• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Superkonduktor 1 Temperatur Kritis (Tc)

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Karakteristik Superkonduktor 1 Temperatur Kritis (Tc)

Material superkonduktor memiliki resistivitas sama dengan nol (ρ = 0) di temperatur rendah. Suatu bahan yang didinginkan di dalam nitrogen cair atau helium cair, maka nilai resistivitas bahan tersebut akan turun seiring dengan penurunan temperatur. Pada temperatur tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. Fenomena penurunan temperatur menjadi nol ini disebut dengan temperatur kritis (Tc), yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal menjadi keadaan superkonduktor.

Gambar 2.2Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur

Pada saat temperatur T > Tc bahan dapat dikatakan berada dalam keadaan normal pada saat bahan tersebut memiliki nilai resistansi listrik. Perubahan ini dapat menghasilkan bahan menjadi bahan konduktor, bahkan menjadi isolator. Berbanding terbaik jika T < Tc, bahan akan menolak medan yang datang yang disebabkan karena medan luar yang diberikan selalu sama besar dengan magnetisasi bahan tersebut, yang artinya bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor dan nilai resistivitasnya turun drastis menjadi nol. Selain temperatur, keadaan superkonduktivitas juga tergantung pada beberapa variabel, yaitu medan magnet, dan rapat arus (Pikatan, 1989).

2.2.2 Medan Magnet Kritis (Hc)

Sifat lain dari superkonduktor yaitu bersifat diamagnetisme sempurna. Jika sebuah superkonduktor ditempatkan pada medan magnet, maka tidak akan ada medan magnet dalam superkonduktor. Hal ini terjadi karena superkonduktor

menghasilkan medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan. Efek yang sama dapat diamati jika medan magnet diberikan pada bahan dalam temperatur normal kemudian didinginkan sampai menjadi superkonduktor. Pada temperatur kritis, medan magnet akan ditolak.

Gambar 2.3Diamagnetik sempurna (Triya, 2014)

2.2.3 Rapat Arus Kritis (Jc)

Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam konduktor. Pada bahan superkonduktor terjadi juga interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Ketika elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang bermuatan negatif dan mengakibatkan elektron bergetar. Jika ada dua buah elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama karena gaya tarik dari inti atom-atom kisi lebih besar.

Rapat arus kritis meningkat seiring menurunnya temperatur di bawah temperatur kritis sesuai dengan persamaan,

= (0)��−�

�� (2.1)

Nilai threshold arus dimana medan magnet disebabkan arus itu sendiri

sebanding dengan medan magnet kritisnya (F.B. Silsbee, 1916). Pada suatu konduktor silinder, arus I mengalir di tengah konduktor. Pada jarak r dari garis aliran arus, terdapat medan magnet tangensial

=

2 (2.2)

dan arus kritis menurut hipotesis Silsbee pada silinder dengan jari-jari a dinyatakan dalam

� = 2 � � (2.3)

sehingga besarnya rapat arus Jc dapat ditentukan dengan

� =2� (2.4)

pada waktu yang sama, Laboratorium Leiden juga melakukan studi pengaruh tempertur terhadap medan kritis pada timah dengan hasil (W.Tuyn, 1926).

� � = �(0) 1− 2

(2.5) 2.3 Jenis – Jenis Superkonduktor

Superkonduktor dapat dibedakan berdasarkan temperatur kritis dan medan magnet kritis. Berdasarkan temperatur kritisnya superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor temperatur tinggi (High Temperature Superconductor – HTS) dan

superkonduktor temperatur rendah (Low Temperature Superconductor - LTS).

Sedangkan superkonduktor berdasarkan medan magnet kritis yakni, Superkonduktor tipe I, dan Superkonduktor II.

2.3.1 High Temperature Superconductor (HTS)

Superkonduktor temperatur tinggi (High Temperature Superconductor

HTS) adalah superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di atas temperatur nitrogen cair (77 K) sehingga sebagai pendinginnya dapat digunakan nitrogen cair (Windartun, 2008). Pada tahun 1987, kelompok peneliti di Alabama dan Houston yang dikoordinasi oleh K.Wu dan P. Chu, menemukan superkonduktor YBa2Cu3O7-x

dengan Tc = 92 K. Ini adalah suatu penemuan yang penting karena untuk pertama kali didapat superkonduktor dengan temperatur kritis di atas temperatur nitrogen cair,

yang harganya jauh lebih murah daripada helium cair. Pada awal tahun 1988, ditemukan superkonduktor oksida 11 Bi-Sr-Ca-Cu-O dan Tl-Ba-Ca-Cu-O berturut- turut dengan Tc = 110 K dan 125 K (Sukirman dkk., 2003).

2.3.2 Low Temperature Superconductor (LTS)

Superkonduktor temperatur rendah (Low Temperature Superconductor - LTS)

merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di bawah temperatur nitrogen cair (77 K). Sehingga untuk memunculkan superkonduktivitasnya, material tersebut menggunakan helium cair sebagai pendingin (Windartun, 2008). Adapun contoh dari superkonduktor temperatur rendah adalah Hg (4,2 K), Pb (7,2 K), niobium nitride (16 K), niobium-3-timah (18,1 K), Al0,8Ge0,2Nb3 (20,7 K), niobium

germanium (23,2 K), dan lanthanum barium tembaga oksida (28 K) (Pikatan, 1989). 2.3.3 Superkonduktor Tipe I

Pasangan elektron bergerak sepanjang terowongan penarik yang dibentuk ion-ion logam yang bermuatan positif. Akibat dari adanya pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik akan bergerak dengan merata dan superkonduktivitas akan terjadi. Superkonduktor yang berkelakuan seperti ini disebut superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek Meissner, yakni gejala penolakan medan magnet luar (asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi) oleh superkonduktor. Bila kuat medannya melebihi batas kritis, gejala superkonduktivitasnya akan menghilang. Maka pada superkonduktor tipe I akan terus – menerus menolak medan magnet yang diberikan hingga mencapai medan magnet kritis. Kemudian akan berubah kembali ke keadaan normal.

2.3.4 Superkonduktor Tipe II

Abrisokov mendasarkan teorinya pada kerapatan pasangan elektron yang dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov dapat menunjukkan bahwa parameter tersebut dapat mendeskripsikan pusaran (vortices) dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran ini. Lebih lanjut ia pun dengan secara mendetail dapat memprediksikan jumlah pusaran yang tumbuh seiring meningkatnya medan magnet. Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II

akan menolak medan magnet yang diberikan. Namun perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap. Pada suhu kritis, maka bahan akan kembali ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I.

Dokumen terkait