Lembar Persetujuan Menjadi Responden
‘Perilaku Antisosial Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja
Di SMA Swasta Raksana Medan ‘ Oleh:
Dewi S Simanullang
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan faktor mana yang paling dominan dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Saya mengharapkan kesediaan adek-adek untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana tidak akan memberikan dampak yang negatif karena peneliti berjanji akan menghargai hak adek-adek dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diperoleh baik dalam pengumpulan data, pengolahan, maupun dalam penyajian laporan nantinya. Jika adek-adek bersedia maka saya akan memberikan kuisoner kepada adek sekalian untuk dijawab yang meliputi data demografi, kriteria perilaku antisosial dan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial. Adek-adek dapat menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi keadaan adek-adek sehari-hari.
Partisipasi adek-adek dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Terimakasih atas partisipasi adek-adek sekalian dalam penelitian ini.
Jika adek-adek sekalian bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, maka silahkan menandatangani formulir persetujuan ini.
Medan, April 2012
Peneliti Responden
KUISONER KRITERIA PERILAKU ANTISOSIAL
No PERNYATAAN YA TIDAK
1. Saya akan melakukan cara apapun untuk memiliki barang / benda milik teman yang saya sukai
2. Saya akan mencari alasan/berbohong ketika saya tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
3. Jika pendapat saya berbeda dan ditolak oleh teman – teman, saya akan memukul mereka
4. Jika orang lain cedera / kesakitan akibat perilaku saya, saya tidak akan peduli
5. Jika salah satu teman saya tidak mematuhi aturan permainan, saya langsung marah
6. Sampai saat ini saya belum memiliki cita – cita ke depan tentang masa depan pendidikan saya
7. Dalam diskusi di kelas saya akan mempertahankan pendapat saya di situasi apapun tanpa memperdulikan perasaan orang lain 8. Saya tidak akan perduli pada pekerjaan rumah (PR) yang harus
saya kerjakan dan berusaha menghindari / menolak
9. Saya sering kali bolos sekolah akibat sering terlambat bangun 10. Sejak menduduki bangku SLTA saya jarang bercerita tentang
masalah saya pada orang lain atau keluarga
11. Saya sering memperdaya atau memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuan / kesenangan saya
12. Ketika berkendaraan saya akan mengendarainya dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan situasi jalanan 13. Ketika teman saya ada masalah saya tidak akan peduli pada
masalah yang dihadapinya
KUISONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA
Isilah pernyataan berikut dengan sebenar-benarnya. Berikan tanda (√) pada kolom Ya (jika sesuai dengan diri Anda) atau Tidak ( jika tidak sesuai dengan diri Anda).
• IDENTITAS
No. PERNYATAAN Ya Tidak
1. Di rumah, saya tidak tahu peran saya sebagai apa, makanya saya bertindak semaunya.
2. Menurut saya melanggar peraturan sekolah itu adalah hal yang wajar, karena saya masih remaja
• KONTROL DIRI
No. PERNYATAAN Ya Tidak
1. Dalam kehidupan sehari-hari, saya sulit membedakan mana yang baik dan buruk
2. Saya sudah terbiasa menghadapi hukuman sekolah, jadi saya tidak takut lagi melanggar peraturan
3. Saya sulit mengendalikan diri untuk tidak ikut ketika teman saya mengajak untuk berkelahi
4. Kalau saya tidak suka terhadap pelajaran di kelas, saya akan mengacuhkan atau lebih memilih keluar dari kelas
• HARAPAN TERHADAP PENDIDIKAN DAN NILAI-NILAI DARI SEKOLAH
No PERNYATAAN Ya Tidak
2. Selama sekolah saya tidak memiliki motivasi untuk mendapat prestasi yang baik
3. Menurut saya di zaman sekarang ini, orang yang pintar, rajin sekolah belum tentu menjamin kesuksesannya nanti
• PROSES KELUARGA
No PERNYATAAN Ya Tidak
1. Kedua orangtua saya sibuk, sehingga mereka tidak peduli terhadap kegiatan yang saya lakukan sehari-hari
2. Orangtua saya melarang pulang ke rumah larut malam, namun jika terlambat mereka tidak menanyakan
3. Saya selalu mempertahankan keinginan saya walaupun ditentang oleh orangtua
4. Saya sering membuat masalah disekolah sehingga orangtua saya mendapat surat panggilan, dengan cara itulah saya mendapatkan perhatian orangtua saya
• PENGARUH TEMAN SEBAYA
No PERNYATAAN Ya Tidak
1. Ketika teman saya mengajak untuk bolos dari jam belajar, saya langsung bersedia
2. Saya sering menunggak SPP demi meningkatkan rasa solidaritas dengan teman, saya membayari jajan mereka di kantin
3. Waktu saya lebih banyak diluar bersama teman – teman daripada di rumah bersama keluarga
• KELAS SOSIAL EKONOMI
No PERNYATAAN Ya Tidak
1. Kalau jajan di kantin saya sering tidak membayarnya, dan teman-teman saya salut atas keberhasilan saya selalu lolos
• LINGKUNGAN
No PERNYATAAN Ya Tidak
1. Warga di sekitar tempat tinggal saya tidak pernah
mempermasalahkan kalau saya bawa motor dengan suara keras dan kecepatan tinggi
2. Di lingkungan tempat saya tinggal, saya sering melihat pencurian rumah warga
TAKSASI DANA
PERSIAPAN PROPOSAL DAN PERBAIKAN PROPOSAL
• Biaya kertas print proposal Rp 100.000
• Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 40.000
• Biaya internet Rp 50.000
• Perbanyak proposal dan penjilidan Rp 100.000
PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA
• Transportasi Rp 50.000
• Penggandaan kuesioner dan persetujuan penelitian Rp 80.000
PERSIAPAN SKRIPSI
• Biaya kertas dan tinta print Rp 200.000
• Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp 160.000
• Biaya sidang skripsi Rp 150.000
BIAYA TIDAK TERDUGA Rp 100.000
5
a. Tolerance = .000 limits reached.
b. Dependent Variable: Perilaku Antisosial
Model Summary
b. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Proses Keluarga, Kontrol Diri
c. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Proses Keluarga
d. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Proses Keluarga
e. Predictors: (Constant), Proses Keluarga
f. Predictor: (constant)
ANOVAg
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.000 5 1.400 .067 .988
Residual 21.000 1 21.000
Total 28.000 6
2 Regression 7.000 4 1.750 .167 .938
Residual 21.000 2 10.500
Total 28.000 6
3 Regression 7.000 3 2.333 .333 .804
Residual 21.000 3 7.000
Total 28.000 6
4 Regression 4.000 2 2.000 .333 .735
Total 28.000 6
5 Regression 1.000 1 1.000 .185 .685
Residual 27.000 5 5.400
Total 28.000 6
6 Regression .000 0 .000 .
Residual 28.000 6 4.667
Total 28.000 6
a. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Kelas sosial ekonomi, Proses Keluarga, Kontrol Diri
b. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Proses Keluarga, Kon Diri
c. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Proses Keluarga
d. Predictors: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Proses Keluarga
e. Predictors: (Constant), Proses Keluarga
f. Predictor: (constant)
g. Dependent Variable: Perilaku Antisosial
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -25.782 1522.096 -.017 .989
Proses Keluarga 2.000 5.292 .567 .378 .770
Pengaruh teman sebaya 1.667 9.860 .378 .169 .893
Kelas sosial ekonomi 1.490E-13 16.366 .000 .000 1.000
Lingkungan tempat tinggal 1.923 7.195 .378 .267 .834
2 (Constant) -25.782 914.734 -.028 .980
Kontrol Diri 4.445E-12 187.083 .000 .000 1.000
Proses Keluarga 2.000 3.055 .567 .655 .580
Pengaruh teman sebaya 1.667 4.410 .378 .378 .742
Lingkungan tempat tinggal 1.923 5.088 .378 .378 .742
3 (Constant) -25.782 29.993 -.860 .453
Proses Keluarga 2.000 2.277 .567 .878 .444
Pengaruh teman sebaya 1.667 2.546 .378 .655 .559
Lingkungan tempat tinggal 1.923 2.938 .378 .655 .559
4 (Constant) -14.282 22.507 -.635 .560
Proses Keluarga 1.333 1.886 .378 .707 .519
Lingkungan tempat tinggal 1.923 2.720 .378 .707 .519
5 (Constant) .167 8.951 .019 .986
Proses Keluarga .667 1.549 .189 .430 .685
6 (Constant) 4.000 .816 4.899 .003
Pengaruh teman sebaya .378d .655 .559 .354 .750
5 Identitas .378e .707 .519 .333 .750
Harapan terhadap
pendidikan dan nilai-nilai sekolah
.378e .707 .519 .333 .750
Kelas sosial ekonomi .126e .224 .834 .111 .750
Kontrol Diri .535e .834 .451 .385 .500
Pengaruh teman sebaya .378e .707 .519 .333 .750
Lingkungan tempat tinggal .378e .707 .519 .333 .750
6 Identitas .189f .430 .685 .189 1.000
Harapan terhadap
pendidikan dan nilai-nilai sekolah
.189f .430 .685 .189 1.000
Kelas sosial ekonomi .189f .430 .685 .189 1.000
Kontrol Diri .134f .302 .775 .134 1.000
Pengaruh teman sebaya .189f .430 .685 .189 1.000
Lingkungan tempat tinggal .189f .430 .685 .189 1.000
Proses Keluarga .189f .430 .685 .189 1.000
a. Predictors in the Model: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Kelas sosial ekonomi, Proses Keluarga, Kontrol Diri
b. Predictors in the Model: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Pengaruh teman sebaya, Proses Keluarga, Kontrol Diri
d. Predictors in the Model: (Constant), Lingkungan tempat tinggal, Proses Keluarga
e. Predictors in the Model: (Constant), Proses Keluarga
f. Predictor: (constant)
Vt = ∑ x2 _ ∑ x /N Rumus KR 20: r = k Vt - ∑pq
N – 1 k – 1 Vt
= 1965 – 139 / 10 = 21 20,28 – 3,48
10-1 21 – 1 20,28
= 20, 28 = ( 1,05 ) ( 0,82) R = 0, 87
SISWA
SOAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 X X2
A1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 16 256
A2 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 15 225
A3 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 15 225
A4 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 13 169
A5 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 12 144
A6 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 10 100
A7 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 16 256
A8 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 15 225
A9 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 169
A10 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 14 196
Np 2 8 5 7 8 8 7 8 1 4 8 5 9 9 7 9 3 9 10 6 5 139 1965
P 0,2 0,8 0,5 0,7 0,8 0,8 0,7 0,8 0,1 0,4 0,8 0,5 0,9 0,9 0,7 0,9 0,3 0,9 1 0,6 0,5 Q 0,8 0,2 0,5 0,3 0,2 0,2 0,3 0,2 0,9 0,6 0,2 0,5 0,1 0,1 0,3 0,1 0,7 0,1 0 0,4 0,5 Pq 0,16 0,16 0,25 0,21 0,16 0,16 0,21 0,16 0,09 0,24 0,16 0,25 0,09 0,09 0,21 0,09 0,21 0,09 0 0,24 0,25
JADWAL PENELITIAN No
Aktivitas Penelitian September 2011 6 Menyerahkan proposal
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Dewi S Simanullang
Tempat/Tanggal Lahir : Doloksanggul / 27 Mei 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Melanthon Siregar No. 17A Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan
Riwayat Pendidikan :
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. (Edisi revisi). Jakarta: P.T Rineka Cipta
Dempsey, P. A. & Dempsey A. D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar & Latihan. (Edisi 4). Jakarta: EGC
Durand, V. M. & Barlow, D. H. (2007). Intisari Psikologi Abnormal. (Edisi 4). Yogyakarta : Pustaka Belajar
Fausiah, F. & Widury, J. (2005). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : Universitas Indonesia
Hidayat, D. R. (2009). Pengantar Psikologi Untuk Tenaga Kesehatan : Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : TIM
Hurlock, E. B. (1992). Psikologi Perkembangan- Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Edisi 5). Jakarta : Erlangga
Nasir, A. & Muhith, A. (2011). Dasar- dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika
Nevid, J.S. dkk. (2005). Psikologi Abnormal. (Edisi 5). Jakarta : Erlangga
Nolen, S. & Hoeksema. (2007). Abnormal Psychology. (4th edition). USA : The Mc. Graw Hill Companies
Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika
Polit, D.F. & Hungler, B.P. (1999). Nursing Research: Principles and Method. (5 th
edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company
Purwanto, H. (1999). Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta :
Sagung Seto
Sumiati dkk. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja Dan Konseling. Jakarta : Trans Info Media
Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius
Laksono, G. (2009). Pengertian-sikap-Ilmiah. Dibuka dari
Badan Pusat Statistik (2010). Data_SP2010_menurut_kelompok_umur . Dibuka
dari
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka penelitian untuk mengidentifikasi perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja. Peneliti hanya akan meneliti variabel faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kenakalan remaja, yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadapan pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti Faktor- faktor yang pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
- Proses Keluarga
- Pengaruh teman sebaya - Kelas sosial ekonomi - Kualitas lingkungan
sekitar tempat tinggal
Remaja SMA Perilaku
2. Defenisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
individu yang terwujud dalam sikap, baik badan atau ucapan dalam hal ini tidak mau mematuhi norma-norma sosial, melakukan
pelanggaran hak-hak orang lain serta melanggar hukum
Hal- hal yang termasuk dalam faktor- faktor yang
mempengaruhi perilaku antisosial terkait kenakalan remaja yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadapan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif yaitu untuk mengkaji perbandingan perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa SMA Raksana Swasta Medan yaitu sebanyak 951 orang.
2.2 Sampel
Setelah dilakukan identifikasi perilaku antisosial pada 112 siswa yang dipilih secara acak dari populasi sebanyak 951 siswa, diperoleh siswa yang antisosial sebanyak 22 orang. Maka pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling.
3. Lokasi Penelitian
pada remaja belum pernah dilakukan. Waktu penelitian berlangsung pada bulan April 2012.
4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan serta prosedur penelitian yang dilakukan. Lembar persetujuan menjadi responden sebagai bukti kesediaannya sebagai sampel dalam penelitian. Dalam hal ini responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas responden yang sudah dilampirkan di lembar persetujuan responden. Jika responden bersedia diteliti maka harus terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak diteliti maka peneliti tidak dapat memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden (anonymity) pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan (confidentiality) informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (Nursalam, 2003).
5. Instrumen Penelitian
dan umur akan dianalisis karena termasuk dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial.
Bagian kedua yaitu kuisioner yang berisi tentang pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasi penderita yang termasuk antisosial dan yang tidak termasuk penderita antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kuisoner ini terdiri dari 14 pernyataan yang peneliti kembangkan dari (Durand, 2006) dan (Nevid, 2003) yaitu kriteria perilaku antisosial. Kuisioner berupa pernyataan dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak (dichotomy). Untuk jawaban Ya diberi nilai 2 dan untuk jawaban Tidak diberi nilai 1, sehingga didapat nilai tertinggi adalah 28 dan nilai terendah adalah 14.
Bagian ketiga yaitu kuisioner yang berisi tentang pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kuisoner ini terdiri dari 21 pernyataan yang peneliti kembangkan dari Sumiati (2009) yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja. Empat pernyataan untuk faktor kontrol diri, empat pernyataan faktor proses keluarga, empat pernyataan pengaruh teman sebaya, tiga pernyataan faktor identitas, dua pernyataan faktor kelas sosial ekonomi, tiga pernyataan faktor lingkungan, tiga pernyataan faktor harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai dari sekolah. Bentuk pernyataan negatif dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak (dichotomy).
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2008). Uji validitas pada penelitian ini menggunakan validitas internal rasional (content validity) yang disusun mengacu pada isi yang dikehendaki yang dilakukan oleh ahli dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan kuisioner kepada salah satu dosen keperawatan yang berkompeten dalam bidangnya. Kemudian dilakukan pengecekan terkait isi dari instrument.
7. Pengumpulan Data
Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU dan mengirimkan surat izin ke SMU Swasta Raksana Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari SMU Swasta Raksana Medan, peneliti melakukan pengumpulan data.
Peneliti akan menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat sebagai responden. Peneliti menjelaskan bahwa instrumen penelitian terdiri dari kuesioner data individu yang berisi nama (inisial), kelas, umur, jenis kelamin dan kuesioner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Selanjutnya seluruh data dikumpul untuk dianalisa.
8. Analisa Data
Metode statistik deskriptif yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pengolahan data untuk faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel. Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik deskriptif dengan menentukan proporsi jumlah frekuensi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan.
Untuk mengetahui faktor dominan penyebab perilaku antisosial, metode statistik yang digunakan adalah regresi linear ganda dengan metode backward.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari April 2012 sampai dengan Mei 2012 dengan jumlah responden sebanyak 22 orang.
Selain menguraikan tentang perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan, dalam bab ini juga dijabarkan deskripsi karakteristik responden.
1.1Karakteristik responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Siswa di SMA Swasta Raksana Medan yang berperilaku antisosial dan tidak berperilaku antisosial pada April-Mei 2012
Perilaku Siswa Frekuensi Persentase (%) Berperilaku antisosial 22 19,6
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa di SMA Swasta Raksana Medan dengan perilaku antisosial pada April-Mei 2012 (n=22).
Data Demografi Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 15 68,2
Perempuan 7 31,8
Agama
Islam 7 31,8
Kristen protestan 9 40,9
Khatolik 1 4,5
Hindu 3 13,6
Budha 2 9,1
Suku
Batak 10 45,5
Jawa 3 13,6
Melayu 2 9,1
Minang 1 4,5
Lain-lain 6 27,3
Kelas
X 6 27,3
XI IPA 5 22,7
XI IPS 11 50
Usia
17 tahun (Remaja akhir) 10 45,5 (Mean= 16,5 ; SD= 0,51)
Jumlah responden yang tergolong berperilaku antisosial dalam penelitian ini adalah 22 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup jenis kelamin, umur, agama, suku, dan kelas. Dari data yang diperoleh bahwa usia siswa yang paling muda yaitu 16 tahun dan yang paling tua 17 tahun dengan nilai mean 16,5. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 orang (68,2 %). Jumlah agama Kristen protestan lebih banyak dari yang lainnya yaitu 9 orang (40,9 %) dan agama Islam di urutan ke dua yaitu 7 orang (31,8 %). Suku yang paling banyak adalah suku batak dengan jumlah 10 orang (45,5 %) dan mayoritas berasal dari kelas XI IPS sebanyak 11 orang (50 %).
1.2 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan ada 9 faktor yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.
keinginan saya walaupun ditentang oleh orangtua”. Ada 90,9 % yang memilih pernyataan tersebut.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Jawaban Responden Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan (n=22)
NO PERNYATAAN YA TIDAK
Frek (%) Frek (%)
1. Di rumah, saya tidak tahu peran saya sebagai apa, makanya saya bertindak semaunya
10 45,5 12 54,5
2. Menurut saya melanggar peraturan sekolah itu adalah hal yang wajar, karena saya masih remaja
11 50 11 50
3. Dalam kehidupan sehari-hari, saya sulit membedakan mana yang baik dan buruk
14 63,6 8 36,4
4. Saya sudah terbiasa menghadapi hukuman sekolah, jadi saya tidak takut lagi melanggar peraturan
13 59,1 9 40,9
5. Saya sulit mengendalikan diri untuk tidak ikut ketika teman saya mengajak untuk berkelahi
13 59,1 9 40,9
6. Kalau saya tidak suka terhadap pelajaran di kelas, saya akan mengacuhkan atau lebih memilih keluar dari kelas
13 59,1 9 40,9
7. Bagi saya sekolah tidak terlalu penting, itu hanya untuk memenuhi permintaan orangtua
11 50 11 50
8. Selama sekolah saya tidak memiliki motivasi untuk mendapat prestasi yang baik
12 54,5 10 45,5
9. Menurut saya di zaman sekarang ini, orang yang pintar, rajin sekolah belum tentu menjamin kesuksesannya nanti
15 68,2 7 31,8
10. Kedua orangtua saya sibuk, sehingga mereka tidak peduli terhadap kegiatan yang saya lakukan sehari-hari
18 81,8 4 18,2
11. Orangtua saya melarang pulang ke rumah larut malam, namun jika terlambat mereka tidak menanyakan
19 86,4 3 13,6
12. Saya selalu mempertahankan keinginan saya walaupun ditentang oleh orangtua
13. Saya sering membuat masalah disekolah sehingga orangtua saya mendapat surat panggilan, dengan cara itulah saya mendapatkan perhatian orangtua saya
16 72,7 6 27,3
14. Ketika teman saya mengajak untuk bolos dari jam belajar, saya langsung bersedia
4 18,2 18 81,8
15. Saya sering menunggak SPP demi meningkatkan rasa solidaritas dengan teman, saya membayari jajan mereka di kantin
9 40,9 13 59,1
16. Waktu saya lebih banyak di luar bersama teman – teman daripada di rumah bersama keluarga
15 68,2 7 31,2
17. Saya menjadi anggota suatu kelompok di sekolah agar saya dapat mempengaruhi teman – teman
13 59,1 9 40,9
18. Kalau jajan di kantin saya sering tidak membayarnya, dan teman-teman saya salut atas keberhasilan saya selalu lolos
15 68,2 7 31,8
19. Warga di sekitar tempat tinggal saya tidak pernah mempermasalahkan kalau saya bawa motor dengan suara keras dan kecepatan tinggi
15 68,2 7 31,8
20. Di lingkungan tempat saya tinggal, saya sering melihat pencurian rumah warga
18 81,8 4 18,2
21. Di lingkungan tempat tinggal saya juga ada preman-preman yang suka meminta sesuatu dengan paksa, dan saya selalu mengamati mereka
17 77,3 5 22,7
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan (n=22)
No. Faktor-Faktor Persentase(%)
1. Proses Keluarga 40,25
2. Lingkungan 38,68
3. Ekonomi 37
4. Kontrol diri 35,2
5. Harapan terhadap sekolah 34,67
6. Identitas 32,5
1.3 Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan
Untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan digunakan uji regresi linear ganda. Untuk menganalisa data penelitian menggunakan metode backward , digunakan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Awalnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial yang diteliti yaitu identitas, kontrol diri, harapan terhadapan pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal dianalisis pengaruhnya terhadap perilaku antisosial pada remaja. Faktor yang paling kecil pengaruhnya dikeluarkan dari proses analisa data. Faktor identitas, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, kelas sosial ekonomi, kontrol diri, pengaruh teman sebaya, dan lingkungan tempat tinggal, dikeluarkan dari proses karena merupakan faktor yang paling kecil hubungannya. Kemudian sisanya dianalisis lagi.
Tabel 5. Hasil uji regresi linear ganda dengan metode ( Backward ) tentang Perilaku Antisosial Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan
No Mode B P value (sig)
1 Proses Keluarga 0,667 0,685
Persamaan regresi: Y = a + bX
Y = 0,167 + 0,667X
Dari hasil uji regresi, hasil interpretasinya adalah faktor proses keluarga memiliki kontribusi 0,667 kali mempengaruhi perilaku antisosial.
Dari hasil uji regresi linear ganda dengan metode backward dapat dideteksi bahwa variabel identitas, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, kelas sosial ekonomi, kontrol diri, pengaruh teman sebaya, dan lingkungan tempat tinggal ternyata tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perilaku antisosial pada remaja sehingga dikeluarkan dari analisis.
2. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan dan mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.
2.1 Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa remaja di SMA Swasta Raksana Medan dari 112 responden, yang berperilaku antisosial 22 orang (19,6 %) dan yang tidak berperilaku antisosial 90 orang (80,4 %). Dalam penelitian Baskoro (2010) yang berjudul Hubungan antara depresi dengan perilaku antisosial pada remaja di sekolah, bahwa dari jumlah total 37 responden, diperoleh sebanyak 23 responden mengalami perilaku antisosial.
penyebab, kadang melarang kadang membiarkan. Kedua orang tua berada dalam kondisi stress dan konflik. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya, orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “ melarikan diri “ dari keluarga dan berubah menjadi brutal, kasar, nakal.
Keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rand Connger (Sigelman dan Shaffer, 1975) orangtua yang mengalami tekanan ekonomi atau perasaan tidak mampu mengatasi masalah finansialnya, cenderung menjadi depresi dan mengalami konflik keluarga akhirnya mempengaruhi masalah remaja yaitu kenakalan remaja dan tindakan kriminalitas..
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan
Usia siswa SMA Swasta Raksana Medan yang berperilaku antisosial rata-rata berada pada usia 16-17 tahun. Laporan penelitian Balai penelitian pemasyarakatan (2009) mengungkapkan bahwa sebelum para remaja nakal melanjutkan perbuatannya ke tindak pidana, mayoritas adalah remaja putus sekolah dan mereka pada umumnya masih berusia 16 dan 17 tahun. Remaja pada usia 16 tahun lebih mudah untuk diajak kerjasama, berpikir secara independen dan membuat keputusan sendiri dengan menolak campur tangan orangtua, remaja mulai bereksperimen dengan pengalaman baru (merokok, alkohol, NAPZA). Sedangkan remaja pada usia 17 tahun cenderung menggeluti masalah sosial/politik, lebih senang pergi dengan teman daripada berlibur dengan keluarganya, cenderung merasa pengalamannya berbeda dengan orang-tuanya, dan ingin meninggalkan rumah serta hidup sendiri. Hal inilah yang mencetuskan timbulnya perilaku antisosial di usia 16-17 tahun.
Masa remaja adalah masa yang ragu akan identitas dirinya dan tidak hanya ragu akan personal sense dirinya tapi juga untuk pengakuan dari orang lain dan dari lingkungan bahwa dirinya merupakan individu yang unik dan khusus.
Dari faktor kontrol diri, rata-rata 60% responden memiliki kontrol diri yang rendah. Dapat dilihat dari hasil penelitian pernyataan nomor 3 diperoleh 63,6%, pernyataan nomor 4, 5, 6 diperoleh masing-masing 59,1%. Menurut penelitian tentang kontrol diri yang dilakukan oleh Ajzen dkk tahun 1982 dalam (Jawahar, 2001) menyebutkan bahwa orang dengan kontrol diri yang tinggi bisa memecahkan masalah-masalah dalam lingkungan sosialnya dan juga pandai dalam menyelaraskan tingkah lakunya agar sesuai dengan konteks sosialnya. Sebaliknya, perilaku dengan kontrol diri yang rendah merefleksikan perasaan dan sikap mereka tanpa menghargai situasi atau konsekuensi interpersonal akibat perilakunya tersebut, yang kemudian menjadi perilaku antisosisal.
dianggap sebagai lawan dari kontrol eksternal. Kontrol diri mengandung pengertian individu menentukan standar perilaku, kontrol diri akan memberi ganjaran bila memenuhi standar tersebut. Pada kontrol eksternal, orang lain menentukan standar dan memberi atau menahan ganjaran.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau norma sosial. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya dengan menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif.
Dari hasil penelitian diperoleh juga bahwa yang mempengaruhi perilaku antisosial dari faktor lingkungan tempat tinggal yang paling banyak adalah pernyataan nomor 20 yakni di lingkungan tempat saya tinggal, saya sering melihat pencurian rumah warga. Menurut Desvi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul
Keterampilan Sosial Pada Anak Menengah Akhir Yang Mengalami Gangguan
Perilaku menyatakan bahwa lingkungan tempat tinggal, jaringan sosial, serta kejahatan politik juga turut berperan bagi perkembangan moral dan perilaku anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah konflik atau daerah yang mengalami peperangan menunjukkan pemahaman moral yang rendah, terlibat dalam kenakalan remaja, menunjukkan perilaku antisosial dan bolos dari sekolah. Penelitian Hamaria & Irmawati ( 2006 ) yang berjudul
pengaruh lingkungan berperan penting terhadap perilaku antisosial. Pengaruh dari faktor-faktor resiko spesifik yang diperantarai lingkungan ini dibedakan menjadi pengaruh bersama ( shared effect ) dan pengaruh tidak bersama ( nonshared effect
). Pengaruh bersama adalah pengaruh yang dirasakan oleh semua anak dalam saatu keluarga, sedangkan pengaruh tidak bersama adalah pengaruh yang dialami oleh seorang anak yang memiliki pengalaman berbeda.
2.3Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor proses keluarga adalah faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja Di SMA Swasta Raksana Medan. Dapat dilihat 90,9 % memilihpernyataan nomor 12 “Saya selalu mempertahankan keinginan saya walaupun ditentang oleh orangtua”.
Menurut Yudriansyah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Pola Asuh Permisif dengan Perilaku Antisosial Remaja di kecamatan
Bekasi Selatan menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa pola asuh orang tua sangat mempengaruhi bagaimana kelak anak berperilaku. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Lewat pola asuh anak akan merasakan bagaimana suatu nilai diterapkan, bagaimana orangtua bersikap memandang yang baik dan yang buruk. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Dengan pola asuh seperti ini, anak akan bertindak semaunya, bersikeras dengan keinginannya walaupun tidak disetujui orangtua.
orangtua saya melarang pulang ke rumah larut malam, namun jika terlambat mereka tidak menanyakan. Faktor proses keluarga ini juga diperjelas dari hasil penelitian Dianita (2009) yang berjudul Pengaruh Persepsi Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Antisosial Pada Remaja menyimpulkan dari hasil penelitiannya persepsi pola asuh orang tua otoriter berpengaruh cukup besar pada perilaku antisosial, pola asuh demokratis memiliki pengaruh negatif, persepsi pola asuh permisif orang tua cukup mempengaruhi perilaku antisosial anak. Melihat hal ini berarti persepsi pola asuh orang tua memberikan sumbangan yang besar terhadap perilaku antisosial pada remaja.
Dilahirkan dalam suatu keluarga besar yang memiliki paling sedikit 4 orang anak telah lama dianggap sebagai suatu faktor resiko yang signifikan terhadap perilaku antisosial ( Rutter dkk. , 1998). Hal yang terkait dengan ukuran keluarga besar adalah ukuran keluarga besar cenderung terkait dengan bimbingan serta disiplin yang kurang adekuat ( Farrington & Loeber, 1998).
Keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (1998) adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Spradley dan Allender (1996) keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
Di tengah keluarga anak mengenal cinta dan kasih sayang, belajar mengenal bimbingan dan pendidikan, simpati dan loyalitas terhadap sesama anggota keluarga. Keluarga memberikan pengaruh besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Baik buruk struktur keluarga memberikan dampak bagi perkembangan jasmani maupun rohani anak.
Situasi keluarga yang memungkinkan timbulnya perilaku antisosial pada anak diantaranya adalah disharmoni dalam keluarga dan rumah tangga berantakan. Rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ibu atau bapak, perceraian diantara mereka, hidup terpisah, poligami, ketidak cocokan dan sering konflik, merupakan sumber munculnya perilaku antisosial pada anak. Selain itu anak yang tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol diri yang baik dirumah sesuai dengan norma-norma yang ada dalam kehidupan masyarakat maupun norma-norma agama. Hal ini disebabkan karena ibu atau bapak atau keduanya tidak dapat menjalani fungsinya dengan baik bagi pendidikan anak. Pola kriminal orang tua juga dapat menyebabkan perilaku antisosial pada anak.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku antisosial pada remaja Di SMA Swasta Raksana Medan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdiri dari identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadapan pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Adapun faktor dominan yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja Di SMA Swasta Raksana Medan adalah proses keluarga karena pada remaja SMA Swasta Raksana Medan banyak yang bermasalah di keluarga yaitu dengan selalu mempertahankan keinginan mereka walaupun ditentang oleh orangtua.
2. SARAN
2.1Pendidikan Keperawatan
2.2Instansi Pendidikan/Sekolah
Bagi pihak sekolah khususnya bagi guru agar lebih mengenal siswanya
dengan memberikan perhatian yang sama ke seluruh siswa dan memberikan teguran yang tegas apabila muncul kenakalan siswa di sekolah. Guru juga harus mengenali faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada siswa, sehingga guru dapat mengantisipasi kenakalan remaja yang merupakan wujud dari perilaku antisosial serta mengaktifkan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa.
2.3Penelitian Keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Perilaku Antisosial
1.1Pengertian Perilaku Antisosial
Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah orang-orang paling dramatik atau orang-orang yang menunjukkan sifat-sifat yang ada dalam dirinya secara berlebihan yang ditemui klinisi dalam praktiknya. Mereka ditandai oleh adanya riwayat tidak mau mematuhi norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima. Individu-individu dengan gangguan kepribadian antisosial cenderung memiliki riwayat panjang untuk pelanggaran hak-hak orang lain (Widiger dan Corbitt, 1995). Robert Hare mendeskripsikan mereka sebagai “predator sosial yang menawan hati, memanipulasi, dan menerjang apa saja dengan kejam dalam menjalani kehidupannya. Sama sekali tidak memiliki hati nurani dan empati, mereka dengan semena-mena mengambil apa saja yang mereka inginkan dan melakukan apa saja yang mereka senangi, melanggar norma-norma dan ekspektansi sosial tanpa secuil pun rasa bersalah atau penyesalan” (Hare, 1993).
Orang dengan perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsive, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Walaupun perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan laki-laki, laki-laki lebih cenderung menerima diagnosis gangguan perilaku antisosial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991) dalam Nevid, dkk 2005.
Perilaku antisosial seringkali disebut kepribadian psikopatik yaitu, tampak hanya sedikit sekali mempunyai rasa tanggung jawab, moralitas, atau perhatian pada orang lain. Perilaku hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri (Rahmat, 2009).
Para penderita gangguan ini memiliki ciri berikut : perkembangan moral mereka terhambat; mereka tidak mampu mencontoh perbuatan-perbuatan yang diterima masyarakat (socially desirable behavior); kurang dapat bergaul dan kurang tersosialisasi, dalam arti tidak mampu mengembangkan kesetiaan pada orang, kelompok, maupun nilai-nilai sosial yang berlaku, maka mereka sering bentrok dengan masyarakat (Supratiknya, 1995).
1.2 Kriteria Perilaku Antisosial
Fitur-fitur gangguan perilaku antisosial (Durand, 2006) meliputi :
• Berumur paling sedikit 18 tahun dan telah menunjukkan pola pervasif dari
sikap tidak peduli dan pelanggaran hak-hak orang lain sejak umur 15 tahun.
• Tidak mematuhi norma-norma sosial, terbukti dari tindakan-tindakan
melanggar hukum yang dilakukannya.
• Suka memperdaya orang lain, termasuk berbohong, menggunakan
nama-nama alias, atau menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau kesenangan
• Impulsivitas atau tidak mampu membuat rencana kedepan.
• Iritabilitas atau agresivitas seperti sering ditunjukkan oleh seringnya
berkelahi atau melakukan penyerangan.
• Tidak peduli pada keselamatan orang lain.
• Secara konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam
membayar tagihan.
• Tidak menyesal karena telah menyakiti orang lain.
• Ada tanda gangguan yang muncul sebelum umur 15 tahun.
• Tidak muncul secara ekslusif selama perkembangan skizofrenia atau
Ciri-ciri diagnostik dari gangguan perilaku antisosial dalam (Nevid, 2003) :
a. Paling tidak berusia 18 tahun
b. Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan pola perilaku seperti membolos, kabur, memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, kekejaman fisik pada seseorang atau pada binatang, merusak atau membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri atau merampok. c. Sejak usia 15 tahun menunjukkan kepedulian yang kurang dan
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukkan oleh perilaku sebagai berikut:
1) Kurang patuh terhadap norma sosial dan peraturan hukum, ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti merusak bangunan, terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hukum, mencuri atau menganiaya orang lain.
2) Agresif dan sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan orang lain, ditunjukkan dengan terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain secara berulang, mungkin termasuk penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.
kerja, dan kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan seperti gagal membiayai anak atau membayar hutang dan atau kurang dapat bertahan dalam hubungan monogami.
4) Gagal membuat perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti ditunjukkan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan atau tujuan yang jelas.
5) Tidak menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.
6) Tidak menghargai keselamatan diri sendiri atau keselamatan orang lain, ditunjukkan dengan berkendaraan saat mabuk atau berulang kali mengebut.
7) Kurangnya penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan dengan ketidakpedulian akan kesulitan akan kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan atau membuat alas an untuk kesulitan tersebut
1.3 Faktor- faktor penyebab perilaku antisosial
(Nolen, 2007) menyebutkan faktor penyebab perilaku antisosial adalah a. Kelainan genetik
Sikap agresif dihubungkan dengan tingginya kadar testosteron, kemungkinan lain dari tingginya kadar testosteron berpengaruh pada perkembangan otak fetal yang akan mendukung terjadinya agresivisme. c. Serotonin
Rendahnya kadar serotonin menyebabkan sikap impulsif. d. Attention deficit/hyperactivity disorder
Anak-anak yang memiliki gangguan ini akan berkembang menjadi perilaku antisosial dengan respon penolakan norma sosial dan hukuman.
e. Fungsi eksekutif
Penderita gangguan perilaku antisosial mengalami defisit pada bagian otak yang melibatkan fungsi eksekusi (perencanaan perilaku dan pengontrolan diri)
f. Arousability
Rendahnya tingkat kecemasan menyebabkan tidak takut akan situasi bahaya yang akan menyebabkan perilaku antisosial.
g. Faktor sosial kognitif
Anak dengan kecenderungan antisosial memiliki orangtua yang keras dan sembrono, dan anak mengartikan situasi interpersonal ini sebagai jalan yang mendukung sikap agresif.
tidak konsistennya orangtua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orangtua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan karena kehilangan orangtua. Selain itu, ayah dari penderita antisosial kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Menurut teori biologis, gangguan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Kelebihan kromosom Y(laki-laki), menyebabkan pola XYY bukan XY yang normal pada kromosom 23, tetapi teori ini tidak diterima.
2. Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki. 3. Adanya keabnormalan pada otak.
4. Karena kurang belajar dan perhatian yang neuropsikologis. 5. Karena faktor keturunan.
Sementara itu menurut teori psikologis, gangguan ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis dan ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak.
2. Orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar.
5. Adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011).
1.3.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja (Sumiati, 2009) :
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson, masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus diatasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupan dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.
kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif. b. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Santrok (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja.
c. Usia
Munculnya tingkah laku antisosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti hasil penelitian dari McCord(Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya.
d. Jenis Kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada geng remaja perempuan.
e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Umumnya remaja ini memiliki intelektual dan prestasi yang rendah.
f. Proses Keluarga
memanjakan anak dapat mempengaruhi anak menjadi nakal,karena kebiasaan orang tua yang selalu mengabulkan permintaan anaknya. Sikap orang tua yang kurang memberi kasih sayang, juga akan mengakibatkan anak sering melakukan tingkah laku yang menyimpang dari aturan-aturan dan menentang orang tua, karena anak ingin mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Pola asuh yang tak konsisten, kadang permisif, kadang otoriter secara tidak langsung melatih anak menjadi antisosial. Orangtua sekarang bilang boleh besok tidak boleh tanpa alasan jelas. Akibatnya anak akan membuat rencana sendiri untuk mengelabui orangtuanya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekanya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stres yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.
g. Pengaruh teman sebaya
lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.
Kelompok teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan, minat maupun tingkah laku anak, kadang-kadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Anak dan remaja biasanya akan selalu berusaha memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya. Hal ini dilakukan hanya karena alasan solidaritas atau kesetiakawanan serta kekompakan.
h. Kelas sosial ekonomi
i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Remaja yang hidup di atas binaan orang-orang jahat (lingkungan preman, bandar narkoba, perampok dan lain-lain) juga dapat menimbulkan perilaku antisosial. Selain itu, lingkungan masyarakat yang kurang menentu bagi prospek kehidupan yang akan datang, seperti masyarakat yang penuh spekulasi, korupsi, manipulasi, gossip, isu-isu negatif, perbedaan yang terlalu mencolok antara sikaya dan simiskin, perbedaan kultur, ras dan adat. Bisa juga karena memang mereka.
2. Remaja
2.1 Pengertian Remaja
umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. Hampir sama dengan isi UU Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.. WHO mendefenisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sumiati dkk, 2009).
Santrock (2003) memberikan batasan usia remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-17 tahun).
2.2 Karakteristik Masa Remaja
Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini, seorang remaja akan :
a. Menilai rasa identitas pribadi
c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh d. Memulai perumusan tujuan okupasional
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga
Hurlock(1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah: a. Masa remaja adalah masa peralihan
Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya. b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
kebanyakan orang. Ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena peran orangtua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orangtua dengan remaja serta membuat jarak diantara keluarga.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang diharapkan.
g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa
3. Perubahan Pada Remaja 3.1 Perubahan Fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat pematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormone kortikotrop berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan(Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut menurut Atwater (1992) adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosterone menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus sekitar kemaluan, ketiak dan muka.
perkembangan testis ditandai dengan pembesaran skrotum, pink. Hingga sampai pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa, ukuran penis dan testis sama seperi dewasa. (SMR= Sexual Maturity Rating From Tanner JM: Growth at adolescence, 2nd ed. Oxford.) dalam Sumiati (2009).
3.2 Perubahan Emosional
1. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi laki-laki dan perempuan terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan pada masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan – keadaan itu (Hurlock, 1992).
2. Pola Emosi Pada Remaja
Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tau, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1992).
3. Kematangan Emosi
masa remaja mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan emosi secara ekstrem dan mampu mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dengan cara yang dapat diterima masyarakat maka remaja dikatakan mencapai kematangan emosi dan memberikan reaksi emosi yang stabil (Hurlock, 1999).
Remaja yang ingin mencapai kematangan emosi harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain, ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya dengan cara latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis (Hurlock, 1992).
Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:
a. Tidak bersikap kekanak-kanakan
Artinya, remaja bisa memahami dan mengendalikan emosinya, menanamkan sifat disiplin dalam hal pekerjaan dan kehidupan sosial, berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, fokus dalam mengambil keputusan dan berpikir dengan cermat tentang baik atau buruknya suatu pilihan.
b. Bersikap rasional
jelas yang membuat individu menjadi tidak efektif bahkan bisa menjadi depresi.
c. Bersikap objektif
Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
d. Dapat menerima kritikan, pendapat, argumentasi, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai dengan kata lain remaja harus memiliki sifat terbuka.
e. Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan yaitu menerima semua resiko dari apa yang ia telah perbuat.
f. Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi yaitu, berusaha untuk mengatasi sendiri suatu masalah tanpa mengeluh dan mengharapkan bantuan kepada orang lain.
3.3 Perubahan Sosial
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada (Hurlock, 1992). Monks dkk (1999) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu:
• Memisahkan diri dari orangtua
• Menuju ke arah teman sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki.
Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang paling penting dan tersulit adalah penyesuaian terhadap hal-hal berikut::
a. Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, sehingga dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada keluarga.
b. Perubahan Dalam Perilaku Sosial
dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik dan kompetensi sosial remaja makin besar.
c. Pengelompokan Sosial Baru
Pada awal masa remaja minat individu beralih dari kegiatan bermain yang melelahkan menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan kurang melelahkan. Pengelompokan sosial yang paling sering terjadi selama masa remaja adalah kelompok teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.
d. Nilai Baru Dalam Memilih Teman
Remaja mengiginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa nyaman serta dapat dipercaya.
e. Nilai Baru Dalam Penerimaan Sosial
Remaja memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak anggota-anggota kelompok sebaya. Nilai ini didasari pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota. Remaja akan segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
f. Nilai Baru Dalam Memilih Pemimpin
pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat (Hurlock, 1992).
3.4 Tugas Perkembangan Remaja
Setiap tahap perkembangan akan mendapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi(Soetjiningsih, 2004).
Tugas perkembangan masa remaja menurut Soetjiningsih (2004)
1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2. Memperoleh peranan sosial
3. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif 4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri 6. Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga 8. Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral
Tugas perkembangan masa remaja menurut (Havighurst dalam Hurlock, 1973) 1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya
2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya
5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga 8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
10.Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
3.5 Perkembangan psikososial remaja
(Depkes RI, 2001) dan (Santrock, 1993) menyatakan bahwa perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan(15-16 tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut ini ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya terhadap remaja dan efeknya terhadap orangtua.
3.5.1 Perkembangan psikososial remaja awal
fisik, psikis maupun social (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan krisis yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993)
3.5.2 Perkembangan psikososial remaja pertengahan
Remaja pertengahan terjadi di usia 15-16 tahun. Remaja pada tahap ini lebih mudah untuk diajak kerjasama, berpikir secara independen dan membuat keputusan sendiri dengan menolak campur tangan orangtua dan tidak mudah terpengaruh lagi oleh teman. Pada masa ini remaja mulai bereksperimen dengan pengalaman baru (merokok, alkohol, NAPZA), lebih bersosialisasi dengan membina hubungan dekat, membangun nilai/norma dan moralitas dengan mempertanyakan nilai/norma yang diterima dari keluarga, lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman daripada keluarga, mulai berpacaran tetapi belum serius, intelektual lebih berkembang dan mampu berpikir abstrak.
3.5.3 Perkembangan psikososil remaja akhir
hidup mandiri baik bidang finansial maupun emosional. Status hubungan pacaran dalam periode ini lebih serius dan stabil.
3.5.4 Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial a. Perkembangan yang normal
Perkembangan remaja yang normal akan berhasil menemukan identitas diri yang akan menunjukkan sikap-sikap yang positif. Remaja akan mampu merencanakan masa depannya, menilai diri secara obyektif, berpikir positif tentang dirinya, mampu berinteraksi dengan lingkungan, bertanggung jawab serta mandiri.
b. Perkembangan yang menyimpang