• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial a.Perkembangan yang normal

TINJAUAN PUSTAKA

3. Perubahan Pada Remaja 1 Perubahan Fisik

3.5 Perkembangan psikososial remaja

3.5.4 Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial a.Perkembangan yang normal

Perkembangan remaja yang normal akan berhasil menemukan identitas diri yang akan menunjukkan sikap-sikap yang positif. Remaja akan mampu merencanakan masa depannya, menilai diri secara obyektif, berpikir positif tentang dirinya, mampu berinteraksi dengan lingkungan, bertanggung jawab serta mandiri.

b. Perkembangan yang menyimpang

Perkembangan remaja yang tidak normal atau mengalami penyimpangan akan menimbulkan efek kebingungan dalam peran. Dicerminkan dalam perilaku tidak mampu mengidentifikasi kelemahan dan kekuatannya, tidak memiliki rencana masa depan, memiliki perilaku antisosial, tidak mampu berinteraksi, memiliki konsep diri yang buruk dan tidak mandiri.

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan pemberontakan dengan otoritas dewasa (Yusuf, 2002). Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi orangtuanya, masyarakat bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak dia masih anak-anak, tetapi dipihak lain ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini, seringkali menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak terkontrol bisa menjadi kenakalan. Seorang remaja dalam usahanya untuk mencari identitas diri sering membantah orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya. Menurut pendapatnya, orang tua tidak lagi dijadikan pegangan, sebaliknya, untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat (Purwanto, 1999).

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk

(2010) kelompok umur 15 - 19 tahun, jumlah remaja laki-laki adalah 102.566 jiwa (48,84 %) dan jumlah remaja perempuan adalah 107.423 jiwa (51,15 %) dengan jumlah total 209,989 jiwa.

Remaja pada masa perkembangannya harus memenuhi tugas-tugas perkembangan, yaitu mencapai hubungan yang baru dan matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, mencapai peran sosial maskulin dan feminin, menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif, mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi, memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja, mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga, mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara, menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam Hurlock, 1973).

Remaja yang dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan akan mendapatkan kepuasan. Namun tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Banyak masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, misalnya masalah pribadi yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas, masalah pencapaian kemandirian, masalah akibat stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. Salah satu wujud dari

masalah-masalah tersebut adalah apa yang kemudian dikenal sebagai perilaku antisosial. Perilaku antisosial adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja.

Penderita perilaku antisosial adalah individu yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima, seperti tidak peduli dengan peraturan yang ada ditempat tinggalnya, merebut milik orang lain dengan semaunya, gampang marah, tidak memiliki gambaran masa depan atau tujuan hidup, kecemasan yang rendah terhadap keselamatan diri bahkan oranglain.

Gangguan perilaku antisosial, angka prevalensinya 3% pada laki-laki dan <1% pada perempuan. Lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Pola perkembangannya menghilang setelah umur 40 tahun. Penelitian Kristiyarini (2000) dengan sampel 152 remaja, memperoleh hasil penderita antisosial sebanyak 29 orang (19.07%), peneliti menyatakan bahwa angka prevalensi perilaku antisosial ini berada di urutan ke tiga dari semua gangguan perilaku. Peneliti menunjukkan bahwa gangguan perilaku ini berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan remaja yang mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak dengan masalah perilaku tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun sebagian besar diantara mereka setelah dewasa cenderung terlibat tindakan kriminal dan mengembangkan perilaku antisosial, serta bermasalah dengan obat-obatan. Perilaku antisosial merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi.

Gangguan perilaku antisosial merupakan salah satu masalah kesehatan yang harus diatasi di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penelitian Yanti (2005), angka kejadian perilaku antisosial di Indonesia ada 193.155 kasus. Dalam penelitian Maria yang mengambil data di Jakarta, menyatakan bahwa tahun 1992 tercatat 157 kasus antisosial pada remaja yaitu perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota kepolisian, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban, sehingga dapat dilihat bahwa angka perilaku antisosial pada anak dan remaja memiliki angka yang relatif tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bila tidak segera ditangani dengan intervensi yang tepat, jumlah anak dan remaja dengan gangguan perilaku antisosial akan semakin meningkat, keadaan ini sangat merugikan remaja yang mengalaminya yaitu produktivitas menjadi menurun, sementara di era globalisasi ini masyarakat membutuhkan remaja-remaja yang kompeten dan terampil.

Hasil penelitian Baskoro (2010) menyatakan distribusi perilaku antisosial berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut, dari jumlah total responden 37 responden yang terdiri dari 18 responden laki-laki dan 19 responden perempuan, didapatkan bahwa dari 18 responden laki-laki yang mengalami gangguan perilaku antisosial adalah sebanyak 15 responden (40,5%) dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial 3 responden (8,1%). Sedangkan pada 19 responden perempuan yang mengalami gangguan perilaku antisosial adalah sebanyak 9

responden (24,3%) dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial sebanyak 10 responden (27,0%). Pada laki-laki kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial hanya 0,3 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial pada perempuan kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial 2 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku antisosial dengan jenis kelamin, dimana laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Gambaran betapa banyaknya masalah yang dialami remaja masa kini yang berdampak timbulnya perilaku antisosial. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat dapat menyebabkan timbulnya perilaku antisosial. Faktor lain yang dapat menimbulkan perilaku antisosial juga dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak, orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar, orangtua yang tidak menunjukkan kasih sayang, pendidikan yang didapat kurang memadai, adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial. Melihat hal ini, peneliti ingin menemukan faktor mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial khususnya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Peneliti melakukan wawancara pada guru bimbingan konseling di sekolah ini, didapatkan keterangan bahwa tingkat kenakalan remaja di sekolah ini memang tinggi. Rata – rata siswa

yang nakal ditiap kelas 5-10 orang. Mulai dari bolos pada jam pelajaran, melawan guru, menyontek, tawuran, melakukan perjudian di kantin sekolah, merokok, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, geng motor dan masih banyak lagi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang perilaku antisosial dan faktor–faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.