• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SERAT PANGAN DAN PATI RESISTEN

Dalam dokumen APROVAL MANFAAT HERBAL INDONESIA (Halaman 54-56)

Siti Nurdjanah, Ph.D

3.3 KARAKTERISTIK SERAT PANGAN DAN PATI RESISTEN

Serat pangan atau dietary fi ber adalah bagian dari tanaman yang dapat dimakan, akan tetapi

resiten terhadap enzim enzimpencernakan dan absorpsi pada usus halus, dapat difermentasi lengkap atau sebagain dalam usus. Dietary fi ber meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin dan

substansi tanaman lainnya. Diateri fi ber mempunyai manfaat siologi yang menguntungkan

seperti efek laxative, pengatutran kolesterol darah dan atau kadar gula darah ( AACC, 2001). Karbohidrat berdasar pengaruhnya pada mekanisme fi siologi dan kesehatan digolongka

menjadi dua yaitu : ( i ) karbohidrat yang tersedia ( available carbohydrate), yaitu yang dapat dicerna dan diserap dalam usus kecil untuk metabolisme, dan ( ii ) karbohidrat resisten (resistant carbohydrate), yaitu karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam usus kecil atau sedikit diserap / dimetabolisme. Secara gizi, karbohidrat resiten yang paling banyak terdapat didalam makanan adalah serat pangan (Englyst et al., 2007).

Menurut The Institut of Medicine (IOM, 2012) jumlah konsumsi serat pangan yang dian- jurkan adalah 14 g per 1000 kcal. Hal ini didasarkan atas pengaruh konsumsi serat terhadap kesehatan manusia seperti efek terhadap resiko berkurangnya penyakit jantung koroner, dan diabetes. Anjuran konsumsi serat pangan untuk orang dewasa berumur 19-50 tahun adalah38 g/ hari untuk pria, dan 25 g/hari untuk wanita. Sedangkan untuk usia diatas 50 tahun dianjurkan konsumsi sebesar 30g/hari untuk pria dan 20 g/hari untuk wanita ( Anonim, 2012).

Jenis karbohidrat resisten yang mencapai kolon atau usus besar tanpa mengalami hidroli- sisi meliputi polisakarida non-pati pati (non-starch polysaccharides), pati resisten dan karbohid- rat rantai pendek rantai pendek yang tergolong kedalam serat larut (AACC, 2001). Pati resisten adalah bagian pati yang tidak dapat dapat dicerna oleh amilase pankreas manusia di usus kecil, tetapi lolos mencapai usus besar (Yao et al., 2009), sifat fi siologinya seperti serat larut, dapat di-

fermentasi (Roberfroid, 2007) dan berfungsi sebagai probiotik. Manfaat yang dominan terhadap metabolism tubuh antaralain adalah meningkatkan volume feses, menurunkan pH usus besar, mengontrol kadar gula darah, menurunkan resiko kardio vaskular (Slavin et al., 2009, Lunn dan Butriss, 2007).

Secara umum pati resisten (RS) dapat ditemui secara alami maupun setelah dilakukan pen- golahan terhadap bahan hasil pertanian Besarnya kadar pati resisten dalam suatu bahan pangan dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain kandungan amilosa dan amilopektin, struktur fi sik,

dan derajad gelatinisasi (Goni et al., 1996) serta teknik pengolahan. Teknik pengolahan makanan seperti pemanggangan, pengeringan suhu tinggi juga dapat menaikkan proposi pati resisten, sebaliknya pengolahan menggunakan sistem perebusan, dan pengecilan ukuran dapat menu- runkan tingkat resistensi pati ( Sajilata et al., 2006). Sajilata et al. (2006) menggolongkan pati resisten berdasar strukturnya menjadi 4 yaitu RS-1, RS-2, RS-3 dan RS-4. RS-1 merupakan pati yang secara fi sik posisinya terperangkap oleh komponen lain seperti protein dan lemak didalam

jagung dan padi yang digiling kasar. RS-1 stabil terhadap panas pada pengolahan secara konven- sional oleh karena itu sangat cocok untuk digunakan sebagai ingredient dalam makanan konven- sional. Struktur dari RS-1 dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Struktur RS-1(Sajilata et al., 2006)

RS-2 merupakan pati yang struktur granulanya, mempunyai pola radial atau melingkar dan relatif kering, membentuk granulanya sangat kompak sehingga membatasi aksebilitas enz- im pernecraan dan berbagai enzim amylase. Struktur inilah yang meyebabkan resistensi secara alami. Contoh dari RS-2 adalah pati yang terdapat pada pisang yang kita konsumsi mentah. Pati resisten RS-1 dan RS-2 dapat dicerna di dalam usus halus secara tidak sempurna dan sangat lam- bat (Sajilata et al., 2006). Struktur RS-2 dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Struktur RS-2(Sajilata et al., 2006)

RS-3sebagian besar terbentuk melalui proses retrogradasi amilosa saat pati yang telah tergelatinisasi didinginkan. RS-2 sangat resisten terhadap serangan enzim prankreatik, tetapi dapat membentuk dispersi dengan larutan KOH atau larutan dimethyl sulphoxide (Asp dan Bjork, 1992). RS-2 juga dapat terbentuk melalui proses retrogradasi pati akibat pemanasan dan pendinginan berulang ulang (Leu et al., 2003). Retrogradasi dapat terjadi karena paralellisasi amilosa pada saat pasta pati didinginkan. Fenomena ini menyebabkan perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan penguatan struktur gel.

RS-4 terbentuk apabila di dalam granula pati terdapat ikatan lain selain α 1-4 dan α 1-6 dari glukosa. Contoh dari RS-4 adalah berbagai pati termodifi kasi yang diproduksi melalui pereak-

sian dengan bahan bahan kimia(Sajilata et al., 2006). RS 4 dapat dibentuk dengan memodifi kasi

pati secara crosslinking (Haynes et al., 2000). Crosslinking dicapai dengan cara mereaksikan pati dengan bi- atau polyfunsional reagen seperti sodium trimetafosfat, fosfor oxichlorida, atau cam- puran asetat anhidrat dengan asam dekarboksilat seperti asam adipat. Crosslinking antara sulfo- nat atau gugus fosfat dengan gugus hidroksil dari berbagai molekul pati menyebabkan granula pati menjadi resisten terhadap enzim amilolitik.

Selama proses perncernaan, pati resisten (RS) lolos dari usus halus, dan setelah menca- pai usus besar, sekitar 30-70% RS difermentasi oleh mikrofl ora menghasilkan asam lemak rantai

pendek dan sisanya dikeluarkan melalui feses (Behal dan Howe, 1996; Cumming et al., 1996).

3.4 MANFAAT ANTOSIANIN

Antosianin adalah golongan komponen polifenol alami yang terkandung dalam berbagai buah buahan, biji bijian, serealia dan sayuran. Komponen inilah yang bertanggung jawab terhadap warna merah, biru dan ungu dari komoditas tersebut. Beberapa peneliti menyatakan bahwa an- tosianin mempunyai fungsi biologi dan farmakologi, antara lain seperti anti-infl amatori (Karlsen

et al., 2007), anti-oksidatif (Shih et al., 2007).

Antosianin ubi jalar ungu dilaporkan mempunyai sifat yang lebih stabil selama pengolahan dan penyimpanan apabila dibandingkan dengan antosianin yang bersumber dari tanaman lain. Keunggulan antosianin ubi jalar dalam hal kesetabilan ini dapat dimanfaatkan sebagai pewarna makanan alami yang sekaligus mempunyai fungsi fi siologis. Para peneliti telah membuktikan

bahwa antosianin ubi jalar ungu mempunyai berbagai fungsi fi siologis seperti anti-mutagen (Yo-

shimoto et al., 2001), dan anti-hiperglisemik efek ( Matsui et al., 2002). Ubi jalar ungu secara in vitro maupun in vivo mempunyai kemampuan sebagai antioksidan yang lebih kuat bila diband- ingkan dengan kemampuan antioksidan yang berasal dari antosianin kubis ungu, kulit anggur, dan jagung ungu, serta asam askorbat atau vitamin C (Kano et al., 2005; Philpott et al., 2004).

Peneliti lain melaporkan bahwa minuman ringan yang diproduksi dari ubi jalar ungu dapat melindungi hepar dengan cara menurunkan jumlah serum gamma glutamil transferase (GGT), aspertate aminotransferasi (AST) dan alanin transferase (ALT) dari laki laki sehat yang terindikasi terserang hepatitis (Suda et al., 2008)

Dalam dokumen APROVAL MANFAAT HERBAL INDONESIA (Halaman 54-56)