LAMPIRAN A
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Mesin Bubut Engine Lathe Model H.G 28 Seri. 281648
Cut Off Machine CC 16SB 405 Hitachi Ltd.
Mesin Grenda Konvensional
Alat Potong Konvensional Grenda Tangan Malkita 9553B
Neraca Digital KERN EW 220-3 NM
Wire Pinning Machine P2MM Serpong
Ragum Unique Steel 150mm
Wire Rolling Machine ITB Bandung
Wire Drawing Machine P2MM Serpong
Dies Drawing P2MM Serpong
Mortar Agate Jangka Sorong Vernier Caliper Krisbow
KW06-357
XRD 7000 Shimadzu Maxima – UIN Syarief
Hidayatullah Jakarta
ASEM-EDS JEOL
P2MM Serpong XRD PANanalytical EMPYREAN PSTBM BATAN Serpong
Cryogenic Magnet OXFORD P2MM
Serpong
MgB2 100 mesh 99% MW-CNT 20-40 nm 90% SS304
ROD
Kawat MgB2 setelah
reduksi
Spesimen kawat MgB2
LAMPIRAN B
10 % = 10
5. Perhitungan metal forming – wire drawing
= 36− 10,24
36 � 100%
= 25,76
36 � 100%
= 0,7156 %
6. Reduksi area ( r )
= 1− ��
�� 2
= 1− 6 �� 3,2 ��
2
LAMPIRAN C
HASIL XRD MATCH DAN PERHITUNGAN KRISTALIN
Dik : FWHM = 0.23280o B = 6.467 x 10-4 rad 2θ = 42.4096o θ = 21.2048o Cos θ = 0.93229o
λ = 1,54060 x 10-10 m k = 0,94
Dit : ukuran kristal (d) = … ? Penyelesaian :
Ukuran kristal (d) = �λ � �
d = 0.94 x 1,54060 x 10−10 m 6.467�10−4 0.93229° = 1.448164 � 10−10
6.02911943 � 10−4� = 0.24 x 10-6 m
= 0.24 µm.
42.0 42.5 43.0 43.5 44.0 0
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
FWHM = 0.34820o
Dik : B = 9.667 x 10-4 rad
2θ = 42.3588o = 21.1794o (θ) Cos θ = 0.932453o
λ = 1,54060 x 10-10 m k = 0,94
Dit : ukuran kristal (d) = … ?
Penyelesaian :
Ukuran kristal (d) = �λ � �
d = 0.94 x 1,54060 x 10−10 m 9.667�10−4 0.932453° = 1.448164 � 10−10
3. Hasil XRD Sampel 3 MgB2 + 20% CNT
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]
25.3533 627.10 0.1617 3.51016 6.01
25.4174 313.55 0.1617 3.51016 3.00
25.9912 487.46 1.8400 3.42543 4.67
26.0569 243.73 1.8400 3.42543 2.33
30.3906 446.60 0.0653 2.93884 4.28
30.4679 223.30 0.0653 2.93884 2.14
30.4859 223.30 0.1348 2.93715 2.14
31.5957 697.65 0.1178 2.82944 6.68
31.6762 348.83 0.1178 2.82944 3.34
31.8423 643.16 0.1582 2.80809 6.16
31.9235 321.58 0.1582 2.80809 3.08
LAMPIRAN D
HASIL SEM – EDS MAPPING
Morfologi kawat superkonduktor MgB2
Morfologi kawat superkonduktor MgB2 + 10% CNT
LAMPIRAN E
HASIL CRYOGENIC MAGNET – KALEIDAGRAPH
Identifikasi kurva hambat jenis dan temperatur kritis
Kurva dinormalisasi (40K)
Sampel Tc Resistansi (Ohm)
0% 39.58 -2,68 x 10-5
5% 39.16 1,82 x 10-2
10% 33.36 5,87 x 10-3
DAFTAR PUSTAKA
American Magnetics Inc. 2008. Characteristics of Superconducting Magnets". Superconductivity Basics. Retrieved 10-11
Anggraeni, Nuha. 2008. Analisa SEM Dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Seminar Nasional – VII Rekayasa dan Semiconducting Materials. Annual Bk. ASTM St.
Bilstein, Roger E. 1996. Stages to Saturn: A Technological History of the Apollo/Saturn Launch Vehicles (NASA SP-4206) (The NASA History
Series). NASA History Office. pp. 89–91.ISBN 0-7881-8186-6.
Buzea, Cristina and Tsutomu Yamashita. 2001. Superconductor Science and Technology 14.11: R.115
Ciraci, S., Dag, S., Yildirim, T., Gülseren, O. & Senger, R.T., 2004. Functionalized Carbon Nanotubes and Device Applications, J. Phys.: Condens. Matter, 16, R901-R960.
Chandra Shekhar, RajivGiri, R. S.Tiwari, D. S. Rana, S. K. Malik and O. N. Srivastava, 2005. Supercond. Sci. Technol. 18, 1210.
Dresselhaus, M.S., Dresselhaus, G. & Ph. Avouris, 2001. Carbon Nanotubes: Synthesis, Structure, Properties and Applications, Springer.
Cyrot. Michel, 1992. Introduction to Superconductivity and High-Tc Materials. World Scientific. Diakses 23 Maret 2016.
Eisterer, M 2007. "Magnetic properties and critical currents of MgB2". Superconductor Science and Technology 20 (12): R47.
F. B. Silsbee. 1916. Journal of the Washington Academy of Sciences 6, 79. G. Fuchs, 2002. Superconductors: Basic Properties and Materials
Herbirowo, Satrio. 2016. Pembuatan Kawat Superkonduktor MgB2/Fe
Menggunakan Metode Powder in Tube Dengan Variasi Penambahan Dopan SiC dan CNT. [Tesis]. Metalurgi UI: Depok. Iijima, Sumio., Helical Micritubules of Graphitic Carbon, Nature (London) 354,
56-58, 1991.
Jun. Nagamatsu, 2001. Superconductivity at 39 K in Magnesium Diboride. Nature, Volume. 410, No. 6824 : Japan. Page. 63-64. Diakses 15 Februari 2016.
Larbalestier, D. C.; Cooley, L. D.; Rikel, M. O.; Polyanskii, A. A.; Jiang, J.;
Patnaik, S.; Cai, X. Y.; Feldmann, D. M.; et al. 2001. "Strongly linked current flow in polycrystalline forms of the superconductor MgB2". Nature 410 (6825): 186–189.
Maharsi, R. Jamaludin, A. 2014. Karakterisasi Kekeristalan dan Konstanta Dielektrik Ba0,9Sr0,1TiO3 yang dibuat dengan Metode Solid State
Reaction. Jurnal Fisika Indonesia, No: 52, Vol XVIII. ISSN : 1410-2994.
Maxwell, Thomas. 2001. Maintenance, Design, Measuring and Pressure Lubrication of the Wire Drawing Die. Wire Journal International, Vol. 34, Number 5.
Pikatan. Sugata, 1989. Mengenal Superkonduktor.
http://geocities.com/dmipa/article/sp/konduktor.pdf. [10 Maret 2016].
Pia Jensen Ray. Figure 2.4 in Master's thesis, "Structural investigation of La(2-x)Sr(x)CuO(4+y) - Following staging as a function of temperature". Niels Bohr Institute, Faculty of Science, University of Copenhagen. Copenhagen, Denmark, November 2015.
Saito, R., Dresselhaus, G. & Dresselhaus, M.S., 1996. Tunneling Conductance of Connected Carbon Nanotubes, Phys. Rev. B 53 2044.
Sembiring, Timbangen. 2005. Penetrasi Fluks Magnetik Akibat Penambahan Lapisan CuO2 pada Bahan Superkonduktor Berbasis Kristal
Diakses tanggal 19 Februari 2016.
Sholihah, F.R. dan Zainuri, M. 2012. Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat Kemagnetan Barium Hexaferite Dengan Ion Doping mZn. Jurnal Sans dan Seni. ITS Vol. 1 No.1 25-29.
Subhan, Achmad. 2011. Fabrikasi dan Karakterisasi Li2Ti5O12 Untuk Bahan Anoda
Baterai Lithium Keramik [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sukirman, dkk. 2003. Review Kegiatan Superkonduktor Tc Tinggi di P3IB-BATAN. Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol, No.2 Hal. 30-39.
Welding Engineering, Azom.com. 2015. An AZoNetwork Site. Students Association of Welding Engineering Shipbuilding: Institute of Polyclinic Surabaya, ITS
Windartun. 2008. Superkonduktor. Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung. W. Tuyn and H. K. Onnes. 1926. J. Franklin Inst. 201, 379.
Yosmarina, 2012. Preparasi Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Dengan Variasi Asam. [Skripsi]. Fakultas Teknik UI: Depok. Hal. 9.
Yudanto, Sigit. dkk. 2015. Analisis Hambat Jenis Penambahan Nano SiC pada Superkonduktor MgB2 Tanpa Perlakuan Panas. Prosiding Seminar
Material Metalurgi 2015 LIPI : Tangerang Selatan . Hal. 287 - 292. Diakses tanggal 16 Februari 2016.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat Dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Pengaruh Penambahan Carbon Nanotubes Pada Pembuatan Kawat Superkonduktor MgB2, meliputi:
3.1.1 Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Cut Off Machine CC 16SB 405 Hitachi Ltd.
Berfungsi sebagai alat pemotong tube yang akan digunakan sebagai selongsong pengisi serbuk
2. Mesin grenda konvensional
Berfungsi sebagai alat penghalus permukaan tube yang telah dipotong 3. Ragum - Unique Steel 150 mm
Berfungsi sebagai alat penjepit rod penutup yang akan dipotong 4. Grenda tangan - Malkita 9553B
Berfungsi sebagai alat pemotong rod penutup
5. Mesin bubut - Engine Lathe Model H.G. 28 Serial. 281648
Berfungsi sebagai alat membubut permukaan dalam tube agar dapat diisi oleh rod penutup
6. Air compressor NLG Model C1015
Berfungsi sebagai alat pembersih permukaan dalam tube 7. Kertas timbang
Berfungsi sebagai wadah penampang serbuk yang ditimbang 8. Spatula
Berfungsi untuk memindahkan sampel 9. Neraca digital - KERN EW 220-3 NM
Berfungsi untuk mengukur massa dari sampel 10. Mortar Agate
11. Kertas label
Berfungsi sebagai penanda jenis sampel 12. Tisu
Berfungsi untuk membersihkan peralatan 13. Wire rolling machine - ITB Bandung
Berfungsi untuk memperkecil diameter tube 14. Wire Pointing machine
Berfungsi sebagai alat preduksi ukuran sebelum proses wire drawing 15. Wire drawing machine
Berfungsi sebagai alat penarikan wire dengan diameter menjadi lebih kecil dari sebelumnya
16. Dies drawing
Berfungsi sebagai alat penahan dalam proses penarikan 17. Alat potong konvensional
Berfungsi sebagai alat pemotong kawat yang telah ditarik
18. XRD (X-Ray Diffractometer) 7000 SHIMADZU MAXima - UIN Syarief Hidayatullah Jakarta
Berfungsi sebagai alat untuk menganalisa struktur fasa yang terbentuk 19. XRD (X-Ray Diffractometer) PANalytical EMPYREAN – PSTBM
BATAN Serpong
Berfungsi sebagai alat untuk menganalisa struktur fasa yang terbentuk 20. ASEM-EDS (Analitical Scanning Electron Microscope - Energy
Dispersive Spectroscopy) – JEOL JSM-639OA
Berfungsi sebagai alat untuk menganalisa batas butir pada kawat 21. Cryogenic Magnetic - Cryotron FR Oxford
Berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai resistivitas dan temperatur kritis dari kawat
3.2.2 Bahan Penelitian
1. Magnesium Diboride (MgB2) 100 mesh, ≥ 99% Aldrick Chemistry, USA
Berfungsi sebagai bahan penambah dalam pembuatan kawat superkonduktor
3. Alkohol
Berfungsi sebagai bahan pembersih kimiawi pada peralatan yang digunakan
4. Stainless Steel 304 tube
Berfungsi sebagai bahan selongsong yang akan diisi oleh serbuk 5. Rod penutup
Berfungsi sebagai bahan penutup tube yang telah diisi dengan serbuk
3.2 Variabel Eksperimen 3.2.1 Variabel Penelitian
Variabel dari penelitian ini adalah persen fraksi massa penambahan CNT yang telah ditetapkan, yakni 0%, 5%, 10%, dan 20%
3.2.2 Variabel Percobaan yang diuji
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah: a. Analisa struktur sampel
XRD (X-Ray Difractometer) b. Pengamatan Mikrostruktur sampel
SEM – EDS (Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy)
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Diagram Alir Penelitian
3.3.2 Tahap Persiapan 3.3.2.1 Preparasi tube
Proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2 dengan penambahan
persen fraksi massa dari CNT diawali dengan preparasi SS304 dan rod penutup.
(a) (b)
Gambar 3.2 (a). Penentuan panjang tube ; (b). Pemotongan tube
Disediakan bahan dengan spesifikasi awal yakni, SS304 tube memiliki panjang awal 45 cm, dan rod penutup = 35 cm. Ditentukan panjang tube yang akan digunakan, SS304 tube = 10 cm/sampel dengan jumlah sampel 4 buah, dan rod penutup SS304 = 1,5 cm dibuat menjadi 8 buah. Dipotong tube menggunakan mesin potong - Cut Off Machine CC 16SB 405 Hitachi Ltd. Proses pemotongan dengan mata grenda mesin potong tersebut, menghabiskan 1 cm diantara potongan tube tersebut. Dan proses pemotongan rod penutup menggunakan grenda tangan - Malkita 9553B dan penjepit ragun sebagai penahan ketika dipotong sisinya.
(a) (b)
Setelah pemotongan tube dilakukan, bagian ujung dari kedua tube dibubut dengan mesin bubut - Engine Lathe Model H.G. 28 Serial. 281648. Ini dilakukan agar dapat memasukkan rod penutup ke dalam tube, sehingga serbuk yang telah masuk ke dalam tube tidak akan keluar ketika dilakukan berbagai perlakuan. Kemudian dihaluskan menggunakan mesin grenda konvensional agar mendapatan permukaan tube yang halus dan bersih. Secara teknik kebersihan dari tube telah dilakukan, selanjutnya dilakukan pembersihan tube menggunaan alkohol, lalu di tiup menggunakan air compressor. Ini dilakukan agar meminimalisir kekotoran tube sebelum bahan masuk ke dalamnya. Setelah tube dibersihkan, lalu 1 sisi dari bagian masing-masing tube ditutup dengan rod penutup, dan siap untuk diisi oleh serbuk percampuran MgB2 dengan penambahan fraksi massa CNT.
3.3.2.2 Hand-milling
Proses milling merupakan proses penghancuran dan percampuran material yang bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga partikel berukuran nanometer (10-9m) dan bahan menjadi homogen. Proses percampuran dilakukan terhadap bahan MgB2 dengan penambahan persentase massa CNT, yaitu: 0 %
CNT (MgB2 murni), penambahan 5 % CNT, penambahan 10 % CNT dan
penambahan 20% CNT.
Tabel 3.1 Komposisi Bahan MgB2 dan CNT pada SS304
SS304 tube
Bahan (gr) 0% 5% 10% 20%
MgB2 2,2595 2,1678 2,0762 1,8929
CNT 0 0,0916 0,1833 0,3666
Bahan - bahan dihitung dalam perumusan volume tabung/tube yang akan digunakan, lalu ditimbang dengan neraca digital dan dihomogenikan dengan metode hand milling menggunakan mortar agate selama 30 menit per setiap sampel.
3.4 Pembuatan Sampel
Dalam keadaan steril, serbuk yang telah dihomogenikan lalu dimasukkan ke dalam tube secara perlahan agar tidak tersebar ke lingkungan sambil di padatkan menggunakan rod berukuran kecil. Ketika sudah benar padat, lalu ditutup dengan rod penutup dan di rapatkan menggunakan palu kecil. Penggetokan dilakukan secara halus agar tidak merusak permukaan tube tersebut dan serbuk terhambur kembali.
Sampel lalu dibawa ke Lab. Metalurgi ITB Bandung untuk di rolling dengan reduksi 80% sekitar 2-3 mm. Dari proses rolling menghasilkan kawat yang bertambah panjang, dan untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, dilakukan drawing. Sebelum proses drawing, kawat terlebih dahulu mengalami pointing process. Proses ini berfungsi untuk menentukan titik proses penarikan (drawing). Pointing mengacu pada dies drawing dengan berbagai ukuran dies, yakni, 3,40 mm, 3,20 mm, 3 mm, 2,80 mm, 2,60 mm, 2,40 mm, 2,20 mm, dan 2,20 mm. Proses drawing dilakukan berulang dengan ukuran diameter dies semakin kecil.
Setelah proses drawing dilakukan dan mendapatkan kawat semakin panjang, proses berikutnya ialah pemotongan kawat menjadi spesimen berukuran kecil (1,5 cm) untuk dapat dikarakterisasi dengan alat XRD, SEM – EDS, dan Cryogenic magnet.
3.5 Karakterisasi
3.5.1 XRD (X-Ray Diffraction)
Proses karakterisasi awal yatu XRD. Tujuan dari pengujian XRD ini dilakukan untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa – fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel.
Gambar 3.6(a). Difraktometer sinar X, (b). Holder
Komponen utama XRD yaitu terdiri dari tabung katoda (tempat terbentuknya sinar-X), sampel holder dan detektor. Sampel ditempelkan pada sampel holder yang kemudian diletakkan dipenyangga sampel XRD. XRD ini menggunakan sumber Cu dengan = 1,5406 Å, dan daerah pengukuran 2� : 10° - 100°.
3.5.2 SEM - EDS (Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscopy)
Bentuk partikel sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan persentase
penambahan CNT dapat diidentifikasi berdasarkan data yang diperoleh dari alat uji SEM – EDS.
Gambar 3.7(a). Preparasi sampel kawat, (b). Alat SEM-EDS JEOL 639OA
menggunakan perekat dengan posisi sampel berdiri, karena yang ingin tampilkan isi dalam tube dan jarak antara serbuk dalam tube dengan tube itu sendiri. Setelah perekatan itu selesai, lalu diukur ketinggian sampel + holder, lalu dimasukkan secara perlahan dan pastikan sampel tidak menyentuh logam pembatas, kemudian penutup SEM ditutup. Sampel disinari dengan pancaran elektron sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbur gambar pada layar CRT.
3.5.3 Cryogenic Magnet
Sifat superkonduktivitas kawat superkonduktor MgB2 dapat dianalisis dengan
menggunakan Cryogenic Magnet.
Gambar 3.8 (a). Spesimen kawat SS304,(b). Preperasi spesimen, dan (c). Cryogenic Magnet Cryotron FR Oxford
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Fasa Sampel MgB2 Dengan Penambahan CNT Menggunakan Difraktometer Sinar-X
Sintesis sampel MgB2 menggunakan sistem Ex-situ dengan penambahan fraksi
massa CNT (0%, 5%, 10, dan 20%) yang dilakukan dengan menggunakan reaksi padatan (solid state reaction). Analisa fasa dan struktur kristal MgB2 dilakukan
menggunakan difratometer sinar-X dengan radiasi Cu-Kα, panjang gelombang 1,54060 Å, dan dilakukan pengukuran dengan rentang sudut 2Ɵ = 20 – 80o, yang bertujuan untuk mengamati fasa-fasa yang terbentuk pada sampel.
4.1.1 Sampel MgB2 komersil (tanpa penambahan CNT, x = 0%)
Gambar 4. 1 Pola XRD MgB2 komersil
Sampel yang digunakan berupa MgB2 komersil (100 mesh, ≥99%). Gambar 4.1
merupakan hasil identifikasi fasa spesimen MgB2 dan menunjukkan bahwa
sampel memiliki fasa dominan yaitu MgB2. Diperlihatkan bahwa MgB2 memiliki
bidang d = 2.12965 Å, FWHM 0.23280o, puncak tertinggi kedua pada 2Ɵ 33.4933o, jarak antar bidang d = 2.67335 Å, FWHM 0.20650o, dan puncak tertinggi ketiga pada 2Ɵ 59.9021o, jarak antar bidang d = 1.54288 Å, FWHM
0.23520o. Setelah dilakukan Rietveld Rifinement masih terdapat fasa lain dengan puncak yang ditampilkan dalam software MATCH yaitu MgB4 dan MgO. Dalam
data terdapat fasa MgB4 dengan 2 puncak di 2Ɵ 35.5115o, jarak antar bidang d =
2.52591 Å, FWHM 0.20700o, 2Ɵ 38.7466o, jarak antar bidang d = 2.32213 Å,
FWHM 0.20670o dan MgO terdapat 2 puncak pada 2Ɵ 42.9800o, jarak antar
bidang d = 2.10270 Å, FWHM 0.17500o, 2Ɵ 62.2721o, jarak antar bidang d =
1.48973 Å, FWHM 0.30920o.
4.1.2 Sampel MgB2 (Penambahan CNT, x = 5%)
Gambar 4.2 Pola XRD MgB2 dengan penambahan 5% CNT
Hasil identifikasi fasa sampel MgB2 dengan penambahan 5% CNT menunjukkan
bahwa spesimen memiliki fasa dominan yaitu MgB2 berdasarkan pencocokan pola
difraksi sinar-X. Dari gambar pola XRD untuk spesimen memperlihatkan bahwa terdapat 9 puncak tertinggi dengan fasa MgB2, 2 puncak dari MgB4, dan 2 puncak
dari MgO. 3 puncak tertinggi MgB2, puncak tertinggi pertama pada 2Ɵ 42.3588o,
jarak antar bidang d = 2.13209 Å, FWHM 0.34820o, puncak tertinggi kedua pada
2Ɵ 33.4416o, jarak antar bidang d = 2.67737 Å, FWHM 0.29190o, dan puncak
tertinggi ketiga pada 2Ɵ 59.8353o, jarak antar bidang d = 1.54445 Å, FWHM
0.35680o. Dalam data terdapat fasa MgB4 dengan 2 puncak di 2Ɵ 35.4814o, jarak
antar bidang d = 2.52798 Å, FWHM 0.26510o, 2Ɵ 38.6733o, jarak antar bidang d
= 2.32636 Å, FWHM 0.30670o dan MgO terdapat 2 puncak pada 2Ɵ 42.9600o,
jarak antar bidang d = 2.10363 Å, FWHM 0.24880o, 2Ɵ 62.2271o, jarak antar
bidang d = 1.49070 Å, FWHM 0.38000o. Terjadi perubahan grafik tetapi tidak signifikan, terbentuknya fasa ini memungkinkan puncak dari CNT. CNT merupakan bahan amorf yang belum bisa ditampilkan dalam pola difraksi sinar X.
4.1.3 Sampel MgB2 (penambahan CNT, x = 20%)
Gambar 4.3 Pola XRD MgB2 dengan penambahan 20 % CNT
Dari gambar 4.3 pola XRD untuk sampel MgB2 dengan penambahan 20% CNT
memperlihatkan bahwa terdapat 9 puncak tertinggi fasa MgB2 dengan 3 puncak
tertinggi MgB2 ialah puncak tertinggi pertama pada 2Ɵ 42.4888o, jarak antar
bidang d = 2.12586 Å, dengan FWHM 0.3469o, puncak tertinggi kedua pada 2Ɵ
33.5705o, jarak antar bidang d = 2.66737 Å, dengan FWHM 0.2139o, dan puncak tertinggi ketiga pada 2Ɵ 59.9524o, jarak antar bidang d = 1.54171 Å, dengan
(cp
FWHM 0.070o, 3 puncak dari MgB4yaitu di 2Ɵ 35.6110o, jarak antar bidang d =
2.51907 Å, dengan FWHM 0.2411o, 2Ɵ 38.0840o, jarak antar bidang d = 2.36685
Å, dengan FWHM 4.000o, 2Ɵ 38.8457o, jarak antar bidang d = 2.31643 Å, dengan
FWHM 0.2558o, 3 puncak dari MgO pada 2Ɵ 42.5995o, jarak antar bidang d =
2.12586 Å, dengan FWHM 0.3469o, 2Ɵ 37.0713o, jarak antar bidang d = 2.42313
Å, dengan FWHM 0.2415o, 2Ɵ 62.5346o, jarak antar bidang d = 1.48780 Å,
dengan FWHM 0.8034o serta muncul fasa baru yakni C 2H Graphite pada 2Ɵ 25.9912o, jarak antar bidang d = 3.42543 Å, dengan FWHM 1.8400o.
4.1.4 Analisa Perbandingan Sampel MgB2 dengan penambahan CNT 0%, 5%, dan 20%
Gambar 4.4 Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X MgB2 + CNT
2H Graphite. Terdapat juga beberapa puncak yang terbentuk akan tetapi tidak dapat dicocokkan pola – pola tersebut dengan software MATCH.
Tabel 4.1 Lembar Data Spesimen MgB2 pada Software MATCH
Fasa COD Space
* hanya ditemukan pada spesimen MgB
2 dengan penambahan 20% CNT
Perhitungan ukuran Kristal dari ketiga sampel dilakukan dengan menghitung ukuran Kristalin dari puncak tertinggi masing-masing sampel menggunakan persamaan 2.8, dimana k adalah konstanta scherrer dan nilainya 0,94 untuk MgB2. Ukuran Kristalin ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan ukuran Kristal sampel
Nama Sampel B(°) θB(°) Ukuran Kristalin ( m)
MgB2 0,2328 21,2048 0,24
MgB2 +5 % CNT 0,3482 21,1794 0,1606
MgB2 + 20% CNT 0,3469 21,2444 0,161
4.2 Pengamatan Morfologi Mikrostruktur Kawat Superkonduktor MgB2 Pengamatan morfologi mikrostruktur spesimen kawat MgB2 dilakukan dengan
menggunakan Scanning Electron Microcope (SEM). Pengambilan gambar spesimen pada SEM dilakukan dan ditembakkan pada 1 titik untuk melihat morfologi suatu material dengan perbesaran 23x, 30x, dan 1000x.
Gambar 4.5Hasil uji SEM dengan perbesaran 23x dan 30x
Gambar 4.6Hasil Uji SEM dengan perbesaran 1000x
A B
C D
A B
Dengan pembuatan sampel / spesimen dalam bentuk kawat memiliki beberapa keunggulan dalam aplikasi industri yaitu, porositas yang lebih rendah, dapat diterapkan dalam bentuk kumparan, homogenitas lebih baik, sifat mekanik lebih tinggi dan fase MgB2 lebih murni dikarenakan tingkat oksidasi lebih rendah dan
dapat mengontrol granulometri (Satrio Herbirowo, 2016). Dari Gambar 4.5 yang merupakan hasil uji SEM dengan perbesaran 23x dan 30x kita dapat melihat bahwa kawat yang telah berhasil di manufaktur sampai dengan diameter 3,0 mm. terlihat bahwa seluruh bahan Stainless Steel 304 dengan ketebalan dinding < 1 mm menyatu dengan material serbuk MgB2 tanpa adanya retakan melintang
akibat proses penarikan kawat. Hal tersebut menunjukan bahwa kawat ini merupakan kawat monofilamen. Terlihat terdapat poros pada sekitar permukaan material MgB2 yang dimungkinkan akibat proses pemotongan dan pengaruh dari
persentase penambahan CNT.
Pada Gambar 4.6 merupakan hasil dari karakterisasi pengujian SEM dengan perbesaran 1000x. MgB2 komersil pada gambar terlihat homogen
sehingga teraglomerasi dengan baik. Pada Penambahan CNT 5% (B), dan CNT 10% (C) terlihat jelas bahwa CNT tersebar merata dengan ukuran 20 – 40 nm. CNT dengan MgB2 tidak menyatu dengan sempurna sehingga membentuk butiran
kecil pada spesimen (D) dengan penambahan 20% CNT, dan terlihat retak / poros yang diduga akibat ketidakhomogenan antara kedua serbuk tersebut. Agregat termasuk polikristalin yang disebabkan akibat penarikan kawat pada sampel / spesimen yang tidak konstan dan timbulnya energi panas dari gaya kinetik cold rolling membuat serbuk juga terdeformasi sehingga membentuk granul sampai teraglomerasi menjadi agregat. Maka dari itu, kualitas superkonduktivitasnya harus dibuktikan pada pengujian cryogenic magnet.
4.3 Analisa Temperatur Kritis Dan Resistivitas Kawat Superkonduktor MgB2 Menggunakan Cryogenic Magnet
Karakterisasi superkonduktivitas kawat superkonduktor MgB2 menggunakan
Gambar 4.7 Hasil uji Cryogenic Magnet
Pada gambar 4.7, ditampilkan hasil pengukuran temperatur kritis pada spesimen kawat SS304 - MgB2 komersil (A), SS304 - MgB2 dengan penambahan 5% CNT (B),
SS304 - MgB2 + 10% CNT (C), dan SS304 - MgB2 dengan penambahan 20% CNT
(D). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa temperatur kritis pada spesimen kawat superkonduktor MgB2 komersil adalah 39.58K, dengan menggunakan tabung SS304
menghasilkan resistivitas -2,68 x 10-5 Ω. Penambahan CNT mengakibatkan terjadi
perubahan yang memiliki kecenderungan pola yang berbeda. Pada penambahan CNT 5%, hasil pengukuran atas temperatur kritis yakni 39.16 K dengan resistivitas 1,82 x 10-2Ω, dengan penambahan CNT 10%, hasil pengukuran atas temperatur kritis yakni
33.36 K dengan resistivitas 5,87 x 10-3 Ω serta pada penambahan CNT 20%, hasil
pengukuran atas temperatur kritis yakni 29.16 K dengan resistivitas 1,55 x 10-2 Ω.
Kelebihan penambahan CNT membuat elektron luar bergerak menghantarkan listrik semakin terganggu akibat dari semakin banyaknya atom CNT yang terbentuk.
B A
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Telah berhasil dilakukan proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2
dengan diameter tabung awal 6 mm, lalu direduksi menjadi 3,0 mm dan mengalami proses metal forming, sehingga menghasilkan kawat superkonduktor MgB2 komersil dengan Tc 39,58 K. Dengan penambahan
5% CNT menghasilkan Tc 39,16 K, 10% CNT menghasilkan Tc ~33,36 K dan dengan penambahan 20% CNT menghasilkan Tc ~29,16 K.
2. Pengaruh penambahan CNT tidak merubah struktur kristal fasa dominan MgB2, tetapi terdapat fasa sekunder MgB4, MgO, dan C 2H graphite.
Terhadap morfologi persentase penambahan carbon nanotubes semakin kasar dan terlihat poros, ukuran butir semakin kecil, dan tidak homogen. Pada temperatur kritis mengalami penurunan yang diakibatkan penambahan carbon nanotubes.
3. Stainless Steel 304 mempengaruhi sifat nilai hambat listrik kawat superkonduktor MgB2 sehingga tidak mencapai nol, akan tetapi
menstabilkan pengaruh penambahan CNT pada material superkonduktor MgB2.
5.2. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, masih banyak yang perlu diperhatikan yaitu,
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan karakterisasi magnetisasi dan nilai rapat arus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Superkonduktor
Superkonduktor merupakan suatu material dengan temperatur tertentu yang sangat rendah (critical temperature) dan nilai hambatan listriknya (electrical resistivity) berubah secara drastis menjadi sama dengan nol. Penelitian dalam bidang superkonduktor masih dilakukan sampai sekarang untuk mendapatkan bahan dengan Tc mencapai temperatur kamar (20oC / 293 K) (Timbangen, 2005).
Diawali oleh penemuan sifat superkonduktor pada unsur Hg di tahun 1911 oleh Kamerlingh Onnes dari Universitas Leiden yang telah berhasil mencairkan helium untuk mengkondisikan temperatur rendah hingga 4K atau -269oC. Dalam proses pembelajaran sifat listrik dari logam pada temperatur yang sangat rendah dan diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah temperatur ruang, akan tetapi belum ada yang mengetahui batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur mendekati 0K atau nol mutlak. Peristiwa superkonduktivitas ditandai dengan arus listrik yang mengalir pada benda tanpa adanya hambatan sehingga arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi.
2.2 Karakteristik Superkonduktor 2.2.1 Temperatur Kritis (Tc)
Material superkonduktor memiliki resistivitas sama dengan nol (ρ = 0) di temperatur rendah. Suatu bahan yang didinginkan di dalam nitrogen cair atau helium cair, maka nilai resistivitas bahan tersebut akan turun seiring dengan penurunan temperatur. Pada temperatur tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. Fenomena penurunan temperatur menjadi nol ini disebut dengan temperatur kritis (Tc), yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal menjadi keadaan superkonduktor.
Gambar 2.2Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur
Pada saat temperatur T > Tc bahan dapat dikatakan berada dalam keadaan normal pada saat bahan tersebut memiliki nilai resistansi listrik. Perubahan ini dapat menghasilkan bahan menjadi bahan konduktor, bahkan menjadi isolator. Berbanding terbaik jika T < Tc, bahan akan menolak medan yang datang yang disebabkan karena medan luar yang diberikan selalu sama besar dengan magnetisasi bahan tersebut, yang artinya bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor dan nilai resistivitasnya turun drastis menjadi nol. Selain temperatur, keadaan superkonduktivitas juga tergantung pada beberapa variabel, yaitu medan magnet, dan rapat arus (Pikatan, 1989).
2.2.2 Medan Magnet Kritis (Hc)
menghasilkan medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan. Efek yang sama dapat diamati jika medan magnet diberikan pada bahan dalam temperatur normal kemudian didinginkan sampai menjadi superkonduktor. Pada temperatur kritis, medan magnet akan ditolak.
Gambar 2.3Diamagnetik sempurna (Triya, 2014)
2.2.3 Rapat Arus Kritis (Jc)
Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam konduktor. Pada bahan superkonduktor terjadi juga interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Ketika elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang bermuatan negatif dan mengakibatkan elektron bergetar. Jika ada dua buah elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama karena gaya tarik dari inti atom-atom kisi lebih besar.
Rapat arus kritis meningkat seiring menurunnya temperatur di bawah temperatur kritis sesuai dengan persamaan,
� � = �(0)��−�
�� (2.1)
Nilai threshold arus dimana medan magnet disebabkan arus itu sendiri
sebanding dengan medan magnet kritisnya (F.B. Silsbee, 1916). Pada suatu konduktor silinder, arus I mengalir di tengah konduktor. Pada jarak r dari garis aliran arus, terdapat medan magnet tangensial
=
2 (2.2)
dan arus kritis menurut hipotesis Silsbee pada silinder dengan jari-jari a dinyatakan dalam
� = 2 � � (2.3)
sehingga besarnya rapat arus Jc dapat ditentukan dengan
� =2�� (2.4)
pada waktu yang sama, Laboratorium Leiden juga melakukan studi pengaruh tempertur terhadap medan kritis pada timah dengan hasil (W.Tuyn, 1926).
� � = �(0) 1− ��� 2
(2.5)
2.3 Jenis – Jenis Superkonduktor
Superkonduktor dapat dibedakan berdasarkan temperatur kritis dan medan magnet kritis. Berdasarkan temperatur kritisnya superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor temperatur tinggi (High Temperature Superconductor – HTS) dan
superkonduktor temperatur rendah (Low Temperature Superconductor - LTS).
Sedangkan superkonduktor berdasarkan medan magnet kritis yakni, Superkonduktor tipe I, dan Superkonduktor II.
2.3.1 High Temperature Superconductor (HTS)
Superkonduktor temperatur tinggi (High Temperature Superconductor –
HTS) adalah superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di atas temperatur nitrogen cair (77 K) sehingga sebagai pendinginnya dapat digunakan nitrogen cair (Windartun, 2008). Pada tahun 1987, kelompok peneliti di Alabama dan Houston yang dikoordinasi oleh K.Wu dan P. Chu, menemukan superkonduktor YBa2Cu3O7-x
yang harganya jauh lebih murah daripada helium cair. Pada awal tahun 1988, ditemukan superkonduktor oksida 11 Bi-Sr-Ca-Cu-O dan Tl-Ba-Ca-Cu-O berturut-turut dengan Tc = 110 K dan 125 K (Sukirman dkk., 2003).
2.3.2 Low Temperature Superconductor (LTS)
Superkonduktor temperatur rendah (Low Temperature Superconductor - LTS)
merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di bawah temperatur nitrogen cair (77 K). Sehingga untuk memunculkan superkonduktivitasnya, material tersebut menggunakan helium cair sebagai pendingin (Windartun, 2008). Adapun contoh dari superkonduktor temperatur rendah adalah Hg (4,2 K), Pb (7,2 K), niobium nitride (16 K), niobium-3-timah (18,1 K), Al0,8Ge0,2Nb3 (20,7 K), niobium
germanium (23,2 K), dan lanthanum barium tembaga oksida (28 K) (Pikatan, 1989).
2.3.3 Superkonduktor Tipe I
Pasangan elektron bergerak sepanjang terowongan penarik yang dibentuk ion-ion logam yang bermuatan positif. Akibat dari adanya pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik akan bergerak dengan merata dan superkonduktivitas akan terjadi. Superkonduktor yang berkelakuan seperti ini disebut superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek Meissner, yakni gejala penolakan medan magnet luar (asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi) oleh superkonduktor. Bila kuat medannya melebihi batas kritis, gejala superkonduktivitasnya akan menghilang. Maka pada superkonduktor tipe I akan terus – menerus menolak medan magnet yang diberikan hingga mencapai medan magnet kritis. Kemudian akan berubah kembali ke keadaan normal.
2.3.4 Superkonduktor Tipe II
akan menolak medan magnet yang diberikan. Namun perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap. Pada suhu kritis, maka bahan akan kembali ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I.
2.4 Magnesium Diboride (MgB2)
MgB2 merupakan material superkonduktor (terdiri dari dua unsur logam yang
mempunyai perilaku superkonduktor) dengan temperatur kritis ~39K (diatas helium cair), dengan rapat arus kritis yang tinggi sebesar 106-107 A/cm2 dan medan magnet 0 pada temperatur rendah. Struktur kristal MgB2 adalah Hexagonal
Closed Pack (HCP), termasuk dalam sistem kristal heksagonal dengan golongan ruang P6/mmm (J. Nagamatsu, 2001).
Gambar 2.5 Struktur kristal MgB2 (G. Fuchs, 2002)
MgB2 merupakan bahan intermetalik dengan bahan anisotropik
superkonduktor tipe II dan merupakan material superkonduktor temperatur rendah. MgB2 dapat disintesis dengan berbagai bagian, yang paling sederhana
adalah dengan reaksi temperatur tinggi antara boron dan magnesium bubuk dengan pembentukan dimulai pada 650 ° C. (C. Larbalestier, 2001).
Tabel 2.1 Parameter material superkonduktor MgB2 (Buzea, 2001)
Rapat arus kritis Jc(4.2K,0T) > 107A/cm2 Jc(4.2K,4T) = 106A/cm2 Jc(4.2K,10T) > 105 A/cm2 Jc(25K,0T) > 5 ×106 A/cm2 Jc(25K,2T) > 105 A/cm2
Properti sangat tergantung pada komposisi dan proses fabrikasi yang dilakukan. Sampel dengan pengotor yang diakibatkan oleh oksida pada batas kristal, berbeda dengan sampel tanpa oksida. (M. Eisterer, 2007).
2.5 Carbon Nanotubes (CNT)
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1991 carbon nanotubes telah menjadi objek terbarukan mengenai penelitian dalam bidang rekayasa (Sumio,I., 1991). Selain itu, carbon nanotubes juga menjadi bahan yang berpengaruh dalam pengembangan nanoteknologi. Carbon nanotubes adalah tubular berbentuk molekul yang mulus yang merupakan jenis baru dari molekul karbon aktif alotrop. Hal ini dapat dianggap sebagai graphene yang terbungkus atau kisi karbon atom yang berubah menjadi kisi quasi satu dimensi dengan pengaturan konservasi.
Diameter bervariasi dalam ukuran nanometer, dari 0,6 Nm sampai puluhan Nm bahkan sampai lebih dari 1µm ( M. Dresselhaus., 2001). Sifat dan simetri dari carbon nanotubes tergantung pada vektor kiralnya, yaitu cara bagaimana graphene digulung terutama sifat elektronik. Hal ini dimungkinkan untuk menghubungkan CNT menjadi struktur tabung dengan memperkenalkan adanya cacatnya permukaan, berupa cincin pentagonal atau heptagonal, selain dari cincin heksagonal dalam struktur graphene (R. Saito, 1996).
2.6 SS304
SS304 austenitic merupakan tabung yang mudah dirol las dengan berbagai metode seperti GTAW, SAW dan mengandung maksimum 0.08% karbon. Tipe 304 paling umum dari grade austenitic, yang mengandung sekitar 18% kromium dan 8% nikel. Stainless steel seri 304 merupakan material yang tahan akan korosi, harga ekonomis dan material ramah lingkungan (Welding Engineering, 2015).
2.7 Pembuatan kawat
Proses wire drawing merupakan suatu proses pembentukan logam dengan cara menarik wire rod, kawat batangan melalui dies atau cetakan oleh gaya tarik yang bekerja pada bagian luar dan ditarik kearah luar dies. Terjadinya aliran plastis pada pembentukan ini disebabkan oleh adanya gaya tekan yang timbul sebagai reaksi dari logam terhadap cetakan.
Tujuan utama dari penarikan kawat adalah untuk mengecilkan diameter batang kawat. Batang Kawat berdiameter D1 direduksi dengan memberi gaya tarik
melalui cetakan menjadi kawat berdiameter D2. Sehingga terjadi reduksi area atau
pengurangan luas penampang yang dinyatakan dengan formula berikut: R = 1− 2
1
2
(2.6)
dengan: r = reduksi area
D1 = Diameter sebelum direduksi
D2 = Diameter setelah direduksi
roundness, retak, kandungan pengotor atau inklusi dalam wire rod. Variabel operasi yang mempengaruhi keberhasilan proses drawing adalah kecepatan penarikan, pelumasan, tingkat reduksi, dan sudut dies.
Gambar 2.8Proses drawing
Skematika cetakan untuk wire drawing ditunjukan pada gambar 2.8 merupakan konstruksi tempat masuknya logam ke dies dibuat sedemikian, sehingga kawat yang masuk cetakan akan menarik pelumas bersama dengan masuknya batang kawat. Sudut reduksi (reduction angle) adalah bagian dari cetakan di mana terjadi reduksi diameter. Pada daerah bantalan (bearing) tidak terjadi reduksi diameter, namun menambah gesekan pada permukaan kawat. Fungsi utama daerah permukaan bantalan adalah untuk memastikan diameter dan roundness kawat sesuai dengan target yang diinginkan. Tirus belakang (back relief) pada dies memungkinkan kawat untuk mengembang sedikit, setelah kawat keluar dari cetakan.
2.8 Kawat Superkonduktor
Kawat superkonduktor merupakan kawat yang terbuat dari material superkonduktor. Ketika didinginkan di bawah temperatur transisi, ia memiliki hambatan listrik nol. Pada umumnya, superkonduktor konvensional yang digunakan ialah NbTi, tetapi temperatur kritis seperti YBCO yang lebih diminati dipasaran (American Magnetics Inc. 2008).
Gambar 2.9Proses pembuatan kawat superkonduktor (Physics World, 2009).
Keuntungan kawat superkonduktor atas tembaga atau aluminium meliputi kepadatan arus maksimum yang lebih tinggi dan disipasi daya nol. Kelemahan termasuk biaya pendinginan dari kawat untuk superkonduktor temperatur (sering membutuhkan cryogens seperti helium cair atau nitrogen cair), bahaya pendinginan kawat (tiba-tiba kehilangan superkonduktivitas), sifat mekanik rendah dari beberapa superkonduktor, dan biaya bahan kawat dan konstruksi. Aplikasi utamanya adalah di magnet superkonduktor, yang digunakan dalam peralatan ilmiah dan medis di mana medan magnet yang tinggi diperlukan.
2.9 Karakterisasi
Karakterisasi suatu material dilakukan untuk mengidentifikasi material secara fisis agar dapat dibedakan dengan material lainnya. Oleh karena itu, dilakukan analisa struktur serbuk MgB2 dengan XRD, pengamatan mikrostruktur dan batas butir
material kawat superkonduktor MgB2 menggunakan SEM, serta nilai resistivitas
dan nilai temperatur kritis menggunakan Cryogenic Magnet.
2.9.1 X – Ray Difractometer (XRD)
pola XRD yang unik. Pola-pola XRD ini tersimpan dalam kumpulan data JCPDS/ICDD yang dapat digunakan sebagai data pencocokan puncak-puncak 2θ dan intensitas dari data XRD sampel yang diuji (Subhan, 2011).
Penghamburan sinar ini mengikuti hukum bragg yang memenuhi persamaan berikut:
Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel yang belum diketahui strukturnya. Sampel ditempatkan pada titik fokus hamburan sinar- X yaitu tepat ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat yaitu sebuah plat tipis yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel dengan perekat pada sisi baliknya (Sholihah & Zainuri, 2012).
Hasil uji XRD kemudian dicocokkan dengan database International Commission Data Diffraction (ICDD). Ukuran kristal dilakukan dengan menggunakan persamaan formula Scherrer: B = nilai FWHM (Maharsi, Jamaludin. 2014)
2.9.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel yang ditembak akan menghasilkan penggambaran dengan ukuran hingga ribuan kali lebih besar (Yosmarina, 2012).
Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak dan sinar-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah sintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier. Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda. (Nuha, 2008).
2.9.3 Cryogenic Magnet
Dalam fisika, Cryogenic merupakan studi tentang produksi dan perilaku bahan pada suhu yang sangat rendah. The National Institute of Standards and Technology telah mempertimbangkan bidang cryogenic melibatkan temperatur di bawah -180 ° C atau -292,00 ° F atau 93,15 K. Ini adalah garis pemisah logis, karena titik didih normal yang disebut gas permanen (seperti helium, hidrogen, neon, nitrogen, oksigen, dan udara normal) terletak di bawah -180 ° C sedangkan pendingin Freon, hidrogen sulfida, dan refrigeran umum lainnya memiliki titik didih di atas -180 ° C. (Di atas -150 ° C, -238 ° F atau 123 K).
Dengan memberi medan magnet dari luar, memaksa spin elektron mengikuti medan magnet luar. Sifat perubahan arah spin tersebut terhadap medan magnet luar, dapat mengetahui sifat magnetik pada benda tersebut. Alat yang bisa dibuat untuk analisa sifat elektron tersebut yaitu Cryogenic Magnet. Adapun parameter perubahan yang bisa dilakukan : temperatur (1,5-300K), medan magnet (0-8T) dan sudut sampel terhadap medan magnet (0-180˚). Komponen terdiri dari unit utama cryogenic magnet yang merupakan tempat dimasukkannya spesimen, circulation pump merupakan sistem pompa sirkulasi untuk mengurangi tekanan gas Helium sehingga temperatur dapat diturunkan hingga 1.5K. (Bilstein, 1996).
Uji karakterisasi cryogenic magnet diawali dengan pemasangan sampel dengan menggunakan metode four point probe. Pada umumnya metoda ini digunakan untuk mengetahui besar resistivitas suatu material superkonduktor. Metode ini adalah salah satu jenis metode yang tidak merusak. Sesuai dengan namanya maka probe ini dipasang pada satu garis lurus (linear) dan masing-masing probe dipisahkan oleh jarak yang sama.
Gambar 2.10 Metode Four Point Probe
Arus dilewatkan melalui dua probe terluar dan beda potensial diukur melalui probe lainnya. Untuk material superkonduktor, selama arus (I) tidak melebihi arus kritis (Ic) maka beda potensial (V) akan bernilai nol, namun ketika arus (I) sama dengan arus kritis (Ic) maka V mempunyai harga tertentu.
= RA
l (2.8)
Di mana, = Resistivity (Ohm.cm) A = Luas penampang (cm2)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Superkonduktor merupakan salah satu dari perkembangan teknologi yang paling populer dikalangan peneliti karena material ini menawarkan sejumlah keunggulan ketika diaplikasikan. Seperti kereta super cepat yang lebih dikenal Magnetic Levitation (MagLev), Magnetic Resonance Imaging (MRI), sistem penstabil listrik Distributed Superconducting Magnetic Energy Storage System (D-SMES), dan transmisi listrik yang efesien berbahan kawat superkonduktor.
Penelitian tentang superkonduktivitas saat ini banyak dilakukan pada material superkonduktor dari senyawa intermetalik seperti MgB2 yang merupakan
material superkonduktor baru dengan Tc 39K dan berpotensi dengan nilai medan magnet tinggi (Nagamatsu Jun, 2001). Mg dan B merupakan sumber daya alam yang melimpah, tidak termasuk bahan langka, tersedia murah, dan mudah untuk disintesis (X.Zeng, 2002). Suatu penelitian dilakukan untuk mendapatkan temperatur kritis (Tc) yang mendekati temperatur ruang, mempunyai fasa murni, rapat arus kritis tinggi (Jc), dan medan magnet kritis tinggi (Hc). Sehingga dapat diaplikasikan dengan biaya yang murah serta menggunakan bahan – bahan terbaru yang berpotensi sebagai material superkonduktor (Michel, 1992). Beberapa peneliti mencoba meningkatkan rapat arus kritis ataupun medan magnet kritis dengan metode yang paling efektif yaitu dengan metode penambahan senyawa kimiawi (Chandra S. 2005). Senyawa yang sering digunakan mengandung karbon, seperti SiC, nano-C, B4C, dan CNT (Arpita V. 2008).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sigit Dwi Yudanto, dkk mengenai pengaruh hambat jenis terhadap penambahan nano SiC pada superkonduktor MgB2 tanpa perlakuan panas, telah menunjukkan bahwa penambahan tersebut
berhasil dilakukan dan meningkatkan sifat superkonduktivitas MgB2 (Sigit
Yudanto, 2015). Sehingga pada penelitian ini, penulis meneliti bahan superkoduktor MgB2 dengan penambahan variasi persentase berat dari CNT
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Bagaimana proses pembuatan kawat superkonduktor berbasis bahan MgB2.
2. Bagaimana pengaruh penambahan CNT terhadap fasa, morfologi, superkonduktivitas MgB2.
3. Bagaimana pengaruh pemakaian SS304 terhadap nilai resistivitas kawat superkonduktor MgB2.
1.3Batasan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas dapat menjadi terarah, maka penulis membatasi ruang lingkup yaitu difokuskan pada pengaruh variasi penambahan CNT 0%, 5%, 10% dan 20% terhadap fasa, morfologi, nilai resistivitas pada bahan MgB2 (~100 mesh) pada pembuatan kawat
superkonduktor dengan tabung SS304.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini adalah
1. Mengetahui bagaimana proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2.
2. Mengetahui pengaruh penambahan CNT terhadap fasa, morfologi, temperatur kritis MgB2.
3. Mengetahui pengaruh pemakaian SS304 terhadap resistivitas kawat superkonduktor MgB2.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diambil dari penelitian ini adalah
1. Diharapkan riset penelitian ini mampu memberikan informasi dalam pembuatan kawat superkonduktor yang bermanfaat dalam penggunaan industri.
2. Berperan dalam pengembangan teknologi serta aplikasi bahan MgB2.
1.6Waktu dan Tempat Penelitian
Proses penelitian, pembuatan sampel, karakterisasi dan penulisan dilakukan pada tanggal 15 Februari 2016 sampai dengan 12 Mei 2016, di
a. Pusat Penelitian Metalurgi dan Material - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoonesia (P2MM - LIPI) Serpong,
b. Laboratorium Teknik Metalurgi dan Material Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung,
c. Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta,
d. Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju - Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM – BATAN) Serpong.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing Bab adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB2
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan CNT terhadap material MgB2 pada pembuatan kawat superkonduktor. MgB2 merupakan material
superkonduktor yang mempunyai temperatur kritis 39K dan berpotensi sebagai aplikasi kawat superkonduktor. Penambahan CNT sebesar 5%, 10%, dan 20% terhadap MgB2 diawali dengan penimbangan serbuk MgB2 (~100 mesh) dan
serbuk CNT (20 – 40 nm). Setelah penimbangan, dilakukan proses pencampuran dan penggerusan menggunakan mortar agate selama 30 menit. Hasil penggerusan dimasukkan ke dalam tabung SS304 dan mengalami proses penarikan kawat sampai dengan diameter 3,0 mm. Karakterisasi dilakukan menggunakan difraktometer sinar - X untuk mengetahui fasa yang terbentuk, SEM untuk mengetahui morfologi, dan perilaku superkonduktivitas menggunakan Cryogenic magnet. Temperatur kritis yang dihasilkan dalam penelitian, kawat superkonduktor MgB2 komersil adalah 39,58K, dan kawat superkonduktor MgB2
dengan penambahan CNT adalah 29,16K. Penambahan CNT mempengaruhi sifat superkonduktivitas MgB2.
ABSTRACT
Research on the effect of CNT addition on manufacturing of MgB2 superconducting wire has been done. MgB2 is superconducting material which has a critical temperature about 39K and potentially as superconducting wire applications. Addition of CNT about 5%, 10% and 20% on MgB2 prefixed by weighing MgB2 powder (~100 mesh) and CNT powder (20 – 40 nm). Then, mixed and grinded with mortar agate for 30 minutes. The grinded results inserted into SS304 tube, and process of wire rolling and wire drawing until 3,0 mm. Characterization using X-Ray difractometer to determine the phase, SEM was used to determine the phase morphology, and superconductivity by Cryogenic magnet. The Results show that cricital temperature, Superconducting wire MgB2 without addition of CNT is 39.58K and Superconducting wire MgB2 with addition of CNT is 29.16K. Addition of CNT affected superconductity of MgB2.
SKRIPSI
RISULINIKO SARAGIH
120801065
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat
mencapai gelar Sarjana Sains
RISULINIKO SARAGIH
120801065
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Pengaruh Penambahan Carbon Nanotubes Pada Pembuatan Kawat Superkonduktor MgB2
Kategori : Skripsi
Nama : Risuliniko Saragih Nomor Induk Mahasiswa : 120801065
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Diluluskan di Medan, 26 Juli 2016
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Dr. Agung Imaduddin M.Eng. Prof.Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc. NIP. 19710921989121001 NIP. 196212231991031002
Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,
PENGARUH PENAMBAHAN CARBON NANOTUBES PADA PEMBUATAN
KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB2
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, 26 Juli 2016
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, anugerah dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi selama perkuliahan dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Carbon Nanotubes Pada Pembuatan Kawat Superkonduktor MgB2”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sains Fisika.
Disampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku Dekan FMIPA USU dan selaku dosen penguji dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika FMIPA USU, Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU dan selaku dosen penguji dalam penyelesaian skripsi ini, beserta seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.
3. Bapak Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc dan Bapak Dr. Agung Imaduddin. M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan serta banyak meluangkan waktu untuk membimbing serta menyempurnakan tugas akhir ini.
4. Bapak Tua Raja Simbolon, M.Si selaku dosen penguji dalam penyelesaian skripsi ini dan selaku Pembina “SPAstronomyCE”.
5. Bapak Perdinan Sinuhaji, MS selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing, menasihati, dan mengarahkan setiap program perkuliahan selama menempuh pendidikan.
6. Bapak Dr. Ing. Andika Widya Pramono, M.Sc., selaku kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Serpong.
8. Seluruh rekan Laboratorium Fisika Inti (Ibu Sudiati, M.Si, Kak Sri Rakhma, Kak Sri Handika, Kak Prahmadyana, Kak Tri Mala, Bang Trisno M, Bang Adrian, Dewi Suryani, Lyana Amirani, Rahmat, Cut).
9. Keluarga Besar “Physics On Fire - 2012”, senior tercinta (Kak Elma, Bang Ray, Bang William, Bang Wahyu, dkk) dan adik – adik 2013 Andi Pratama, Roza Zulwita, dkk, 2014, dan 2015.
10. Seluruh rekan Ged.470 LIPI dan Tim Superkonduktor: Ibu Ika Kartika, Bapak Eddy M, Bapak Pius Sebleku, Bang Satrio Herbirowo, Mas Sigit Dwi Yudanto, Bang M. Yunan Hasbi, Bapak Hendrik, Mas Hogi, Mas Chandra, Lyana, Mona, Yulia Puspa, Nisa, Hakim, M. Tito, Sargio.
11. Saudara/i terkasih fX Christ Catedral Basilea Conv. Gading Serpong, Saudara terkasih KMK USU Obediere Kak Tiara, Kris, Rina, Jo.
12. Keluarga kecil bahagia “KKN PPM USU 2015 – Surbakti” – Franki LAS, Santa Simanjuntak, Fitry Silaban, Elisabeth Sinaga, Wiratman, Desi Simbolon, Dame Sianipar, Hanna Tambun, Asnita Hulu, Dian Sitepu, Candira, Intan Sinaga, Aster Sitompul.
13. Dharmawangsa English Course yang always keep in touch ( Mom Ica, Bagus, Tini, Dian Ayu, Dian Arvita, etc), SPAstronomyCE (Berthiana, Bang Piko, Vina,
Fiqhi, dan lainnya), Instansi UNIRA (Amel, Caroline, Anggina, Bram, Dhian, Reza, Andre, Kia, Bang Frandika dan lainnya), IS (Kartika Ermawan, Bebby, Lyana, Erza, Budi, Firman, Topik), WMD Eng Kus, Aris, Rohman, Muhadi, Aan, Wanda, Andry, Hendra, Nanda Aulia, Izzatul, Aminullah, Tini, Wulan, Rea, Anindita Putri, Rian, Qolbi, dan lainnya, FloridinaJ : Sulis, Santa, Marta, Fitri, Deutsch Klasse B 2014 : Risa, Wina, Roi, Daniel, dan lainnya.
Skripsi ini adalah karya sederhanaku yang ku persembahkan untuk kalian. Aku menyayangi kalian dengan kasih Tuhan, terimakasih
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan CNT terhadap material MgB2 pada pembuatan kawat superkonduktor. MgB2 merupakan material
superkonduktor yang mempunyai temperatur kritis 39K dan berpotensi sebagai aplikasi kawat superkonduktor. Penambahan CNT sebesar 5%, 10%, dan 20% terhadap MgB2 diawali dengan penimbangan serbuk MgB2 (~100 mesh) dan
serbuk CNT (20 – 40 nm). Setelah penimbangan, dilakukan proses pencampuran dan penggerusan menggunakan mortar agate selama 30 menit. Hasil penggerusan dimasukkan ke dalam tabung SS304 dan mengalami proses penarikan kawat sampai dengan diameter 3,0 mm. Karakterisasi dilakukan menggunakan difraktometer sinar - X untuk mengetahui fasa yang terbentuk, SEM untuk mengetahui morfologi, dan perilaku superkonduktivitas menggunakan Cryogenic magnet. Temperatur kritis yang dihasilkan dalam penelitian, kawat superkonduktor MgB2 komersil adalah 39,58K, dan kawat superkonduktor MgB2
dengan penambahan CNT adalah 29,16K. Penambahan CNT mempengaruhi sifat superkonduktivitas MgB2.
ABSTRACT
Research on the effect of CNT addition on manufacturing of MgB2 superconducting wire has been done. MgB2 is superconducting material which has a critical temperature about 39K and potentially as superconducting wire applications. Addition of CNT about 5%, 10% and 20% on MgB2 prefixed by weighing MgB2 powder (~100 mesh) and CNT powder (20 – 40 nm). Then, mixed and grinded with mortar agate for 30 minutes. The grinded results inserted into SS304 tube, and process of wire rolling and wire drawing until 3,0 mm. Characterization using X-Ray difractometer to determine the phase, SEM was used to determine the phase morphology, and superconductivity by Cryogenic magnet. The Results show that cricital temperature, Superconducting wire MgB2 without addition of CNT is 39.58K and Superconducting wire MgB2 with addition of CNT is 29.16K. Addition of CNT affected superconductity of MgB2.
Bab 3 Metode Penelitian
Bab 4. Hasil Dan Pembahasan
4.1 Analisa Fasa Sampel MgB2 Dengan Penambahan CNT
Superkonduktor MgB2 Menggunakan CryogenicMagnet
32
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
Daftar Pustaka 35
Nomor
Tabel Judul Halaman
2.1 Parameter Material Superkonduktor MgB2 10
3.1 Komposisi Bahan MgB2 dan CNT pada SS304 22
4.1 Lembar Data Spesimen MgB2 pada Software MATCH 30
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Kronologi sejarah material superkonduktor 4 2.2 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur 5
2.3 Diamagnetik sempurna 6
2.4 Keadaan superkonduktor atom kisi pada logam 6
2.5 Struktur kristal MgB2 9
2.6 Diagram Fasa MgB2 9
2.7 Struktur Karbon Nanotube 10
2.8 Proses drawing 12
2.9 Proses pembuatan kawat superkonduktor 13
2.10 Metode Four Point Probe 16
3.1 Diagram alir prosedur penelitian 20 3.2 (a) Penentuan panjang tube(b) Pemotongan tube 21 3.3 (a) Pemotongan rod penutup, (b). Proses bubut 21
3.4 Hand-milling 22
3.5 (a). Sampel sebelum rolling, (b). Sampel setelah rolling 23 3.6 (a). Difraktometer sinar X, (b). Holder 24 3.7 (a) Preparasi sampel kawat, (b) SEM-EDS JEOL6390A 24 3.8 (a). Spesimen kawat SS304, (b). Preparasi spesimen
(c). Cryogenic Magnet Crytron FR Oxford
25
4.1 Pola XRD MgB2 komersil 26
4.2 Pola XRD MgB2MgB2 dengan penambahan 5 % CNT 27
4.3 Pola XRD MgB2MgB2 dengan penambahan 20 % CNT 28
4.4 Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X MgB2 + CNT 29
4.5 Hasil Uji SEM dengan Perbesaran 23x dan 30x 31 4.6 Hasil Uji SEM dengan Perbesaran 1000x 31
Nomor
Lampiran Judul Halaman
A Alat dan Bahan Penelitian L1 B Perhitungan Data Pengujian L3 C Hasil XRD Menggunakan MATCH L6 D Hasil SEM – EDS – Mapping L12 E Hasil Cryogenic Magnet - KalaidaGraph L14
CNT : Carbon Nanotubes
EDS : Energy Dispersive Spectroscopy FWHM : Full Width of Half Maximum
Hc : Critical Magnetic Field
HTS : High Temperature Superconductor Jc : Critical Current Density
LTS : Low Temperature Superconductor MgB2 : Magnesium Diboride
SEM : Scanning Electron Microscopy SS : Stainless Steel
Tc : Critical Temperature XRD : X-Ray Diffraction