• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Karakteristik Siswa SMP

Siswa SMP memiliki usia rata-rata 13-15 tahun. Pada masa usia tersebut merupakan awal dari masa remaja. Menurut Hurlock (dalam Rita, 2008: 124) menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Akan tetapi periodisasi masa remaja ini bersifat relatif karena masing-masing ahli dan setiap negara memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini.

Masa remaja memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan masa yang sebelumnya maupun masa yang sesudahnya, jadi masa remaja ini memiliki ciri-ciri yang secara khusus hanya ada pada periodisasi masa remaja saja. Menurut Hurlock (dalam Rita, 2008: 124-126) ciri-ciri masa remaja sebagai berikut:

39

a. Masa remaja sebagai periode penting, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap, perilaku dan akibat jangka panjangnya serta akibat fisik dan akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantkan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan, selama masa remaja terjadi perubahan

fisik yang sangat pesat, juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock (dalam Rita, 2008: 125) ada empat macam perubahan yaitu: meningginya emosi; perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa diri dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

40

e. Usia bermasalah, karena pada masa ini remaja dalam pemecahan masalah sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orangtua dan guru lagi.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan. Karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju masa dewasa. Pandangan ini juga yang sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih mengenai cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obatan, dan sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkan.

41

Masa remaja selain memiliki ciri-ciri di atas juga memiliki perkembangan kognisi yang dilihat dari segi kualitatif maupun kuantitatif. Menurut Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 132) secara kuantitatif intelegensi berkembang semenjak bayi masih berada didalam kandungan. Laju perkembangannya berlangsung sangat pesat mulai usia tiga tahun sampai dengan masa remaja awal. Puncak perkembangan dicapai pada penghujung masa remaja akhir (usia sekitar dua puluh tahun), sesudah itu sampai usia 60 tahun perkembanganya lambat, terjadilah masa plateau, yang selanjutnya akan terjadi penurunan.

Bloom dkk. (dalam Rita, 2008: 132) mengadakan penelitian secara longitudinal terhadap anak sampai usia 17 tahun. Hasilnya bahwa usia 1 tahun kecerdasan berkembang sampai 20%, usia 4 tahun berkembang sampai 50%, usia 8 tahun berkembang 80%, usia 13 tahun berkembang 92% dan usia 13 tahun keatas tinggal penyempurnaan. Dimana laju perkembangan tersebut relatif stabil dan proporsional.

Jean Piaget (dalam Rita, 2008: 133) melakukan penelitian menggunakan pendekatan longitudinal selama tahun 1920 sampai 1964 yang hasilnya menyimpulkan bahwa perkembangan kognitif bersifat tahapan, urutan tahapan berlaku secara universal tapi batasan waktu berbeda-beda tergantung budaya, dimana anak adalah lone scientist yang artinya dalah kognitifnya berkembang apabila anak dibiarkan bereksperimen sendiri/memanipulasi benda secara langsung. Interaksi dengan teman sebaya lebih bermanfaat dibanding dengan orang dewasa.

42

Dilihat dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget (dalam Rita, 2008: 133) pada remaja, maka individu remaja telah memiliki kemampuan introspeksi (berfikir kritis tentang dirinya), berfikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berfikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berfikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. Sehingga atas dasar tahap perkembangan tersebut maka ciri berfikir remaja adalah idealisme, cenderung pada lingkungan sosialnya, egosentris hipocrsty (hipokrit atau kepura-puraan) dan kesadaran diri akan konformis.

Teori lain yang mengungkapkan tentang perkembangan kognisi salah satunya dikemukakan oleh Vygotsky. Menurut Vygotsky (dalam Rita, 2008: 133) yang mengatakan bahwa perkembangan mental anak tergantung pada proses sosialnya, yaitu bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa atau anak yang lebih mampu yang dapat memberi penjelasan tentang segala sesuatu sesuai dengan nilai kebudayaan.

Vygotsky (dalam Rita, 2008: 134) membedakan proses mental menjadi dua yaitu:

a. Elementary

Elementary atau masa pra-verbal yaitu selama anak belum menguasai verbal, pada saat itu anak berhubungan dengan lingkungan menggunakan bahasa tubuh.

43

b. Higher

Higher merupakan masa setelah anak dapat berbicara, pada masa ini anak akan berhubungan dengan lingkungan secara verbal.

Vygotsky (dalam Rita, 2008: 134) juga menggambarkan teorinya tentang kognitif dapat dilihat pada gambar 2.

Batas Kemampuan Potensial Batas Kemampuan Aktual

The Zone of Proximal Development

Gambar 2. Vygotsky teori tentang kognitif

Teori kognitif yang dipaparkan oleh Vygotsky tedapat tiga aspek sesuai gambar di atas, yakni batas kemampuan potensial, batas kemampuan aktual dan the zone proximal development. Menurut Rita Eka Izzaty (2008: 134) the zone proximal development adalah rentang antara tingkat perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi (antara apa yang dapat dilakukan secara mandiri dengan apa yang dapat dilakukan dengan bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasinya dengan teman sebaya yang lebih mampu).

44

Dokumen terkait