• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DENGAN SISTEM TEGEL

KELURAHAN SITUMEKAR, SUKABUMI

DEWI PUSPITASARI HASANAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Dewi Puspitasari Hasanah

(3)

ABSTRAK

DEWI PUSPITASARI HASANAH. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.

Produksi padi di Indonesia semkin rendah diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan ke sektor non pertanian. Sukabumi merupakan salah satu kota dengan lahan yang kecil, sehingga untuk memenuhi kebutuhan beras dalam kota, Sukabumi melakukan beberapa program salah satunya yaitu penerapan sistem tanam jajar legowo. Namun, permasalahannya yaitu masih terdapat petani yang menolak untuk menerapkan sistem tanam ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui perbandingan biaya dan pendapatan dari usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Hasil menunjukan bahwa biaya pada sistem tanam jajar legowo lebih kecil baik pada musim pertama maupun musim ke dua yaitu sebesar Rp 8 262 513 dan Rp 8 372 462. Sedangkan pada sistem tanam tegel yaitu sebesar Rp 8 714 746 dan 8 531 791. Dengan pendapatan sebesar Rp 10 595 067 pada musim satu dan Rp 5 463 178 pada musim dua. Sedangakan pada sistem tegel sebesar Rp 7 890 113 pada musim satu dan Rp (2 294 441) pada musim kedua. Nilai R/C ratio pada sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 2,28 dan 1,7 sedangkan pada sistem tegel yaitu 1,8 dan 0,7. Hasil uji beda menyatakan bahwa nilai pendapatan sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel sama secara statistik.

Kata kundi; Pendapatan, biaya, Rasio R/C

ABSTRACT

DEWI PUSPITASARI HASANAH. Comparison Revenue Analisys of Rice Plant

Business Jajar Legowo System and Tegel System, Situmekar Sub-District,

Sukabumi. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.

Production of rice in Indonesia which more low result from land take over to non agriculture sub sector. Sukabumi is one of city wich have small area, with the result that for fill the demand of rice, Sukabumi do some program, one of them is assembling jajar legowo system. However, the problem is some farmer won’t assembling jajar legowo system. The purpose of this study to analize income comparison, who use the jajar legowo system and use the tegel system. The result show cost jajar legowo less than tegel that is Rp 8 262 513 and 8 372 462. Whereas tegel system is Rp 8 714 746 and 8 531 791. Income of jajar legowo is

Rp 10 595 067 and Rp 5 463 178. And income of tegel is Rp 7 890 113 and Rp (2 294 441). The value of R/C ratio on jajar legowo is 2,28 and 1,7. And value of R/C ratio on tegel is 1,8 and 0,7. T-test independent sample result value of income for jajar legowo and tegel have difirence is siginficant.

(4)

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DENGAN SISTEM TEGEL

KELURAHAN SITUMEKAR, SUKABUMI

DEWI PUSPITASARI HASANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah usahatani padi, dengan judul Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji, Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen evaluator dan ibu Tintin Sarianti, SP, MM yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Reni Nuraeni, SP dari Badan Penyuluh Pertanian Kota Sukabumi, dan Bapak Dadang Robianto beserta seluruh anggota kelompok tani Harum Mekarsari yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengaruh Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Produksi 5

Pengaruh Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Pendapatan 6

KERANGKA PEMIKIRAN 7

Kerangka Pemikiran Teoritis 7

Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo 7

Struktur Penerimaan Usahatani 10

Struktur Biaya Usahatani 10

Pendapatan Usahatani 10

Kerangka Pemikiran Operasional 11

METODE PENELITIAN 13

Tempat dan Waktu Penelitian 13

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 13

Metode Analisis Data 13

Definisi Operasional 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Gambaran Umum Lokasi 18

Karakteristik Responden 21

Keragaan Padi Sistem Tanam Jajar Legowo 24

Jumlah output yang dihasilkan 29

Analisis Struktur Biaya Usahatani Sistem Jajar Legowo dan Sistem Tegel. 29

Analisis Pendapatan usahatani sistem jajar legowo dan sistem tegel. 32

Analisis Perbandingan R/C Rasio Sistem Tanam Jajar legowo dan Sistem

Tegel. 33

Hasil Uji Beda Usahatani sistem Jajar Legowo dan Sistem Tegel. 34

SIMPULAN DAN SARAN 36

(8)

DAFTAR TABEL

1 Tipe sistem tanam jajar legowo 2

2 Hasil panen padi cara tanam sistem jajar legowo dengan sistem tegel 4

3 Struktur biaya usahatani 14

4 Analisis pendapatan usahatani 15

5 Data potensi lahan kelurahan Situmekar 18

6 Sarana dan prasarana kelurahan Situmekar 19

7 Data usahatani berdasarkan luas lahan di kelurahan Situmekar tahun 2012 20

8 Data petani berdasarkan status kepemilikan lahan di kelurahan Situmekar 20

9 Jumlah penduduk berdasarkan mata pecaharian di kelurahan situmekar 21

10 Penggolongan responden berdasarkan umur 21

11 Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan 22

12 Penggolongan responden berdasarkan status kepemilikan lahan 23

13 Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan lahan 23

14 Penggolongan petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani 24

15 Jumlah tanggungan keluarga petani responden 24

16 Jumlah input yang digunakan 27

17 Kebutuhan tenaga kerja usahatani padi 28

18 Jumlah hasil produksi padi 29

19 Struktur biaya usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem tegel 31

20 Pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem tegel 32

21 Analisis perbandingan R/C usahatani sistem jajar legowo dan sistem tegel 33

22 Hasil uji beda biaya dan pendapatan sistem tanam jajar legowo dan sistem

(9)

DAFTAR GAMBAR

1 Produktivitas padi nasional 2009-2010 1

2 Perkembangan produksi beras provinsi Jawa Barat 2008-2013 3

3 Jarak tanam sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel 8

4 Kurva Produksi 9

5 Bagan kerangka pemikiran 12

LAMPIRAN

1 Hasil uji beda musim 1 39

2 Hasil uji beda musim 2 42

3 Struktur biaya 45

4 Pendapatan petani padi sistem tanam jajar legowo musim 1 46

5 Pendapatan petani padi sistem tanam jajar legowo musim 2 47

6 Pendapatan petani padi sistem tanam tegel musim 1 48

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi padi di Indonesia setiap tahun meningkat, namun laju pertumbuhan produksi padi di Indonesia setiap tahun semakin menurun. Laju pertumbuhan produksi padi tahun 2012 sampai dengan 2013 adalah sebesar 0,19 persen. Produksi padi pada tahun 2012 sebesar 69,056 juta ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat sebesar 5,02 persen dibandingkan tahun 2011, sementara itu pada tahun 2013 jumlah produksi padi di Indonesia mencapai 69,27 juta ton gabah kering giling (GKG)1. Produktivitas padi sawah pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 meningkat sebesar 0,02 persen. Sementara pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 produksi padi sawah meningkat sebesar 1,63 persen. Demikian pula produksi padi ladang pada tahun 2011 sampai dengan 2012 meningkat sebesar 3,12 persen, namun pada tahun 2012 sampai dengan 2013 hanya meningkat sebesar 0,55 persen. Sehingga, dapat dilihat bahwa produksi padi baik padi sawah maupun padi ladang mengalami laju pertumbuhan yang menurun. Produktivitas padi nasional tahun 2009 sampai dengan 2013 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Produktivitas padi nasional 2009-2010 Sumber: Kementrian Pertanian,2013

Laju pertumbuhan produksi padi yang melandai tersebut diakibatkan oleh adanya beberapa permasalahan salah satunya yaitu lahan pertanian yang semakin berkurang akibat adanya alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Pangan dan Pertanian (2013) menyatakan bahwa dari total lahan sawah beririgasi yaitu sekitar 7,3 juta ha, hanya sekitar 4,2 juta ha atau 57,6 persen yang dapat di pertahankan fungsinya, sedangkan 3,01 juta ha atau 42,4

1

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi edisi September 2013.

Http//www.bps.go.id/download_file/IP_september_2013.pdf

10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

2009 2010 2011 2012 2013

Pr

o

d

u

kt

iv

itas

(K

u

/H

a)

Tahun

Produktivitas padi nasional 2009-2010

Padi Sawah

(12)

persen sisanya terancam teralihfungsikan ke penggunaan lain2. Berdasarkan data BPS (2010) lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar per tahun. Selain itu luas lahan yang digunakan oleh petani masih kecil yaitu kurang dari satu hektar, BPS (2013) mencatat bahwa jumlah rata-rata penguasaan lahan petani yaitu sebesar 0,89 ha3.

Melihat berbagai masalah yang mempengaruhi laju pertumbuhan produksi padi maka Kementrian Pertanian melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan produksi padi. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan teknologi pada sistem pertanian yang ada saat ini. Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu teknologi penanaman padi berupa rekayasa teknik tanam dengan menempatkan semua baris tanaman berada di pinggir barisan, sehingga tanaman memperoleh cahaya matahari dan sirkulasi udara lebih baik dibanding dengan sistem tanam konvensional. Tujuan dari adanya program penerapan teknologi ini yaitu untuk meningkatkan jumlah populasi padi yang ditanam sehingga produksi padi meningkat.

Peningkatan populasi padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo tidak seragam, tergantung pada tipe jajar legowo yang digunakan. Menurut Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP,2013) tipe sistem tanam jajar legowo terbagi kedalam lima tipe yaitu tipe 2:1, tipe 3:1, tipe 4:1, tipe 5:1 dan tipe 6:1. Pengertian dari tipe legowo 2:1 adalah cara tanam yang memiliki dua barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam setengah kali jarak tanam antar barisan. Adapun pengertian dari jajar legowo 4:1 adalah cara tanam yang memiliki empat barisan kemudian diselingi oleh satu barisan kosong dimana setiap baris pinggir memiliki jarak tanam dua kali jarak tanam pada barisan tengah, demikian pula pada tipe jajar legowo 3:1, 5:1, dan 6:1 (BKP3K Gorontalo,2012). Tabel 1. tipe sistem tanam jajar legowo dan penambahan jumlah populasi.

Tabel 1. Tipe sistem tanam jajar legowo

Tipe Jajar Legowo Jumlah Penambahan

Populasi Padi (%)

Jajar Legowo 2:1 30

Jajar Legowo 3:1 25

Jajar Legowo 4:1 20

Jajar Legowo 5:1 16,6

Jajar Legowo 6: 1 14,29

Sumber: BBPP,2013

Menurut BPTP Kalimantan Selatan (2013) bahwa penerapan tekologi sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi sebesar 12 persen sampai dengan 22 persen dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Sistem tanam tegel merupakan sistem tanam tradisional yang sudah lama diterapkan oleh petani. Pada sistem tanam tegel memiliki jarak tanam yang sama yaitu sekitar 25 cm x 25 cm sehingga jarak tanam menjadi lebih rapat dibandingkan dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo. Menurut Dinas Pertanian Grobogan (2012) menyatakan bahwa produksi padi dengan menggunakan sistem tanam tegel lebih rendah diakibatkan oleh tanaman padi kurang optimal dalam menerima sinar matahari, terjadinya kahat hara tertentu terutama N, P, dan K serta air akibat jarak antar tanaman yang terlalu rapat, dan terjadinya serangan penyakit endemik

2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019, Direktorat Pangan dan Pertanian Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2013.

3

(13)

setempat, akibat kondisi iklim mikro yang menguntungkan bagi perkembangan penyakit pada sistem tanam tegel. Oleh karena itu program penerapan sistem jajar legowo mulai dikembangkan oleh Kementerian Pertanian guna mendukung rencana pemerintah agar pada tahun 2014 Indonesia mampu berswasembada beras. Pemerintah daerah penghasil padi telah melakukan program sosialisasi mengenai teknologi sistem jajar legowo kepada petani. Salah satu daerah yang menerapkan teknologi ini yaitu Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Indonesia. Produksi padi di Jawa Barat belum mampu mencukupi kebutuhan beras. Perkembangan jumlah produksi padi yang dihasilkan Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Perkembangan produksi beras provinsi Jawa Barat 2008-2013 Sumber: BPS, 2013

Pada tahun 2012 samapai dengan tahun 2013 telah terjadi peningkatan jumlah produksi padi di Jawa Barat sebesar 2,67 persen. Besarnya peningkatan tersebut dapat dikatakan rendah, oleh karena itu pemerintah Jawa Barat mulai menggalakan peningkatan jumlah produksi padi di Jawa Barat. Salah satu program yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat yaitu dengan membuat daerah percontohan penanaman padi. Salah satu dari dua daerah yang menjadi daerah percontohan penanaman padi yaitu daerah Sukabumi. Program ini berjalan sejak tahun 2012. Meskipun luas lahan persawahan di Kota Sukabumi hanya 1 751 hektar6, namun lahan di Kota Sukabumi merupakan lahan yang subur, sehingga memungkinkan untuk menerapkan sistem padi jajar legowo ini. Lokasi yang dipilih oleh pemerintahan Kota Sukabumi untuk program ini yaitu daerah Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembur Situ. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu daerah penghasil padi di Kota Sukabumi, meskipun sebelum adanya program ini sebagian petani di daerah ini masih menggunakan sistem tanam tegel.

Perumusan Masalah

Kota Sukabumi merupakan salah satu kota yang melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan produksi padi. Hal tersebut dikarenakan produksi padi di kota Sukabumi memiliki laju pertumbuhan yang landai, bahkan pada thun 2012 sampai dengan tahun 2013 prtumbuhan produksi padi di kota Sukabumi menurun sebesar 2,1 persen. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Sukabumi yaitu dengan melakukan program penerapan teknologi sistem tanam jajar legowo. Dengan

9000000 9500000 10000000 10500000 11000000 11500000 12000000 12500000

2008 2009

2010 2011 2012 2013

(14)

dilakukannya program ini maka diharapkan produktivitas padi di kota Sukabumi akan meningkat.

Menurut Diratmaja,et al(2001), penggunaan teknologi cara tanam jajar legowo memberikan dampak besar terhadap kenaikan hasil padi persatuan hektar yang cukup besar yaitu 1,01 ton/ha GKP (17,56 persen) dibandingankan dengan cara tanam tegel. Hal tersebut menunjukan bahwa cara tanam jajar legowo lebih menguntungkan dibandingkan dengan cara tanam tegel. Berikut adalah hasil panen cara tanam jajar legowo dibandingkan dengan cara tanam tegel di Kelurahan Bojong, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi.

Tabel 2 Hasil panen padi cara tanam sistem jajar legowo dengan sistem tegel

Cara Tanam Kisaran (ton/ha GKP) Rataan (ton/ha GKP)

Tegel 5,10-7,70 5,75

Legowo 6,30-7,60 6,76

Kenaikan Hasil (%) 1,01 (17,56%)

Sumber: Diratmaja, et al (2001)

Meskipun jumlah produksi yang dihasilkan lebih tinggi pada sistem tanam jajar legowo, namun total biaya yang harus di keluarkan juga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel. Hal itu disebabkan oleh adanya peningkatan biaya panen yang dihitung berdasarkan jumlah bawon yang dikeluarkan sebesar 1/5 kali hasil panen dikalikan dengan jumlah gabah, karena jumlah gabah yang dihasilkan lebih teinggi. Meskipun biaya panen yang dikeluarkan lebih tinggi namun, keuntungan petani tetap lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggunakan sistem tanam tegel.

Daerah Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembur Situ merupakan salah satu daerah dengan lahan subur, pada saat ini pemerintah kota Sukabumi mulai mengembangkan program penerapan sistem tanam jajar legowo di daerah ini. Petani di daerah ini mulanya menolak sistem penanaman ini karena ragu dan belum berpengalaman dlam melakukan usahatani padi sistem tanam jajar legowo. Setelah dilakukan pelatihan dan penyuluhan oleh Dinas Pertanian setempat, petani di daerah ini mulai melakukan penanaman dengan menggunakan sistem penanaman jajar legowo. Namun demikian, dari jumlah keseluruhan petani yang ada yaitu 76 orang petani pemilik sekaligus penggarap dan sekitar 296 orang petani penggarap hanya sekitar 60 persen yang sudah menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo, sedangkan 40 persen sisanya masih menggunakan sistem tanam tegel. Hal tersebut dikarenakan petani merasa jika menggunakan teknologi jajar legowo maka pendapatan yang diterima oleh petani akan berkurang. Sehingga perlu diketahui apakah teknologi sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan dari usahatani padi. oleh karena itu dilakukan perbandingan usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel, yang merupakan sistem tanam yang sudah dilakukan oleh petani selama ini. Berdasarkan uraian diatas maka perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Apakah teknologi sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi?

(15)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membandingkan struktur biaya usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam

jajar legowo dengan sistem tegel.

2. Membandingkan pendapatan usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam jajar

legowo dengan sistem tegel.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain:

1. Petani di Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembur Situ, sebagai bahan informasi dan

bahan pertimbangan dalam meningkatkan produksi padi menggunakan sistem tanam jajar legowo.

2. Pemerintah daerah setempat, digunakan sebagai bahan masukan dalam menetapkan

kebijakan dalam mengembangkan produksi padi menggunkan sistem jajar legowo.

3. Penulis, digunakan sebagai sarana latihan penerapan ilmu dan teori yang telah didapat

selama masa perkuliahan serta menambah pengalaman agar dapat diterapkan di tengah masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian

Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembur Situ merupakan salah satu daerah di Kota Sukabumi yang penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas yang di usahakan oleh para petani daerah ini yaitu komoditas padi. Sebelum adanya program pemerintah mengenai pengembangan produksi padi, petani di daerah ini masih menggunakan sistem pertanian konvensional dengan menggunakan sistem tanam tegel, namun sejak adanya program ini, sistem penanaman padi yang digunakan yaitu sistem penanaman padi jajar legowo. Penelitian ini di fokuskan pada produksi padi menggunakan sistem jajar legowo dan sistem tanam tegel.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Produksi

Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong (BPPP,2013). Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu teknologi dalam meningkatkan produktivitas padi yang dihasilkan.

Menurut Lalla et al.(2012) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas dengan

(16)

padi, sehingga semua tanaman memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan sinar matahari. Selain itu, dengan menggunakan sistem tanam ini terjadi pengurangan hama tikus karena kondisi lahan yang relatif terbuka. Tidak jauh berbeda dengan hasil

penelitian Lalla, penelitian yang dilakukan oleh Azwir et al. (2009) menyatakan bahwa

sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi, meskipun memiliki jumlah malai atau rumpun pada saat penanaman tidak banyak, namun populasi tanaman yang dihasilkan lebih banyak, karena memiliki jarak tanam yang rapat yaitu 20x20 cm. Sementara jarak tanam padi dengan sistem tradisional yaitu berjarak 25x25 cm. Penelitian yang dilakukan oleh Azwir yaitu terhadap sistem tanam jajar legowo 6:1. Menurut Azwir adanya perbedaan hasil tanam tersebut dikarenakan sistem tanam biasa belum mampu memenuhi persyaratan pertumbuhan tanaman padi untuk berproduksi secara maksimal.

Sistem tanam jajar legowo memiliki beberapa tipe tanam, yaitu tipe 2:1, tipe 4: 1, tipe 5:1 dan tipe 6:1. Diantara tipe-tipe tanam tersebut sistem tanam dengan menggunakan tipe 2:1 menghasilkan gabah kering tertinggi yaitu sebesar 8,84 ton GKP/ha. Hal itu karena, sistem tanam legowo 2:1 memiliki malai yang lebih panjang. Umumnya panjang malai berkolerasi positif dengan jumlah gabah per malai. Semakin panjang malai terbentuk, maka akan semakin banyak peluang jumlah gabah yang dapat ditampung oleh malai yang bersangkutan (Aribawa,2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013) menyatakan bahwa sistem tanam jajar legowo mampu meningkatkan produksi padi sawah 6,47 ton atau sebesar 12,36 persen bila dibandingkan dengan menggunakan sistem tanam tegel, serta mampu meningkatkan jumlah malai per rumpun sebesar 39,53 persen. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diratmaja (2001) menyatakan bahwa sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi padi sebesar 17,56 persen. Selain itu menurut Jumakir (2012) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di desa Sri Agung kecamatan Batang Asam, Tanjung Barat jumlah produktivitas gabah yang dihasilkan pada usahatani padi sistem jajar legowo lebih besar yaitu sebesar 7,68 toh per Ha dan pada sistem tanam tegel sebesar 6,56 ton per Ha. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Pahruddin et al (2002) di desa Bojong, Cikembar Sukabumi diketahui bahwa

produktivitas padi dengan sistem tanam jajar legowo adalah 6,95 ton per Ha dan pada usahatani padi sistem tegel adalah sebesar 5,75 ton per Ha.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu maka dapat diketahui bahwa teknologi sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi padi yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan jarak pada pinggir barisan yang lebih rapat, menyebabkan jumlah rumpun padi yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Selain itu jumlah malai yang dihasilkan pada uasahatani padi dengan menggunakan teknologi sistem tanam jajar legowo lebih besar, menyebabkan produksi yang dihasilkan lebih banyak.

Pengaruh Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Pendapatan

(17)

sebesar Rp 4 180 500/ha per musim tanam dengan nilai net B/C yang di peroleh pada usahatani sistem tanam jajar legowo sebesar 1,78 dan pada sistem tanam tegel sebesar 1,54. Nilai pendapatan yang tinggi dikarenakan oleh tingginya jumlah produksi gabah yang dihasilkan dibandingkan dengan sistem tanam tegel.

Menurut Ninra et al (2011) menyatakan bahwa pendapatan petani dengan

menerapkan sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan sistem non legowo hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis pada penelitian yaitu nilai pendapatan usahatani padi dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo sebesar Rp 8 586 265/ha per musim tanam, sementara pendapatan usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam non legowo adalah sebesar Rp 4 498 486/ha per musim tanam. Penelitian yang dilakukan berlokasi di daerah Bantaeng. Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumakir (Jumakir) diketahui bahwa nilai pendapatan usahatani padi sistem tanam Jajar legowo sebesar Rp 7 618 500 dan pada usahtani padi sistem tegel yaitu sebesar Rp 5 951 000 dengan nilai R/C yaitu sebesar 2,42 pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan 2,16 pada usahatani padi sistem tanam tegel. Selain inovasi teknologi pada sistem tanam yang digunakan, penggunaan bibit unggul serta penggunaan

pupuk organik memiliki pengaruh terhadap efisiensi usahtani padi

(Wahyunindyawati,2009).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa teknologi sistem tanam jajar legowo dapat meningkatakan pendapatan petani padi dibandingkan dengan usatanai padi sistem tanam tegel. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai pendapatan serta nilai R/C rasio usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi sistem tanam tegel.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yaitu lokasi yang dijadikan lokasi penelitian berada didaerah Kota Sukabumi. Alat analisis yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan nalisis R/C ratio dan analisis pendapatan. Selain itu didalam penelitian ini terdapat uji beda, agar dapat diketahui perbedaan pendapatan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel secara statistik terdapat perbedaan atau tidak.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Bagian ini menjelaskan mengenai konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian yaitu konsep usahatani, struktur biaya dan konsep pendapatan.

Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo

Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah

(18)

terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya. Sistem legowo adalah suatu rekayasa teknologi untuk men-dapatkan populasi tanaman lebih dari 160.000 per hektar. Penerapan Jajar Legowo selain meningkatkan populasi pertanaman, juga mampu menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pingir sehingga tanaman dapat berfotosintesa lebih baik.

Sementara itu sistem tanam tegel yaitu pola tanam yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat. Pola tanam tegel berbentuk seperti ubinan dan memiliki jarak yang sama untuk setiap lubang. Perbedaan mendasar dari sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel adalah jarak tanam yang digunakan. Jarak tanam pada tegel memiliki jarak yang sama yaitu 25 cm x 25 cm sedangkan pada sistem tanam jajar legowo pada baris paling pinggir memiliki jarak 12,5 cm dan pada baris tengah memiliki jarak tanam 25 cm, selain itu terdapat jarak 50 cm untuk barisan paling pinggir. Gambar 3 menggambarkan perbedaan jarak antara sistem tanam tegel dan sistem tanam jajar legowo.

Gambar 3 Jarak tanam sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel

Menurut Sembiring dalam Abdulrachman et al (2013) bahwa dengan adanya pola seperti yang ada pada sistem tanam jajar legowo akan meningkatkan produktivitas sebesar 10 persen sampai dengan 15 persen dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Hal tersebut dikarenakan jumlah pupulasi padi pada sistem tanam jajar legowo meningkat sebesar 20 persen hingga 60 persen dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Selain itu terdapat ruang terbuka yang lebih lebar pada dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk sehingga meningkatkan proses fotosintesis, serta memudahkan dalam pengelolaan usahataninya seperti pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama penyakit serta hama tikus. Dengan demikian maka akan lebih meningkatkan produktivitas padi dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Sehingga dengan penggunaan input yang sama akan menghasilkan jumlah produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu salah satu dari tujuan sistem tanam jajar legowo ini yaitu input yang digunakan akan lebih efisien dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Sehingga pendapatan yang diterima petani diharapkan akan lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi sengan menggunakan sistem tanam tegel. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Sistem tanam jajar legowo LLLEGOWOLLELELEL

Sistem tanam tegel

(19)

Gambar 4 Kurva Produksi

Berdasarkan kurva produksi diatas maka dapat di ketahui bahwa petani sistem tanam jajar legowo dan petani sistem tanam tegel berada di daerah II atau berada didaerah rasional. Hal tersebut dikarenakan petani akan terus meningkatkan produksinya sampai mencapai titik maksimum. Selain itu dapat dilihat bahwa dengan penggunaan input yang sama yaitu sebesar X pada kurva produksi pada sistem tanam jajar legowo (TPj)

menghasilkan produksi sebesar Y1 sedangkan pada kurva produksi sistem tanam tegel

(TPt) menghasilkan produksi sebesar Y2. Sehingga pada titik A merupakan hasil produksi

usahatani sistem tanam jajar legowo yang dihasilkan jika menggunakan input sebesar A dan B adalah besarnya produksi usahatani sistem tanam tegel yang dihasilkan jika menggunakan input X. Terdapat selisih sebesar C dari produksi yang dihasilkan pada penggunaan input yang sama. Dimana produksi yang dihasilkan usahatani sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan dengan usahatani sistem tegel pada penggunaan input yang sama.

Penggunaan sistem tanam jajar legowo pada usahatani dapat membuat input yang digunakan lebih efisien dibandingkan dengan sistem tanam tegel. hal tersebut dikarenakan jumlah input yang sama akan menghasilkan produksi yang lebih besar. Hal tersebit dikarenakan pada sistem tanam jajar legowo penggunaan input dapat lebih optimal seperti pada penebaran pupuk dapat dilakukan di tengah ruang kosong pada barisan sehingga pupuk yang ditebar lebih merata dibandingkan dengan sistem tanam tegel yang hanya dapat dilakukan di pinggir barisan. Demikian halnya pada input lainnya seperti benih, obat-obatan dan lainnya.

produksi

input

I II III

produksi

input

II

C

Y1

Y2

X X

Y1

Y2

C A

B

A

B

TPj

TPt

TPj

(20)

Struktur Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Jika dalam rumus matematika dapat dirumusakan sebagai berikut:

Dimana,

TR Total penerimaan (Rp)

Y Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Ton)

Py Harga Y (Rp)

Penerimaan didalam usahatani terbagi kedalam dua golongan yaitu penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Contoh dari penerimaan tunai usahatani yaitu penerimaan hasil panen secara langsung. Sementara itu penerimaan tidak tunai adalah nilai yang diterima petani tidak secara langsung berupa uang namun dapat berupa manfaat yang dapat digunakan kembali. Penerimaan tidak tunai diperhitungkan dengan melihat manfaat tersebut jika dapat dii konversi kedalam bentuk uang tunai.

Menurut soekartawi, didalam menghitung penerimaan usahatani perlu diperhatikan beberapa hal yaitu,

1. Perlu hati-hati dalam menghitung produksi pertanian, karena tidak semua

produk pertanian dipanen secara bersamaan.

2. Peru hati-hati dalam menghitung penerimaan karena produksi mungkin untuk di

jual beberapa kali dengan harga jual yang berbeda.

Struktur Biaya Usahatani

Biaya didalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap pada umunya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya jumlah yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah produksi. Jumlah total biaya tetap ditambah dengan total biaya variabel dinamakan dengan total biaya.

Menurut soekartawi (2006), biaya didalam usahatani digolonglan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Adapun biaya tidak tunai adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit yang dimasukan kedalam pengeluaran. Apabila didalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap biaya tidak tunai. Biaya total usahatani adalah jumlah dari biaya tunai dengan biaya tidak tunai usahatani.

Pendapatan Usahatani

(21)

memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha pada saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan cabang usaha adalah selisish antara penerimaan cabang usaha yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, dimana perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkan dan harga jual yang tidak sama hasilnya.

Prinsip penting yang perlu diketahui dalam menganalisis mengenai pendapatan pada usahatani adalah mengenai keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran. Penerimaan didapat dari hasil perkalian antara berapa besar produksi yang dicapai dan dapat dijual dengan harga satuan komoditi tersebut di pasar. Pengeluaran uasahatani dapat diperoleh dari perolehan nilai penggunaan faktor produksi serta besar penggunaannya pada suatu proses produksi yang bersangkutan (Soekartawi,dkk,1984).

Konsep Efisiensi

Efisiensi menurut Mubyarto (1989) adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Menurut Agustina (2011), efisiensi digunakan untuk mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efisiensi merupakan jumlah produksi yang dihasilkan pada satu satuan input tertentu. Salah satu cara untuk mengukur efisiensi dalam usahatani yaitu dengan menggunakan rasio imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Rasio ini mengukur seberapa besar penerimaan yang diterima untuk setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai dari rasio tersebut maka semakin efisien usahatani tersebut. Menurut Soekartawi (2002) nilai R/C lebih dari satu maka dapat dikatakan usahatani tersebut efisien.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kota Sukabumi merupakan salah satu kota yang ditunjuk oleh pemerintah Jawa Barat untuk menerapkan program sistem tanam jajar legowo ini. Pemerintah daerah Kota Sukabumi sudah menerapkan program ini sejak dua tahun lalu di beberapa kelompok tani salah satunya yaitu kelompok tani yang ada di Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembur Situ. Meskipun demikian pada awalnya petani menolak penerapan teknologi ini diakrenakan takut mengalami kerugian. Hingga pada saat ini masih ada sebagian petani di kelurahan ini yang tidak menerapkan teknologi sistem tanam jajar legowo pada usahatani padinya.

(22)

Gambar 5. Bagan kerangka pemikiran

Kota Sukabumi menggalakan program peningkatan produksi padi dengan Sistem Tanam Jajar Legowo

Sebagian petani tidak mau menggunakan sistem tanam jajar legowo karena takut pendapatan yang diterima akan

berkurang

Usahatani padi sistem tanam jajar legowo

Usahatani padi sistem tegel

Penerimaan Biaya

Pendapatan Usahatani Pendapatan bersih usahatani Analisis R/C ratio

Perbandingan pendapatan (Uji T-test)

Penerimaan Biaya

Pendapatan Usahatani Pendapatan bersih usahatani Analisis R/C ratio

(23)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembur Situ kota Sukabumi. Pemilihan lokasi ini dipilih secara sengaja karena di kelurahan ini merupakan salah satu kelurahan percontohan dalam penerapan teknologi sistem tanam jajar legowo. penelitian ini berlangsung sejak bulan April hingga Mei 2014.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden yaitu petani padi dengan menggunakan panduan berupa kuisioner. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum dari kondisi usaha yang sedang dijalankan. Adapun pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan sumber lain seperti, buku teks, internet, dan instansi pemerintah terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan Dinas Pertanian Kota Sukabumi.

Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling yang tergolong

pada probability sampling, yakni setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk terpilih. Jumlah sample yang digunakan pada petani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo yaitu 20 orang atau 50 persen dari total populasi yaitu 40 orang, sedangkan untuk responden petani dengan menggunakan sistem tegel diambil 10 orang dengan metode sensus, karena jumlah petani yang menggunakan sistem ini hanya ada 10 orang. Sampel yang diambil merupakan anggota kelompok tani Harum Mekarsari. Kelompok tani Harum Mekarsari dipilih karena diantara kelompok tani lainnya yang ada di kelurahan Situmekar, kelompok tani ini merupakan kelompok tani yang aktif dan berbagai kegiatan seperti penyuluhan, pelatihan, dan program lainnya. Jumlah anggota kelompok tani harum mekarsari adalah sebanyak 50 orang.

Kerangka sampling yang digunakan beradasarkan nama anggota kelompok tani yang sudah ada. Setelah itu dilakukan penomoran sesuai dengan nomor urut sesuai jumlah anggota kelompok tani yang ada. Kemudian, dilakukan pengacakan nomor urut dari setiap nama petani tersebut. Pengacakan nomor urut dilakukan dengan bantuan

microsoft excel, setelah itu maka akan keluar jumlah serta nomor urutan yang sudah diacak, kemudian diambil jumlah sampel sesuai dengan kebutuhan.

Metode Analisis Data

(24)

Analisis Struktur Biaya

Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokan biaya-biaya yang digunakan yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Selain itu, dalam kegiatan usahatani terdapat biaya tunai dan biya tidak tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai dapat berupa biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga, bagi hasil, pengairan, sewa traktor, sewa kerbau, dan pajak tanah untuk petani pemilik. Adapun untuk biaya tidak tetap dapat berupa biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Biaya penyusutan peralatan pertanian dapat dihitung dengan membagi selisis antara nilai pembelian dengan nilai sisa dari peralatan tersebut. Pengukuran biaya penyustuan dapat menggunakan beberapa metode, salah satunya yaitu metode garis lurus, dimana nilai pembelian dikurangi dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis dari peralatan ynag digunakan tersebut. Secara matematik penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut;

Adapun untuk pengukuran struktur biaya secara keseluruhan dapat dilhat pada tabel berikut.

Tabel 3 Struktur biaya usahatani

Komponen Biaya

Sistem Tanam

Jajar Legowo Tegel

Nilai (Rp) Persentase

(%)

Nilai (Rp) Persentase

(%)

A. Biaya tunai

Biaya tetap

1. Sewa traktor

2. Sewa lahan

Total biaya tetap Biaya variabel

1. Benih

2. Pupuk

3. Tenaga Kerja

luar keluarga Total biaya variabel Total biaya tunai

B. Biaya tidak

tunai Biaya tetap

1. Penyusutan

Total biaya tetap Biaya variabel

1. Tenaga kerja

dalam keluarga Total Biaya Tidak Tunai

Total Biaya

(25)

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu: pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Secara umum pendapatan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai total produksi yang dihasilkan.

Tabel 4. Analisis pendapatan usahatani

Uraian Jumlah Fisik Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)

Penerimaan

1. Penerimaan Tunai

2. Penerimaan tidak

tunai

Total penerimaan (1)

Biaya Tunai

Total Biaya Tunai (2)

Biaya Diperhitungkan Total Biaya diperhitungkan

(3)

Total Biaya (2 +3) = (4)

Pendapatan atas biaya tunai

(1-2)

Pendapatan atas biaya total

(1-4)

R/C atas biaya tunai (1)/(2)

R/C atas biaya total (1)/(4)

Sumber: Soekartawi,2006

Perhitungan pendapatan usahatani secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: π tunai = NP – BT

π total = NP – (BT+BD) Keterangan:

π tunai : Tingkat pendapatan atas biaya tunai (Rp) π total : Tingkat pendapatan atas biaya total (Rp)

NP : Nilai produk yang merupakan hasil perkalian jumlah output (Kg) dengan

harga (Rp)

BT : Biaya tunai (Rp)

BD : Biaya diperhitungkan (Rp)

Analisis efisiensi

(26)

Keterangan:

R : Jumlah penerimaan usahatani (Rp)

C : Jumlah biaya usahatani (Rp)

Uji Beda Dua Sampel Bebas

Uji beda dua sampel bebas merupakan salah satu jenis uji perbedaan dua mean yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari dua sampel yang saling bebas. Jika sampel yang digunakan untuk membuat kesimpulan berukuran kecil atau sampel kurang dari 30 (n<30) maka dapat menggunakan t-test untuk menganalisis apakah rata-rata yang diperoleh dari sampel dapat digunakan untuk membuat kesimpulan terhadap populasi. Uji beda digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan untuk pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total pada usahatani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Adapun rumus statistik untuk uji beda dua sampel bebas yaitu: Standar Ragam:

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ = √

Uji –t dua sampel bebas:

̅̅̅̅ ̅̅̅̅

̅̅̅̅ ̅̅̅̅

Keterangan:

X1 : Jumlah sampel petani sistem tanam jajar legowo

X2 : Jumlah sampel petani sistem tanam tegel

s : Standar deviasi

n1 dan n2 : Jumlah populasi

σ : ragam

Hipotesis:

H0 : Pendapatan usahatani sistem tanam jajar legowo = pendapatan usahatani sistem

tegel

H1 : Pendapatan usahatani sistem tanam jajar legowo > pendapatan usahatani sistem

(27)

Untuk mengetahui apakah hipotesis nol (H0) di terima atau di tolak , maka bandingkan

thitung dengan ttabel. Jika -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka H0 diterima atau pendapatan usahatani

sistem tanam jajar legowo sama dengan pendapatan usahatani sistem tanam tegel, jika sebaliknya maka H0 ditolak atau pendapatan usahatani sistem tanam jajar legowo lebih

besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani sistem tanam tegel.

Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian diantaranya yaitu:

1. Luas lahan, berupa luasan lahan yang digunakan petani untuk melakukan

usahatani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel, satuan yang digunakan yaitu hektar (Ha).

2. Benih, yaitu penggunaan benih yang sering dilakukan oleh petani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel dalam melakukan produksi padi, satuan yang digunakan kilogram.

3. Pupuk, yaitu jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani baik petani sistem tanam tegel maupun petani sistem tanam jajar legowo.

4. Pestisida, yaitu jumlah pestisida yang digunakan dalam membasmi hama selama proses produksi padi dengan menggunakan sistem jajar legowo, satuan yang digunakan yaitu liter. Karena pestisida yang digunakan merupakan pestisida cair.

5. Tenaga kerja dalam keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang membantu

dalam proses produksi usahatani padi dengan sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel, satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.

6. Tenaga kerja luar keluarga, yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan pada

kegiatan usahatani padi diluar anggota keluarga. Satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.

7. Usia petani, yaitu mengetahui usia petani yang menjadi responden, untuk

mengetahui apakah usia berpengaruh terhadap penerapan tekonologi sistem tanam.

8. Tingkat pendidikan petani, yaitu tingkat pendidikan terakhir dari petani

responden.

9. Status kepemilikan lahan, yaitu lahan yang digunakan dalam melakukan usahatani

padi sistem jajar legowo dan sistem tanam tegel apakah milik sendiri atau menyewa.

10.Musim satu, adalah musim tanam pada bulan juli sampai dengan november 2013

atau musim kemarau.

11.Musim dua, adalah musim tanam pada bulan desember 2013 sampai dengan april

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi

1. Kondisi Geografis

Kelurahan Situmekar merupakan bagian administrasi dari kecamatan Lembursitu yang berada di wilayah Kota Sukabumi, kelurahan Situmekar terdiri dari 8 RW dan 30 RT. Adapun batas-batas wilayah kelurahan Situmekar adalah sebagai berikut;

- Sebelah utara : Kelurahan Gunung Puyuh Kabupaten Sukabumi

- Sebelah Selatan : Desa Wangunreja Kabupaten Sukabumi

- Sebelah Barat : kelurahan Lembursitu Kota Sukabumi

- Sebelah Timur : Kelurahan Cipanengah Kota Sukabumi

Kelurahan Situmekar memiliki topografi lahan datar dengan kemiringan 5 persen dan letak geografis kelurahan Situmekar berada pada ketinggian 500-521 meter diatas permukaan laut, dengan suhu berkisar 240-300C. Rata-rata curah hujan di kelurahan Situmekar adalah 2.122 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata dalam setahun yaitu 214 hari. Sehingga kelurahan Situmekar memiliki lahan yang subur dan merupakan daerah pertanian yang cukup baik.

2. Potensi Lahan Usahatani dan Sarana Prasarana

Luas lahan sawah di kelurahan Situmekar pada tahun 2013 mengalami penurunan dari 63 Ha menjadi 60 Ha. Hal tersebut terjadi karena adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman penduduk. Lahan sawah yang digunakan dengan menggunakan sistem irigasi sederhana, sehingga pada musim kemarau banyak lahan sawah yang tidak mendapat pengairan. Berikut adalah potensi lahan di Kelurahan Situmekar.

Tabel 5. Data potensi lahan kelurahan Situmekar

Jenis lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

Lahan Sawah 60,00 37,24

Tegalan/ladang 26,36 16,36

Kolam 2,52 1,56

Pemukiman 35,87 22,26

Kuburan 6,70 4,159

Lainnya 25,66 15,92

Hutan Kota 4,00 2,483

Total 161,11 100

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014.

Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa sebesar 37,24 persen lahan yang ada di Kelurahan Situmekar merupakan lahan sawah, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah di kelurahan ini merupakan lahan sawah. Sementara sebesar 22,26 persen dari luas lahan yang ada di kelurahan Situmekar digunakan sebagai pemukiman penduduk, dan sisanya terbagi kedalam tegalan, kolam, hutan kota, kuburan dan lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka kelurahan Situmekar memiliki potensi luas lahan sawah yang cukup luas.

(29)

dapat digunakan oleh seluruh petani melalui kelompok tani yang telah dibentuk. Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa kelurahan Situmekar meningkatkan jumlah beberapa sarana pada tahun 2013. Sarana-sarana tersebut ditambah untuk meningkatkan produktivitas dari para petani yang ada di kelurahan tersebut. Sarana tersebut dapat digunakan oleh petani sesuai dengan kebutuhan petani. Lembaga-lembaga pendukung seperti koperasi, lembaga keuangan kelurahan dan lemabaga keuangan mikro didirikan untuk membantu petani baik dari segi finansial maupun pemasaran produk. Meskipun demikian lembaga-lebaga tersebut belum beroperasi secara optimal dalam membantu petani. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar petani di kelurahan ini menjual hasil usahataninya kepada para tekngkulak. Berkut adalah sarana yang ada di kelurahan Situmekar.

Tabel 6. Sarana dan prasarana kelurahan Situmekar

No Sarana Jumlah

tahun 2012 tahun 2013

1. KUD/Koperasi 1 1

2. Huller 5 5

3. Kios Saprotan 1 1

4. Lembaga Keuangan

Kelurahan

1 1

5. Lembaga keuangan Mikro

(PUAP)

1 1

6. Lumbung Pangan

Masyarakat

0 1

7. Traktor 5 9

8. Sabit Bergerigi 180 210

9. Sabit Biasa 120 136

10. Parang 421 440

11. Caplak 148 152

12. Garok 44 50

13. Chuper 7 8

14. Pedal treser 2 2

15. Terpal 32 38

Sumber: Data penyuluh tahun 2013 dalam Program Penyuluh Pertanian, 2014

Sarana dan prasarana berupa traktor, sabit bergerigi, sabit biasa, parang, caplak, garok, chuper, pedal treser dan terpal merupakan saran dan prasarana yang disediak oleh setiap kelompok tani agar dapat digunakan dengan mudah oleh anggota kelompok tani.

3. Karakteristik pertanian di kelurahan Situmekar

Jumlah warga yang memiliki usaha di sektor pertanian adalah sejumlah 749 orang, didalamnya termasuk sektor tanaman pangan, sektor perikanan dan peternakanan. Sebagian besar para pelaku usahatani disektor pertanian merupakan petani yang berusia lanjut dengan rata-rata diatas 45 tahun. Tidak adanya regenarasi yang melanjutkan kegiatan usahatani dalam kelurga merupakan salah satu penyebabnya. Para pemuda kurang berminat untuk ikut serta dalam kegiatan usahatani di karenakan kegiatan tersebut dinilai kurang menguntungkan.

(30)

usahtani selingan atau sampingan diluar usahtani padi lahan yang digunakan tidak besar dan hanya di usahakan untuk memanfaatkan pekarangan. Sayuran yang diusahakan yaitu mentimun, cabe merah, kacang panjang dan kubis. Sedangkan jenis komoditas buah yang diusahakan yaitu pisang dan rambutan. Berikut adalah jenis usahatani yang dilakukan petani di kelurahan Situmekar berdasarkan luas lahan yang digunakan.

Tabel 7 Data usahatani berdasarkan luas lahan di kelurahan Situmekar tahun 2012

Jenis Usahatani Luas lahan (Ha) Persentase (%)

Padi 60 85,08

Sayuran 4 5,67

Buah-Buahan 4 5,67

Perikanan 2,520 3,573

Total 70,52 100

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014.

Berdasarkan kepemilikan lahan status kepemilikan lahan di kelurahan Situmekar terbagi menjadi petani pemilik penggarap, petani penggarap, dan buruh tani. Petani pemilik penggarap yaitu petani yang memiliki lahan namun ikut serta dalam menggarap lahan yang dimilikanya. Petani penggarap merupakan petani yang tidak memiliki lahan, namu menggarap lahan orang lain, bentuk dari status lahan yang dimiliki oleh petani penggarap merupakan sewa. Buruh tani merupakan ptani yang tidak memiliki lahan dan tidak menyewa lahan, buruh tani adalah pekerja yang membantu dalam kegiatan usahatani. Buruh tani dibayar dengan sistem pembayaran tunai berupa upah yang dibayarkan sebesar Rp 40.000,- per hari untuk buruh laki-laki dan Rp 30.000,- untuk buruh wanita. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar petani yang ada di kelurahan Situmekar merupakan petani penggarap dan buruh tani. Berikut data petani berdasarkan status kepemilikan lahan.

Tabel 8. Data petani berdasarkan status kepemilikan lahan di kelurahan Situmekar

Status Kepemilikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pemilik Penggarap 76 10,14

Penggarap 279 37,24

Buruh Tani 255 34,04

Total 610 100

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014.

4. Kependudukan dan mata pencaharian

(31)

Tabel 9. Jumlah penduduk berdasarkan mata pecaharian di kelurahan situmekar

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Petani 749 15,61

2 PNS 46 0,96

3 Pegawai Swasta 208 4,34

4 TNI AD 5 0,10

5 TNI AL 0 0,00

6 TNI AU 0 0,00

7 POLRI 3 0,06

8 Pensiunan.Veteran/Purnawirawan 11 0,23

9 Pedagang/Wiraswasta 518 10,80

10 Buruh 549 11,44

11 Buruh Kasar 610 12,71

12 Pelajar/Mahasiswa 625 13,03

13 Pengangguran/IRT/dll 1474 30.72

Total 4798 100,00

Sumber: Program Penyuluh Pertanian Kelurahan Situmekar, 2014

Karakteristik Responden

Karakteristik responden akan diuraikan yaitu berupa umur petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan, luas penggunaan petani, dan pengalaman berusahatani.

a. Umur petani

Berdsarkan hasil kajian di kelurahan Situmekar terdapat perbedaan kelompok umur yang dominan untuk responden petani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel. Responden yang menggunakan teknologi sistem tanam jajar legowo 30 persen berumur 40-49 tahun dan 30 persen berumur diantara 60-69 tahun. Sementara itu untuk responden petani yang menggunakan sistem tanam tegel sebanyak 60 persen responden berumur di anatara 60-69 tahun. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa petani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo merupakan petani muda dapat menerima teknologi baru untuk mengembangakan usahatani padi yang dijalankannya. Sementara itu sebagian besar dari petani yang menggunakan sistem tegel merupakan petani berpengalaman yang sudah lama menggunakan sistem tegel.

Tabel 10 Penggolongan responden berdasarkan umur

Kelompok Umur

Petani Jajar Legowo

Petani Tegel Jumlah (orang) Persentase

(%)

Jumlah (orang)

persentase (%)

30-39 1 5 1 10

40-49 6 30 0

50-59 4 20 2 20

60-69 6 30 6 60

>70 3 15 1 10

Jumlah 20 100 10 100

(32)

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahawa sebagian besar petani yang melakukan usahtani padi berumur lebih dari 40 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa baik usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun usahatani padi dengan menggunakan sistem tegel kurang diminati oleh para pemuda. Hal tersebut terjadi karena pada saat ini para pemuda enggan untuk melakukan usahatani padi, sebagian besar dari pemuda tersebut memilih untuk bekerja diluar sektor pertanian.

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel terdiri dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan Perguran tinggi. Pendidikan tertinggi dari petani jajar legowo maupun petani tegel adalah SD, sejumlah 11 orang dari petani jajar legowo berpendidikan SD atau sebesar 55 persen, semantara itu jumlah petani tegel dengan tingkat pendidikan SD adalah sejumlah 9 orang atau 90 persen.. Petani jajar legowo dengan pendidikan akhir tingkat SMA adalah sejumlah 3 orang atau sebesar 15 persen dan petani tegel dengan pendidikan terkahir tingkat SMA yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 10 persen. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilihat bahwa petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat menerima teknologi baru untuk dengan mudah untuk mengembangkan usahatani padi yang dimilikinya dibandingkan dengan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pendidikan terkahir SMP pada petani jajar legowo sebanyak 6 orang atau 30 persen, sementara untuk petani tegel tidak ada responden yang berpendidikan terakhir SMP, selain itu petani jajar legowo dengan pendidikan akhir tingkat SMA adalah sejumlah 3 orang atau sebesar 15 persen dan petani tegel dengan pendidikan terkahir tingkat SMA yaitu sejumlah 1 orang atau sebesar 10 persen Berikut adalah penggolang responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 11. Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan

(33)

namun dalam bentuk gabah yang dihasilkan, jumlah sewa untuk setiap musim yaitu

Tabel 12. Penggolongan responden berdasarkan status kepemilikan lahan

Status Kepemilikan lahan Jajar

d. Luas Penguasaan Lahan Petani Responden

Luas penguasaan lahan sebagian besar petani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel tidaklah teralalu besar. Sebagian besar kuarang dari 0,50 Ha. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah responden yang memiliki luas lahan kurang dari 0,50 Ha aadalah sebanyak 60 persen pada petani sistem tanam jajar legowo dan 70 persen pada siste tanam tegel. Luas penguasaan lahan yang kecil diaibatkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu adanya alih fungsi lahan untuk pemukiman penduduk, sehingga luas lahan pertanian terutama lahan sawah semakin berkurang, selain itu sebagian petani menjual lahannya kepada pihak lain untuk digunakan sebagai lahan non pertanian, seperti pabrik dan lain sebagainya. Berikut adalah luas penguasaan lahan responden.

Tabel 13 Penggolongan responden berdasarkan luas penguasaan lahan

Luas Lahan

(34)

Tabel 14 Penggolongan petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani

Suatu usahatani akan mengalami permasalahan dalam pengelolaannya, demikian pula dalam melakukan usahatani padi, terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh para petani, terutama petani di kelurahan Situmekar. Permasalahan tersebut berupa langkanya tenaga kerja, harga pupuk dan benih mahal, serta permasalahan cuaca. Namun demikian, permasalahan utama yang dihadapi oleh petani di kelurahan situmekar yaitu kekurangan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam suatu usahatani, jika tenaga kerja kurang memadai maka usahatani tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Permasalahan tenaga kerja yang dihadapi oleh para petani diakibatkan oleh kurangnya pemuda yang berminat untuk bekerja sebagai petani. Sebagian besar pemuda tersebut lebih memilih untuk bekerja di sektor non pertanian seperti buruh pabrik atau bekerja di toko.

Tabel 15 Jumlah tanggungan keluarga petani responden

Jumlah

Akibat adanya kekurangan tenaga kerja tersebut maka akan berpengaruh terhadap proses usahatani padi, diantaranya yaitu terjadi rebutan tenaga kerja antar petani, atau benih yang ditanam terlalu tua akibat dari harus menunggu giliran untuk mendapatkan tenaga kerja yang membantu dalam proses penanaman. Petani melakukan berbagai cara untuk memecahkan masalah tersebut diantaranya yaitu mencari tenaga kerja di luar kelurahan, namun biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar, karena harus memberikan upah yang lebih besar.

Keragaan Padi Sistem Tanam Jajar Legowo

1. Pembuatan baris tanam

(35)

dan didatarkan dengan baik. Selanjutnya dilakukan pembentukan garis tanam yang lurus dan jelas dengan cara menarik alat garis tanam yang sudah dipersiapkan sebelumnya serta dibantu dengan tali yang dibentang dari ujung ke ujung lahan.

2. Tanam

Umur bibit padi yang digunakan sebaiknya kurang dari 21 hari. Bibit yang digunakan sebanyak 1-3 bibit per lubang tanam pada perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara laju tanam sebaiknya maju agar perpotongan garis untuk lubang tanam dapat terlihat dengan jelas. Namun apabila kebiasaan tanam mundur juga tidak menjadi masalah, yang penting populasi tanaman yang ditanam dapat terpenuhi. Pada alur pinggir kiri dan kanan dari setiap barisan legowo, populasi tanaman ditambah dengan cara menyisipkan tanaman di antara 2 lubang tanam yang tersedia. pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan legowonya.

3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Posisi orang yang melakukan pemupukan berada pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo. Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melalukan pemupukan 2 barisan legowo. Khusus cara pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan legowonya.

4. Penyiangan

Penyiangan bisa dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan alat penyiangan seperti landak/gasrok. Apabila penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu dipotong seperti penyiangan pada cara tanam bujur sangkar. Sisa gulma yang tidak tersiang dengan alat siang di tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan, bahkan sisa gulma pada barisan pinggir legowo sebenarnya tidak perlu diambil karena dengan sendirinya akan kalah persaingan dengan pertumbuhan tanaman padi.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit (HPT)

Pada pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan alat semprot atau

handsprayer, posisi orang berada pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo. Penyemprotan diarahkan ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo.

6. Panen

Panen dilakukan dua kali dalam satu tahun. Panen padi dilakukan dengan menggunakan sabit. Setelah di panen padi dirontokan dengan cara memukul batang padi ke kayu hingga gabah berjatuhan. Gabah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gabah kering panen dan gabah kering giling. Petani biasa menjual gabah kering panen ke para tengkulak.

Penggunaan Input dan output yang dihasilkan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tegel.

(36)

organik, pupuk urea, pupuk sp 36, NPK, dan pupuk kandang. Sedangkan pada usahatani padi sistem tanam tegel tidak menggunakan pupuk kandang, dan pupuk organik yang digunakan lebih sedikit dibandingkan pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo. Berikut adalah jumlah yang digunakan pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.

1. Penggunaan benih

Penggunaan benih dalam usahatani padi memiliki kontribusi sebesar 3,28 persen dalam usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan 5,72 persen dalam usahatani padi sistem tanam tegel. Terdapat perbedaan penggunaan benih pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel hal tersebut diakrenakan jumlah bibit per lubang tanam berbeda antara sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam tegel. Benih padi berasal dari toko pertanian yang ada di kelurahan situ mekar adaapun jenis benih yang digunakan yaitu impari 13. Dengan harga per kilogram berkisar antara Rp 9 000,- sampai dengan Rp 12 000. Jumlah benih yang digunakan oleh petani baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani sistem tanam tegel melebihi dosis yang dianjurkan oleh pemerintah, sehingga penggunaan benih berlebihan. Penggunaan benih yang berlebihan akan mengakibatkan kurang optimalnya jumlah produksi yang dihasilkan. Selain itu biaya yang dikeluarkan lebih besar, serta dapat mengurangi pendapatan yang diterima serta biaya menjadi kurang efisien.

2. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang

Pupuk organik yang digunakan oleh petani sistem tanam jajar legowo dan petani sistem tanam tegel di Kelurahan Situmekar berupa pupuk organik dan pupuk kandang. Pupuk organik merupakan bantuan dari dinas pertanian setempat. Pupuk organi diberikan kepada setiap kelompok tani dan dijual kepada anggota kelompok tani. Harga pupuk organik yaitu sebesar Rp 500 per kilogram. Kontribusi pupuk organik pada sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 37,81 persen sedangkan pada sistem tanam tegel sebesar 12,40 persen. Selain pupuk organik, petani sistem tegel juga menggunakan pupuk kandang dengan kontribusi sebesar 4,20 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo, sedangkan pada petani sistem tegel adalah nol persen, dimana petani sistem tegel yang menjadi responden tidak menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang berasal dari para peternak yang ada di kelurahan Situmekar, harga dari pupuk kandang yaitu sebesar Rp 300 per kilogram. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang digunakan oleh petani sistem tanam jajar legowo karena produksi yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan tanpa pupuk organik seperti kualitas gabah dan beras yang dihasilkan lebih baik.

Namun demikian, ada beberapa kekurangan dalam menggunakan pupuk organik diantaranya yaitu pertumbuhan padi dengan menggunakan pupuk organik lebih lambat dibandingkan dengan pupuk kimia. Selain itu warna daun kurang baik jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia, serta waktu produksi padi dengan menggunakan pupuk organik lebih lama didandingkan dengan pupuk kimia. Sehingga meskipun petani sistam tanam jajar legowo sudah menggunakan pupuk organik, namun petani masih mencapur dengan menggunakan pupuk kimia.

3. Penggunaan pupuk kimia

(37)

usahatani padi sistem jajar legowo dan sebesar 45,82 pesen pada usahatani padi sistem tegel. Besarnya petani sistem tanam jajar legowo dengan petani sistem tegel dalam menggunakan NPK, karena zat-zat yang terdapat pada pupuk NPK sudah lengkap dan baik dalam membantu proses porduksi padi. Pupuk NPK diperoleh petani dari toko pertanian yang ada di kelurahan Situmekar dengan harapa Rp 2 440 per kilogram. Selain NPK jumlah pupuk yang banyak digunakan oleh petani yaitu pupuk urea, dimana memiliki kontribusi sebesar 23,20 persen pada usahatani sistem jajar legowo dan 28,94 persen pada usahatani sistem tanam tegel. Pupuk uera didapatkan petani dari toko pertanian yang ada di kelurahan Situmekar dengan harga Rp 2 500 per kilogram. Adapun pupuk kima lain yang digunakan yaitu pupuk SP 36 dan pupuk TSP. Pupuk SP 36 memiliki kontribusi sebesar 10,07 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan sebesar 4,28 persen pada usahatani padi sistem tanam tegel. Sedangkan pupuk TSP memiliki kontribusi sebesar 0,17 persen pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan 2,85 persen pada usahatani padi sistem tegel. Pupuk SP 36 dan TSP dapat diperoleh petani dari toko pertanian setempat dengan harga Rp 1 250 per kilogram dan Rp 2 440 per kilogram.

Penggunaan pupuk baik petani sistem tanam jajar legowo maupun petani sistem tegel saat ini masih melebihi dosis anjuran pemerintah. Sehingga produksi yang dihasilkan belum optimal. Penggunaan pupuk yang berlebihan mengakibatkan unsur hara tanaman berelbihan, sehingga padi tidak dapat tumbuh dengan baik. Selain itu biaya yang dikeluarkan untuk pupuk akan lebih besar dan keuntungan petani akan semakin berkurang. Tabel 16 menggambarkan penggunaan input yang digunakan petani sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam tegel.

Tabel 16 Jumlah input yang digunakan

Komponen

Selain penggunaan input variabel seperti benih dan pupuk, tenaga kerja merupakan faktor penting dalam melakukan usahatani padi baik menggunakan sistem tanam jajar legowo maupun sistem tanam tegel. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan sistem tanam tegel, baik itu tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Jumlah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 38,85 HOK sedangkan pada usahatani padi sistem tanam tegel yaitu sebesar 32,45 HOK.

Gambar

Gambar 1. Produktivitas padi nasional 2009-2010
Gambar 2. Perkembangan produksi beras provinsi Jawa Barat 2008-2013
Gambar 4 Kurva Produksi
Gambar 5. Bagan kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan efektifnya informasi yang diberikan melalui iklan tersebut, yang berupaya untuk mengenalkan merek dari produk yang ditawarkan, sehingga menimbulkan keyakinan dan sikap

Dalam proses penapisan dari sinyal suara tangis bayi digunakan Transformasi Wavelet Kontinyu sedangkan untuk pengenalan sinyal suara tangis bayi digunakan Neural

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan sistem dapat mendeteksi kolesterol melalui iris mata dengan menggunakan ciri Arcus Senilis dengan menghitung selisih citra

Bagi kode RDF yang tidak menggunakan node kosong misalnya pada contoh RDF Standar, maka pencarian informasi dapat dilakukan cukup dengan menggunakan kueri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pigmen warna merah dari jamur Penicillium purpurogenum optimum dengan solid support ampas kelapa, suhu 30 o C, pH 5, waktu

penelitian adalah pendekatan kualitatif yang menitikberatkan pada hasil pengumpulan data dari informan yang ditentukan yaitu Hakim Pengadilan Agama Kota Malang yang

Sejalan dengan pembahasan di atas, permasalahan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana pengaruh penggunaan metode demonstrasi terhadap

Format Portofolio Pendaftaran dapat diunduh di laman UT (http://www.ut.ac.id) pada menu “Akademik”, submenu “Pascasarjana”. Khusus untuk calon mahasiswa Program Magister