar 1B). Burung merpati juga di lepas di dalam kurungan pada saat pagi hari hingga sore hari (Gambar 1A).

Gambar 1. Kurungan Merpati (A) dan Kandang Merpati (B). Pemberian Pakan dan Minum

Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari. Pakan burung merpati berupa jagung butir berukuran kecil dengan diameter 0,5 cm dan diberikan sesuai dengan kebutuhan yaitu 70 g jagung per pasang burung merpati per harinya. Air minum diberikan ad libitum dan disediakan dalam tempat air minum berkapasitas 2 l. Penimbangan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan burung merpati selama pemeliharaan dilakukan pada awal pemeliharaan dan minggu kedua (hari ke-14) pemeliharaan. Penimbangan bobot badan bertujuan untuk mengetahui pertambahan bobot badan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan merk Weston dengan satuan gram (Gambar 2B).

Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan

Konsumsi pakan diperoleh dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan tiap harinya selama pemeliharaan dan dilanjutkan dengan penimbangan sisa pakan untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan burung merpati tiap harinnya. Konsumsi pakan adalah selisih pakan dikurangi dengan sisa pakan yang tidak dimakan dalam satuan gram (Gambar 2A).

(23)

10 .

Gambar 2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Timbangan Digital (B) Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum 26G x 1/2’’. Sampel darah diambil pada vena sayap. Setelah darah burung merpati diambil, langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi antikoagulan EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya (Gambar 3A dan 3B).

Gambar 3. Pengambilan Sampel Darah Burung Merpati (A) dan Sampel Darah (B)

(A) (B)

(24)

11 Perhitungan Jumlah Hemoglobin

Perhitungan jumlah hemoglobin merujuk pada Sastradipradja et al. (1989). Metoda ini banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik dan untuk penelitian hematologi, karena cukup akurat. Prinsip yang digunakan dalam metoda ini yaitu darah ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisianida (reagen drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari hemoglobin yang bervalensi dua (++ : ferro) menjadi bervalensi tiga (+++ : ferri) sehingga terbentuk methemoglobin yang kemudian berikatan dengan kalium sianida membentuk pigmen yang stabil ialah sianmethemoglobin.

Intensitas warna campuran ini diukur dengan alat spektofotometer, pada panjang gelombang 540 nm, atau menggunakan filter hijau kekuningan. Optical Density (O.D) larutan sebanding dengan konsentrasi hemoglobinnya. Semua bentuk-bentuk hemoglobin diukur dengan metoda ini, kecuali sulfhemoglobin.

Pipet larutan Reagen Drabkins 5,0 ml, kemudian masukan kedalam tabung reaksi 1 dan 2. Tambahkan 0,02 ml darah ke dalam tabung reaksi ke 2, dengan menggunakan pipet sahli atau pipet lainnya yang bervolume 0,02 ml, kemudian bilas pipet yang sudah digunakan, agar tidak ada darah yang tertinggal di dalam pipet, dengan cara menghisap dan meniupkan cairan yang ada dalam tabung reaksi ke 2 tersebut.

Campur dengan baik larutan di dalam tabung, kemudian dibiarkan selama paling sedikit 10 menit pada suhu kamar, agar terbentuk sianmthemoglobin dengan baik. Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan transmittance (Optical Density) larutan tersebut dengan menggunakan alat kolorimeter atau spektofotometer pada panjang gelombang 540 nm (menggunakan filter hijau kekuningan).

Perhitungan Jumlah Hematokrit (PCV%)

Perhitungan jumlah hematokrit (PCV%) merujuk pada Sastradipradja et al. (1989). Perhitungan hematokrit (PCV%) bertujuan untuk menentukan nilai hematokrit (peresentase volume eritrosit di dalam darah) dengan prinsip darah yang bercampur dengan antikoagulan diputar dengan alat centrifuse sehingga akan terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir darah merah atau eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai peresentase volume dari keseluruhan darah.

(25)

12 Cara yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu dengan metoda mikrohematokrit. Langkah pertama yaitu bersihkan daerah pengambilan darah, kemudian tusuk pembuluh darah dengan menggunakan spuit setelah darah keluar tempelkan mikrokapiler yang bertanda merah atau biru pada tetesan darah tersebut, biarkan darah sampai mengalir mengisi 4/5 bagian pipa kapiler kemudian sumbat ujung pipa kapiler yang bertanda (tidak selalu bertanda) dengan crestaseal. Setelah itu pipa kapiler ditempatkan dan disusun pada alat mikrocentrifuse, putar pipa-pipa kapiler yang berisikan darah dengan alat mikrocentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 11.500-15.000 rpm, setelah diputar akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas lapisan plasma yang jernih dibagian atas kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) ialah trombosit dan leukosit dan lapisan merah yaitu eritrosit. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematokrit reader).

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah

Perhitungan jumlah sel darah merah merujuk pada penelitian Sikar et al. (1984). Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 1 dengan aspirator.

Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu pipet diisi larutan Ress dan Ecker hingga tanda 101 dengan cara menghisap larutan tersebut, kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan-cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet ditempatkan atau diteteskan ke kertas tissue. Setelah itu satu tetes darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan dijaga tidak ada udara yang masuk, kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu mulai dilakukan penghitungan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.

Penghitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit yang berjumlah dua buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 5.000, untuk mengetahui jumlah ertrosit dalam 1 mm3 darah, yaitu :

(26)

13 Jumlah eritrosit per mm3 darah = a x 5.000 butir

Perhitungan Jumlah Sel Darah Putih

Perhitungan jumlah sel darah putih merujuk pada penelitian Sikar et al. (1984). Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga pada tera 1 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan Ress dan Ecker hingga tanda 101. Kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas tissue. Setelah itu satu tetes darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan dapat dimulai di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit yaitu jumlah leukosit yang didapat dari hasil pengamatan dibawah mikroskop dikalikan 200 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah, yaitu :

Jumlah leukosit per mm3 darah = b x 200 butir

Gambar 4 . Neubauer Hemocytometer Counting Area Sumber : Buku Fisiologi Veteriner (1989)

(27)

14 Rancangan dan Analisis Data

Data konsumsi pakan dianalisa secara deskriptif. Uji t digunakan untuk membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina serta rataan bobot badan burung merpati. Analisa data merujuk pada Walpole (1982) dengan formula sebagai berikut

Peubah

Peubah yang diamati adalah persentase hemoglobin, hematokrit, sel darah merah dan sel darah putih sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu dilengkapi data bobot badan dan konsumsi pakan.

Sp2 = (n1 -1) S12 + (n2 - 1) ) S22

n1 + n2 - 2 Keterangan :

t = Nilai Hitung

= Nilai Rataan Kelompok Ke-1 = Nilai Rataan Kelompok Ke-2 Sp = Simpangan Baku

Sp2 = Kuadrat Simpangan Baku

n1 = Jumlah Sampel Ke-1

n2 = Jumlah Sampel Ke-2

Data profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan. Uji t berpasangan merujuk pada Walpole (1982), yaitu

(28)

15 Keterangan :

Sd = Standar Deviasi n = Jumlah Sampel

d12 = Kuadrat Selisih dari Pengukuran Ke-1 dan Ke-2

= Rataan Sampel V = Derajat Bebas t = Nilai t Hitung Keterangan : = nilai rataan n = jumlah ternak

Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke - i, i = 1, 2, …, n v = n-1

(29)

16 Keterangan :

sb = simpangan baku

X = peubah sifat kuantitatif yang diukur n = jumlah ternak Keterangan : KK = koefisien keragaman sb = simpangan baku = nilai rataan

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin

Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina

Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(g/dl)--- 14,844 ± 2,807 (18,9)

---(g/dl)--- 15,206 ± 2,071 (13,6)

Sesudah dilatih terbang 15,686 ± 1,566 (9,9) 15,169 ± 2,217 (14,6)

Rataan hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9%), 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) (Tabel 1). Menurut Mitruka dan Rawnsley (1977) kadar hemoglobin burung merpati berkisar antara 10,7- 14,9 g%, itik 9,0 – 21 g%, kalkun 8,8 – 13,4 g%, dan puyuh 10,7 – 14,3 g%. Kadar hemoglobin pada burung beo menurut Archawaranon (2005) yaitu (13,59 – 14,32 g/dl). Berarti nilai hemoglobin pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan burung merpati dan unggas lain yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005).

(31)

18 Nilai hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang tidak berbeda. Hasil penelitian ini berbeda dengan Archawaranon (2005) yang menyatakan bahwa nilai hemoglobin betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) dan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6 %) (Tabel 1), apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), pada penelitian ini mempunyai nilai yang tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Nilai hemoglobin merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa latihan terbang pada penelitian ini belum mempengaruhi nilai hemoglobin.

Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda seperti disajikan pada Tabel 1. Nilai hemoglobin burung merpati jantan sebelum dilatih terbang diperoleh rataan 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9 %), sedangkan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) apabiladibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005) pada penelitian ini

mempunyai nilai hemoglobin yang lebih tinggi. Meningkatnya hemoglobin

disebabkan adanya aktifitas terbang karena banyak membutuhkan oksigen seperti dikemukakan (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973) pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al., 1985) bahwa aktifitas terbang diikuti oleh peningkatan jumlah hemoglobin.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku hemoglobin burung merpati betina sebelum dilatih terbang adalah 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) sedangkan pada burung merpati betina yang sudah diterbangkan diperoleh rataan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6%), jika dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), hasil penelitian ini mempunyai nilai yang cukup tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai hemoglobin burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

Koefisien keragaman yang diperoleh pada penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang, akan tetapi nilai koefisien keragaman jantan

(32)

19 lebih tinggi yaitu 18,9% dibandingkan dengan betina sebelum dilatih terbang yaitu 13,6%.

Koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada betina sebesar 14,6% berarti masih beragam. Nilai koefisien keragaman yang tinggi terdapat pada betina dibandingkan jantan sesudah dilatih terbang atau jantan lebih seragam dibandingkan betina. Nilai koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada jantan yang belum dilatih terbang adalah sebesar 18,9% berati masih beragam berarti bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih beragam dibandingkan sesudah dilatih terbang. Adanya keragaman pada nilai hematologi pada burung yang dilatih menmungkinkan untuk memilih burung yang memiliki nilai hamatologi yang dibutuhakan untuk burungi merpati agar dapat dilatih terbang.

Hematokrit (PCV %)

Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hematokrit (PCV%) burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(%)--- 44,30 ± 8,26 (18,6)

---(%)--- 46,77 ± 4,74 (10,1)a Sesudah dilatih terbang 46,61 ± 3,47 (7,43)1 39,93 ± 9,84 (2,46)b2

Ket : Superskrip dengan angka yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05) Superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang yaitu pada burung merpati jantan diperoleh rataan 44,30 ± 8,26 % (KK=18,6%) dan burung merpati betina diperoleh rataan 46,77 ± 4,74 % (KK=10,1%)a.

(33)

20 (Tabel 2) Hasil penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan jumlah hematokrit pada burung merpati berkisar antara 39,3% - 59,4%, itik 32,6% - 47,5%, kalkun 30,4% - 45,6% dan puyuh 30,0% - 45,1%. Berarti nilai hematokrit pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan merpati yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977).

Rataan hematokrit betina sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibanding dengan jantan sama akan tetapi berbeda dengan penelitian Campbell dan Dein (1984); Sturkie (1986) bahwa secara umum jumlah hematokrit lebih tinggi jantan dibandingkan betina.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah diperoleh yaitu 46,61 % ± 3,47 (KK=7,43%)1 39,93 % ± 9,84 % (KK=24,6%)2. (Tabel 2) Hasil ini menunjukan bahwa nilai hematokrit jantan dan betina sesudah terbang berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) yang menyatakan bahwa rataan hematokrit burung merpati adalah 49%, dengan demikian pada penelitian ini mempunyai nilai hematokrit yang lebih rendah.

Meningkatnya hematokrit yang diperoleh setelah burung dilatih terbang dalam penelitian ini disamping perbedaan jenis kelamin juga pengaruh aktifitas latihan terbang. Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973) menyatakan bahwa pada burung migran saat terbang memerlukan banyak oksigen sehingga terjadi peningkatan hematokrit dalam darah Viscor et al. (1985) menyatakan bahwa aktifitas terbang diikuti dengan peningkatan hematokrit.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 44,30% ± 8,26% (KK=18,6%) dan 46,61 ± 3,47 (KK=7,43%).

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit burung merpati jantan sebelum dan sesudah terbang tidak berbeda (sama), hal ini menunjukkan bahwa aktifitas dilatih terbang dan tidak dilatih terbang tidak mempengaruhi nilai hematokrit pada burung merpati. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan mamalia tampaknya merespon kebutuhan lingkungan, seperti hipoksia pada ketinggian tinggi dan kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.

(34)

21 Burung yang terbang dan tidak terbang serta mamalia membutuhkan kebutuhan energi berbeda, adapun hematokrit kapiler tidak berbeda pada setiap takson. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), maka nilai hematokrit (PCV%) merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang Pada penelitian ini lebih rendah.

Rataan Hematokrit burung merpati jantan yang sudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang hal ini disebabkan pada aktifitas terbang banyak membutuhkan oksigen yang dapat mempengaruhi meningkatnya hematokrit sebagaimana dikemukakan Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973). Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al 1985) yang menyatakan bahwa aktiftas penerbangan burung dapat mempengaruhi peningkatan jumlah hematokrit.

Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang dan sesudah diltaih terbang adalah 46,77% ± 4,74% (KK=10,1)a dan 39,93% ± 9,84% (KK=24,6)b. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang berbeda. Berarti apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai hematokrit (PCV%) sebelum dilatih terbang.

Koefisien keragaman pada jantan maupun betina sebelum dilatih terbang pada penelitian ini beragam, hal ini berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 18,6% sedangkan betina sebesar 10,1%.

Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dilatih terbang beragam karena nilai yang diperoleh pada jantan sebelum dilatih terbang yaitu 18,6% . Berarti masih bisa dilakukan seleksi sedangkan pada betina nilai koefisien keragamannya diperoleh yaitu 7,43% (berarti seragam).

Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada burung merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 7,43% dan pada betina sebesar 24,6%. Adapun nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi dibandingkan pada jantan.

(35)

22 Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 18,6 % sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu sebesar 7,43 %.

Koefisien keragaman pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, sehingga hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh betina sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 10,1% sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu 24,6 %. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang.

Pada penelitian ini menunjukan masih ada keragaman nilai hemtokrit pada jantan setelah dilatih terbang. Selanjutnya dapat dipilih burung merpati yang memiliki nilai hematokrit yang dapat memenuhi aktifitas terbang.

Butir Darah Merah

Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah DilatihTerbang

Butir darah merah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691 x 106/mm3 ± 1,938 x 106/mm3 (KK=72,0 %)a 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5 %)b. Nilai butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05).

Tabel 3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(106/mm3)--- 2,691 ± 1,938 (72,0)a

---(106/mm3)--- 3,158±1,753 (55,5)b

Sesudah dilatih terbang 3,712 ± 1,124 (30,2) 2,715 ±2,101 (77,3)

Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

(36)

23 Mitruka dan Rawnsley (1977) bahwa menyatakan bahwa burung merpati mempunyai butir darah merah (2,13 - 4,20) x 106/mm3. Adapun hasil penelitian Fowler (1978) menunjukkan bahwa elang mempunyai butir darah merah (2,30 – 3,25) x 106/mm3. Apabila dibandingkan dengan butir darah merahburung lain yang dilaporkan Suzana (2007) pada Beo Kalimantan memiliki jumlah eritrosit terbesar (2,63 x 106/mm3), kemudian diikuti Beo Flores (2,40 x 106/mm3),Beo Medan (2,20 x 106/mm3) dan Beo Nias (2,17 x 106/mm3), maka rataan butir darah merah merpati pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan jenis burung lainnya.

Pada penelitian ini diperoleh nilai rataan butir darah merah (eritrosit) lebih tinggi burung merpati betina dibandingkan dengan burung merpati jantan, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nirman & Robinson (1972) bahwa nilai butir darah merah jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Peningkatan butir darah merah pada burung jantan karena androgen dan efek balik dari estrogen.

peneliti lain berpendapat bahwa jumlah eritrosit pada burung jantan umumnya lebih tinggi dibandingkan burung betina (Santosa et al., 2003).

Pengaruh perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi nilai butir darah merah (eritrosit) hal tersebut sesuai dengan pendapat (Strurkie, 1976; Schalm et al., 1986) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada burung merpati juga mempengaruhi jumlah nilai eritrosit. Begitu pula seperti yang dinyatakan (Santosa et al., 2003) bahwa hormon seks memiliki peran penting dalam produksi eritrosit.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 3,712 x 106/mm3 ± 1,124 x 106/mm3 (KK=30,2%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3(KK=77,3%). Ini menunjukkan bahwa nilai rataan merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), butir darah merah merpati pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. .

Selanjutnya Brown (1988) menyatakan bahwa jenis hewan yang memiliki ukuran eritrosit kecil, jumlahnya lebih banyak, sebaliknya yang ukurannya lebih besar jumlahnya akan lebih sedikit, untuk unit volume tertentu. Jumlah eritrosit

(37)

24 berbeda tidak hanya untuk tiap jenis hewan saja. Perbedaan trah (breed), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaan dalam jumlah eritrosit.

Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691x106/mm3 ± 1,938x106/mm3(KK=72,0%), dan 3,712 x106/mm3 ± 1,124 x106/mm3 (KK=30,2%) (Tabel 3). Berarti nilai butir darah merah merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang.

Faktor yang mempengaruhi nilai sel darah merah (eritrosit) dipengaruhi oleh aktifitas fisik seperti penerbangan burung merpati yang berkaitan dengan pengeluaran energi. Diduga jarak penerbangan yang pendek sehingga hasilnya berbeda. Akan tetapi nilai butir darah merah burung merpati jantan sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibanding yang tidak dilatih terbang.

Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati betina sebelum dilatih terbang diperoleh hasil berkisar 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3 (KK=77,3%). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai butir darah merah burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh aktifitas terbang burung merpati yang membutuhkan oksigen sehingga mempengaruhi peningkatan jumlah eritrosit. Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi 1972;Berstien et al., 1973) dan hal ini diikuti oleh peningkatan dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985).

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan yaitu 72,0% sedangkan pada betina diperoleh nilai sebesar 55,5%, akan tetapi pada jantan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi.

Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang beragam hal tersebut dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman jantan sesudah dilatih

(38)

25 terbang diperoleh nilai sebesar 30,2% sedangkan betina diperoleh nilai yaitu 77,3%. Nilai koefisien keragaman yang tinggi diperoleh pada betina sesudah dilatih terbang.

Koefisien keragaman butir darah merah yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang adalah 72,0% sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu 30,2%.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang, hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada betina sebelum dilatih terbang sebesar 55,5% sedangkan pada betina sesudah dilatih terbang yaitu 77,3%. Nilai koefisien keragaman pada betina sesudah dilatih terbang tinggi dibandingkan dengan jantan. Adanya keragaman butir darah merah pada burung merpati yang dilatih pada penelitian ini, selanjutnya bisa dipilih burung merpati yang memiliki butir darah merah yang dapat mendukung aktifitas terbang.

Butir Darah Putih

Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hasil pengamatan terhadap perhitungan butir darah putih dari pengambilan sampel darah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang

Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(103/mm3)--- 6,62 ± 4,35 (65,7)a

---(103/mm3)--- 9,62 ± 4,95 (51,4)b Sesudah dilatih terbang 4,344 ±2,038 46,9)a 5,937 ± 3,310 (55,7)b Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) adalah burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing 6,62 x 103/mm3 ± 4,35 x 103/mm3 (KK=65,7%) 9,62 x 103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3(KK=51,4%) (Tabel 4). Hasil penelitian lain yaitu Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan bahwa pada

(39)

26 penelitian beberapa jenis burung lain, kisaran jumlah leukosit bervariasi. Merpati mempunyai jumlah leukosit berkisar antara (10,0 - 30,0) x 103/mm3, itik (13,4 – 33,2) x 103/mm3, kalkun (16,0 - 25,5) x 103/mm3, dan puyuh (12,5 - 24,6) x 103/mm3.

Adapun penelitian Sturkie (1965) bahwa leukosit pada burung berkisar 15-30x103/mm3 baik untuk burung jantan maupun betina. Berarti leukosit pada penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) mempunyai nilai butir darah putih yang rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai butir darah putih (leukosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Dari hasil penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) pun berbeda nilai leukosit yang diperoleh dari merpati dan jenis unggas lainnya, hasilnya tidak mempunyai nilai yang tinggi. Archawaranon (2005) menyatakan bahwa leukosit yang tinggi kemungkinan memiliki resiko terserang penyakit yang lebih tinggi. Pada beo Thailand betina mempunyai leukosit yang tinggi dibandingkan beo jantan (Archawaranon, 2005) seperti halnya ditemui pada ayam (Lucas dan Jamroz, 1961) dan burung puyuh (Nirmalan dan Robinson, 1972).

Rataan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan nilai butir darah putih lebih tinggi betina dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh jenis kelamin seperti pernyataaan (Brown 1989; Sturkie 1976) bahwa leukosit yang berfungsi sebagai unit mobil dari sistem pertahanan tubuh, umumnya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pengaruh berbagai keadaan, seperti stress, aktivitas fisiologi yang tinggi, gizi, dan berbagai faktor lainnya seperti lingkungan, efek hormon, obat-obatan, dan sinar x. Selain itu pemberian estrogen akan meningkatkan leukosit pada burung-burung puyuh jantan (Nirmalan dan Robinson, 1972). Burung muda memiliki leukosit yang lebih tinggi daripada dewasa.

Sel darah putih atau leukosit sangat berbeda dari eritrosit, karena adanya nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Masa hidup sel-sel darah putih sangat bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, sampai bulanan untuk monosit, dan bahkan tahunan untuk limfosit. Di dalam aliran darah kebanyakan sel-sel darah putih bersifat non fungsional dan hanya diangkut ke jaringan tertentu saat dibutuhkan (Fradson,1992).

(40)

27 Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang diperoleh hasil nilai jantan berkisar 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%)a sedangkan pada burung merpati betina 5,937x103/mm3 ± 3,310) x103/mm3 (KK=55,7%)b. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah putih sebelum dilatih terbang.

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah diperoleh hasil nilai berkisar 6,62 x103/mm3 ± 4,35 x103/mm3 (KK=65,7%) sedangkan pada burung jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh hasil 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan sebelum dilatih terbang tidak berbeda.

Nilai butir darah putih yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh nilai burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sesudah terbang, pada saat terbang butir darah putih normal yang mempengaruhi vitalitas saat malakukan aktifitas terbang (sehat). Sturkie (1986) menyatakan bahwa leukosit yang tinggi kemungkinan memiliki resiko penyakit yang lebih tinggi.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 9,62 x103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3 (KK=51,4%)b 5,937 x 103/mm3 ± 3,310 x 103/mm3 (KK=55,7%). Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986), maka butir darah putih pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

(41)

28 Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan adalah 65,7% dan pada betina yaitu 51,4%. Nilai koefisien keragaman jantan cenderung lebih tinggi dibandingkan betina. Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 46,9% sedangkan pada betina sebesar 55,7%. Berarti nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun jantan sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan diperoleh nilai sebesar 65,7% sedangkan pada betina yaitu 46,9%. Nilai koefisien keragaman jantan lebih tinggi dibandingkan betina.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam betina sebelum dilatih terbang, berarti hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman betina sebelum dilatih terbang adalah sebesar 51,4% sedangkan betina yang sesudah dilatih terbang yaitu 55,7%. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilatih terbang.

Pada penelitian ini masih ada keragaman nilai butir darah putih pada burung merpati yang dilatih terbang. Sebaiknya dipilih burung merpati yang memiliki nilai butir darah putih yang jumlahnya memenuhi untuk dilatih terbang.

Bobot Badan

Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat nyata (P<0,05). Rataan bobot badan merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing 339,8 ± 25,49 serta g 334,8 ± 23,74 g. Rataan bobot badan merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 303,1 ± 36,10 g selanjutnya rataan bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang yaitu 305,7 ± 32,34 g.

Bobot badan merpati jantan sebelum dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 7,50% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati jantan sesudah dilatih terbang sebesar 7,09%. Bobot badan merpati betina sebelum

(42)

29 dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 11,91% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang sebesar 10,58%, hal tersebut menunjukkan bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan merpati jantan.

Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa bobot badan merpati lokal masih beragam.

Konsumsi Pakan

Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian, seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan jagung dalam penelitian ini yaitu 38,69 ± 8,91 g/pasang/hari dengan koefisien keragaman 23,03%, hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari. Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih sama. Hematokrit, butir darah merah dan butir darah putih pada jantan lebih rendah dibandingkan dengan betina.

Rataan hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Hemoglobin pada burung merpati betina sebelum dan sesudah terbang mempunyai nilai rataan sama sedangkan hematokrit dan butir darah merah menurun, serta butir darah putih meningkat setelah dilatih terbang.

Gambar

Gambar 1.  Kurungan Merpati (A) dan Kandang Merpati (B).
Gambar 3.  Pengambilan Sampel Darah Burung Merpati (A) dan Sampel Darah (B)
Gambar 4 .  Neubauer Hemocytometer Counting Area                             Sumber : Buku Fisiologi Veteriner (1989)
Tabel 2.    Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina   Rataan ± Simpangan Baku (KK)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem hidrolik pesawat H-8 memasok daya hidrolik menuju sistem-sistem pengguna yang berupa sistem kendali terbang dan sistem roda pendarat. Pada sistem kendali

[r]

plicata hasil iradiasi sinar gamma dan telah terjadi perbedaan tanaman sampai pada level genetik, sehingga semua mutan yang dihasilkan melalui induksi mutasi

Penelitian ini hanya mengambil responden yang mempunyai bayi baru lahir sampai dengan usia 6 bulan, sehingga perlu diberikan pengetahuan untuk tahap selanjutnya

n keuangan a yaitu lapo haan yang m an laba rug haan dalam an perubah engurangan. an arus da periode t diri. n atas La an dan ha kkan. un tujuan da mberikan in usun sebag agai

Jadi apabila dalam kenyataannya terdapat pengeluaran untuk pembangunan infra struktur di suatu daerah namun tidak diimbangi dengan kenaikan PDRB yang lebih besar maka

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendistribusikan kuesioner. Hasil survey kuesioner terkumpul 16 responden dari 16 perusahaan kontraktor golongan M. Data yang

Hasil Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I ……….. Hasil Lembar Observasi Keterampilan Sosial Siklus