• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.5 Perekonomian

4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten

Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 disajikan pada Tabel 10. Secara garis besar petani karet di Kabupaten Mandailing Natal rata-rata mempunyai luas lahan 1 ha, dengan jenis tanaman karet lokal (dari biji) dan unggul (bibit okulasi). Bibit okulasi didapatkan petani dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal atau dari penangkar-penangkar bibit karet binaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar petani menanam bibit karet yang berasal dari biji (seedling). Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan jika mengharapkan bibit okulasi dengan harga subsidi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal harus menunggu antrian yang lama.

Tabel 10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010

No Deskripsi Keterangan 1. Rata-rata kepemilikan lahan (ha) 1

2. Jenis klon yang ditanam GT-1, Avross 3. Umur karet rata-rata (tahun) 12-30

4. Asal bibit Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Mandailing Natal, Penangkar Bibit dan Pembibitan sendiri 5. Populasi tanaman rata-rata (pohon/ha) 600-700

6. Rata-rata penyiangan gulma per tahun (kali) 2 7. Rata-rata frekuensi pemupukan per tahun (kali) 1- 2 8. Penggunaan input :

- Urea (kg/ha/tahun) - NPK (kg/ha/tahun)

- Herbisida (Roundhap) (liter/ha/tahun) -Tenaga Kerja (HOK)

250 250 2 230

9. Penyadapan 3-4 hari dalam seminggu 10. Pengumpulan hasil 1 kali dalam seminggu 11. Kegiatan Penyuluhan Ada

12. Keaktifan kelompok tani Tidak ada Sumber : Data Primer, diolah

Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada umur 7-9 tahun, namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun.

Rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 650-700 pohon dengan jarak tanam 3x5 dan 3 x 4. Tanaman karet yang ditanam petani di daerah penelitian sebagian besar berumur 7-40 tahun. Pada budidaya tanaman tahunan umur tersebut merupakan umur produktif. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, umur tanaman karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal sangat produktif pada kisaran umur 12–18 tahun dan akan mengalami penurunan produksi pada umur 19 tahun.

Dalam melakukan budidaya tanaman, petani jarang sekali memberikan perawatan, umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Rata-rata petani melakukan pemupukan sebanyak 1-2 kali per tahun, bahkan ada yang tidak melakukan pemupukan sama sekali. Rata-rata penggunaan input produksi per hektar berupa penggunaan pupuk urea sebanyak 250 kg, pupuk NPK sebanyak

250 kg dan penggunaan herbisida (Round up) sebanyak 2 liter, sedangkan penggunaan input tenaga rata-rata sebanyak 230 Hari Orang Kerja (HOK). Dengan demikian usahatani karet di Kabupaten Mandailing Natal secara garis besar belum mengenal teknologi budidaya yang baik.

Penyadapan dilakukan petani dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 6-7 tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4 hari sadap atau 3 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan.

Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan dalam irisan ±2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk penampung getah telah terisi penuh dan getah (cup lump) dalam keadaan menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari sebelum hari pasar pekan karena pada hari pasar pekan akan diadakan pasar getah.

Penunjang budidaya berupa keberadaan kelompok tani belum dibentuk di Kabupaten Mandailing Natal dan penyuluh pertanian secara intensif juga belum dibentuk di daerah sentra karet di Kabupaten Mandailing Natal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet

Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada peta rupa bumi (informasi kemiringan lahan dan iklim) dan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal.

Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%). Lahan yang tidak sesuai (N) mencapai luasan 193.693 ha (29,59%). Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha (64,38%), sedangkan yang masuk dalam kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha (3,52%) dan lahan yang termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha (2,51%) untuk tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9.

Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi (Tabel 11). Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3 ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang gadis yaitu seluas 153.857 ha.

Tabel 11 Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet pada masing- masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal

No Kecamatan Kelas Kesesuaian (Ha)

N1l S1 S2l S3d S3l S3t 1 Batahan 1.865 2.250 5.326 19.045 5.903 - 2 Batang Natal 51.464 - - - 27.006 - 3 Bukit Malintang 1.916 439 337 - 1.875 1.141 4 Huta Bargot 1.337 61 648 - 7.410 854 5 Kotanopan 9.746 - 118 - 18.864 510 6 Lembah S. Marapi 54 - 2.142 - 145 852 7 Lingga Bayu 11.711 545 710 3 10.348 - 8 M. Batang Gadis 18.024 1.254 2.481 53.830 100.026 - 9 Muarasipongi 4.871 - - - 8.250 - 10 Naga Juang 1.698 521 187 - 1.846 527 11 Natal 23.512 4.292 1.097 14.790 35.614 - 12 Pakantan 473 - 350 - 9.863 - 13 Panyabungan 9.398 - 2.601 1.066 7.264 3.861 14 Panyabungan Barat 1.401 - 647 - 3.947 1.720 15 Panyabungan Selatan 534 - 315 - 5.139 475 16 Panyabungan Timur 22.868 - 276 481 11.503 - 17 Panyabungan Utara 1.809 670 1.034 - 452 1.683 18 Puncak S. Marapi - - 113 - 4.534 279 19 Ranto Baek 14.711 - 255 - 3.397 - 20 Siabu 10.103 5.915 1.484 - 8.548 3.030 21 Sinunukan - 480 177 6.340 7.107 - 22 Tambangan 5 - 733 892 12.645 31 23 Ulu Pungkut 6.184 - 1.991 - 18.269 - Total 193.693 16.430 23.031 96.451 309.968 14.967

Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas kesesuaian S2 adalah kelerengan. Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas adalah drainase, lereng dan tekstur tanah. Kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dibatasi oleh kemiringan lereng. Faktor-faktor pembatas pada kelas S2 dan S3 beberapa diantaranya dapat diatasi, sedangkan faktor pembatas pada kelas N cukup sulit untuk diatasi.

Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan pembuatan saluran drainase. Faktor pembatas yang lain yaitu kemiringan lereng

dan tekstur tanah relatif sulit untuk diatasi, sekalipun bisa namun membutuhkan biaya yang tinggi. Diperkirakan dengan dilakukan usaha perbaikan, akan memperbesar biaya usaha yang akan dilakukan petani dan dikhawatirkan usaha tersebut akan memberikan keuntungan yang kecil bagi petani atau bahkan merugi. Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) bahwa usaha perbaikan faktor pembatas yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendala- kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian lahan dengan faktor-faktor pembatas dapat dilihat pada Gambar 10.

Di Kabupaten Mandailing Natal produksi karet terpusat di Kecamatan Panyabungan yang tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal. Saat ini sentra produksi karet terdapat di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis dengan produktivitas saat ini masing-masing mencapai 600-1.000 ton/ha/tahun karet kering.

Mencermati hasil evaluasi lahan yang telah dilakukan, secara umum kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut memang memiliki lahan-lahan dengan kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 untuk tanaman karet. Apabila dilakukan usaha mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut dapat menjadi lahan yang sangat sesuai (S1) untuk budidaya karet. Artinya dengan produktifitas yang ada saat ini yang hanya mencapai rata-rata 800 kg/ha karet kering (Tahun 2009), dengan mengatasi faktor pembatas yang ada maka produksi dapat ditingkatkan lagi menjadi lebih optimal.

Menurut Indraty (2005) produksi optimal yang dapat dicapai tanaman karet bisa mencapai 2 ton/ha. Menurut FAO (1983), perkiraan produksi pertanian pada lahan-lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60-80%, sedangkan pada lahan- lahan S3 dapat mencapai 40-60% dari produksi optimum. Dengan dasar

pernyataan tersebut, maka perkiraan produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal pada kelas S2 dapat mencapai 1,2-1,6 ton/ha, sedangkan pada lahan S3 perkiraan produksi dapat mencapai 0,8–1,2 ton/ha. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa produktifitas kebun karet di Kabupaten Mandailing Natal baru sebatas produksi untuk lahan kelas S3, artinya potensi peningkatan produksi masih cukup besar.

Usaha peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan usaha mengatasi faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, dan pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Tapi itu semua kembali ke kualitas bahan tanam. Apabila kualitas bahan tanam yang digunakan merupakan produk unggulan maka usaha di atas akan signifikan meningkatkan produksi, tentunya sampai taraf tertentu (optimum) dan berlaku dalam umur produktif tanaman tersebut.

Dokumen terkait