• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan ditingkatkannya sektor industri maupun sektor pertanian diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat meningkat pula. Akan tetapi, di samping tujuan-tujuan tersebut dengan munculnya industri perlu dipikirkan efek sampingnya yang berupa limbah. Misal, timbulnya limbah padat (solid wastes) limbah cair (liquid wastes) maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini ada kalanya keluar sekaligus dalam tahapan proses industri atau satu persatu sesuai dengan proses yang terjadi di perusahannya.

Tak terkecuali pada industri pengolahan kulit tentunya pada tahapan proses mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak tentunya akan menghasilkan limbah juga, yang apabila tidak dikelola dengan cara-cara baik akan menimbulkan dampak negatif yang tidak diharapkan karena terjadinya pencemaran pada lingkungan di sekitarnya

Berikut ini Judoamidjojo (1980) menggambarkan sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak (Gambar 2)

Gambar 2. Sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak

13

Menurut Mahida (1993) limbah adalah buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat, baik domestik, perdagangan, maupun industri, dengan komponen utamanya adalah air yang telah digunakan. Limbah cair domestik adalah limbah yang mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran pembuangan yang berasal dari rumahtangga, termasuk didalamnya limbah industri kecil.

Limbah mengandung benda-benda padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik pada limbah umumnya terdiri dari senyawa- senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun Menurut Mahida (1993). Bahan-bahan pencemar yang terkandung pada limbah, sangat tergantung dari karakteristik dan jenis sumber penghasil limbah tersebut.

Limbah yang ditimbulkan akibat adanya industri pengolahan kulit bisa berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah tersebut ada yang dihasilkan dari akibat selama tahapan proses penyamakan kulit, ada pula limbah yang dihasilkan setelah selesai proses penyamakan kulit. Khusus untuk limbah yang ditimbulkan dari akibat proses penyamakan kulit maka akan menghasilkan limbah yang berbeda macam dan komposisinya. Limbah yang ditimbulkan akibat dari proses penyamakan kulit bersumber dari kelebihan bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan tersebut (Winter, 1984).

Limbah lain yang dihasilkan selama proses pengolahan kulit jadi atau bahan mentah bisa berupa rambut dan wool, protein non kolagen dan kolagen, lemak, sisa-sisa perapihan, kulit belahan, serasah penyerutan serta debu pengamplasan (Winter, 1984 dan Sharphouse,1983). Dalam hal ini Sugiharto (1987) mengemukakan bahwa limbah industri pengolahan barang barang dari kulit berasal dari perendaman, dan pengapuran, pembuangan bulu atau rambut, Secara umum bahwa sifat-sifat limbah industri pengolahan kulit; total padatan tinggi keras, penggaraman, sulfida, kromium, pH, endapan kapur, dan BOD

sedangkan cara pengolahannya melalui perataan, sedimentasi, dan perlakuan biologi

Khusus dalam proses penyamakan kulit sebagian besar dihasilkan limbah cair terutama ketika proses pengolahan kulit di rumah basah (beam house) pada saat pencucian, pengapuran dan ketika membuang atau membersihkan kapur, pemisahan atau ketika membersihkan bulu, penetralan, bating, dan ketika pengasaman. Limbah cair dari rumah basah berupa limbah pada saat proses pencucian dimana kadar garam yang digunakan pada proses ini biasanya sangat tinggi, di samping itu limbah cair yang bersifat asam dan limbah cair yang bersifat basa (Thorstensen, 1997).

Karakteristik limbah dari penyamakan kulit sangat bervariasi dari hari ke hari maupun diantara tahapan proses (Winter, 1984). Kualitas dan macam bahan mentah dan macam produk akhir juga berpengaruh terhadap karakteristik limbah cair penyamakan kulit (Money, 1991).

2.3.1 Pengertian Limbah Industri Kulit.

Kustaman (1991) menyatakan bahwa limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses - proses alam dan tidak, atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar, di samping juga dapat mencemari lingkungan. Persoalan pencemaran yang di sebabkan oleh adanya limbah tersebut timbul apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi untuk menetralisir pengaruhnya. Sementara itu Henry dan Heinke (1989) dan Mahida (1992) menyatakan bahwa limbah adalah buangan cairan dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan minimal 0,1 % bagian berupa zat padat yang terdiri dari

15

senyawa organik dan anorganik. Selanjutnya Partoatmodjo (1991) dan Kustaman (1991) membagi limbah menjadi tiga yaitu: limbah yang berbentuk padat (limbah padat), limbah yang berbentuk cair (limbah cair) dan limbah yang berbentuk gas (limbah gas).

Menurut Jenie dan Rahayu (1993) limbah dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Walaupun tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, namun kandungan bahan organik yang tinggi dapat merupakan sumber makanan yang baik bagi perkembangan organisme.

Limbah industri penyamakan kulit berdasarkan Dinas Perindustrian (1998) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi; limbah padatan dan lumpur, cair, dan gas (bau). Limbah industri penyamakan kulit juga ditentukan oleh penggunaan bahan bakunya baik kulit besar maupun kulit kecil, bahan pembantu (obat-obatan kimia) maupun penggunaan teknologi proses dan tahapan proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan. Sumber utama limbah industri penyamakan kulit terdiri dari:

1) Bagian-bagian kulit yang harus dibuang (dihilangkan selama proses penyamakan), termasuk didalamnya rambut dan bulu, berbagai protein dan minyak, sisa-sisa pengguntingan kulit, sisa splitting dan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan selama proses penyamakan.

2) Kelebihan bahan-bahan kimia dari proses penyamakan.

Limbah tersebut selain berada dalam bentuk padatan, cairan dan gas juga dapat berupa limbah campuran yang mengandung beberapa substansi (Mixed Waste Water).

2.3.2 Jenis Limbah Industri Kulit.

Sedikitnya terdapat tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit yaitu limbah padat, cair, dan gas.

2.3.2.1 Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit.

Limbah cair industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair. Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis tahapan prosesnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis tahapan prosesnya

Input Proses Limbah

Kulit mentah kering, 200-1000 % air, 1 g/l obat pembasah dan antiseptik

(tepol,molescal,cysmolan),

Perendaman (Soaking) Sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu dan kotoran lain.

Kulit yang sudah di rendam, 300 - 400 % air, 6 -10 % Kapur tohor ( C a (OH)2), 3 - 6 % Natrium

sulphida (Na2 S).

Buang bulu (Unhairing) dan pengapuran (Liming)

Air yang berwarna putih kehijauan dan kotor, mengandung kalsium, natrium sulphida, daging dan lemak.albumin, bulu, s i s a Kulit, 200 -300 % air, 0,75-1,5% asam (H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dektal). Pembuangan (Deliming) kapur Nitrogen amonia.

Kulit, 200 -300% air hangat 35°C, 0,8 -1,5% Oropon atau Enzylon.

Pengikisan (Bating).protein

Lemak. Kulit, 80 -100% air, 10-1 2 %

garam dapur, 0,5-1 % asam (H2SO4, HCOOH).

Pengasaman (Pickling) Protein, s i s a garam, sejumlah kecil mineral. Kromium Sulphat Basa Penyamakan krom

(Chrom e Tanning)

Krom Sumber: Bapedal (1996)

2.3.2.2 Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit.

Berdasarkan Dinas Perindustrian (1998) limbah padat industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk padat atau berada dalam fase padat sampai setengah cair/bubur/lumpur. Jenis limbah padat pada industri penyamakan kulit terdiri dari: a. Limbah padat yang bisa ditimbun tanpa membahayakan.Adalah limbah padat

yang tidak larut dalam air ataupun yang tidak mencemari udara (limbah padat tersebut stabil, baik fisik maupun kimia).

17

yang secara kimia stabil, namun secara fisik belum stabil.

c. Limbah padat yang tidak bisa ditimbun. Adalah limbah padat yang secara fisik maupun kimia tidak stabil.

Pemanfaatan limbah padat dapat dikelompokkan menjadi limbah padat tidak disamak dan limbah padat telah disamak. Limbah padat kulit hewan yang tidak disamak adalah bulu, sisa fleshing, trimming (pengguntingan tepi), dan split. Limbah padat kulit hewan yang telah disamak adalah sisa pengetaman, dan penghampelasan (Oktaviarty, 1998).

2.3.2.3 Limbah Gas Industri Penyamakan Kulit.

Menurut Soehadji (1992) limbah gas industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Proses penyamakan kulit mulai dari beam house sampai dengan proses penyamakan adalah merupakan proses perlakuan basah, sedangkan proses finishing kulit merupakan proses kering. Dengan demikian kemungkinan terjadinya pencemaran gas buang dan partikel debu lebih banyak bersumber dari proses finishing. Meskipun demikian gas buang kemungkinan dapat terjadi pula pada proses perlakuan basah. Pada industri penyamakan kulit, sumber gas buang dan partikel debu berasal dari beberapa peralatan produksi sebagaimana terlihat pada Tabel 2

Tabel 2 Sumber gas buang dan partikel debu yang dihasilkan industri penyamakan kulit

No Bentuk limbah Sumber limbah

1. Gas buang Proses basah Mesin pengecatan

Proses pengolahan limbah cair Boiler

Diesel

2. Partikel debu Mesin penyerutan (Shaving) Mesin pengampelasan (Buffing)

Dari tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit tersebut ada beberapa yang bisa dimanfaatkan sebagaimana disajikan pada Tabel 3

Tabel 3. Limbah Industri kulit yang bisa dimanfaaatkan berdasarkan tahapan proses produksi yang dilakukan

No Jenis Proses Manfaat

1. Kulit Sasapan Proses Pleshing Dimasak untuk makanari 2. Kulit Kanto Proses Spliting Dimasak untuk makanan

3. Kulit split Proses Spliting Dimasak untuk bahan jaket sarung tangan dan lapis sepatu

4. serbuk Kulit Proses Shaving Diproses lebih lanjut untuk eternit, sol sepatu dan fibe board

5. Potongan kulit Proses Finishing Dibuat barang untuk souvenir 6. Cairan Kapur Proses Liming,

reliming, dan deliming

Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih

7. Cairan Chroom Proses Pickling Diproses melalui sisem croom recovery untuk mendapatkan Fresh Chroom hombali

8. Cairan warna Proses dyieng Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih

9. Cairan Lain Proses Soaking, Washing dan Rinsing

Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih

Sumber: Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut

2.3.3 Sifat -sifat Limbah Industri Kulit.

Berdasarkan sifat-sifatnya maka limbah dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: (1) sifat fisik, (2) sifat kimia, dan (3) sifat biologis. (Sundstrom, 1979)

2.3.3.1 Sifat fisik limbah,

Sifat fisik limbah merupakan sifat dari parameter kualitas limbah yang memiliki penjelasan secara fisik. Parameter fisik kualitas limbah antara lain penetrasi cahaya matahari (kecerahan perairan), suhu, muatan padatan tersuspensi, warna, bau, kekeruhan, dan daya hantar listrik. Tingkat perubahan sifat fisik ini dapat digunakan untuk menentukan sumber pencemaran,

19

a. Kecerahan perairan.

Berdasarkan kecerahan perairan maka penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan organisma yang terdapat dalam perairan dalam proses fotosintesis. Dalam proses ini dihasilkan oksigen yang kemudian digunakan untuk proses kimiawi perairan seperti proses, penguraian bahan organik, oksidasi dan pernafasan organisme yang berada di air.

b. Suhu

Berdasarkan parameter suhu dapat mempengaruhi kenyamanan kehidupan organisme perairan juga mempengaruhi kelarutan oksigen dan gas-gas terlarut lainnya.

c. Muatan padatan tersuspensi

Muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103oC– 105oC. Besarnya nilai parameter ini akan berakibat terganggunya proses fisik dan kimia perairan.

d. Warna dan bau

Adanya perubahan warna dan bau pada perairan merupakan indikator dari adanya pencemaran. Adanya bau sebagai akibat pengaruh penguraian bahan organik yang tidak sempurna. Sedangkan warna sebagai akibat dari adanya ion-ion logam, humus, senyawa terlarut, plankton, limbah industri maupun padatan.

Apabila oksigen terlarut tidak tersedia maka suasana akan menjadi anaerob dan akibat dekomposisi bahan organik dengan gas-gas yang menghasilkan bau misalnya H2S dan NH3 maka akan menimbulkan bau

busuk yang sangat menyengat (Koziorowski dan Kucharski, 1972, Tchobanoglous dan Burton. 1992).

Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun

Pembuangan lumpur limbah dari penyamakan kulit di atas tanah sebagai bahan urugan berpotensi mencemari lingkungan yaitu dengan terjadinya bau busuk, gas metana, dan pencemaran terhadap air tanah dan air permukaan karena terjadi pelindian (Kuai et al., 2000).

Lingkungan tanah yang dijadikan tempat pembuangan limbah dari proses penyamakan kulit akan terjadi timbunan yang berlapis pada tanah yang bisa menimbulkan bau dari pembusukan bahan organik.

e. Kekeruhan

Nilai parameter ini sangat tergantung pada besarnya kandungan padatan tersuspensi, bahan koloid serta bahan-bahan yang berukuran lebih besar, baik bahan organik maupun bahan anorganik.

f. Daya hantar listrik

Berdasarkan daya hantar listriknya atau kemampuan air untuk mengalirkan arus listik, maka suatu perairan dapat diketahui besarnya kandungan padatan terlarut dalam air dengan ditandai tingginya nilai konduktivitas dari perairan tersebut yang menyatakan bahwa perairan tersebut mengandung padatan terlarut atau limbah.

21

2.3.3.2 Sifat Kimia Limbah,

Sifat kimia limbah adalah kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam limbah berdasarkan kaidah-kaidah perubahan kimia. Parameter kimia kualitas limbah, antara lain derajat kemasaman (pH), salinitas, senyawa-senyawa nitrogen (nitrat, nitrit, amonia), fosfat, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), sianida, sulfida, minyak, senyawa fenol, pestisida, logam-logam dan deterjen. Beberapa sifat kimia limbah yang dianggap penting antara lain adalah:

a. Derajat Kemasaman (pH).

Derajat keasaman dan kebasaan suatu substansi bergantung pada konsentrasi ion-ion hidrogen dari substansi tersebut. Nilai keasaman dan kebasaan dinyatakan dalam tolok ukur pH. Besarnya pH menggunakan skala berkisar antara 0 sampai 14. keadaan dikategorikan netral bila nilai pH sama dengan 7, sedangkan nilai pH yang lebih rendah dari 7 dikatakan bersifat asam, dan sebaliknya bila nilai pH lebih besar dari 7, maka keadaan ini dikatakan bersifat basa.

Nilai pH dari limbah berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya limbah yang berasal dari industri yang memiliki kandungan bahan organik umumnya cenderung bersifat basa. Perubahan pH dari limbah akan mengganggu kehidupan ikan dan organisme lainnya. Rendahnya nilai pH di dalam limbah karena sifatnya yang korosif maka akan menyebabkan terjadinya karat pada benda-benda yang terbuat dari baja atau besi.

b. Nilai DO, BOD, dan COD.

Kehidupan mikroorganisme seperti ikan dan hewan lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air oksigen terlarut

(DO) merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan di dalam air. Standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 5 ppm dan apabila di bawah standar tersebut akan menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya (Jenie, B. dan Rahayu, 1993).

Jika bahan organik yang belum diolah dan dibuang kedalam air, maka bakteri akan menggunakan oksigen untuk proses pembusukan. Oksigen diambil dari yang terlarut di dalam air dan apabila pemberian oksigen tidak seimbang dengan kebutuhannya maka oksigen yang terlarut akan turun mencapai titik nol, dengan demikian kehidupan dalam air akan mati. Untuk mengukur kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan benda organik di dalam air limbah digunakan satuan BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), yang menggunakan ukuran mg/liter air kotor (Sugiharto, 1987).

Nilai BOD digunakan untuk menyatakan kandungan senyawa organik limbah yang terkandung di dalam perairan. Semakin besar angka BOD ini menunjukan bahwa derajat pengotoran air limbah adalah semakin besar (Sugiharto, 1987).

Untuk mengukur kandungan bahan organik di dalam limbah, pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan COD (Chemical Oxygen Demand) yang menunjukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah menjadi karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa anorganik seperti NH3

Semakin banyak senyawa organik limbah dalam air maka akan semakin tinggi nilai COD, sehingga tinggi rendah nilai COD menentukan kualitas pencemaran air.

23

kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar daripada oksidasi secara biologis (Saeni, 1989, Jenie dan Rahayu, 1993).

Dokumen terkait