• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi fungsi biologis, psikologis dan sosiologis. Umur dari masyarakat sekitar PT. Nityasa Idola yang menjadi responden dibagi kedalam lima kelas umur dengan selang umur sepuluh tahun. Sebaran umur responden dapat dilihat pada Table 6.

Tabel 6 Distribusi responden menurut kelompok umur

Kelompok umur (tahun)

Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n % 20-29 1 11,11 2 10,00 3 10,34 30-39 5 55,56 4 20,00 9 31,03 40-49 0 0,00 5 25,00 5 17,24 50-59 2 22,22 5 25,00 7 24,14 60-70 1 11,11 4 20,00 5 17,24 Total 9 100,00 20 100,00 29 100,00

Sebaran umur responden sebagian besar (31,03%) terdapat pada selang umur antara 30 sampai dengan 39 tahun (Tabel 6). Umur responden mempengaruhi kemampuan dalam melakukan aktivitas, curahan tenaga serta kematangan dalam bertindak. Menurut Suyono (1991) umur produktif adalah umur yang berada di atas 10 tahun dan kurang dari 51 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa responden pada umumnya masih produktif untuk bekerja. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa responden pada umumnya masih produktif untuk bekerja.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap persepsi responden. Hasil identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat (82.76%) tergolong rendah, yaitu tidak bersekolah dan lulus SD. Hanya sebagian kecil

(10.35%) yang tergolong berpendidikan tinggi yaitu tamatan SMA dan Diploma (Tabel 7).

Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat

Pendidikan

Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n % Tidak Sekolah 5 55.56 9 45.00 14 48.28 SD 2 22.22 8 40.00 10 34.48 SMP 0 0.00 2 10.00 2 6.90 SMA 1 11.11 1 5.00 2 6.90 Diploma 1 11.11 0 0.00 1 3.45 Total 9 100.00 20 100.00 29 100.00

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: 1) ketidakmampuan untuk menyekolahkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena memiliki tingkat pendapatan yang rendah sehingga penghasilan yang diperoleh dari usahatani diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pokok, 2) rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya sekolah, dan 3) aksesibilitas ke sekolah yang sulit karena sebagian besar sekolah lanjutan lebih banyak berada di ibukota kecamatan.

5.1.3 Jumlah Anggota Keluarga

Badan Pusat Statistik (2005) diacu dalam Sukandar (2007) menyatakan bahwa sebuah rumah tangga dengan hanya seorang ayah, ibu dan anak disebut keluarga nuklir (keluarga terpusat), dan keluarga nuklir ditambah keluarga lain atau orang lain disebut keluarga yang diperluas.

Tabel 8 Jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota

keluarga

Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n %

Kecil (< 4 orang) 6 66,67 14 70,00 20 68,97

Sedang (5-7 orang) 3 33,33 4 20,00 7 24,14

Besar (>7 orang) 0 0,00 2 10,00 2 6,90

Total 9 100,00 20 100,00 29 100,00

Sebagian besar jumlah anggota keluarga responden (68,97%) tersebar pada keluarga kecil (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak

memiliki tanggungan keluarga yang besar sehingga pembagian pendapatan di keluarga tidak terlalu besar. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007), dalam arti semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak pula pengeluaran rumah tangga orang tersebut dan begitu pun sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga maka akan sedikit pula pengeluaran rumah tangga orang tersebut.

5.1.4 Mata Pencaharian

Mata pencaharian responden dapat dikategorikan menjadi dua yaitu mata pencaharian berupa usaha tani dan non usaha tani. Mata pencaharian usaha tani disini adalah kegiatan perladangan berpindah dan perkebunan. Hampir seluruh masyarakat sekitar perusahaan melakukan pekerjaan sebagai peladang berpindah padi lading karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan adat dayak setempat. Usahatani perkebunan di lapangan adalah perkebunan karet, tanaman lada, dan tanaman buah-buahan. Sedangkan jenis pekerjaan non usaha tani, yaitu pedagang, PNS, karyawan perusahaan, ojek kayu, tengkulak getah karet, tukang tebang, dan pegawai Credit Union. Untuk melihat sebaran mata pencaharian masyarakat yang melakukan pekerjaan usahatani dan non usahatani, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Mata pencaharian responden

Mata Pencaharian Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n %

Usahatani 6 66,67 15 75,00 21 72,41

Usahatani&Nonusahatani 3 33,33 5 25,00 8 27,59

Total 9 100,00 20 100,00 29 100,00

Seluruh responden (100%) memiliki mata pencaharian utama usaha tani dan hanya sedikit (27,59%) yang memiliki mata pencaharian tambahan dari non usaha tani (Tabel 9). Responden dari Dusun Ampadi yang memiliki pendapatan tambahan dari non usahatani terdapat lima orang, yakni: tiga orang berprofesi sebagai pedagang, satu orang sebagai tengkulak getah karet, dan satu orang sebagai pegawai swasta. Responden dari Dusun Ompeng yang memiliki

pendapatan tambahan dari non usahatani terdapat tiga orang, yakni: satu orang sebagai tengkulak getah karet, satu orang sebagai pedagang, dan satu orang sebagai penjual batu.

Kegiatan berladang bagi masyarakat sekitar merupakan kegiatan yang sudah menjadi tradisi adat setempat. Sehingga setiap orang di Kecamatan Meranti memiliki mata pencaharian usahatani sebagai peladang berpindah.

5.1.5 Pendapatan Responden

Tingkat pendapatan responden diperhitungkan berdasarkan seluruh pendapatan yang diperoleh keluarga responden dalam satu bulan, baik dari usahatani maupun non-usahatani. Pekerjaan usahatani yang dijalankan masyarakat adalah berladang berpindah dan menjual hasil hutan berupa getah karet. Pekerjaan non usahatani yang dijalani oleh responden dari Dusun Ompeng antara lain sebagai pedagang, tengkulak getah karet dan penjual batu. Sedangkan pekerjaan non usahatani responden Dusun Ampadi antara lain sebagai pedagang, tengkulak getah karet dan pegawai swasta. Sebaran tingkat pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran tingkat pendapatan warga Kondisi Pendapatan

(Rp/Bulan)

Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n %

<1.100.000 2 22,22 15 75,00 17 58,62

1.100.000-1.750.000 4 44,44 3 15,00 7 24,14

>1.750.000 3 33,33 2 10,00 5 17,24

Total 9 100,00 20 100,00 29 100,00

Sebagian besar responden dari Dusun Ompeng (44,44%) berpenghasilan antara Rp 1.100.000,- sampai dengan Rp 1.750.000,- per bulan. Sedangkan sebagian besar responden di Dusun Ampadi (75,00%) berpenghasilan kurang dari Rp 1.100.000,- per bulan (Tabel 10).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan responden dari Dusun Ompeng adalah Rp 1.510.000,- dengan kisaran pendapatan antara Rp 450.000,- sampai Rp 2.400.000,-. Rata-rata pendapatan responden di Dusun

Ampadi adalah Rp 1.023.000,-dengan kisaran antara Rp 450.000,- sampai dengan Rp 2.400.000,-. Penghasilan rata-rata Dusun Ompeng yang lebih besar dibandingkan dengan Dusun Ampadi dapat disebabkan karena akses Dusun Ompeng lebih dekat menuju pusat ekonomi desa sehingga dalam menggerakkan perekonomiannya dapat lebih cepat dan murah dibandingkan dengan Dusun Ampadi.

Berdasarkan informasi dari PT. Nityasa Idola, pendapatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh perubahan harga karet di pasar. Pada tahun 2009 harga karet hanya berkisar antara Rp 4.000,- sampai dengan Rp 7.000,-. Sedangkan harga karet pada saat bulan September 2010 berkisar antara Rp 10.000,- sampai dengan Rp 13.000,- per kilogram.

5.1.6 Analisis pendapatan per kapita

Dalam penelitian ini tingkat kesejahteraan dianalisis menggunakan pendekatan garis kemiskinan Sajogyo (1996). Pada perhitungan garis kemiskinan Sajogyo, digunakan nilai beras dengan harga lokal Rp 8.000,-/kilogram dan diperoleh nilai sebesar Rp 2.560.000,-. Bila rata-rata pendapatan per kapita lebih besar dari hasil perhitungan berdasarkan acuan (Rp 2.560.000,-/kapita/tahun), maka dikategorikan penduduk tidak miskin. Sebaliknya jika pendapatan per kapita (PCI/per capita income) lebih kecil dari nilai berdasarkan perhitungan standar garis kemiskinan Sajogyo, maka penduduk dikategorikan miskin. Nilai rata-rata pendapatan per kapita responden lebih besar dari acuan adalah sebesar Rp 5.858.276,-. Hal ini menunjukkan tingkat kecukupan ekonomi responden relatif baik dan masyarakat yang hidup di desa dapat terpenuhi kebutuhan primernya. Rata-rata pendapatan per kapita per tahun responden di Dusun Ampadi adalah Rp 4.846.000,- dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak tiga orang. Sedangkan rata-rata pendapatan per kapita per tahun responden di Dusun Ompeng adalah Rp 8.107.777,- dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak tiga orang. Dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan per kapita Dusun Ompeng lebih besar dibandingkan dengan Dusun Ampadi. Dapat diketahui pula bahwa peran hutan sangat nyata untuk memberantas kemiskinan yaitu dengan menopang hidup bekerja di hutan.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata masyarakat yang berdomisili di lokasi penelitian, berada di atas garis kemiskinan. Akan tetapi tidak semua responden yang berada di Dusun Ampadi dan Dusun Ompeng merupakan warga yang hidup di atas garis kemiskinan. Mengacu pada nilai analisis tingkat kesejahteraan berdasarkan perhitungan garis kemiskinan Sajogyo, terdapat dua orang responden dari Dusun Ampadi dan satu orang responden dari Dusun Ompeng yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga dikategorikan penduduk miskin. Pendapatan per kapita mereka di bawah Rp 2.560.000,-/kapita/tahun, yakni untuk Dusun Ampadi masing-masing besarnya Rp 2.250.000,-/kapita/tahun dan Rp 1.200.000,-/kapita/tahun, dan responden dari Dusun Ompeng yang berada di bawah garis kemiskinan memiliki pendapatan per kapita sebesar Rp 1.350.000,-. Responden Dusun Ampadi yang termasuk ke dalam kriteria miskin.

Gambar 2 Perbandingan PCI responden dengan standar garis kemiskinan Sajogyo

Pendapatan rata-rata masyarakat Dusun Ompeng lebih besar dibandingkan dengan pendapatan masyarakat Dusun Ampadi (Gambar 2) karena Dusun Ompeng memiliki akses menuju tempat aktivitas ekonomi yang lebih dekat dibandingkan dengan Dusun Ampadi. Selain itu, berdasarkan penuturan masyarakat sekitar bahwa rata-rata kepemilikan lahan masyarakat Dusun Ompeng

x Rp 1,000

Rp 8,108,777

lebih banyak dibandingkan dengan Dusun Ampadi. Luasan kepemilikan lahan dapat mempengaruhi tingkat pendapatan yang bersumber dari usahatani yakni berkebun getah karet.

5.1.7 Akses Masyarakat Terhadap Informasi

Pada dasarnya informasi tentang CSR selalu ada, tetapi tidak semua anggota masyarakat menerimanya. Informasi tidak selalu langsung dari pihak perusahaan. Masyarakat pada umumnya menerima informasi dari ketua dusun, tokoh masyarakat atau tetangganya yang menerima informasi terlebih dahulu dari mereka yang mengikuti sosialisasi. Biasanya seluruh masyarakat desa diundang untuk mengikuti sosialisasi program, namun sering kali yang hadir hanya orang-orang tertentu saja, misalnya ketua dusun dan tokoh-tokoh masyarakat.

Tabel 11 Akses masyarakat terhadap informasi CSR perusahaan

Akses Informasi Ompeng Ampadi Total Responden

n % n % n %

Baik 9 100,00 16 80,00 25 86,21

Kurang baik 0 0,00 4 20,00 4 13,79

Total 9 100,00 20 100,00 29 100,00

Seluruh warga Dusun Ompeng mengaku selalu memperoleh informasi mengenai program CSR perusahaan. Sedangkan Dusun Ampadi ada sebagian kecil (20%) yang terkadang tidak mengetahui mengenai program CSR perusahaan (Tabel 11). Pada dasarnya, perusahaan mengharapkan masyarakat dapat menerima informasi tentang program-program tersebut dari mereka yang mengikuti sosialisasi, tetapi terkadang mereka yang mengikuti sosialisasi tersebut tidak menyampaikan kembali kepada masyarakat.

Dokumen terkait