• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENELITIAN

4.3 Karakteristik Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir

Habitat pesisir memiliki peran penting bagi perlindungan daratan pulau dari berbagai gangguan ekternal. Semakin luas habitat pesisir semakin besar pula perlindungan terhadap daratan pulau. Habitat pesisir Pulau Kasu terdiri dari ekosistem mangrove, padang lamun, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Habitat pesisir ini selain memiliki fungsi perlindungan fisik terhadap daratan pulau, juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat yang ada di suatu pulau. Keberadaan kedua habitat ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi sumberdaya ikan di pulau ini. Luas habitat pesisir di Pulau Kasu adalah 192.91 atau 4 kali lebih besar dari luas daratan Pulau Kasu.

Sekitar 2/3 bagian pantai Pulau Kasu ditumbuhi ekosistem mangrove, dengan luas sekitar 38.25 ha. Ekosistem mangrove ini didominasi jenis Rhizophora sp. dan Avicennia sp. dengan kerapatan sekitar 1 250 pohon/ha. Masyarakat Pulau Kasu melindungi ekosistem mangrove ini karena peran penting ekosistem ini bagi kehidupan masyarakat Pulau Kasu. Manfaat ekosistem mangrove bagi masyarakat adalah (1) sebagai pelindung pemukiman atau rumah penduduk dari terpaan angin atau gelombang laut; (2) sebagai pelindung perahu atau sampan agar tidak terbawa arus laut, dan (3) sebagai daerah penangkapan ikan (fishing ground). Masyarakat Pulau Kasu telah menyadari arti penting ekosistem ini bagi kehidupan mereka, sehingga masyarakat tidak merusak ekosistem ini.

Ekosistem terumbu karang tidak berkembang dengan baik di perairan Pulau Kasu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di pulau ini termasuk dalam kategori yang sangat buruk (kurang dari 10 %), dimana ekosistem ini didominasi makro algae hingga mencapai 60 % dan DCA (death coral with algae) dan pasir (sand) dengan presentasi sekitar 24 %. Buruknya kondisi ekosistem terumbu karang ini disebabkan oleh sedimentasi yang cukup tinggi dan tingkat kecerahan yang rendah menyebabkan karang tidak dapat berkembang dengan baik. Hanya beberapa jenis karang tertentu yang dapat bertahan hidup seperti karang-karang masif.

Ekosistem padang lamun tumbuh dan berkembang dengan baik di perairan Pulau Kasu. Ekosistem padang lamun ditemukan hampir di sekeliling pantai/perairan Pulau Kasu dan menyebar hingga ke bagian tubir. Pada bagian tubir terdapat makro algae yang merupakan pesaing bagi ekosistem terumbu karang. Kondisi substrat yang subur memungkinkan lamun tumbuh dan berkembang dengan baik. Jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau Kasu adalah Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Syringodium iseotifolium, Halophila spinulosa, Thalassia hemprichii dengan persen penutupan sekitar 80 %, yang menempati areal seluas 101.29 ha Distribusi habitat pesisir, ekosistem mangrove dan padang lamun Pulau Kasu disajikan pada Gambar 20.

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya utama di Pulau Kasu dan merupakan sumber utama mata pencaharian masyarakat Pulau Kasu, karena sebagian besar masyarakat Pulau Kasu memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Ekosistem mangrove dan lamun di pulau ini merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut di perairan Pulau Kasu. Selain berfungsi sebagai daerah pembesaran, ekosistem ini juga sebagai daerah penangkapan. Sumberdaya ikan utama di perairan ini adalah ikan dinkis yang umumnya memiliki musim penangkapan pada bulan Desember-Januari. Sumberdaya ikan lainnya adalah udang, rajungan dan kepiting. Selain itu, juga terdapat kuda laut yang banyak ditemukan di perairan Pulau Kasu.

4.3.2. Pulau Barrang Lompo

Pulau Barrang Lompo merupakan pulau karang yang dicirikan keberadaan hamparan terumbu karang yang cukup luas. Hamparan terumbu karang ini hampir ditemukan di sekeliling Pulau Barrang Lompo. Selain itu, juga terdapat ekosistem padang lamun. Selain terumbu karang dan lamun, habitat pesisir lainnya adalah hamparan pasir putih. Luas habitat pesisir Pulau Barrang Lompo adalah 130.57 ha, atau sekitar 6 kali lebih dari luas daratan pulaunya.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem utama di Barrang Lompo, dengan luas sekitar 71.72 ha. Ekosistem terumbu karang menyebar mulai dari sisi utara, barat, selatan dan tenggara. Hasil pengamatan dengan menggunakan point intercept transect (PIT) pada 5 lokasi menunjukkan kualitas terumbu karang berada pada kategori baik yaitu pada kisaran 50-75 %. Permasalahan utama yang mengancam keberlanjutan pengelolaan terumbu karang di pulau ini adalah adanya kegiatan penambangan karang untuk keperluan bahan bangunan. Dampak aktivitas penambangan karang yang dilakukan masyarakat sudah mulai dirasakan, dimana terjadi peningkatan erosi dan juga ancaman gelombang yang mencapai pemukiman penduduk pada bulan Desember – Januari. Aktivitas penambangan karang ini masih dilakukan masyarakat karena tidak adanya aturan yang tegas terhadap pelarangan penambangan karang.

Ekosistem lainnya yang terdapat di Pulau Barrang Lompo adalah ekosistem padang lamun. Seperti halnya dengan ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun ini juga menyebar secara merata di perairan Pulau Barrang Lompo mulai dari sisi utara, barat, selatan dan tenggara. Pada sisi barat juga masih dijumpai meskipun pada areal yang sempit. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau Barrang Lompo adalah Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Luas habitat ekosistem padang lamun di Pulau Barrang Lompo sekitar 58.85 ha dengan penutupan sekitar 58 %. Distribusi habitat pesisir, ekosistem terumbu karang dan padang lamun Pulau Barrang Lompo disajikan pada Gambar 21.

  Gambar 21. Habitat pesisir dan penggunaan lahan Pulau Barrang Lompo

4.3.3. Pulau Saonek

Habitat pesisir terdiri dari ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun, pantai berbatu, dan pantai berpasir. Pesisir Pulau Saonek memiliki ekosistem yang masih lengkap dimana terdapat ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove dan menyebar di sekeliling pulau. Fungsi habitat pesisir selain sebagai pelindung pantai, juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Kampung Saonek. Luas habitat pesisir di Pulau Saonek adalah 58.62 ha atau 3 kali lebih luas dari luas daratan Pulau Saonek.

Ekosistem terumbu karang Pulau Saonek diperkirakan menempati 2/3 keliling pantai Pulau Saonek, mulai dari bagian timur, barat dan selatan. Hanya pada bagian utara Pulau Saonek tidak terdapat ekosistem terumbu karang. Total luas hamparan terumbu karang di Pulau Saonek sekitar 31.57 ha. Hasil survei yang dilakukan Fakultas Perikanan Universitas Negeri Papua (2007) menunjukkan bahwa kualitas terumbu karang di perairan Pulau Saonek berada pada kisaran 70-75 % atau kategori baik. Demikian juga hasil reef check yang dilakukan Conservancy Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kualitas penutupan karang hidup berkisar antara 59-81 %. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan terumbu karang adalah adanya kegiatan penambangan karang untuk keperluan bahan bangunan. Hal inilah yang diperkirakan sebagai penyebab meningkatnya laju erosi karena peningkatan energi gelombang ke arah pantai, akibat berkurangnya ekosistem terumbu karang. Namun sejak tahun 2003, kegiatan penambangan karang di pulau ini sudah dihentikan, seiringnya dengan berkembangnya program pengelolaan terumbu karang dari berbagai lembaga yang memiliki perhatian terhadap kelestarian sumberdaya terumbu karang. Program-program penyadaran yang dikembangkan oleh berbagai lembaga (seperti CI, TNC, dan COREMAP) telah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melindungi ekosistem ini. Banyak daerah perlindungan laut yang telah ditetapkan untuk melindungi ekosistem terumbu karang yang dikembangkan masyarakat.

Ekosistem pesisir lainnya yang juga tumbuh dengan baik di Pulau Saonek adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove ini tumbuh di bagian selatan yang mencakup areal seluas 4.17 ha, dengan kerapatan sekitar 1 000 pohon/ha.

Ekosistem mangrove ini tumbuh dengan baik dan tidak mendapatkan gangguan dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat, dimana ekosistem ini telah dipertahankan sebagai daerah larang ambil secara turun temurun. Masyarakat secara sadar melindungi ekosistem ini, meskipun tidak terdapat aturan secara tertulis tentang larangan penebangan pohon mangrove. Namun, karena secara turun temurun ekosistem ini telah dipertahankan masyarakat dan ada rasa malu bila terdapat anggota masyarakat yang melakukan penebangan pohon mangove, menyebabkan ekosistem ini tetap lestari sampai saat ini. Ekosistem mangrove di Pulau Saonek didominasi jenis Rhizopora sp. dan Avicennia sp.

Distribusi ekosistem padang lamun di Pulau Saonek juga cukup luas. Umumnya lamun ditemukan pada rataan terumbu, baik di pantai bagian timur, pantai bagian barat maupun pantai bagian selatan yang menempati areal seluas 22.88 ha, dengan penutupan sekitar 55 %. Jenis lamun yang dominan ditemukan adalah Enhalus acrades, Cymodacea kolundata dan Halophila ovalis. Pemanfaatan lamun selama ini digunakan sebagai umpan untuk pemancingan ikan. Pada Gambar 22 disajikan peta habitat dan penggunaan lahan Pulau Saonek.

Perairan Pulau Saonek sangat khas karena memiliki berbagai jenis ikan baik ikan ekonomis penting seperti maming (napoleon), kerapu, cakalang, bubara, tenggiri dan hiu, maupun ikan non ekonomis penting seperti samandar (ikan yang hidup disekitar lamun), kakatua (Scarus sp), puri (Stylophoruscomersonii) dan ikan karang lainnya seperti gotila, ikan kapas kapas, dan ikan oci. Hasil laut non ikan seperti Lobster, suntung, lola, teripang, dan pia-pia dan berbagai jenis moluska yang dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi (COREMAP II 2007). Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya utama dan menjadi sumber penghasilan masyarakat di pulau ini. Sayangnya, eksploitasi sumberdaya ikan ini tidak dilakukan dengan baik sehingga telah terjadi gejala penurunan hasil tangkapan akibat kelebihan tangkap, penggunaan alat tangkap yang merusak, penggunaan bom dan potasium serta akar bore. Saat ini sudah terdapat indikasi terjadi penurunan hasil tangkapan nelayan dari tahun ke tahun khususnya untuk jenis ikan tenggiri, ikan kepala batu, ikan kira dan ikan oci.

  Gambar 22. Habitat pesisir dan penggunaan lahan Pulau Saonek

4.4. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Budaya