• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Siswa SMP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.10 Karakteristik Siswa SMP

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan jenjang pendidikan formal yang ada di Indonesia, satu tingkat di atas Sekolah Dasar (SD). Pada umumnya, jenjang ini ditempuh selama 3 tahun dan terbagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas VII, VIII, dan IX. SMP adalah jenjang akhir dari program wajib

belajar 9 tahun yang diberlakukan pemerintah. Siswa yang menempuh jenjang ini pada umumnya berusia antara 13–15 tahun.

Usia anak antara 13–15 tahun menurut beberapa ahli termasuk dalam masa remaja (adolescence). Menurut Mappiare (Ali dan Asrori, 2005: 9), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan”. Hurlock (Ali dan Asrori, 2005: 9) menambahkan bahwa istilah

adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Dalam pemakaiannya, istilah remaja disamakan dengan adolecen yang menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial (Rita E. Izzati, 2008: 123).

Dilihat dari perkembangan fisik dan psikoseksual, masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembangan fisik pada akhir masa remaja menunjukkan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas lakilaki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan yang berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya (peer group) daripada orang tua atau keluarganya (Rita E. Izzati, 2008: 152).

Dilihat dari perkembangan kognisi menurut teori perkembangan kognisi dari Piaget, remaja masuk dalam tahapan operasional formal yang memiliki ciri-ciri telah memiliki kemampuan introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berpikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berpikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan simbolsimbol, berpikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan (Rita E. Izzati, 2008: 152).

Dalam teori perkembangan kognisi yang lain dikemukakan oleh Vygotsky, yang mengatakan bahwa perkembangan mental anak tergantung pada proses sosialnya, yaitu bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Rita E. Izzati, 2008: 133). Proses sosial tersebut dapat berupa interaksi dengan individu yang lain baik yang berusia lebih muda, sebaya, atau lebih dewasa darinya. Interaksi yang lebih menguntungkan bagi anak remaja adalah dengan orang yang lebih dewasa. Interaksi dengan orang dewasa yang mempunyai lebih banyak pengalaman menjadikan remaja mengenal dan tahu lebih banyak pengetahuan baru yang belum diketahuinya sebelumnya. Dengan bantuan orang dewasa pula, seorang anak remaja dapat membangun pengetahuannya sendiri tentang segala hal yang sedang dipelajarinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa remaja memiliki Tanggung Jawab yang tinggi terhadap segala sesuatu. Mereka cenderung ingin mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Oleh karena itu, bimbingan dari orang dewasa sangatlah penting agar Tanggung Jawabnya yang tinggi dapat terarah dan dalam membangun pengetahuannya akan hal- hal yang baru tidak salah jalan.

2.1.11 Time Token

Menurut Arends, sebagaimana di kutip Fatmawati dan Haryono, menyatakan bahwa time token merupakan salah satu keterampilan berperan serta dalam pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk mengatasi pemerataan kesempatan yang mewarnai kerja kelompok, menghindarkan siswa mendominasi atau diam sama sekali dan menghendaki siswa saling membantu dalam kelompok kecil. Model pembelajaran pada pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan memberikan pandangan serta pemikiran anggota lain.

Model pembelajaran Time Token Arends 1998 merupakan model permainan dalam pembelajaran yang bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan memberikan pandangan serta pemikiran anggota lain. Model ini sangat cocok untuk melatih ketrampilan sosial sekaligus kemampuan

berkomunikasi serta dapat menghindari siswa yang mendominasi pembicaraan atau siswa yang diam sama sekali.

Model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan komunikasi dan sosial antar siswa. Guru memberikan kupon berbicara/tiket belajar pada setiap siswa dengan waktu yang sudah ditentukan. Sebelum berbicara siswa menyerahkan satu kupon untuk setiap kali berbicara. Siswa dapat tampil kembali setelah bergiliran dengan siswa lain. Siswa yang tiket belajarnya habis tidak boleh berbicara lagi, dan siswa yang masih mempunyai tiket belajar harus berbicara sampai tiket belajarnya habis.

Dalam penelitian ini Time Token adalah sebagai media permainan dalam pembelajaran agar pembelajaran diselingi dengan permainan pembelajaran yang lebih inovatif dan menuntut seluruh siswa agar aktif dan melatih siswa untuk dapat bertanggung jawab atas tugas yang diterimanya.

Model permainan time token (Arrends 1998) sangat penting bagi guru untuk mengatasi kondisi kelas yang siswanya mengalami masalah terhadap keterampilan sosial yang mencakup tentang pendominasian, pendiam dan tidak berani mengutarakan pendapat saat diskusi kelompok. Jadi model pembelajaran time token lebih mengarah untuk meningkatkan keterampilan sosila siswa. Model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.

2.1.11.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Time Token

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar 2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi

3. Guru memberikan setiap anak 3 kupon berbicara dengan waktu 30 detik, dan setiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan.

4. Guru memberikan pertanyaan atau pernyataan kepada siswa. 5. Guru mempersilahkan siswa menjawab pertanyaan , memberi

pendapat dan menyanggah pendapat dengan menggunakan kupon berbicara.

6. Bila selesai berbicara kupon (kartu bicara) yang dipegang siswa diserahkan pada guru. Setiap berbicara kupon.

7. Sehingga semua siswa memiliki hak bicara yang sama, dan sampai semua siswa berbicara atau berpendapat.

8. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama dari hasil diskusi 9. Guru menutup permainan.

2.1.11.2 Kelebihan Time Token

1. Semua siswa aktif dalam mengeluarkan pendapatnya dan berpartisipasi dalam diskusi

2. Dapat menumbuhkan dan melatih keberanian siswa dalam berpendapat bagi siswa yang pemalu dan sukar berbicara.

3. Semua siswa mendapat waktu bicara yang sama sehingga tidak akan terjadi pendominasian pembicaraan dalam berlangsungnya diskusi.

4. Semua siswa mendapat kesempatan untuk menggali dan mengemukakan ide-idenya sehingga pada kondisi seperti apapun ikut terlibat memahami materi pembelajaran.

2.1.11.3 Kekurangan Time Token

1. Siswa yang memiliki banyak pendapat akan sulit mengutarakan pendapatnya karna waktu yang diberi terbatas.

2. Adanya keharusan mengemukakan idenya penampilan idenya kurang maksimal atau hanya mengemukakan pendapat kelompoknya sehingga kurang menguasai materi.

2.1.12Model Pembelajaran ADDIE Pendekatan Realistik Berbantuan

Dokumen terkait