• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Migrasi Jakarta Menuju Bodetabek

III. METODOLOGI PENELITIAN

5.2 Dampak Gejala Deurbanisasi

5.2.3 Karakteristik Migrasi Jakarta Menuju Bodetabek

Karakteristik migrasi dalam penelitian ini hanya diklasifikasikan ke dalam tingkat usia, pendidikan, dan pekerjaan, karena karakteristik migrasi tersebut yang dapat mempengaruhi pembangunan suatu wilayah.

a. Tingkat usia

Tingkat usia individu dapat menentukan tingkat produktivitasnya. Pada umumnya, migrasi terbanyak terdapat pada masyarakat dengan rentang usia 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan, pada usia tersebut, masyarakat biasanya memulai untuk lepas dari orang tua dan mencari kemapanan yang cukup bagi kehidupannya kelak. Sementara umur dua

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 Kab.Bogor Kab.Bekasi Kot. Bogor Kot. Bekasi Depok Kab.Tangerang Kot.Tangerang >35 21-35 0-20 puluh tahun kebawah, biasanya migrasi terjadi dikarenakan mengikuti orang tua yang migrasi atau alasan pendidikan. Sementara masyarakat dengan umur diatas 35 tahun, sebagian besar telah mencapai kemapanan dalam hidupnya, sehingga cenderung untuk menetap di satu tempat tanpa berpindah-pindah lagi. Sekalipun masyarakat dengan usia di atas 35 tahun melakukan mobilisasi penduduk, maka hal tersebut lebih dikarenakan alasan tempat tinggal, bukan karena alasan mencari pekerjaan. Sehingga, umur dibawah 21 tahun dan diatas 35 tahun cnderung lebih sedikit dalam melakukan migrasi.

Sumber : SUPAS,2005 (diolah)

Gambar 5.9. Usia Migran Risen Jakarta-Bodetabek (Ribu Orang) Berdasarkan Gambar 5.4 terlihat bahwa jumlah migran yang paling besar terdapat pada usia antara 21 hingga 35 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dipaparkan diatas, dimana pada usia tersebut, mobilisasi cenderung tinggi, karena setiap orang ingin mengejar kemapanan maksimum yang dapat dicapai.

Rogers (1984) mengungkapkan bahwa tingkat migrasi tertinggi biasanya berada pada penduduk umur awal duapuluhan dan yang terendah adalah awal atau pertengahan umur belasan tahun. Selain itu sejalan

dengan hasil penelitian Speare et al (1975) seperti dikutip oleh Alatas,(1985), bahwa pada umur-umur tersebut orang biasnaya suadah tamat sekolah, mencari pekerjaan, mendapat pekerjaan, mulai mandiri, ganti pekerjaan, memperoleh anak, yang dapat menyebabkan orang untuk melakukan migrasi. Selanjutnya Enhenberg mempertegas bahwa migrasi banyak dilakukan oleh usia muda sesuai dengan teori human capital karena hal ini dapat memperoleh manfaat yang lebih panjang dari investasi dan besarnya nilai sekarang atas manfaat migrasinya. (Saepudin, 2007). Apabila di telusuri lebih jauh, alasan pindah pada setiap tingkatan umur adalah :

 Umur nol tahun hingga dua puluh tahun, di setiap wilayah, sebagian besar dikarenakan mengikuti orang tua atau keluarga. Ini dikarenakan keputusan seseorang dengan status anak cenderung mengikuti orang tua.

 Umur 21 hingga 35 sebagian besar dikarenakan mengikuti keluarga, baik orang tua, istri, ataupun suami. Kemudian, alasan utama lainnya, untuk Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang, dikarenakan alasan pindah pekerjaan. Sedangkan untuk Kota Tangerang, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Depok, alasan utama lainnya adalah perumahan.

 Umur lebih dari 35, alasan utama terjadinya migrasi sebagian besar dikarenakan alasan perumahan atau mengikuti keluarga. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal, bahwa terjadinya migran pada umur lebih dari

35 tidak lagi dikarenakan alasan pekerjaan. Karena, pada umur lebih dari 35 tahun, rata-rata masyakarakat sudah mencapai tingkat kemapanan, dimana pekerjaan yang dimiliki sudah cukup baik.

b. Tingkat pendidikan

Berdasarkan penelitian terdahulu terlihat bahwa semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi tingkat mobilisasi orang tersebut. Biasanya, perpindahan tersebut berasal dari wilayah yang kurang maju pertumbuhan ekonominya menuju ke wilayah yang pertumbuhannya sedikit. Namun. kasus yang terjadi dalam migrasi dari Jakarta menuju Bodetabek adalah perpindahan masyarakat dari wilayah perkotaan menuju ke wilayah penyangganya, dimana perekonomian wilayah penyangga ini masih dibawah wilayah perkotaan terebut. Sehingga, terdapat dua asumsi yang terjadi dalam migrasi ini, yaitu pertama, orang-orang yang melakukan migrasi menuju wilayah Bodetabek memang dikarenakan wilayah Bodetabek merupakan wilayah yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dibandingkan dengan Jakarta. Kedua, orang-orang yang melakukan migrasi lebih dikarenakan tidak kuat menanggung biaya hidup di Jakarta yang terlalu tinggi dan lapangan pekerjaan yang sempit, sehingga mereka lebih memilih tinggal di wilayah Bodetabek dengan tersedianya lapangan kerja dengan biaya hidup yang lebih murah.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 SD SMP SMA PT TIDAK TAHU

Sumber : SUPAS,2005 (diolah)

Gambar 5.10 Pendidikan Tertinggi Migran Risen Jakarta-Bodetabek (Ribu Orang) Berdasarkan Gambar 5.6 terlihat bahwa hampir seluruh migran di Bodetabek sebagian besar berpendidikan SMU. Hal ini dapat dikarenakan, Bodetabek merupakan wilayah yang banyak menampung industri yang lebih membutuhkan masyarakat berpendidikan minimal SMU. Untuk wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi, jenjang pendidikan terbanyak setelah SMU justru berpendidikan SD dan SMP. Hal ini menunjukkan bahwa, para migran yang migrasi menuju Kabupaten Bogor sebagian besar akan berkerja pada sektor informal, dimana masyarakat berpendidikan SD dan SMP mampu untuk bekerja.

Sedangkan untuk Kota Bekasi, Depok, dan Kabupaten Tangerang, jenjang pendidikan tertinggi setelah SMU adalah perguruan tinggi. Sehingga di wilayah ini, para migran umumnya bekerja di sektor formal, yaitu industri, perdagangan, dan jasa. Untuk wilayah Kota Bogor, masyarakat terbanyak justru lebih banyak yang berpendidikan tinggi. Hal ini dikarenakan Kota Bogor merupakan wilayah yang memiliki cukup

0.00 20.00 40.00 60.00

Kab Bogor Kab Bekasi Kota Bogor Kota Bekasi Depok Kab Tangerang Kota Tangerang Primer Sekunder Tersier Lainnya banyak universitas, sehingga banyak masyarakat migran yang datang ke Kota Bogor dengan tujuan pendidikan.

c. Status Pekerjaan

Salah satu faktor penarik migran pindah menuju suatu wilayah adalah tersedianya lapangan kerja yang memadai di wilayah tersebut. Tingginya lapangan pekerjaan menandakan tingginya kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik. Bodetabek merupakan wilayah dengan kontribusi sektor industri tertinggi. Sehingga, diperkirakan tujuan utama migran menuju wilayah Bodetabek adalah bekerja di sektor industri tersebut.

Dalam penelitian ini, pekerjaan persektor terbagi menjadi empat, yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri, konstruksi, dan air dan listrik), sektor tersier (perdagangan, angkutan, keuangan, dan jasa), dan sektor lainnya, yang merupakan jenis-jenis pekerjaan yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam sektor-sektor tersebut dan termasuk sektor informal.

Sumber : SUPAS,2005 (diolah)

Gambar 5.11. Status Kerja Migran Berdasarkan Sektor Ekonomi di Bodetabek (Ribu Orang)

Berdasarkan Gambar 5.8, terlihat bahwa hampir diseluruh wilayah di Bodetabek, status kerja migran terbesar berada pada sektor lainnya, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam sektor-sektor ekonomi. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan industri yang pesat di Bodetabek. Pembangunan industri di Bodetabek yang diperkirakan merupakan tujuan utama perpindahan migran, ternyata tidak berlaku bagi migran Jakarta menuju Bodetabek. Hal ini menggambarkan bahwa pembangunan industri di Bodetabek belum dapat menjadi daya tarik bagi migran asal Jakarta.

Untuk wilayah Kota Bogor, pekerjaan migran Jakarta lebih besar berada pada sektor tersier. Hal ini sesuai dengan kontribusi sektor tersier, yaitu perdagangan yang memiliki pengaruh lebih besar dalam perekonomian Kota Bogor.

Dokumen terkait