• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE SPRAY DRYING

Teknik yang dilakukan pada pembuatan sediaan bubuk pewarna adalah teknik mikroenkapsulasi. Metode mikroenkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode spray drying dan tray drying. Pada metode spray drying, bahan disemprotkan dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas, kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering (Dubey et. al., 2009). Ekstrak dengan total padatan 3 % ditambahkan bahan penyalut maltodekstrin. Proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin adalah 3 : 5, 3: 10, dan 3: 15. Bubuk pewarna yang dihasilkan berwarna merah muda seperti yang dapat dilihat

26 pada Gambar 9, sedangkan Gambar 10 memperlihatkan bubuk pewarna setelah dilarutkan. Bubuk pewarna rosela yang dilarutkan dengan akuades terlihat berwarna merah dengan intensitas warna paling pekat adalah bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin adalah 3 : 5. Larutan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15 berwarna lebih pucat.

A B C

Gambar 9. Bubuk pewarna rosela (proporsi total padatan terhadap penambahan maltodekstrin A= 3 : 5, B = 3 : 10, C = 3 : 15)

Gambar 10. Bubuk pewarna rosela setelah dilarutkan dalam air (proporsi total padatan terhadap penambahan maltodekstrin A= 3 : 5, B = 3 : 10, C = 3 : 15)

Bubuk pewarna yang dihasilkan selanjutnya dianalisis sifat fisik dan kimianya, meliputi kadar air, kadar abu, kelarutan, total antosianin dan warna. Hasil analisis dan perhitungan kadar air, kadar abu, kelarutan, dan total antosianin bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode spray drying dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar air pada produk yang berbentuk bubuk akan mempengaruhi umur simpan produk. Diagram kadar air bubuk pewarna (metode spray drying) yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar air terbesar terdapat pada bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 yaitu 4.48 %. Perbedaan ini disebabkan proporsi maltodekstrin tersebut kurang cukup untuk menyalut asam dan gum yang terkandung dalam ekstrak rosela. Hal ini dapat terlihat dari penampakan bubuk

27 yang agak lengket. Sifat gum yang dapat membentuk gel akan menghambat pengeringan karena air yang terperangkap dalam gel sulit diuapkan sehingga terbentuk bubuk yang semi basah. Bubuk yang semi basah ini sangat mudah sekali menempel pada dinding drying chamber pengering. Akibatnya bubuk yang dihasilkan akan berbentuk gumpalan-gumpalan yang semi basah (Purba, 2003). Pada penelitian yang dilakukan Purba (2003), pigmen brazilin yang ditambahkan gum arab sebanyak 2 %, 3 % dan 4 % mengalami penggumpalan karena terbentuknya gel saat dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 3), konsentrasi maltodekstrin memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air produk. Hal ini dapat dilihat dari uji statistik dengan metode duncan bahwa ketiga sampel berada dalam subset yang berbeda.

Gambar 11. Diagram kadar air bubuk pewarna rosela (metode spray drying) Hasil penelitian terhadap kadar abu menunjukkan kadar abu tertinggi adalah 5.84 % yaitu pada bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15. Kadar abu terendah adalah 3.15 % yaitu bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5. Diagram perbandingan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 12. Total abu yang tinggi mengindikasikan kandungan mineral yang tinggi. Mineral tersebut dapat berasal dari matodekstrin yang ditambahkan serta dari rosela itu sendiri. Menurut Maryani dan Kristiana (2005), dalam 100 gram rosela terkandung 1 gram abu yang di dalamnya terdapat mineral kalsium, fosfor, dan besi.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 3 : 5 3 : 10 3 : 15 4.48 2.65 2.81 K a d a r A ir ( %)

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

(c) (b) (a)

28

Gambar 12. Diagram kadar abu bubuk pewarna rosela (metode spray drying)

Beberapa ion logam dapat berinteraksi dengan antosianin membentuk kompleks. Beberapa kation logam dapat menyebabkan bathocromic shift yaitu pergeseran panjang gelombang maksimum. Hal ini dapat diamati apabila terjadi perubahan warna menjadi kebiruan dan kadang-kadang menyebabkan pengendapan pigmen. Warna biru dapat terbentuk karena pembentukan komlpeks antara antosianin dan beberapa ion logam seperti aluminium, besi, tembaga, timah dan magnesium (Ovando et. al., 2009). Pada sampel yang diamati tidak terjadi perubahan warna merah menjadi biru. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 4), ketiga sampel berada pada subset yang berbeda. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konsentrasi maltodekstrin memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu produk.

Berdasarkan uji kelarutan bubuk pewarna, diperoleh nilai kelarutan tertinggi adalah 99.51 % yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15, sedangkan nilai kelarutan terendah adalah 98.77 % yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kadar air bubuk pewarna. Semakin tinggi kadar air produk bubuk, semakin sulit produk dilarutkan dalam air karena produk cenderung membentuk butiran yang lebih besar tetapi tidak porous. Diagram kelarutan bubuk pewarna dapat dilihat pada Gambar 13. 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 3.15 4.15 5.84 K a d a r A b u ( %) B a si s ke ri n g

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

(c) (b)

29

Gambar 13. Diagram kelarutan bubuk pewarna rosela (metode spray drying) Hasil uji statistik (Lampiran 5) menunjukkan bahwa kelarutan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 15 tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 10, namun berbeda nyata dengan bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5.

Proses pengeringan semprot yang menggunakan panas yang cukup tinggi dapat mengakibatkan penurunan total antosianin. Pada penelitian ini, suhu inlet yang digunakan adalah sekitar 170 C. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna dapat dilihat pada Tabel 3. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodekstrin 3 : 15 memiliki kadar antosianin yang paling tinggi.

Tabel 3. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna rosela (metode Spray drying) Pewarna Bubuk Rosela

Total Antosianin (mg/ g bahan kering) dengan proporsi total

padatan ekstrak terhadap maltodekstrin

3 : 5 1.49

3 : 10 1.90

3 : 15 2.38

Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dengan spray dryer. Dalam 300 ml ekstrak antosianin mengandung 147.00 mg antosianin. Sejumlah ekstrak tersebut dalam jumlah yang sama (300 ml) ditambahkan maltodekstrin dengan konsentrasi yang berbeda. Penurunan jumlah antosianin paling rendah terdapat pada sampel

80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 98.77 98.90 99.51 % Ke la ru ta n

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

(a) (a)

30 bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 10 yaitu dari 147.00 mg menjadi 45.53 mg. Jumlah antosianin pada bubuk pewarna tersebut turun 69.03 % dari jumlah antosianin awal dalam ekstrak rosela. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap maltodekstrin 3 : 5 mengalami penurunan antosianin paling banyak (76.91 %) karena pada proses pengeringan, antosianin tidak cukup tersalut oleh maltodekstrin. Sehingga antosianin tersebut lebih mudah terdegradasi oleh panas. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan (metode spray drying)

C. KARAKTERISTIK SEDIAAN BUBUK PEWARNA ROSELA

METODE TRAY DRYING

Prinsip pengeringan lapis tipis adalah proses pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas permukaan. Semakin besarnya luas permukaan mengakibatkan kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis. Pada metode tray drying, suhu pengeringan lebih rendah daripada metode spray drying yaitu 50 C. Hal ini bertujuan agar degradasi antosianin karena panas dapat dikurangi. Ekstrak encer (total padatan 3 %) yang dihasilkan

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 3 : 5 3 : 10 3 : 15 147.00 147.00 147.00 33.94 45.53 44.62 Ju m lah an to si an in ( m g ) d al am sam p e l

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

Sebelum dikeringkan Setelah dikeringkan

31 dipekatkan terlebih dahulu dengan rotavapour hingga total padatan mencapai 20 %. Hal ini dilakukan agar waktu pengeringan tidak terlalu lama mengingat suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi. Pada metode ini, maltodekstrin yang digunakan lebih banyak daripada metode spray drying. Perbandingan gram maltodekstrin dan ml ekstrak adalah 6 : 6, 7 : 6, dan 8 : 6. Dengan demikian, diperoleh proporsi total padatan terhadap maltodekstrin yang ditambahkan adalah 3 : 15, 3 : 17.5, dan 3 : 20. Bubuk pewarna yang dihasilkan berwarna merah namun ukurannya lebih kasar dari pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Bubuk pewarna yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan Gambar 16 memperlihatkan bubuk pewarna setelah dilarutkan. Setelah dilarutkan, diperoleh larutan yang berwarna merah. Semakin tinggi kandungan maltodekstrin, intensitas warna merah semakin menurun.

A B C

Gambar 15. Bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying (proporsi total padatan ekstrak : maltodekstrin A = 3 : 15, B = 3 : 17.5, dan C = 3 : 20)

Gambar 16. Bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying setelah dilarutkan dalam air (proporsi total padatan ekstrak : maltodekstrin A = 3 : 15, B = 3 : 17.5, dan C = 3 : 20)

Seperti pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying, bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying juga dianalisis karakteristik fisik dan kimianya. Hasil analisis dan perhitungan kadar air, kadar

32 abu, kelarutan, dan total antosianin bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar air terbesar terdapat pada bubuk pewarna 3 : 15, sedangkan kadar air terkecil terdapat pada bubuk pewarna 3 : 20. Diagram kadar air bubuk pewarna (metode tray drying) dapat dilihat pada Gambar 17. Pada waktu pengeringan yang sama ( 4 jam) jumlah air yang tertinggal pada ekstrak tidak sama mengingat kadar air awal pun berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai laju pengeringan ekstrak dengan tray dryer. Kadar air bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying lebih besar dari pada bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Hal ini dapat disebabkan suhu pengeringan pada spray dryer jauh lebih tinggi dari pada pada tray dryer, selain itu pada spray dryer sampel semprotkan sehingga membentuk aerosol yang lebih mudah dikeringkan. Hasil uji statistik (Lampiran 6) menunjukkan bahwa kadar air bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin sebesar 3 : 15 tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang 3 : 17.5, namun berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang menggunakan maltodekstrin 3 : 20.

Gambar 17. Diagram kadar air bubuk pewarna rosela (metode tray drying) Hasil penelitian terhadap kadar abu menunjukkan kadar abu tertinggi adalah 2.34 % yaitu pada bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan terhadap maltodekstrin 3 : 15. Kadar abu terendah adalah 1.41 % yaitu bubuk pewarna rosela dengan proporsi total padatan terhadap maltodekstrin 3 : 20.

8.40 8.60 8.80 9.00 9.20 9.40 9.60 9.80 10.00 10.20 10.40 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 10.31 9.81 9.12 K a d a r A ir ( %)

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

(a)

(a)

33 Seharusnya semakin tinggi kandungan maltodekstrin biasanya mempunyai kadar abu yang lebih tinggi. Namun hasil analisis kadar abu pada produk bubuk pewarna rosela yang dibuat dengan metode tray drying memperlihatkan hasil analisis yang sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena rentang waktu produksi dan analisis kadar abu berbeda, sehingga produk yang dianalisis dengan rentang waktu produksi-analisis lebih lama lebih banyak menyerap air dari udara. Sampel yang bersifat sangat higroskopis dapat menyerap uap air dari udara. Adanya uap air yang terserap mengakibatkan bobot sampel yang ditimbang tidak menunjukkan bobot sampel yang sebenarnya atau bobot bubuk pewarna kering yang sebenarnya lebih rendah dari pada yang ditimbang. Dengan demikian kandungan abu yang ada menjadi lebih rendah. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 15 dan 3 : 17.5 dianalisis kadar abunya lebih awal dari pada bubuk pewarna proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 20. Diagram perbandingan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 7), kadar abu pada ketiga produk berbeda nyata.

Gambar 18. Diagram kadar abu bubuk pewarna rosela (metode tray drying)

Berdasarkan uji kelarutan bubuk pewarna, diperoleh nilai kelarutan tertinggi adalah 99.23 % yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 15, sedangkan nilai kelarutan terendah adalah 98.26 % yaitu bubuk pewarna dengan proporsi total padatan

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 2.34 1.97 1.41 K a d a r A b u ( %) b a si s ke ri n g

Total padatan ekstrak : maltodekstrin

(c) (b)

34 ekstrak terhadap penambahan maltodekstrin 3 : 20. Diagram kelarutan bubuk pewarna dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan uji statistik (Lampiran 8), konsentrasi maltodekstrin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan produk. Kelarutan bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying tidak berbeda nyata dengan bubuk pewarna yang dibuat dengan metode spray drying yaitu di atas 98 %.

Gambar 19. Diagram kelarutan bubuk pewarna rosela (metode tray drying) Proses pemanasan dapat mengakibatkan penurunan total antosianin. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna dapat dilihat pada Tabel 4. Bubuk pewarna dengan proporsi total padatan 3 : 15 memiliki kadar antosianin yang paling tinggi karena jumlah padatannya yang lebih rendah.

Tabel 4. Kadar antosianin dalam bubuk pewarna rosela (metode tray drying) proporsi total padatan

ekstrak terhadap maltodekstrin

Total Antosianin (mg/ g bahan kering)

3 : 15 0.92

3 : 17.5 0.76

3 : 20 0.61

Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan jumlah antosianin sebelum dan setelah dikeringkan dengan tray dryer. Dalam 300 ml ekstrak antosianin (Total padatan 3 %) mengandung 147 mg antosianin. Ekstrak tersebut dievaporasi hingga dicapai volume ekstrak 45 ml (total padatan 20 %). Setiap 45 ml ekstrak tersebut ditambahkan maltodekstrin dengan proporsi total

80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 3 : 15 3 : 17.5 3 : 20 99.23 99.20 98.26 % ke la ru ta n

Total padatan ekstrak : Maltodekstrin

35 padatan : maltodeksrin yang berbeda yaitu 3 : 15, 3 : 17.5, dan 3 : 20. Penurunan jumlah antosianin paling tinggi terdapat pada sampel bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodeksrin 3 : 20 yaitu dari 147 mg menjadi 29.51 mg. Penurunan jumlah antosianin paling rendah terdapat pada sampel bubuk pewarna dengan proporsi total padatan : maltodeksrin 3 : 10 yaitu dari 147 mg menjadi 34.93 mg. Jumlah antosianin pada bubuk pewarna tersebut turun 76.24 % dari jumlah antosianin awal dalam ekstrak rosela encer (total padatan 3 %) sebelum evaporasi. Sampel yang mengalami penurunan antosianin paling rendah selama pengeringan dipilih untuk diuji stabilitasnya. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah proses produksi dapat dilihat pada Gambar 20. Secara umum, perbedaan penurunan jumlah antosianin bubuk pewarna yang dibuat dengan metode tray drying tidak terlalu jauh dengan pewarna yang dibuat dengan metode spray drying. Hal ini terjadi karena walaupun suhu pengeringan pada tray drying ( 50 C) lebih rendah daripada suhu pengeringan pada spray drying ( 170 C), ekstrak yang akan dikeringkan dengan tray dryer dievaporasi terlebih dahulu sehingga antosianin didalam ekstrak sudah mengalami degradasi selama evaporasi.

Gambar 20. Penurunan jumlah antosianin sebelum dan setelah proses produksi (metode tray drying)

Dokumen terkait