• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Keputusan, yaitu :

6.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden ialah suatu gambaran umum mengenai latar belakang petani sebagai responden yang akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku dalam penggunaan benih padi. Karakteristik responden dapat digambarkan melalui beberapa variabel, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, lama berusaha tani padi, budidaya dalam setahun, pola tanam, status dan luas lahan, hasil panen, dan varietas yang sering ditanam. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

6.1.1 Usia, Jenis Kelamin, dan Status Pernikahan

Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebarkan diketahui bahwa usia responden didominasi oleh usia setengah baya hingga tua yaitu sebesar 72 persen untuk usia ≥ 42 tahun dengan tertua ialah 73 tahun, lalu usia 36-41 tahun sebesar 23,3 persen, dan 30-35 tahun sebesar 4,7 persen. Dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Responden Persentase (%)

1 18-23 tahun 0 0 2 24-29 tahun 0 0 3 30-35 tahun 2 4,7 4 36-41 tahun 10 23,3 5 ≥ 42 tahun 31 72 Total 43 100

Sehingga usia yang paling mendominasi ialah para petani yang relatif tua dengan usia ≥ 42 tahun. Para petani tersebut memiliki pengalaman yang cukup banyak tentang bagaimana cara menanam padi. Akan tetapi teknik budidaya yang digunakan masih bersifat tradisional. Sedangkan untuk kaum muda hanya sedikit, bahkan usia 18-23 tahun dan 24-29 tahun tidak ada sama sekali. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pemuda di Kecamatan Cigombong kurang tertarik terhadap bidang pertanian dan bahkan cenderung lebih memilih untuk bekerja di luar pertanian. Disamping itu, apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin

46 diketahui bahwa 100 persen petani didominasi oleh kaum pria, sedangkan untuk status pernikahan 100 persen responden sudah menikah.

6.1.2 Status Pendidikan

Pada penelitian ini tingkat pendidikan petani yang dimaksud adalah pendidikan terakhir yang didapat oleh para petani. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, pada umumnya berpendidikan rendah, karena didominasi tingkat SD atau sederajat sebesar 67,44 persen. Sedangkan untuk para petani yang tidak sekolah, SMP dan SMU masing-masing sebesar 2,33 persen, 16,27 persen dan 13,95 persen (Tabel 6). Sehingga hal ini yang menyebabkan para petani memiliki pemahaman teknis budidaya padi yang susah untuk diubah, karena tingkat pendidikan biasanya akan terkait erat dengan tingkat penerimaan petani terhadap suatu inovasi teknologi.

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 1 2,33 2 SD/Sederajat 29 67,44 3 SMP/Sederajat 7 16,27 4 SMU/Sederajat 6 13,95 5 Perguruan Tinggi 0 0 Total 43 100 6.1.3 Pendapatan Responden

Menurut Tabel 7 sebagian besar petani memiliki pendapatan 60,47 persen antara Rp 500.000 – Rp 999.999, sedangkan para petani yang berpendapatan kurang dari Rp 500.000 sebesar 16,28 persen. Kemudian bobot sebesar 13,95 persen untuk pendapatan petani yang lebih dari Rp 2.000.000 dan terakhir memiliki pendapatan antara Rp 1.000.000 – Rp 1.999.999 hanya sebesar 9,30 persen. Pendapatan petani responden dalam penelitian ini merupakan pendapatan di luar usahatani per bulan. Pendapatan ini berasal dari pekerjaan sampingan di luar usahatani padi. Pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh para petani pada umumnya ialah petani pemandu lapang, berdagang, berternak, pemungut rongsokan buruh atau kuli bangunan, dan supir lepas pada kendaraan mobil maupun motor.

47 Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan

No Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah Responden Persentase (%)

1 <500.000 7 16,28 2 500.000 – 999.999 26 60,47 3 1.000.000 – 1.999.999 4 9,30 4 >2.000.000 6 13,95 Total 43 100 6.1.4 Status Pekerjaan

Berdasarkan Tabel 8 sebagian besar petani menjadikan usahatani padi ini sebagai suatu pekerjaan utama dengan memiliki persentase sebesar 86,05 persen. Beberapa diantara mereka memiliki tambahan pemasukan dari pekerjaan sampingan yaitu petani pemandu lapang, berdagang, berternak, pemungut rongsokan, buruh atau kuli bangunan, dan supir lepas mobil atau motor. Pekerjaan bertani dilakukan pada pagi hari hingga siang hari dan pekerjaan sampingan biasanya dilakukan disela waktu senggang atau setelah bertani. Sedangkan para petani yang menjadikan usahatani padi ini sebagai suatu pekerjaan sampingan hanya sebesar 13,95 persen. Pada umumnya yang menjadikan usahatani padi ini sebagai suatu usaha sampingan ialah para petani yang telah memiliki pekerjaan seperti pegawai lepas dan pensiunan.

Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

No Pekerjaan Bertani Padi Jumlah Responden Persentase (%)

1 Utama 37 86,05

2 Sampingan 6 13,95

Total 43 100

6.1.5 Lama Berusahatani Padi

Pada umumnya para petani telah cukup berpengalaman di bidang usahatani padi. Jika dilihat pada sebaran responden masing-masing petani yang tertera pada Tabel 9, persentase terbesar ialah pada lama usaha tani padi dari 11 hingga 20 tahun yaitu sebesar 30,23 persen. Sedangkan sisanya ialah 6 – 10 tahun,

≥ 31 tahun, ≤ 5 tahun, dan 21 – 30 tahun dengan masing-masing sebesar 23,25 persen; 18,60 persen; 16,28 persen; dan 11,63 persen. Adanya gambaran tersebut

48 menunjukan bahwa petani yang berpengalaman ini akan lebih berhati-hati dalam menerima suatu hal yang baru seperti benih padi hibrida.

Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Berusahatani Padi No Lama Usahatani Padi Jumlah Responden Persentase (%)

1 ≤ 5 tahun 7 16,28 2 6 – 10 tahun 10 23,25 3 11 – 20 tahun 13 30,23 4 21 – 30 tahun 5 11,63 5 ≥ 31 tahun 8 18,60 Total 43 100

6.1.6 Budidaya dan Pola Tanam Padi dalam Setahun

Pada umumnya petani melakukan budidaya padi sebanyak 2 kali dalam setahun dengan persentase sebesar 72,09 persen, sedangkan untuk petani yang menanam hingga tiga kali hanya sebesar 27,91 persen (Tabel 10). Hal ini diterapkan karena para petani tidak mau mengeksploitasi unsur kesuburan tanah pada sawah secara berlebih, ditakutkan kedepannya akan mengalami gangguan dalam hal kesuburan tanah. Oleh karena itu, para petani selalu melakukan pemberaan untuk menjaga kesuburan dan pupuk kompos pada lahan sawah.

Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Budidaya Padi dalam Setahun No Budidaya Padi dalam Setahun Jumlah Responden Persentase (%)

1 Satu Kali 0 0

2 Dua Kali 31 72,09

3 Tiga Kali 12 27,91

Total 43 100

Pola tanam padi yang umumnya diterapkan oleh responden ialah Padi secara terus menerus dengan persentase sebesar 90,70 persen. Sehingga sudah jarang para petani melakukan pola gilir dengan tanaman lain, hanya sedikit responden yang melakukan pola gilir tanaman lain yaitu sebesar 9,30 persen dan tanaman yang ditanam ialah berupa Talas, Kacang dan Ubi (Tabel 11).

49 Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Pola Tanam Padi

No Pola Tanam Padi Jumlah Responden Persentase (%)

1 Padi, Padi, Padi 39 90,70

2 Padi, Padi, Tanaman Lain 4 9,30

3 Padi, Tanaman Lain, Tanaman Lain 0 0

Total 43 100

6.1.7 Status dan Luas Lahan

Status lahan sawah merupakan penjelasan yang perlu untuk di bahas karena dianggap sebagai suatu yang memberikan kejelasan tentang keterangan identitas diri seseorang, khususnya tentang kepemilikan lahan yang dimiliki oleh seorang petani. Berdasarkan data responden, Tabel 12 menunjukan bahwa sebagian besar status kepemilikan lahan petani adalah sebagai penggarap atau menyewa sebanyak 74,42 persen dengan luas lahan yang relatif sempit yaitu untuk luas lahan <0,5 ha sebanyak 75 persen dan untuk 0,5 – 1 ha sebanyak 25 persen. Sedangkan lahan untuk status milik sendiri hanya sedikit yaitu sebanyak 25,58 persen dengan luas lahan yang relatif sempit juga yaitu untuk luas lahan <0,5 ha sebanyak 72,73 persen dan untuk 0,5 – 1 ha sebanyak 27,27 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang menjadi subjek dalam penelitian ini merupakan petani berskala kecil atau gurem.

Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Status dan Luas Lahan No Status lahan Luas Lahan Jumlah

Responden Persentase (%) 1 Milik Sendiri 11 25,58 <0,5 Ha = 72, 73% 0,5 – 1 Ha = 27, 27% >1 Ha = 0 % 2 Sewa 32 74,42 <0,5 Ha = 75% 0,5 – 1 Ha = 25% >1 Ha = 0% Total 43 100

6.1.8 Rata-Rata Produktivitas Padi di Tingkat Responden

Rata-rata produktivitas padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) yang dihasilkan oleh seluruh petani responden ialah 5,29 ton/ha. Rata-rata tersebut

50 ialah produktivitas dari benih padi inbrida atau benih padi konvensional yang umumnya sering ditanam di Kecamatan Cigombong. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tersebut masih dianggap rendah karena seharusnya potensi produktivitas yang dihasilkan mampu mencapai di atas 6 ton/ha. Potensi produktivitas yang belum maksimal diakibatkan oleh pemupukan yang belum optimal dan pola budidaya yang masih menggunakan pola lama yang sudah turun menurun dari nenek moyang, seperti menanam padi yang masih berdempetan dan menanam padi lebih dari 3 hingga 4 buah pohon per lubang. Karena dengan metode yang baru cukup dengan menanam 1 hingga 2 buah pohon per lubang tanam.

6.1.9 Rata-Rata Harga GKP

Tabel 13 menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata harga gabah kering panen (GKP) yang didapat oleh para petani responden adalah Rp 2.400/kg dengan jumlah persentase sebesar 30,23 persen dan sisanya ialah Rp 2.300/kg, Rp 2.200/kg serta Rp 2.500/kg dengan masing-masing persentase sebesar 27,91 persen; 23,26 persen; serta 18,60 persen. Penentuan harga oleh tengkulak dipengaruhi oleh kualitas gabah, mulai dari kadar air hingga bentuk gabah tersebut. Bentuk gabah yang panjang biasanya memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan bentuk gabah yang bulat, karena bentuk gabah yang panjang akan lebih mudah diproses dalam penggilingan sehingga lebih disukai oleh para konsumen.

Bentuk gabah Ciherang berbentuk panjang dan mirip dengan IR64 sehingga memperoleh harga yang relatif tinggi, sedangkan gabah dari hibrida varietas Intani 2 sedikit bulat sehingga memperoleh harga yang relatif tidak terlalu tinggi bahkan terkadang relatif rendah. Hal tersebut sangat disayangkan, karena dengan harga benih hibrida yang mahal serta proses persilangan yang rumit tetapi memiliki harga GKP yang sama dengan padi inbrida dan bahkan dapat lebih rendah. Adanya hal tersebut, maka para petani melakukan pencampuran antara gabah hibrida dan inbrida sehingga terkadang memiliki harga yang relatif tidak terlalu rendah.

51 Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Rata-Rata Penerimaan Harga GKP

No Harga GKP (Rp/Kg) Jumlah Responden Persentase (%)

1 2.200 10 23,26

2 2.300 12 27,91

3 2.400 13 30,23

4 2.500 8 18,60

Total 43 100

6.1.10 Varietas yang Paling Sering Digunakan

Tabel 14 menunjukkan bahwa varietas yang paling sering digunakan oleh para petani responden ialah varietas Ciherang yaitu sebesar 79,07 persen. Menurut petani responden, benih padi varietas Ciherang lebih sering digunakan karena kualitasnya lebih baik dan mudah dalam melakukan perawatan budidayanya serta sangat mudah untuk mendapatkan benihnya di setiap kios pertanian ataupun koperasi. Sedangkan benih padi yang sering digunakan lainnya ialah Bondoyudo dan Mekongga dengan persentase sebesar 11,63 persen dan 9,30 persen, kedua benih ini persentasenya kecil karena benih ini hanya digunakan sebagai selingan dari benih padi Ciherang. Jika dilihat pada tabel untuk benih padi hibrida ialah sebesar 0 persen, hal ini dikarenakan para petani menggunakan benih padi hibrida apabila ada bantuan benih saja dari pemerintah. Menurut para petani benih padi hibrida sangat sulit diperoleh di kios-kios pertanian dan memiliki harga yang sangat mahal sehingga enggan untuk membeli.

Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Varietas yang Sering Digunakan

No Benih padi Jumlah

Responden Persentase (%) 1 Hibrida 0 0 2 Ciherang 34 79,07 3 Lainnya -Bondoyudo 5 11,63 -Mekongga 4 9,30 Total 43 100

6.2 Motivasi Petani dalam Penggunaan Benih Padi Hibrida Varietas Intani 2