• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kualitatif Faktor-faktor Timbulnya Gangguan Kesehatan Tenaga Kerja Pencetakan Batu Bata Tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Kualitatif Faktor-faktor Timbulnya Gangguan Kesehatan Tenaga Kerja Pencetakan Batu Bata Tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KUALITATIF FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA GANGGUAN KESEHATAN TENAGA KERJA PENCETAKAN BATU BATA

TRADISIONAL DI GAMPONG BEUREUGANG KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2014

TESIS

Oleh

JUN MUSNADI IS 127032001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

QUALITATIVE STUDY OF FACTORS INTERRUPTION ARISING HEALTH WORKFORCE BRICK TRADITIONAL PRINTING

IN DISTRICT GAMPONG BEUREUGANG KAWAY XVI ACEH WEST DISTRICT YEAR 2014

THESIS

BY

JUN MUSNADI IS 127032001/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

STUDI KUALITATIF FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA GANGGUAN KESEHATAN TENAGA KERJA PENCETAKAN BATU BATA

TRADISIONAL DI GAMPONG BEUREUGANG KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUN MUSNADI IS 127032001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : STUDI KUALITATIF FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA GANGGUAN KESEHATAN TENAGA KERJA PENCETAKAN BATU BATA TRADISIONAL DI GAMPONG BEUREUGANG KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : JUN MUSNADI IS Nomor Induk Mahasiswa : 127032001/IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes) (Dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S

Ketua Anggota

)

Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S

(6)

PERNYATAAN

STUDI KUALITATIF FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA GANGGUAN KESEHATAN TENAGA KERJA PENCETAKAN BATU BATA

TRADISIONAL DI GAMPONG BEUREUGANG KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Jun Musnadi Is 127032001/IKM

(7)

ABSTRAK

Gangguan kesehatan tenaga kerja telah terjadi pada pencetakan batu bata tradisional di gampong Beureugang pada setiap tahap pekerjaan ditimbulkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja sehingga terjadi penurunan produktivitas kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan pada pekerja pencetakan batu bata tradisional. Jenis penelitian ini adalah Deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di Gampong Beureugang dengan informan penelitian adalah 5 orang pekerja yang telah bekerja pada semua tahapan pencetakan batu bata di atas 5 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahapan pencetakan batu bata ini terjadi gangguan kesehatan dari faktor fisik yaitu gangguan komunikasi akibat bising, getaran tangan dan badan akibat mesin dan radiasi dari matahari dan api menyebabkab iritasi kulit dan keringat berlebihan, faktor kimia adanya debu yang menyebabkan gangguan sistem pernafasan, faktor fisiologi dan ergonomi yaitu cara kerja dan kesesuaian alat yang menyebabkan rasa nyeri anngota badan, sedangkan faktor psikososial terjadi rasa jenuh dan bosan, semuanya karena pekerja belum mengetahui cara kerja yang baik dan sehat. Interaksi sosial di masyarakat dan sumber informasi yang berbeda-beda diperoleh dari turun temurun, sehingga Pengetahuan pekerja tentang kesehatan kerja tidak di dapat dari petugas kesehatan dan dinas tenaga kerja.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Barat agar memprioritaskan kesehatan tenaga kerja dengan melakukan pelatihan Keselamatan dan kesehatan kerja untuk peningkatan pengetahuan seluruh tenaga kerja.

(8)

ABSTRACT

There are some factors which bring about health disturbance in the workers at the traditional brick kilns at Gampong (village) Beureugang in every work process so that their work productivity declines.

The objective of the research was to find out some factors which bring about health disturbance in the workers at the traditional brick kilns. The research was descriptive qualitative with phenomenological approach. It was conducted ast Gampong Beureugang. The informants were five workers who had worked at the brick kilns for more than five years.

The result of the research showed that there was health disturbance in the process of brick kilning which were caused by physical factors such as communication problem caused by noise, hand and body vibration caused by the machines, skin irritation and perspiration caused by radiation from the sun and fire, chemical factors such as respiratory system disorder caused by dust, physiology and ergonomic factor such as pin in body organs caused by the work system and unfitting tools, and psychological factor such as boredom and burned out condition. These factors occurred because the workers did not know the right and healthful way to work. Besides that, social interaction and the different source of information were obtained from generation to generation so that their knowledge of health was not obtained from Health care providers and from the Manpower Service.

It is recommended that the Manpower Service of Aceh Barat District prioritize worker’s health by providing training about safety and health in order to improve workers’ knowledge.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Studi Kualitatif Faktor-faktor Timbulnya Gangguan Kesehatan Tenaga Kerja Pencetakan Batu Bata Tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyusun tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini selesai. 5. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK dan Ir. Kalsum, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran untuk mengarahkan dan memberikan saran perbaikan pada penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Bajuri selaku Kepala Desa (Geuchik Gampong) Beureugang Kecamatan Kaway

XVI Kabupaten Aceh Barat dan pekerja pencetakan batu bata yang telah berkenan memberikan izin dan informasi dalam melakukan penelitian di Gampong Beureugang sampai dengan selesai.

8. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 Minat Studi Kesehatan Kerja.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2014

(11)

RIWAYAT HIDUP

Jun Musnadi Is, dilahirkan pada tanggal 29 Juni 1981 di Beureugang, anak dari pasangan Ayahanda Ismail dan Ibunda Sanawiyah, Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Peureumeue tamat Tahun 1993, Sekolah Menegah Pertama SMP Negeri Peureumeue tamat Tahun 1996, Sekolah Menengah Umum SMU 6 Muhammadiyah Meulaboh tamat Tahun 2000, Sarjana Kesehatan Masyarakat pada FKM Universitas Muhammadiyah Aceh tamat Tahun 2005. Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pencetakan Batu Bata Tradisional ... 9

2.2. Definisi Kesehatan Kerja ... 9

2.3. Tujuan Kesehatan Kerja ... 10

2.4. Kesehatan Tenaga Kerja ... 13

2.5. Gangguan Kesehatan dan Penyakit Akibat Kerja ... 13

2.6. Faktor-faktor Kesehatan Kerja ... 17

2.6.1. Faktor Fisik ... 17

2.6.2. Faktor Kimia ... 19

2.6.3. Faktor Biologi ... 25

2.6.4. Faktor Fisiologi Ergonomi ... 27

2.6.5. Faktor Psikososial ... 30

2.7. Pengendalian Faktor KesehatanKerja ... 33

2.8. Landasan Teori Penelitian ... 33

2.9. Konsep Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu Penelitian ... 36

3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 39

(13)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Sejarah Gampong Beureugang ... 43

4.3. Data Kependudukan Gampong Beureugang ... 44

4.4. Profil Informan ... 45

4.5. Hasil Wawancara ... 46

4.5.1. Sejak Kapan Pencetakan Batu Bata Ada di Gampong Beureugang? ... 46

4.5.2. Bagaimana Cara Melakukan Pencetakan Batu Bata dari Awal Sampai Akhir Menjadi Batu Bata? ... 48

4.5.3. Bagaimana Cara Melakukan Pekerjaan Pada Tahap Pertama Ini? ... 49

4.5.4. Pada Tahap Kedua Ini Bagaimana Cara Melakukan Pekerjaannya? ... 51

4.5.5. Bagaimana Cara Bekerja pada Tahap Pencetakan Batu Bata Ini? ... 56

4.5.6. Bagaimana Cara Bekerja Selanjutnya yang Dilakukan dalam Pencetakan Batu Bata Ini? ... 58

4.5.7. Bagaimana Cara Kerja pada Tahap Pembakaran Ini? 60

4.5.8. Alat Apa Saja yang Dipakai pada Tahapan Proses Pencetakan Batu Bata? ... 62

4.5.9. Berapa Jumlah Tenaga Kerja yang Diperlukan Pada Proses Pencetakan Batu Bata? ... 64

4.5.10. Berapa Lama Waktu Kerja Seorang Pekerja dalam Proses Pencetakan Batu Bata? ... 64

4.5.11. Bagaimana Kesesuaian Kemampuan Kerja dengan Pekerjaan yang Dilakukan? ... 67

4.5.12. Bagaimana Perasan Hati Selama Bekerja pada Pencetakan Batu Bata? ... 68

4.5.13. Bagaimana Kepengurusan Pengorganisasian dalam Pencetakan Batu Bata? ... 68

4.5.14. Bagaimana dengan Pengaturan Jadwal Kerja Seperti Jam Kerja dan Lembur? ... 69

4.5.15. Bagaimana Kalau Pekerjaannya Baik dan Mencapai Target, Ada Diberikan Sesuatu oleh Pemilik Pencetakan Batu Bata? ... 70

4.5.16. Bagaimana Hubungan dengan Teman Kerja dan Pemilik Pencetakan Batu Bata? ... 71

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 75

5.1. Bahaya Faktor Fisik ... 76

5.2. Bahaya Faktor Kimia ... 77

5.3. Bahaya Faktor Biologi ... 78

5.4. Bahaya Faktor Fisiologi Ergonomi ... 79

5.5. Bahaya Faktor Psikososial ... 82

5.6. Gangguan Kesehatan ... 84

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Kegiatan Penelitian ... 37

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 90

2. Foto Dokumentasi ... 91

3. Surat Izin Penelitian ... 93

(18)

ABSTRAK

Gangguan kesehatan tenaga kerja telah terjadi pada pencetakan batu bata tradisional di gampong Beureugang pada setiap tahap pekerjaan ditimbulkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja sehingga terjadi penurunan produktivitas kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan pada pekerja pencetakan batu bata tradisional. Jenis penelitian ini adalah Deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di Gampong Beureugang dengan informan penelitian adalah 5 orang pekerja yang telah bekerja pada semua tahapan pencetakan batu bata di atas 5 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahapan pencetakan batu bata ini terjadi gangguan kesehatan dari faktor fisik yaitu gangguan komunikasi akibat bising, getaran tangan dan badan akibat mesin dan radiasi dari matahari dan api menyebabkab iritasi kulit dan keringat berlebihan, faktor kimia adanya debu yang menyebabkan gangguan sistem pernafasan, faktor fisiologi dan ergonomi yaitu cara kerja dan kesesuaian alat yang menyebabkan rasa nyeri anngota badan, sedangkan faktor psikososial terjadi rasa jenuh dan bosan, semuanya karena pekerja belum mengetahui cara kerja yang baik dan sehat. Interaksi sosial di masyarakat dan sumber informasi yang berbeda-beda diperoleh dari turun temurun, sehingga Pengetahuan pekerja tentang kesehatan kerja tidak di dapat dari petugas kesehatan dan dinas tenaga kerja.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Barat agar memprioritaskan kesehatan tenaga kerja dengan melakukan pelatihan Keselamatan dan kesehatan kerja untuk peningkatan pengetahuan seluruh tenaga kerja.

(19)

ABSTRACT

There are some factors which bring about health disturbance in the workers at the traditional brick kilns at Gampong (village) Beureugang in every work process so that their work productivity declines.

The objective of the research was to find out some factors which bring about health disturbance in the workers at the traditional brick kilns. The research was descriptive qualitative with phenomenological approach. It was conducted ast Gampong Beureugang. The informants were five workers who had worked at the brick kilns for more than five years.

The result of the research showed that there was health disturbance in the process of brick kilning which were caused by physical factors such as communication problem caused by noise, hand and body vibration caused by the machines, skin irritation and perspiration caused by radiation from the sun and fire, chemical factors such as respiratory system disorder caused by dust, physiology and ergonomic factor such as pin in body organs caused by the work system and unfitting tools, and psychological factor such as boredom and burned out condition. These factors occurred because the workers did not know the right and healthful way to work. Besides that, social interaction and the different source of information were obtained from generation to generation so that their knowledge of health was not obtained from Health care providers and from the Manpower Service.

It is recommended that the Manpower Service of Aceh Barat District prioritize worker’s health by providing training about safety and health in order to improve workers’ knowledge.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Intensitas pembangunan yang semakin meningkat, seiring oleh pemanfaatan ilmu dan teknologi di berbagai bidang yang lebih maju, telah mendorong pesatnya laju pertumbuhan industri di Negara kita. Kondisi ini tentunya harus disertai dengan kesiapan tenaga kerja sebagai pelaku kegiatan indrustri dalam berbagai aspek baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kesehatan, keselamatan maupun perlindungan secara menyeluruh terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan dan lingkungan kerjanya.

Setiap pekerja berhak atas derajat kesehatan yang optimal sebagai modal yang asasi untuk dapat menjalankan aktivitasnya. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula, sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja yang tidak biasa bekerja dalam batas kemampuannya, bahkan mendorong bertambahnya angka absensi. Dengan demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga kerja akan merupakan faktor strategis dalam mendukung kemajuan industri dan dunia usaha serta pembangunan secara keseluruhan (Harrianto, 2012).

(21)

pekerja dalam pekerjaanya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerjaan dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologi, secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan pada manusia kepada pekerja dan jabatannya. (Depkes RI, 2009).

Menurut Depkes RI (2002) dalam Purnama (2010), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga mekugian materi dari pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Menurut World Health Organizatian (WHO) diperkirakan hanya 5-10% pekerja dinegara berkembang dan 20-50% pekerja dinegara industri (dengan hanya beberapa pengecualian) mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai sehingga data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya merupakan bagian dari suatu puncak gunung Es. Selain itu pengawasan langsung diperusahaan terhadap pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja tidak dilakukan secara reguler, termasuk dinegara maju.(Aditama, 2010).

(22)

juta orang diantaranya 50% bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, yang menurut ILO merupakan sektor pekerjaan yang paling berisiko terhadap kesehatan keselamatan pekerja, selain sektor penambangan.

Selain itu 70-80% dari angkatan kerja yang bergerak di sektor informal, yang umumnya bekerja dilingkungan kerja yang kurang baik, belum teroganisir dan tingkat kesejahteraannya rendah (Aditama 2010).

Kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat kerja dan akibat hubungan kerja dari International Labaour Organisation (ILO) yaitu 1,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3.000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya. Sedangkan untuk besaran masalah kesehatan kerja yang menyangkut angka kesakitan dan kematian akibat kerja dari beberapa penelitian diperoleh gambaran bahwa lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta jamsostek mengidap penyakit kulit akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernafasan (Depkes RI, 2005).

(23)

Bahaya yang potensial (potensial hazard) disebabkan oleh faktor biologis (virus, bakteri dan jamur dan lain), faktor kimia (antiseptik, gas anestesi dan lain-lain), faktor ergonomi (cara kerja yang salah dan lain-lain-lain), faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi dan lain-lain), faktor psikososial (hubungan sesama pekerja/atasan dan lain-lain) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Depkes RI, 2009).

Menurut (Profil Desa 2010), Gampong Beureugang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh dengan jumlah Kepala Keluarga 265 KK dan penduduk sebanyak 821 jiwa terdiri dari laki-laki 378 orang dan perempuan 451 orang, Mata Pencarian penduduk di desa ini beragam dan yang paling dominan adalah sebagai Petani lainya sebagai Pegawai Negeri Sipil, karyawan swasta, wiraswasta dan hanya 48 orang yang berprofesi sebagai pekerja pencetak batu bata.

(24)

Berdasarkan hasil tanya jawab dengan salah satu pekerja diketahui bahwa proses pencetakan batu bata mempunyai beberapa tahapan dan berdasarkan pengamatan penulis tenaga kerja berisiko untuk terjadinya gangguan kesehatan sewaktu bekerja, berikut tahapan pencetakan batu bata diantaranya:

1. Tahap pencampuran dimulai dari pengerukan tanah dengan menggunakan cangkul dan sekrop yang kemudian dimasukan kedalam kereta dorong dibawa kedalam kolam pengaduk yang sudah di isi air secukupnya untuk dilakukan pengadukan, pencampuaran pada waktu dulu dilakukan dengan memakai binatang yaitu kerbau sekarang sudah digantikan dengan menggunakan Hand Tractor dengan menjalankan berputar-putar dalam kolam pengadukan selama 1 jam sampai kadar tanah bercampur dengan air menjadi lumat dan siap untuk di cetak, pada tahap ini pekerja berisiko terjadi gangguan kesehatan seperti panas matahari, bising, getaran, terjatuh karena terpeleset, sakit pinggang, pegal-pegal dan penyakit kulit.

(25)

3. Tahap pengeringan, pekerja memindahkan batu bata yang telah dicetak ketempat pengeringan dengan mengangkat satu persatu sampai habis sebelum di bakar, pada tahap ini pekerja berisiko terjadi ganguan kesehatan seperti sakit pinggang, lengan, kelelahan dan lain-lain.

4. Tahap pembakaran, pekerja mengangkat satu persatu batu bata yang sudah kering yang kemudian disusun rapi kedalam tungku pembakaran yang sudah disediakan, pekerja menyediakan kayu bakar dan memasukkannya kedalam tungku yang kemudian dibakar sampai api menyala dan merata, pekerja mengawasi pembakaran batu bata agar api tetap menyala dengan baik sampai batu bata betul-betul matang, setelah pembakaran dilakukan selama 2x24 jam kemudian setelah dingin batu bata di bongkar dari tungku pembakaran dan dipindahkan ketempat yang kering dan siap untuk dijual pada tahap ini pekerja berisiko terjadi ganguan kesehatan panas api, bersin, batuk, luka tertimpa kayu dan batu bata, sesak akibat terhirup debu kayu bakar dan debu batu bata yang sudah kering, penyakit kulit yang disebabkan paparan panas api dan lain-lain, rata-rata para pekerja pernah mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) berdasarkan informasi yang diberikan.

1.2. Perumusan Masalah

(26)

pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui gambaran bahaya faktor fisik yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

2. Mengetahui gambaran bahaya faktor kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

3. Mengetahui gambaran bahaya faktor biologi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

4. Mengetahui gambaran bahaya faktor fisiologi ergonomi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

5. Mengetahui gambaran bahaya faktor psikososial yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

(27)

1. Memberikan informasi bagi pekerja batu bata agar lebih menjaga kesehatannya dengan memperhatikan prosedur kerja yang baik dan aman.

2. Memberikan masukan kepada pemilik usaha batu bata tentang pencegahan bahaya gangguan kesehatan pada tenaga kerja.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencetakan Batu Bata Tradisional

Pencetakan batu bata adalah suatu proses pembuatan batu bata untuk bahan bangunan dalam hal ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan proses pekerjaannya yang diperoleh secara alami dan turun temurun dari nenek moyang.

Batu bata merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dipakai oleh masyarakat hingga saat ini. Pada umumnya proses pembuatan batu bata dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap pencampuran bahan baku hingga menghasilkan campuran batu bata, tahap pencetakan campuran batu bata, tahap pengeringan dan tahap pembakaran. Hampir disetiap industri pembuat batu bata, keempat proses tersebut dilakukan dengan metoda yang sedikit berbeda baik dari jenis campurannya, cara pelaksanaannya maupun alat yang digunakan. Pada dasarnya industri-industri tersebut berupaya untuk menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik. Campuran batu bata terdiri dari tanah liat yang dicampur air dan aci dengan komposisi yang telah ditentukan. Campuran tersebut kemudian dicetak, dikeringkan dan dibakar (Shantika, 2009).

2.2. Definisi Kesehatan Kerja

(29)

fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia kepada pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 2009). Menurut Harrington dan Gill 2003, Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan kesejateraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya.

2.3. Tujuan Kesehatan Kerja

Menurut (Suma’mur 2009), tujuan kesehatan kerja adalah :

a) Melaksanakan promosi dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya.

(30)

d) Menempatkan dan memelihara pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisiologik dan psikologiknya yang secara singkat dapat dikatakan penyesuaian pekerjaan terhadap manusia dan setiap manusia dengan pekerjaannya. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Menurut (Kurniawidjaja, 2012), Fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai tiga tujuan:

1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dan kapasitas kerjanya.

2. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja kearah yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab XII tentang Kesehatan Kerja pasal 164 menyebutkan:

1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.

2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal.

(31)

4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.

5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.

7. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pada pasal 165 menyatakan bahwa:

1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. 2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan

menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.

(32)

2.4. Kesehatan Tenaga Kerja

Meningkatnya peranan tenaga kerja dan disertai meningkatnya pemamfaatan teknologi diberbagai kegiatan sektor usaha yang mengakibatkan semakin tingginya risiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sehingga diperlukan upaya perlindungan tenaga kerja melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Suma’mur (2009), Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksa untuk bekerja, sangat besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja, gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau merasa sekedar hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan terjadi.

2.5. Gangguan Kesehatan dan Penyakit Akibat Kerja

(33)

adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja (Widjasena,2012). Kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Diah, 2004).

Menurut (Harianto, 2012), Walaupun gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja sangat sering ditemukan, tetapi kedua masalah tersebut umumnya kurang mendapat perhatian, karena:

1. Hubungan antara penyakit dan pekerja sering kali tidak terdeteksi, baik oleh penderita sendiri atau bahkan oleh dokter yang memeriksanya.

Hal ini mungkin disebabkan :

a. Gejala penyakit yang timbul sangat mirip dengan penyakit umum, misalnya penyakit asma, ekzema, kanker kandung kemih, aborsi spontan, dan sinusitis. b. Masa laten penyakit akibat kerja biasanya sangat lama, misalnya pada

pneumokoniosis dan kanker akibat kerja memerlukan waktu untuk bermanifestasi lebih dari 10 tahun.

2. Keengganan para penderita penyakit akibat kerja untuk melaporkan penyakitnya karena takut diberhentikan.

(34)

terutama pada pekerja pertambangan, industri pengecoran logam, perkayuan, konstruksi, pergudangan, dan transportasi.

Kanker akibat kerja antara lain leukemia, terutama mesotelitik akut dan limfositik kronik pada pekerja yang terpajan benzena atau yang berhubungan dengan radiasi sinar radioaktif; mesotelioma dan kanker paru akibat terpajan oleh asbes; kanker lidah pada pekerja lapangan akibat terpajan sinar matahari; kanker kandung kemih pada pekerja yang berhubungan dengan proses dan penggunaan zat pewarna derivat benzena (industri cat, tekstil, kabel, pekerja salon, tukang listrik); kanker kelenjar getah bening; kanker hati akibat terpajan oleh vinil klorida (bahan mentah PVC).

Pekerja yang bekerja pada indrustri pengolahan daging, pemotongan hewan dan petani berisiko untuk tertular penyakit infeksi yang umumnya terjadi pada binatang, misalnya bruselosi, demam Q, dan leptospirosis. Sedangkan para pekerja kesehatan beresiko untuk tertular beberapa jenis infeksi virus seperti HIV dan hepatitis B. pekerja kantor dapat terjangkit penyakit Legionair.

(35)

menyebabkan gangguan sistem saraf, sistem reproduksi, sistem hemopoietik, dan ginjal.

Pada tahun 1983 Naosh mempublikasikan 10 jenis gangguan kesehatan di tempat kerja yang diprioritaskan berdasarkan frekuensi, gradasi, dan strategi pencegahan gangguan kesehatan akibat kerja. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmu kedokteran kerja. Berikut ini adalah 10 jenis gangguan kesehatan di tempat kerja yang diprioritaskan (Harianto, 2012):

1. Penyakit paru akibat kerja 2. Penyakit musculoskeletal

3. Kanker akibat kerja (selain kanker paru)

4. Akibat kecelakaan kerja yang berat, seperti amputasi, patah tulang, kebutaan, kematian akibat penyakit pembuluh darah jantung pada pekerja

5. Penyakit hipertensi koroner, misalnya infark jantung ringan yang akut 6. Penyakit Reproduksi

7. Penyakit Neurotoksis 8. Tuli akibat kerja

(36)

2.6. Faktor-faktor Kesehatan Kerja 2.6.1. Faktor Fisik

Menurut (Suma’mur, 2009), Faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu: a) Tugas-tugas yang bersifat fisik: beban yang diangkat/diangkut, sikap kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, dan lainnya.

b) Tugas yang bersifat psikis: tingkat kesulitan, tanggung jawab dan lainnya.

c) Organisasi kerja: lamanya waktu kerja, kerja bergilir, sistem pengupahan, sistem kerja, istirahat, sistem pelimpahan tugas/wewenang.

Menurut (Suma’mur 2009), segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:

1. Lamanya seseorang mampu kerja secara baik pada umumnya 6-8 jam, dalam seminggu seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. 2. Hubungan di antara waktu pekerja dan istirahat.

Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang, sore) dan malam. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja (Kepmenkes, 2010). Menurut Harrington dan Gill (2003), Secara garis besar faktor dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah:

a. Faktor fisik

1. Suara/kebisingan

2. Suhu/iklim: suhu panas, suhu,dingin

(37)

b) Tekanan panas dipengaruhi oleh: sumber panas, radiasi matahari, panas tubuh, kecepatan udara, kelembaban udara

c) Suhu nyaman: 24- 26 °C, perbedaan suhu diluar dan di dalam tidak boleh lebih dari 5 °C.

d) Kelembaban udara yang baik: 65-95% e) Dampak iklim yang buruk

- Prickly heat/ heat rash/ mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar keringat.

- Heat cramps yaitu timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah.

- Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.

- Heat Stroke yaitu heat stress yang paling berat, mengakibatkan thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan cepat, tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran.

b. Penyakit akibat kerja karena faktor fisik

(38)

banyak terpajan sinar ultraviolet (sinar matahari) dan sinar inframerah (pada pengelasan dan industri pengecoran logam) mengakibatkan gangguan kesehatan akibat efek panas yang ditimbulkan oleh sinar tersebut. Heat strees terutama banyak terjadi pada pekerja yang bekerja di tempat yang panas, misalnya pengecoran logam, penyakit ini dapat terjadi pula pada pekerja fisik yang memakai baju kerja terbuat dari palstik untuk mencegah pajanan zat kimia sehingga penguapan keringat terganggu. Hand arm vibration syndrome dapat terjadi pada para pekerja yang mengunakan peralatan genggam yang menimbulkan vibrasi, masalnya cakram penggosok, gergaji listrik, bor angin, dan penumbuk beton listrik.

2.6.2. Faktor Kimia

Mengingat banyaknya perbedaan jenis debu, fume dan kabut, reaksi biologis yang disebabkan oleh pemajanan terhadap salah satu dari mereka akan tergantung dari jenisnya. Suatu reaksi dapat termasuk salah satu dari hal-hal sebagai berikut: - Penyakit paru-paru yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap suatu

penimbunan partikel di dalam paru-paru, penyakit ini termasuk fibrosis, bronchitis, asma dan kanker.

- Systemic reaction yang di sebabkan oleh karena darah mengabsorbsi partikel bahan kimia anorganik yang beracun dari unsur-unsur seperti timah hitam, mangan, kadmium, dan merkuri serta senyawa-senyawa organik tertentu.

(39)

antimony, kadmium , tembaga , besi dan mangan , nikel, selenium, perak dan timah putih telah banyak di laporkan menyebabkan demam oleh uap logam. - Reaksi alergi dan reaksi sensitisasi yang di sebabkan oleh kerena menghirup atau

kontak kulit terhadap bahan seperti partikel dan organik dari gandum dan biji-bijian dan partikel-partikel bahan kimia organik maupun anorganik.

- Peradangan oleh bakteri dan jamur yang di hasilkan dari menghirup partikel-partikel yang mengandung organisme yang masih aktif , seperti bulu atau partikel-partikel bulu binatang yang mengandung spora anthrax atau kulit kayu atau partikel-partikel biji – bijian yang mengandung jamur parasit.

- Iritasi hidung dan tenggorokan dapat di sebabkan oleh asam, basa atau debu dan kabut lain yang memiliki sifat iritasi beberapa partikel seperti debu kromat yang dapat larut, dapat menyebabkan terjadinya ulcerasi/borok baik pada lubang hidung/Nasal maupun kanker paru.

(40)

2.6.2.1. Debu

Debu adalah partikel padat yang di pancarkan /dihasilkan oleh proses alami atau proses mekanis seperti pemecahan, penghalusan, penggilingan, pukulan ataupun peledakan, pemotongan serta penghancuran bahan. Udara yang kita hirup dalam pernafasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu, dan sebagian dari debu tersebut akan di tahan /tinggal di dalam paru.

Menghirup debu terlalu banyak dapat mengakibatkan terjadi pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah istilah dari bahasa Greek yang berarti paru-paru yang berdebu. Debu juga dapat masuk ke udara melalui cara pengisian bahan-bahan kimia kering kedalam kantong seperti pengisian talk, semen, pupuk, asbes, atau kegiatan-kegiatan pengeboran dengan mesin pengebor, mesin penghalus, pembersih karat dengan cara menenbakkan pasir kepada plat-plat baja yang berkarat (proces sand blasting). Akibat dari benturan antara pasir dengan baja, maka pasir dan karat pecah menjadi debu masuk ke udara.

Debu umumnya ukuran partikelnya termasuk dalam kisaran yang sangat luas yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil sampai yang ukurannya Cukup besar (mulai dari ukuran partikel yang tidak terlihat dengan mata telanjang sampai ukuran yang dapat terlihat) (Soeripto, 2008).

2.6.2.2. Panas

(41)

- Panas Metabolisme.

Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini di sebut proses metabolisme. Panas metabolisme meningkat , apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat.

Dalam Rangka menjaga kelangsungan hidup , maka suhu tubuh harus di pelihara agar tetap konstan (37°C). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang dihasilkan dari metabolisme yang terbanyak (yang di hasilkan) harus di buang atau dikeluarkan dari dalam tubuh ke udara sekitarnya (udara lingkungan tempat kerja).

- Panas dari luar tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja). Hal ini sangat penting untuk dua alasan:

a. Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban panas kepada tubuh.

b. Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara, kecepatan gerak udara , kelembaban udara dan panas radiasi (baik radiasi dari tubuh/dapur maupun radiasi matahari). Ini semua menentukan kecepatan (kemampuan) panas ke udara lingkungan tempat kerja.

- Cara-cara Tubuh Kehilangan Panas.

(42)

dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat di hamburkan kesekitarnya. Kecepatan panas yang di hamburkan (dipindah) ini teragantung kepada keadaan lingkungan . panas dapat dipindahkan dari tubuh ketempat kerja dengan cara konduksi, konveksi, radiasi, penguapan dan respirasi. Sebaliknya panas dapat di pindahkan dari lingkungan ke tubuh dengan radiasi dan/atau konveksi.

Konduksi, adalah: perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel yang lain yang saling berhubungan dalam keadaan tetap (tidak bergerak). Misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara . dalam kondisi sebagaimana di sebutkan , agar perpindahan panas dapat berlangsung (terjadi) , maka suhu udara harus lebih dingin dari suhu kulit.

(43)

besar jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang). Lebih tinggi kecepatan udara (cepat gerak udara), lebih besar jumlah panas konveksi yang hilang.

Penguapan, adalah: cara pendinginan tubuh yang dilakukan dengan menguapkan keringat yang ada di permukaan kulit. kecepatan penguapan untuk mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena dipercepat dengan konveksi atau cepat gerak udara yang melintas kulit. Apabila ke lembaban udara rendah, sejumlah besar penguapan dapat terjadi (absorbsi uap air ke dalam udara menjadi besar) dan mempercepat pendinginan, namun apabila kelembaban atau kandungan uap air di udara tinggi, maka penguapan yang terjadi sangat sedikit, sehingga pendinginan berjalan lambat. Oleh karena itu pada hari-hari panas dan udara lembab menghasilkan (mengakibatkan) tekanan panas lebih besar dari pada hari-hari panas dengan udara kering. Dengan jenis pendinginan seperti itu, suhu udara , kelembaban udara dan cepat gerak udara merupakan faktor-faktor yang kritis.

(44)

2.6.3. Faktor Biologi

Faktor biologis penyebab penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus, bakteria, riketsia, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal, malahan mungkin pula tumbuhan atau hewan besar atau bahan dari padanya.

(45)

pada masa silam, tidak sedikit dokter dan petugas kesehatan lainnya yang menjadi korban penyakit tersebut.

Penyebab penyakit yang tergolong kepada protozoa antara lain adalah parasit plasmodium malaria. Untuk negara yang bebas penyakit malaria, apabila seorang pelaut dari negara tersebut menderitanya oleh karena pelayaran ke negara yang masih berjangkit malaria, penyakit itu dianggap sebagai sakit akibat kerja. Demikian pula penyakit tidur di Afrika, untuk tenaga kerja dari negara lain yang di kirim ke sana merupakan penyakit akibat kerja. Sporotrikhosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur pada kuku sering diderita oleh pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah, atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan dan kaki di dalam air seperti misalnya pekerja yang pekerjaanya mencuci pakaian. Candida albicans biasanya tumbuh di tempat - tempat yang kadar gulanya tinggi, sehingga pekerjaan seperti yang terdapat di perusahaan roti atau pembuat manisan sering menimbulkan penyakit infeksi oleh jamur tersebut.

(46)

2.6.4. Faktor Fisiologi dan Ergonomi

Menurut (Suma’mur, 2009), Ilmu faal yang dikhususkan untuk manusia yang bekerja disebut ilmu faal kerja atau fisiologi kerja. Secara fisiologis, bekerja adalah hasil kerja sama dalam koordinasi yang sebaik-baiknya dari saraf pusat dan perifer, panca indera (mata, telinga, peraba, perasa,dan lain-lain), serta otot dan rangka (kedua yang terakhir ini adalah pelaku utama perbuatan). Bekerja mungkin dikelompokkan menjadi kerja otak (mental) dan kerja otot (fisik).

Dalam faal kerja, perhatian utama difokuskan kepada kerja fisik atau otot. Untuk bekerja pertukaran zat dalam organ tubuh yang diperlukan sebagai sumber energi dan transportasi sisa metabolisme yang harus dibuang luar biasa penting peran peredaran darah dan dari susunan saraf serta otot-otot dan rangka (muskulo-skeletal) dan juga organ-organ lainnya. Selain jantung dan sistem peredaran darah, paru dan alat pernafasan lainnya, sistem gastro-intestinal (mulut, egofagus, usus, hati, dan lainnya) juga memainkan fungsi masing-masing dalam mendukung dan menunjang kelancaran berlangsungnya aktivitas dan rangkaian kegiatan dilakukannya pekerjaan. Untuk kelangsungan pelaksanaan pekerjaan, semua organ terkait dan juga seluruh sistem yang beroperasi fisiologis dalam tubuh harus berada pada kondisi optimal (bila mungkin prima).

(47)

Kenyataan ini terlihat pada tenaga kerja baru yang mulai bekerja dan sedang menjalani latihan keterampilan atau permagangan. Tidak jarang ditemukan keadaan betapa seseorang tenaga kerja yang tidak terlatih menghadapi kesulitan untuk bekerja dengan benar, sekalipun prosedur kerja sebenarnya sangat sederhana. Melalui pendidikan dan pelatihan koordinasi yang baik dapat dibina dan diciptakan; pelatihan keterampilan yang tepat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan termasuk gerakan yang dilakukan berlangsung sebagai suatu refleks, sehingga bekerja merupakan proses yang berlangsung secara otomatis dengan penuh kemudahan serta pencapaian kualitas hasil kerja yang baik.

Semakin pendek waktu yang diperlukan bagi siklus yang bersifat refleks dalam bekerja atau kian cepatnya otomatisnya pekerjaan dilakukan menunjukkan semakin baiknya koordinasi berfungsinya organ-organ tubuh dalam memberikan dukungan kepada pelaksanaan kerja serta merupakan peluang bagi pencapaian hasil kerja yang baik sebagai konsekuensi semakin baiknya keterampilan tenaga kerja.

(48)

Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi pelemasan, sebagaimana biasanya disebut kontraksi otot dinamis, sangat tepat di pakai sebagai prinsip pelaksanaan bekerjanya otot pada setiap pekerjaan yang berkaitan dengan dilaksanakanya kegiatan dan proses pekerjaan. Contoh pekerjaan atau kegiatannya yang dilakukan dengan kontraksi otot dinamis dalam bekerja, selalu diikuti dengan terjadinya kelelahan, yang memerlukan istirahat untuk pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat dalam bekerja atau sesudah melakukan pekerjaan sangat penting. Kelelahan otot secara fisik antara lain merupakan akibat dari efek zat sisa metabolisme seperti asam laktat, CO2' atau lainnya.

Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan dengan ukuran tubuh tenaga kerja untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan kuantitatif memuaskan serta tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya. Atas landasan konsep demikian berkembang ilmu yang disebut antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran tubuh dan segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis yang sangat besar manfaatnya bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja sehat dan produktif bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain : 1. Berdiri: Tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan

panjang lengan ;

2. Duduk: Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki.

(49)

digunakan dalam upaya penyesuaian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor manusia (Suma’mur, 2009).

Pelepasan energi mekanik yang berulang-ulang atau akibat posisi kerja yang kurang ergonomis untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal, seperti repetitive strain injury, nyeri pinggang bagian bawah, dan hand arm vibration syndrome (Harrianto, 2012).

2.6.5. Faktor Psikososial

Manusia dalam pekerjaannya bukan robot yang bekerja tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial. Manusia adalah mahluk yang paling kompleks. Manusia memiliki rasa suka dan benci. Manusia mempunyai kehendak, kemauan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup. Selain itu, manusia mempunyai pikiran dan pertimbangan yang menentukan sikap, pendirian dan perbuatannya. Juga manusia mempunyai pergaulan hidup, baik di rumahnya atau tempat kerjanya, maupun dalam masyarakat luas sekitarnya. Maka demikian pula seorang pekerja dan juga pengusaha memiliki pula perasaan, pikiran dan kehidupan sosial seperti itu. Kesemua hal tersebut menyebabkan pengaruh sangat dominan terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaan dan melakukan pekerjaannya atau pengusaha dalam usaha dan menjalankan usahanya.

(50)

pekerjaan yang dikerjakan itu sama sekali bertentangan dengan kehendak atau cita-citanya, melainkan hanya karena keadaan memaksanya untuk melakukan pekerjaan tersebut. Atau siapa tahu pula justru pekerjaan itu berlawanan dengan hati nurani dan rasa harga dirinya (human dignity). Mengerjakan suatu pekerjaan yang benar-benar menjadi iclaman akan disertai semangat kerja penuh, motivasi kerja tinggi, kegairahan kerja, kebanggaan akan prestasi kerja dan penuh tanggung jawab serta dedikasi.

Manusia memiliki pikiran dan pertimbangan. Salah satu pikiran yang selalu menggangu adalah pikiran yang berakar kepada kekhawatiran. khawatir kalau pekerjaan pada suatu waktu tidak akan ada lagi, oleh karena perusahaan bangkrut. Khawatir kalau dipecat dari pekerjaan. Khawatir berbuat salah. Dan aneka kekhawatiran lainnya. Kekhawatiran ini sering meningkat menjadi tegangan pikiran yang mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit.

(51)

dimaksudkan guna menutupi kekhawatirannya dan menghindari atasannya mengetahui tentang kemarahannya.

Seorang pekerja adalah anggota atau pimpinan dari satu keluarga dan sekurang-kurangnya anggota pula dari masyarakat tempat pergaulan hidupnya. Kehidupan kekeluargaan sangat mempengaruhi pekerja dalam pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Jika seorang pekerja berselisih dengan istrinya sebelum ia pergi bekerja. setidak-tidaknya kesan perselisihan tadi masih dibawanya ke tempat kerja, bahkan mungkin ia menjadi cepat sekali marah pada hari-hari tersebut. Tekanan hidup yang berat bagi keluarga pekerja tercermin pula dalam pekerjaannya, misalnya dalam bentuk pelambatan kerja atau perusakan alat. Suatu pekerjaan penuh risiko hanya boleh dikerjakan oleh seseorang yang kehidupan keluarganya memungkinkan perasaan dan pikiran stabil-mantap sehingga risiko pekerjaan dapat diatasi dan dilalui dengan mulus dan selamat. Demikian pula kehidupan dalam masyarakat memperlihatkan pengaruh yang cukup berarti kepada perilaku pekerja yang bersangkutan. Umumnya dapat dikatakan bahwa seorang pekerja yang baik mempunyai pergaulan hidup yang baik pula. Sebaliknya lingkungan hidup yang penuh kekerasan menyebabkan seseorang bertingkah laku keras dan kasar.

(52)

2.7. Pengendalian Faktor Kesehatan Kerja

Bagi pekerja di pencetakan batu bata, cara yang paling baik untuk menghindari bahaya kesehatan kerja adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) mengurangi kontak dengan sumber infeksi dan ini dapat di lakukan dengan usaha kesehatan pribadi dan usaha perlindungan diri dalam bekerja.

2.8. Landasan Teori Penelitian

Menurut (Suma’mur 2009), faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:

1. Faktor fisik, seperti:

a. Suara, yang bisa menyebabkan tuli akibat kerja.

b. Radiasi sinar-sinar Rotgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit saluran darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan katarak (cataract) pada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab konjuntivitis foto elektrika (conjunctivitis photoelectrica). c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stoke (pukulan panas), kejang

panas (heat cramps), atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson desease).

(53)

2. Faktor kimiawi, yaitu:

a. Debu yang menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya silicosis, asbetosis dan lainnya.

b. Uap yang diataranya menyebabkan demam uap logam (Metal fume fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.

c. Gas misalnya keracunan oleh CO2, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebakan iritasi kepada kulit.

e. Awan atau kabut misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologi (ergonomis), yaitu antara lain kesalahan kontruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

(54)

2.9. Konsep Penelitian

[image:54.612.141.531.150.244.2]

Gambar 2.1. Konsep Penelitian Bahaya:

-Faktor Fisik -Faktor Kimia -Faktor Biologi

-Faktor Fisiologi dan Ergonomi - Faktor Psikososial

(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah deskriptif Kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi, yaitu suatu metode yang menggunakan proses berfikir yang dimulai dengan mengumpulkan data, selanjutnya data dari hasil penelitian ditarik kesimpulan secara umum. Penelitian ini berusaha mengungkapkan fenomena faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata.

Hal ini senada dengan pendapat Sukmadinata (2010), yang menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain)”.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Pencetakan Batu Bata di Gampong

Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tahun akademik 2014, kurang lebih selama lima

bulan dimulai sejak pengajuan judul sampai laporan selesai, yaitu dari bulan Februari

(56)
[image:56.612.111.544.139.324.2]

Tabel 3.1. Kegiatan Penelitian

No. Waktu Kegiatan Keterangan

1. Bulan Februari Pembuatan dan pengajuan judul Minggu IV 2. Bulan Maret Penyusunan proposal

Seminar Proposal

Minggu I,II,III,IV 3. Bulan April Revisi Proposal

Penyusunan Instrumen

Minggu I,II,III,IV 4. Bulan Mei Pengumpulan data Minggu I,II,III,IV 5. Bulan Juni Analisis data Minggu I, II

Seminar hasil Minggu II

Revisi hasil Minggu III

6. 7.

Bulan Agustus Bulan September

Ujian Minggu I

Revisi laporan hasil Minggu II Pelaporan (laporan siap) Minggu II

3.3.Subjek dan Objek Penelitian

Didalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai

dengan karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu penulis langsung ke lokasi

pencetakan batu bata Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh

Barat guna memperoleh data dari informan. Informan adalah mereka yang terlibat

langsung dalam aktivitas yang menjadi objek penelitian. Pemilihan informan

dilakukan secara purposive, yaitu atas dasar apa yang kita ketahui tentang

variasi-variasi yang ada. Adapun yang menjadi informan adalah pekerja pencetakan batu bata

yang telah bekerja selama ≥ 5 tahun dan pernah bekerja pada semua tahapan proses

pencetakan batu bata serta bisa berbahasa indonesia untuk dapat memberikan

informasi dengan baik.

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari informan, sedangkan data

(57)

wawancara mendalam pada 5 orang tenaga kerja pencetakan batu bata sebagai

informan dengan harapan penulis mendapatkan jawaban yang hampir bersamaan

maka wawancara akan dihentikan. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan

analisis deskripsi hasil wawancara.

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2010), “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data sebagai berikut:

1. Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui data tertulis atau melalui perekaman (audio tapes), dan pengambilan foto. Dalam penelitian ini, objek yang diamati atau diwawancarai adalah pekerja pencetakan batu bata untuk memberikan informasi.

2. Sumber Tertulis

Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dalam penelitian ini, sumber tertulis meliputi sumber buku, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Foto atau Rekaman audio

(58)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Valid tidaknya suatu data penelitian tergantung dari jenis pengumpulan data

yang dipergunakan. Untuk pemilihan metode yang setepat-tepatnya sesuai dengan

jenis data, sumber data dalam penelitian, maka pengumpulan datanya penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode observasi

Metode observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini, penulis

mengobservasi atau mengamati kegiatan pencetakan batu bata pada setiap tahap.

2. Metode wawancara

Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari tenaga kerja pencetakan

batu bata tentang sistem pencetakan batu bata dan timbulnya gangguan kesehatan

pada tenaga kerja. Dalam penelitian ini untuk melancarkan proses wawancara

maka telah disusun instrument dan pedoman wawancara.

Peneliti akan menggunakan jenis wawancara mendalam dengan pedoman umum

dimana peneliti dilengkapi panduan wawancara yang sangat umum yang hanya

akan mencantumkan faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan yang harus

diteliti tanpa menentukan urutan pertanyaan. Peneliti akan menggunakan model

pertanyaan open question didalamnya.

Peneliti juga menyertakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman

wawancara konvensasional yang informal, dimana proses wawancara ini

(59)

alamiah. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan jenis observasi non

partisipan, dimana observer tidak ikut terlibat penuh dalam kegiatan observasi

tersebut. Peneliti mendeskripsikan seiring yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dari

perspektif merekam yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

3. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, prasasti dan lain-lain. Pada penelitian

ini, penulis juga menggunakan metode dokumentasi untuk mengumpulkan data,

agar penulis dapat memperoleh data-data yang lengkap dan valid.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Sarosa 2013):

1. Tahap pengolahan data, yaitu membuat klasifikasi data berdasarkan sub-sub bahasan dalam rumusan masalah.

2. Tahap analisa data, menganalisis data yang dimulai sejak menetapkan masalah sampai data terkumpulkan. Seluruhnya dilakukan secara bersamaan antara pengumpulan data dan analisa data.

(60)

Analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, foto, dokumen berupa laporan, biografi dan sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik Triangulasi.

Metode yang digunakan dalam triangulasi ini antara lain: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara

b. Membandingkan persepsi dan perilaku seseorang dengan orang lain c. Membandingkan data dokumentasi dengan wawancara

d. Membandingkan hasil temuan dengan teori

(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Keadaan atau kondisi geografis meliputi letak administratif, dan luas wilayah. Lokasi penelitian yaitu di Gampong Beureugang yang luas wilayahnya ±200 Ha, terdiri dari pemukiman penduduk, persawahan, perkebunan karet dan perbukitan sebagai lokasi pencetakan batu bata dan ditengah gampong terdapat sebuah aliran sungai. Gampong Beureugang masuk dalam wilayah Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Luas Kecamatan yaitu 214,5 km × 249,04 km² dengan 5 kemukiman dan terdapat 32 Gampong, jarak ke ibu Kota kabupaten ±14 km (BPS Aceh Barat 2012).

Batas administrasi wilayah kecamatan Kaway XVI terdiri dari: - Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Samatiga

- Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Meurubo - Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Johan Pahlawan

- Sebalah Timur berbatas dengan Kecamatan Pante Cermen Batas adminitrasi Gampong Beureugang adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatas Dengan Gampong Tanjong Bungong dan Muko - Sebelah Selatan berbatas Dengan Gampong Keude Aron

- Sebelah Barat berbatas Dengan Gampong Mesjid dan Peunia

(62)

Gampong Beureugang yang menjadi target penelitian penulis terbagi dalam 4 dusun yaitu Dusun Blang Kulam, Dusun Teungku Muda Nyak Him, Dusun Cot Manee dan Dusun Gaki Gunong, pada dusun gaki gunong inilah terdapat lokasi pencetakan batu bata.

4.2.Sejarah Gampong Beureugang

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Bajuri1 tentang sejarah Gampong Beureugang beliau menuturkan bahwa Gampong Beureugang sudah ada sejak Kesultanan Iskandar Muda dan terus berlanjut sampai penjajah belanda dan jepang masuk Indonesia, penduduknya masyarakat pendatang dari daerah lain serta menetap di Beureugang dengan membuka lahan persawahan untuk menanam padi dan sumber makanan lain. Hampir sama dengan pernyataan Bapak Saleh2

1

Geuchik Gampong Beureugang, wawancara dilakukan pada tanggal 20 Mei 2014 2

Beliau merupakan putra asli Gampong Beureugang pernah menjadi Geuchik. Umur beliau 74 tahun dan telah menetap di Beureugang tanpa berpindah-pindah serta sangat paham tentang seluk-beluk Gampong Beureugang.

(63)

4.3.Data Kependudukan Gampong Beureugang

[image:63.612.111.526.267.533.2]

Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil gampong jumlah penduduk Gampong Beureugang adalah 821jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 384 jiwa dan perempuan berjumlah 437 jiwa.

Tabel 4.1. Data Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

No. Gol.

Umur

Jenis Kelamin

Jumlah Keterangan

LK PR

1 0 – 12 bulan 9 7 16

2 1 – 5 tahun 7 20 27

3 7– 6 tahun 16 19 35

4 8 – 12 tahun 9 7 30

5 13 – 15 tahun 15 18 33

6 16 – 18 tahun 20 21 41

7 19 – 25 tahun 82 120 202

8 26 – 35 tahun 65 55 120

9 36 – 45 tahun 48 40 88

10 46 – 50 tahun 42 50 92

11 51 – 60 tahun 14 12 26

12 61 – 75 tahun 19 25 44

13 Diatas 75 tahun 10 12 22

Jumlah 378 451 821

Sumber : Profil Gampong 2013

(64)

sampai tahun 2005. Gampong Beureugang termasuk salah satu daerah yang menjadi target utama Tentara Nasional Indonesia untuk mencari anggota Gerakan Aceh Merdeka. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2005 berlangsungnya Memorendum Of Understanding (MOU) yaitu kesepakatan damai antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

4.4.Profil Informan

Tenaga kerja pencetakan batu bata tidak semuanya menjadi subjek penelitian hanya beberapa pekerja saja yang sudah pernah bekerja pada semua tahap proses pencetakan batu bata (informan pokok) dan tokoh desa yang menjadi subjek penelitian. Informan pokok adalah informan yang pertama kali dijumpai untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan pencetakan batu bata dan merupakan pekerja yang sudah pernah bekerja pada semua tahap proses pencetakan batu bata guna ditanyai pengalaman dan kesan serta gangguan kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan dari pekerjaan pencetakan batu bata tradisional yang sudah ada secara turun-temurun.

(65)

guna memperoleh informasi mengenai hal – hal yang menyangkut masalah yang akan di teliti. Dalam penelitian ini penulis memilih informan sebanyak 7 orang, diantaranya 2 orang sebagai tokoh gampong dan 5 orang tenaga kerja yang sudah pernah bekerja ≥5 tahun pada semua tahap proses pencetakan batu bata.

Tenaga kerja pencetakan batu bata yang menjadi informan tersebut diantaranya, berumur 30 sampai 61 tahun yang memiliki banyak pengalaman tentang pencetakan batu bata.

4.5.Hasil Wawancara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan selama ini, maka didapatkan data dan informasi tentang faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan tenaga kerja pencetakan batu bata, berikut beberapa cuplikan hasil wawancara dengan informan dilokasi penelitian.

Berikut beberapa cuplikan wawancara dengan para tenaga kerja pencetakan batu bata di gampong beureugang:

(66)

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan Informan 1:

“Pencetakan bata disini sudah lama ada sekitar 40 tahun lalu dan prosesnya tidak jauh beda seperti yang dilakukan orang dahulu hanya beda waktu mencampur tanah kalau dulu pakai kerbau sekarang pakai motor hand untuk mencampurnya”.

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan Informan 2:

“Lamanya pencetakan bata disini sudah ada 40 tahun lebih dimana pembuatannya tidak jauh beda dari yang dilakukan dahulu beda hanya waktu mencampur tanah kalau dulu pakai binatang kerbau sekarang pakai motor hand untuk mencampurnya”.

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan Informan 3:

“Bikin bata disini sudah lama ada sejak beberapa tahun lalu dan cara bikinnya sedikit beda seperti dilakukan orang dulu yaitu waktu mencampur tanah sekarang pakai motor hand kalau dulu pakai kerbau”.

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan Informan 4:

“Buat bata disini sudah lama ada dan cara buatpun tidak jauh beda seperti dilakukan orang jaman dulu hanya beda ketika mencampur tanah kalau dulu pakai kerbau sekarang pakai motor hand ”.

Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan Informan 5:

“Cetak bata disini sudah ada lebih kurang sekitar 40 tahun lalu dan cara membuatnya tidak beda seperti apa yang dilakukan orang dulu hanya beda waktu campur tanah sekarang sudah pakai motor hand dalam mencampurnya”.

(67)

4.5.2. Bagaimana Cara Melakukan Pencetakan Batu Bata dari Awal Sampai Akhir Menjadi Batu Bata?

Berdasarkan hasil wawancara maka diketahui bahwa pencetakan batu bata ini mempunyai beberapa tahapan diantaranya pengerukan, pencampuaran, pengeringan dan pembakaran, berikut beberapa cuplikan wawancara dengan pekerja pencetakan batu bata sebagai informan:

Berikut hasil wawancaranya dengan Informan 1:

“Tahap pencetakan bata ini beda-beda mulai dari mengeruk tanah, mencampur, mencetak, berangin-angin dan dibakar, tempatnya juga beda-beda bahkan alat yang dipakai juga beda-beda-beda-beda seperti grek yang perlu dipakai pada semua pekerjaan ada juga cangkul, sekrop, timba kecil, motor hand, cetak dan kawat pemotong tanah ketika mau dicetak”.

Berikut hasil wawancaranya dengan Informan 2:

“Pencetakan bata ini punya beberapa tahap mulai mengeruk tanah, mencampur, mencetak, diangin-angin dan dibakar, tempat melakukannya juga beda-beda bahkan alat-alat yang digunakan juga beda-beda seperti grek untuk mudah mengangkut ada juga sekrop, cangkul, timba, motor hand, cetakan dan pemotong tanah ketika sedang dicetak”.

Berikut hasil wawancaranya dengan Informan 3:

“Tahap pencetakan bata memang beda-beda sesuai cara kerjanya mulai dari mengeruk tanah, mencampur, mencetak, berangin-angin sampai dibakar, tempatnya juga berbeda-beda bahkan alat yang dipakai juga berbeda-beda seperti kereta dorong yang perlu dipakai pada semua tahapan pekerjaan ada juga seperti cangkul, sekrop, timba air, motor hand, cetakan dan kawat pemotong tanah ketika dicetak”.

Berikut hasil wawancaranya dengan Informan 4:

(68)

sekrop, timba kecil, motor hand, cetakan, kawat pemotong

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Kegiatan Penelitian
Tabel 4.1. Data Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Gampong  Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Perjuangan Pembentukan Kabupaten Lombok Utara yang menjadi harapan seluruh Masyarakat Lombok Utara akhirnya terwujud dengan Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi

Penulisan laporan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Informatika Fakultas

Konflik Poso merupakan pertikaian antar suku dengan pemeluk agama islam dan kristen sehingga dapat disebut sebagai konflik agama. Peristiwa kerusuhan ini diawali

Tidak ada dosen bila tidak ada mahasiswa Tidak perlu kurikulum... tanpa kehadiran dosen dan

2) Sebagai kriteria penilaian pada setiap unit pusat pertanggungjawaban. 3) Sebagai bahan eveluasi guna meningkatkan performa kinerja manajerial dalam sebuah

Bila dibandingkan dengan kondisi lumpur yang masih dalam bentuk “flocculent” , lumpur granul yang terbentuk di dalam reaktor UASB mempunyai kecepatan pengendapan lumpur

bebas dalam penelitian ini adalah penguasaan materi operasi aljabar, sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan menyelesaikan soal-soal persamaan

Batas kuantitasi merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional