• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.2.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

IV.2.1.1. Karakteristik Demografi Penderita Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah

Berdasarkan ekspresi amarah, kelompok kasus penderita hipertensi didapatkan rerata usia dengan ekspresi amarah anger-in adalah 60,75 tahun, anger-out adalah 56,17 tahun dan anger-control adalah 62,30 tahun. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa semakin meningkat usia maka reaksi amarah akan semakin rendah (Keskin dkk, 2011).

Pada penelitian ini didapatkan penderita dengan ekspresi anger-in didominasi oleh perempuan (75%), sedangkan ekspresi amarah anger-out paling banyak didapatkan pada laki-laki (66,7%). Hal ini sejalan dengan

penemuan pada beberapa penelitian sebelumnya, yang bertujuan melihat pengaruh jenis kelamin terhadap ekspresi amarah, dimana didapatkan bahwa wanita cenderung menahan dan menyimpan amarahnya (anger-in) dan sering bermanifestasi sebagai depresi dan tindakan melukai diri sendiri; sedangkan laki-laki cenderung mengekspresikan amarahnya secara langsung. (Keskin dkk, 2011)

Pada penelitian lain yang bertujuan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan terhadap ekspresi amarah, ditunjukkan bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki ekspresi amarah yang cenderung lebih rendah akibat adanya kenyamanan secara kognitif dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dapat menimbulkan amarah (Keskin dkk, 2011). Sejalan dengan penelitian ini dimana didapatkan bahwa ekspresi amarah anger-control paling banyak didapatkan pada tingkat pendidikan yang cenderung tinggi yaitu akademi.

IV.2.1.2. Karakteristik Demografi Penderita Stroke tanpa Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah

Pada kelompok kasus penderita stroke tanpa hipertensi, berdasarkan ekspresi amarah, didapatkan rerata usia dengan ekspresi anger-in adalah 57,89 tahun, anger-out adalah 60,93 tahun dan anger-control adalah 61,33 tahun. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa semakin meningkat usia maka reaksi amarah akan semakin menurun (Keskin dkk, 2011).

Penderita dengan ekspresi anger-in didominasi oleh perempuan (71,4%), sedangkan ekspresi amarah anger-out paling banyak didapatkan pada laki-laki (57,1%). Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, dimana didapatkan bahwa wanita cenderung menahan dan menyimpan amarahnya (anger-in), sedangkan laki-laki cenderung mengekspresikan amarahnya secara langsung. (Keskin dkk, 2011)

Pada penelitian lain didapatkan bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki ekspresi amarah yang cenderung lebih rendah akibat adanya kenyamanan secara kognitif dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dapat menimbulkan amarah (Keskin dkk, 2011). Berbeda dengan penelitian ini dimana didapatkan bahwa ekspresi amarah anger-in paling banyak didapatkan pada penderita dengan tingkat pendidikan SLTA (35,7%). Penderita dengan ekspresi amarah anger-out didominasi oleh penderita dengan tingkat pendidikan relatif tinggi yaitu SLTA dan akademi, masing-masing sebanyak 33,3%.

IV.2.1.3. Karakteristik Demografi Penderita Stroke dengan Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah

Berdasarkan ekspresi amarah, kelompok penderita stroke dengan hipertensi didapatkan rerata usia penderita dengan ekspresi amarah anger-in adalah 61,5 tahun, anger-out adalah 52,67 tahun dan anger-control adalah 58,5 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa semakin meningkat usia maka reaksi amarah akan semakin menurun (Keskin dkk, 2011).

Penderita dengan ekspresi anger-in didominasi oleh perempuan (55,6%), sedangkan ekspresi amarah anger-out paling banyak didapatkan pada laki-laki (57,1%). Hal ini sejalan dengan penemuan pada beberapa penelitian sebelumnya, dimana didapatkan bahwa wanita cenderung menahan dan menyimpan amarahnya (anger-in), sedangkan laki-laki cenderung mengekspresikan amarahnya secara langsung. (Keskin dkk, 2011)

Ekspresi amarah anger-in paling banyak didapatkan pada penderita dengan tingkat pendidikan SLTP (33,3%). Penderita dengan ekspresi amarah anger-out didominasi oleh penderita dengan tingkat pendidikan SLTA dan Akademi, masing-masing sebesar 35,7%. Sedangkan anger-control terlihat tingkat pendidikan yang merata pada SD, SLTP dan akademi. Hal ini berbeda dengan penelitian lain yang menemukan bahwa

individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki ekspresi amarah yang cenderung lebih rendah akibat adanya kenyamanan secara kognitif dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dapat menimbulkan amarah (Keskin dkk, 2011). Berbeda dengan penelitian ini dimana didapatkan bahwa ekspresi amarah anger-control terdapat baik pada tingkat pendidikan rendah (SD), menengah (SLTP), maupun tinggi (akademi).

IV.2.2. Besar Resiko Kejadian Hipertensi Berdasarkan Perbedaan Ekspresi Amarah (Anger-In, Anger-Out, dan Anger-Control)

Besar resiko kejadian hipertensi pada penderita dengan ekspresi amarah anger-in dan anger-out adalah sebesar 2,4 kali bila dibandingkan

dengan penderita dengan ekspresi amarah anger-control (nilai berturut-turut adalah OR 2,44; 95% CI 0,572-10,450 dan OR 2,44; 95% CI 0,655-9,130), namun hal ini bersifat tidak signifikan (p>0,05).

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ekspresi amarah anger-in maupun anger-out meningkatkan resiko kejadian hipertensi sebesar 2,4 kali walau hal ini bersifat tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Everson, dkk tahun 1998 dimana didapatkan bahwa peningkatan satu poin pada skor anger-out dan anger-in akan meningkatkan 12% besar resiko terjadinya hipertensi. Selain itu didapatkan juga bahwa orang dengan skor anger-out yang tinggi beresiko dua kali lebih tinggi mengalami hipertensi dalam empat tahun bila dibandingkan dengan orang yang memiliki skor anger-out yang rendah (Everson dkk, 1998).

Amarah telah dikatakan dapat meningkatkan tekanan darah melalui pengaruh simpatis langsung dan episode yang berulang dari rasa marah dapat menyebabkan keadaan kronis dari peningkatan tekanan darah (Shehata, 2010). Amarah dapat menyebabkan impuls dilepaskan dari korteks serebri kemudian dikirim melalui sistem limbik ke nukleus di hipotalamus dimana corticotropin-releasing factor (CRF) dan arginine vasopressin disintesa. Hormon CRF berjalan menuju kelenjar pituitari anterior yang kemudian memberi respon berupa pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang kemudian menstimulasi korteks adrenal untuk memproduksi glukokortikosteroid. Glukokortikosteroid akan membebaskan katekolamin. Arginine vasopressin juga mengaktivasi sekresi ACTH dan dilepaskan oleh kelenjar pituitari posterior. Bersama dengan norepinefrin dan epinefrin yang

dihasilkan oleh sistem saraf simpatis, bahan-bahan kimiawi tersebut merupakan hormon stres utama yang secara sistemik akan mengaktifkan sistem kardiovaskular. Stimulasi sistem saraf simpatis juga akan mengaktivasi aparatus juxtaglomerular di ginjal, sehingga merangsang respon dari sistem renin-angiotensin dimana timbul reaksi enzimatik yang selanjutnya terjadi vasokonstriksi sistemik dan peningkatan tekanan darah (Black & Garbutt, 2002).

Besar resiko kejadian hipertensi pada penderita dengan ekspresi amarah anger-control adalah sebesar 0,4 kali bila dibandingkan dengan penderita dengan ekspresi amarah anger-in dan anger-out, dengan nilai OR berturut-turut adalah OR=0,409; 95% CI 0,096-1,749 dan OR=0,409; 95% CI 0,109-1,528. Dengan kata lain, ekspresi amarah anger-control menurunkan resiko kejadian hipertensi sebesar 60% bila dibandingkan dengan ekspresi amarah anger-in dan anger-out, walau hal ini bersifat tidak signifikan (p>0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Everson dkk tahun 1998, dimana mereka menemukan bahwa satu poin peningkatan skor anger-control berkaitan dengan penurunan resiko terjadinya hipertensi sebesar 5% (OR 0,95; 95% CI 0,90-0,99; p<0,03).

IV.2.3. Besar Resiko Kejadian Stroke tanpa Hipertensi Berdasarkan

Dokumen terkait