• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Karakteristik pertanian di kelurahan Situmekar

Jumlah warga yang memiliki usaha di sektor pertanian adalah sejumlah 749 orang, didalamnya termasuk sektor tanaman pangan, sektor perikanan dan peternakanan. Sebagian besar para pelaku usahatani disektor pertanian merupakan petani yang berusia lanjut dengan rata-rata diatas 45 tahun. Tidak adanya regenarasi yang melanjutkan kegiatan usahatani dalam kelurga merupakan salah satu penyebabnya. Para pemuda kurang berminat untuk ikut serta dalam kegiatan usahatani di karenakan kegiatan tersebut dinilai kurang menguntungkan.

Berdasarkan luas lahan yang digunakan, 85,08 persen petani melakukan usahatani padi, baik padi sawah, padi organik maupun padi hibrida. Sebesar 5,67 persen petani melakukan usahatani sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan merupakan

usahtani selingan atau sampingan diluar usahtani padi lahan yang digunakan tidak besar dan hanya di usahakan untuk memanfaatkan pekarangan. Sayuran yang diusahakan yaitu mentimun, cabe merah, kacang panjang dan kubis. Sedangkan jenis komoditas buah yang diusahakan yaitu pisang dan rambutan. Berikut adalah jenis usahatani yang dilakukan petani di kelurahan Situmekar berdasarkan luas lahan yang digunakan.

Tabel 7 Data usahatani berdasarkan luas lahan di kelurahan Situmekar tahun 2012

Jenis Usahatani Luas lahan (Ha) Persentase (%)

Padi 60 85,08

Sayuran 4 5,67

Buah-Buahan 4 5,67

Perikanan 2,520 3,573

Total 70,52 100

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014.

Berdasarkan kepemilikan lahan status kepemilikan lahan di kelurahan Situmekar terbagi menjadi petani pemilik penggarap, petani penggarap, dan buruh tani. Petani pemilik penggarap yaitu petani yang memiliki lahan namun ikut serta dalam menggarap lahan yang dimilikanya. Petani penggarap merupakan petani yang tidak memiliki lahan, namu menggarap lahan orang lain, bentuk dari status lahan yang dimiliki oleh petani penggarap merupakan sewa. Buruh tani merupakan ptani yang tidak memiliki lahan dan tidak menyewa lahan, buruh tani adalah pekerja yang membantu dalam kegiatan usahatani. Buruh tani dibayar dengan sistem pembayaran tunai berupa upah yang dibayarkan sebesar Rp 40.000,- per hari untuk buruh laki-laki dan Rp 30.000,- untuk buruh wanita. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar petani yang ada di kelurahan Situmekar merupakan petani penggarap dan buruh tani. Berikut data petani berdasarkan status kepemilikan lahan.

Tabel 8. Data petani berdasarkan status kepemilikan lahan di kelurahan Situmekar

Status Kepemilikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pemilik Penggarap 76 10,14

Penggarap 279 37,24

Buruh Tani 255 34,04

Total 610 100

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014.

4. Kependudukan dan mata pencaharian

Jumlah penduduk di kelurahan Situmekar pada tahun 2013 sebanyak 4.798 KK. Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.404 orang dan perempuan sebanyak 2.394 orang. Sebagian besar penduduk di kelurahan Situmekar bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data pada tabel 9 petani merupakan mata pecaharian kedua terbesar di kelurahan Situmekar yaitu dengan jumlah 746 orang atau sebesar 15,61 persen. Sementara 13,03 persen dari penduduk kelurahan situmekar merupakan pelajar ataupun mahasiswa. Jumlah terbesar penduduk situmekar yaitu ibu rumah tangga, pengangguran serta profesi lain diluar profesi dalam kelompok yaitu sebesar 30,72 persen. Berikut adalah jumlah penduduk berdasarkan matapencahariannya.

Tabel 9. Jumlah penduduk berdasarkan mata pecaharian di kelurahan situmekar

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Petani 749 15,61 2 PNS 46 0,96 3 Pegawai Swasta 208 4,34 4 TNI AD 5 0,10 5 TNI AL 0 0,00 6 TNI AU 0 0,00 7 POLRI 3 0,06 8 Pensiunan.Veteran/Purnawirawan 11 0,23 9 Pedagang/Wiraswasta 518 10,80 10 Buruh 549 11,44 11 Buruh Kasar 610 12,71 12 Pelajar/Mahasiswa 625 13,03 13 Pengangguran/IRT/dll 1474 30.72 Total 4798 100,00

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014

Karakteristik Responden

Karakteristik responden akan diuraikan yaitu berupa umur petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan, luas penggunaan petani, dan pengalaman berusahatani.

a. Umur petani

Berdsarkan hasil kajian di kelurahan Situmekar terdapat perbedaan kelompok umur yang dominan untuk responden petani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Responden yang menggunakan teknologi sistem tanam jajar legowo 30 persen berumur 40-49 tahun dan 30 persen berumur diantara 60-69 tahun. Sementara itu untuk responden petani yang menggunakan sistem tanam tegel sebanyak 60 persen responden berumur di anatara 60-69 tahun. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa petani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo merupakan petani muda dapat menerima teknologi baru untuk mengembangakan usahatani padi yang dijalankannya. Sementara itu sebagian besar dari petani yang menggunakan sistem tegel merupakan petani berpengalaman yang sudah lama menggunakan sistem tegel.

Tabel 10 Penggolongan responden berdasarkan umur

Kelompok Umur

Petani Jajar Legowo

Petani Tegel Jumlah (orang) Persentase

(%) Jumlah (orang) persentase (%) 30-39 1 5 1 10 40-49 6 30 0 50-59 4 20 2 20 60-69 6 30 6 60 >70 3 15 1 10 Jumlah 20 100 10 100

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahawa sebagian besar petani yang melakukan usahtani padi berumur lebih dari 40 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa baik usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun usahatani padi dengan menggunakan sistem tegel kurang diminati oleh para pemuda. Hal tersebut terjadi karena pada saat ini para pemuda enggan untuk melakukan usahatani padi, sebagian besar dari pemuda tersebut memilih untuk bekerja diluar sektor pertanian.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel terdiri dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan Perguran tinggi. Pendidikan tertinggi dari petani jajar legowo maupun petani tegel adalah SD, sejumlah 11 orang dari petani jajar legowo berpendidikan SD atau sebesar 55 persen, semantara itu jumlah petani tegel dengan tingkat pendidikan SD adalah sejumlah 9 orang atau 90 persen.. Petani jajar legowo dengan pendidikan akhir tingkat SMA adalah sejumlah 3 orang atau sebesar 15 persen dan petani tegel dengan pendidikan terkahir tingkat SMA yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 10 persen. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilihat bahwa petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat menerima teknologi baru untuk dengan mudah untuk mengembangkan usahatani padi yang dimilikinya dibandingkan dengan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pendidikan terkahir SMP pada petani jajar legowo sebanyak 6 orang atau 30 persen, sementara untuk petani tegel tidak ada responden yang berpendidikan terakhir SMP, selain itu petani jajar legowo dengan pendidikan akhir tingkat SMA adalah sejumlah 3 orang atau sebesar 15 persen dan petani tegel dengan pendidikan terkahir tingkat SMA yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 10 persen Berikut adalah penggolang responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 11. Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan (tahun) Jumlah Petani Jajar Legowo (Orang) Persentase (%) Jumlah Petani Tegel (Orang) Persentase (%) SD 11 55 9 90 SMP 6 30 0 SMA 3 15 1 10 Perguruan Tinggi 0 Total 20 100 10 100

Sumber: Data Primer, 2014

c. Status Kepemilikan

Status penguasaan lahan petani jajar legowo dan tegel dibagi kedalam dua jenis yaitu pemilik dan penggarap. Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahannya sendiri serta mengolah lahannya sendiri, sementara untuk petani penggarap merupakan petani yang tidak memiliki lahan, namun menggarap lahan orang lain, biaya operasional pada usahtani yang dilakukan oleh petani penggarap dikeluarkan sendiri oleh petani penggarap. Adapun untuk lahan yang digunakan merupakan lahan yang disewa yang dibayar pada setiap musim. Sistem pembayaran yang digunakan tidak dalam bentuk uang

namun dalam bentuk gabah yang dihasilkan, jumlah sewa untuk setiap musim yaitu sebesar 30 kg GKP per are atau 3000 kg per hektar dengan harga gabah per kilogram yaitu Rp 3.500,- . Adapun jumlah petani penggarap untuk usahatani padi jajar lagowo adalah sejumlah 18 orang atau sebesar 90 persen dan petani penggarap untuk usahatani padi tegel adalah sebesar 9 oarang atau 90 persen. Berikut adalah penggolang petani berdasarkan status kepemilikan lahan.

Tabel 12. Penggolongan responden berdasarkan status kepemilikan lahan

Status Kepemilikan lahan Jajar Legowo Persentase (%) Tegel persentase (%) 1. sewa 18 90 9 90 2. Milik Sendiri 2 10 1 10 Total 20 100 10 100

Sumber: Data Primer,2014

d. Luas Penguasaan Lahan Petani Responden

Luas penguasaan lahan sebagian besar petani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel tidaklah teralalu besar. Sebagian besar kuarang dari 0,50 Ha. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0,50 Ha aadalah sebanyak 60 persen pada petani sistem tanam jajar legowo dan 70 persen pada siste tanam tegel. Luas penguasaan lahan yang kecil diaibatkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu adanya alih fungsi lahan untuk pemukiman penduduk, sehingga luas lahan pertanian terutama lahan sawah semakin berkurang, selain itu sebagian petani menjual lahannya kepada pihak lain untuk digunakan sebagai lahan non pertanian, seperti pabrik dan lain sebagainya. Berikut adalah luas penguasaan lahan responden.

Tabel 13 Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan lahan

Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani Jajar legowo (orang) Persentase (%) Jumlah Petani Tegel (orang) Persentase (%) 0-0,50 12 60 7 70 0,51-1,00 8 40 2 20 >1,00 0 0 1 10 Total 20 100 10 100

Sumber: Data primer, 2014

e. Pengalaman Usahatani

Pengalaman petani dalam berusahatani padi memiliki peran penting dalam menentukan sistem tanam yang digunakan. Petani dengan pengalaman lebih dari 20 tahun sulit menerima teknologi baru dalam usahataninya, berbeda halnya dengan petani yang memiliki pengalaman kuarang dari 20 tahun. Petani dengan sedikit pengalaman dapat menerima hal baru dan menginginkan untuk mengembangkan usahataninya menjadi lebih baik, dibandingkan dengan petani dengan pengalaman bertani yang lebih lama. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah petani sistem tanam legowo sebanyak 40 persen merupakan petani yang memiliki pengalaman kurang dari sepuluh tahun, sementara petani sistem tegel sebagian besar memiliki pengalaman petani lebih dari 20 tahun yaitu pengalaman 21 sampai dengan 30 tahun sebesar 30 persen dan pengalaman dari 31 tahun sampai dengan 40 tahun sebesar 30 persen. Tabel berikut merupakan penggolangan petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani.

Tabel 14 Penggolongan petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani

Pengalaman Usahatani (Tahun)

Jumlah petani jajar legowo (orang)

Persentase (%)

Jumlah petani tegel (orang) Persentase (%) <10 8 40 1 10 11-20 1 5 2 20 21-30 4 20 3 30 31-40 4 20 3 30 >40 3 15 1 10 Total 20 100 10 100

Sumber: Data primer, 2014

Suatu usahatani akan mengalami permasalahan dalam pengelolaannya, demikian pula dalam melakukan usahatani padi, terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh para petani, terutama petani di kelurahan Situmekar. Permasalahan tersebut berupa langkanya tenaga kerja, harga pupuk dan benih mahal, serta permasalahan cuaca. Namun demikian, permasalahan utama yang dihadapi oleh petani di kelurahan situmekar yaitu kekurangan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam suatu usahatani, jika tenaga kerja kurang memadai maka usahatani tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Permasalahan tenaga kerja yang dihadapi oleh para petani diakibatkan oleh kurangnya pemuda yang berminat untuk bekerja sebagai petani. Sebagian besar pemuda tersebut lebih memilih untuk bekerja di sektor non pertanian seperti buruh pabrik atau bekerja di toko.

Tabel 15 Jumlah tanggungan keluarga petani responden

Jumlah amggota keluarga Jumlah petani Jajar legowo (orang)

Persentase(%) Jumlah petani Tegel (orang) Persentase (%) 1-3 14 70 5 50 4-6 5 25 5 50 >7 1 5 0 Total 20 100 10 100

Sumber: Data primer, 2014

Akibat adanya kekurangan tenaga kerja tersebut maka akan berpengaruh terhadap proses usahatani padi, diantaranya yaitu terjadi rebutan tenaga kerja antar petani, atau benih yang ditanam terlalu tua akibat dari harus menunggu giliran untuk mendapatkan tenaga kerja yang membantu dalam proses penanaman. Petani melakukan berbagai cara untuk memecahkan masalah tersebut diantaranya yaitu mencari tenaga kerja di luar kelurahan, namun biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar, karena harus memberikan upah yang lebih besar.

Keragaan Padi Sistem Tanam Jajar Legowo

1. Pembuatan baris tanam

Alat garis tanam dengan ukuran jarak tanam yang dikehendaki dipersiapkan. Bahan untuk alat garis tanam bisa digunakan kayu atau bahan lain yang tersedia serta biaya terjangkau. Lahan sawah yang telah siap ditanami, 1-2 hari sebelumnya dilakukan pembuangan air sehingga lahan dalam keadaan macak-macak. Kemudian lahan diratakan

dan didatarkan dengan baik. Selanjutnya dilakukan pembentukan garis tanam yang lurus dan jelas dengan cara menarik alat garis tanam yang sudah dipersiapkan sebelumnya serta dibantu dengan tali yang dibentang dari ujung ke ujung lahan.

2. Tanam

Umur bibit padi yang digunakan sebaiknya kurang dari 21 hari. Bibit yang digunakan sebanyak 1-3 bibit per lubang tanam pada perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara laju tanam sebaiknya maju agar perpotongan garis untuk lubang tanam dapat terlihat dengan jelas. Namun apabila kebiasaan tanam mundur juga tidak menjadi masalah, yang penting populasi tanaman yang ditanam dapat terpenuhi. Pada alur pinggir kiri dan kanan dari setiap barisan legowo, populasi tanaman ditambah dengan cara menyisipkan tanaman di antara 2 lubang tanam yang tersedia. pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan legowonya.

3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Posisi orang yang melakukan pemupukan berada pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo. Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melalukan pemupukan 2 barisan legowo. Khusus cara pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan legowonya.

4. Penyiangan

Penyiangan bisa dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan alat penyiangan seperti landak/gasrok. Apabila penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu dipotong seperti penyiangan pada cara tanam bujur sangkar. Sisa gulma yang tidak tersiang dengan alat siang di tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan, bahkan sisa gulma pada barisan pinggir legowo sebenarnya tidak perlu diambil karena dengan sendirinya akan kalah persaingan dengan pertumbuhan tanaman padi.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit (HPT)

Pada pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan alat semprot atau

handsprayer, posisi orang berada pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo. Penyemprotan diarahkan ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo.

6. Panen

Panen dilakukan dua kali dalam satu tahun. Panen padi dilakukan dengan menggunakan sabit. Setelah di panen padi dirontokan dengan cara memukul batang padi ke kayu hingga gabah berjatuhan. Gabah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gabah kering panen dan gabah kering giling. Petani biasa menjual gabah kering panen ke para tengkulak.

Penggunaan Input dan output yang dihasilkan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tegel.

Secara teknis penggunaan input-input pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel berbeda. Secara keseluruhan jumlah input yang digunakan pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo leih banyak dibandingkan dengan usahatani padi sistem tanam tegel, namun demikian jumlah benih yang digunakan pada sistem tanam jajar legowo lebih sedikit dibandingkan dengan sostem tanam tegel. Adapun pupuk yang digunakan pada sistem tanam jajar legowo lebih banyak diabndingkan dengan pupuk yang digunakan pada sistem tanam tegel, jenis pupuk yang digunakan pada sistem tanam jajar legowo lebih bermacam-macam seperti pupuk

organik, pupuk urea, pupuk sp 36, NPK, dan pupuk kandang. Sedangkan pada usahatani padi sistem tanam tegel tidak menggunakan pupuk kandang, dan pupuk organik yang digunakan lebih sedikit dibandingkan pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo. Berikut adalah jumlah yang digunakan pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.

1. Penggunaan benih

Penggunaan benih dalam usahatani padi memiliki kontribusi sebesar 3,28 persen dalam usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan 5,72 persen dalam usahatani padi sistem tanam tegel. Terdapat perbedaan penggunaan benih pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel hal tersebut diakrenakan jumlah bibit per lubang tanam berbeda antara sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel. Benih padi berasal dari toko pertanian yang ada di kelurahan situ mekar adaapun jenis benih yang digunakan yaitu impari 13. Dengan harga per kilogram berkisar antara Rp 9 000,- sampai dengan Rp 12 000. Jumlah benih yang digunakan oleh petani baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani sistem tanam tegel melebihi dosis yang dianjurkan oleh pemerintah, sehingga penggunaan benih berlebihan. Penggunaan benih yang berlebihan akan mengakibatkan kurang optimalnya jumlah produksi yang dihasilkan. Selain itu biaya yang dikeluarkan lebih besar, serta dapat mengurangi pendapatan yang diterima serta biaya menjadi kurang efisien.

2. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang

Pupuk organik yang digunakan oleh petani sistem tanam jajar legowo dan petani sistem tanam tegel di Kelurahan Situmekar berupa pupuk organik dan pupuk kandang. Pupuk organik merupakan bantuan dari dinas pertanian setempat. Pupuk organi diberikan kepada setiap kelompok tani dan dijual kepada anggota kelompok tani. Harga pupuk organik yaitu sebesar Rp 500 per kilogram. Kontribusi pupuk organik pada sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 37,81 persen sedangkan pada sistem tanam tegel sebesar 12,40 persen. Selain pupuk organik, petani sistem tegel juga menggunakan pupuk kandang dengan kontribusi sebesar 4,20 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo, sedangkan pada petani sistem tegel adalah nol persen, dimana petani sistem tegel yang menjadi responden tidak menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang berasal dari para peternak yang ada di kelurahan Situmekar, harga dari pupuk kandang yaitu sebesar Rp 300 per kilogram. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang digunakan oleh petani sistem tanam jajar legowo karena produksi yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan tanpa pupuk organik seperti kualitas gabah dan beras yang dihasilkan lebih baik.

Namun demikian, ada beberapa kekurangan dalam menggunakan pupuk organik diantaranya yaitu pertumbuhan padi dengan menggunakan pupuk organik lebih lambat dibandingkan dengan pupuk kimia. Selain itu warna daun kurang baik jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia, serta waktu produksi padi dengan menggunakan pupuk organik lebih lama didandingkan dengan pupuk kimia. Sehingga meskipun petani sistam tanam jajar legowo sudah menggunakan pupuk organik, namun petani masih mencapur dengan menggunakan pupuk kimia.

3. Penggunaan pupuk kimia

Pupuk kimia yang digunakan oleh petani sistem tanam jajar legowo dan petani sistem tanam tegel yaitu pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk NPK, dan pupuk TSP. NPK merupakan pupuk yang memiliki kontribusi paling besar yaitu sebesar 21,28 persen pada

usahatani padi sistem jajar legowo dan sebesar 45,82 pesen pada usahatani padi sistem tegel. Besarnya petani sistem tanam jajar legowo dengan petani sistem tegel dalam menggunakan NPK, karena zat-zat yang terdapat pada pupuk NPK sudah lengkap dan baik dalam membantu proses porduksi padi. Pupuk NPK diperoleh petani dari toko pertanian yang ada di kelurahan Situmekar dengan harapa Rp 2 440 per kilogram. Selain NPK jumlah pupuk yang banyak digunakan oleh petani yaitu pupuk urea, dimana memiliki kontribusi sebesar 23,20 persen pada usahatani sistem jajar legowo dan 28,94 persen pada usahatani sistem tanam tegel. Pupuk uera didapatkan petani dari toko pertanian yang ada di kelurahan Situmekar dengan harga Rp 2 500 per kilogram. Adapun pupuk kima lain yang digunakan yaitu pupuk SP 36 dan pupuk TSP. Pupuk SP 36 memiliki kontribusi sebesar 10,07 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sebesar 4,28 persen pada usahatani padi sistem tanam tegel. Sedangkan pupuk TSP memiliki kontribusi sebesar 0,17 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan 2,85 persen pada usahatani padi sistem tegel. Pupuk SP 36 dan TSP dapat diperoleh petani dari toko pertanian setempat dengan harga Rp 1 250 per kilogram dan Rp 2 440 per kilogram.

Penggunaan pupuk baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani sistem tegel saat ini masih melebihi dosis anjuran pemerintah. Sehingga produksi yang dihasilkan belum optimal. Penggunaan pupuk yang berlebihan mengakibatkan unsur hara tanaman berelbihan, sehingga padi tidak dapat tumbuh dengan baik. Selain itu biaya yang dikeluarkan untuk pupuk akan lebih besar dan keuntungan petani akan semakin berkurang. Tabel 16 menggambarkan penggunaan input yang digunakan petani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.

Tabel 16 Jumlah input yang digunakan

Komponen Input

Dosis anjuran pemerintah

sumber Harga per

satuan (Rp)

Jajar Legowo Tegel

jumlah (kg) Jumlah (Kg) Persentase (%) Jumlah (Kg) Persentase (%)

Benih 25 35,16 3,28 41,75 5,72 Toko pertanian

9000-12.000

Pupuk Organik 405,6 37,81 90,5 12,40

Bantuan

pemerintah 500

Pupuk Urea 100 248,88 23,20 211,25 28,94 Toko pertanian 2.500

Pupuk SP 36 100-150 108 10,07 31,25 4,28 Toko pertanian 1250

Pupuk NPK 300 228,24 21,28 334,5 45,82 Toko pertanian 2440

Pupuk TSP 1,8 0,17 20,8 2,85 Toko pertanian 2.440

Pupuk Kandang 1000 45 4,20 0 0,00 Peternak 300

Total 1072,68 100 730,08 100

Sumber: Data Primer, 2014

4. Penggunaan input tenaga kerja

Selain penggunaan input variabel seperti benih dan pupuk, tenaga kerja merupakan faktor penting dalam melakukan usahatani padi baik menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan sistem tanam tegel, baik itu tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Jumlah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 38,85 HOK sedangkan pada usahatani padi sistem tanam tegel yaitu sebesar 32,45 HOK.

Jumlah penggunaan tenaga kerja yang paling besar pada usahatani padi sitem tanam jajar legowo dan usahatani padi sistem tanam tegel yaitu penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang memiliki kontribusi sebesar 75,67 persen pada usahatani padi sistem tana

jajar legowo dan 70,51 persen. Sistem pembayaran tenaga kerja luar keluarga adalah dengan sistem upah yang dibayarkan secara tunai dengan perhitungan per hari. Selain itu pada sebagian petani selain membayar upah secara langsung juga memberikan natura berupa makan siang.

Dokumen terkait