• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Utama TQM

Dalam dokumen MUTU PELAYANAN KESEHATAN (Halaman 52-63)

Goetsch dan Davis mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) TQM, sebagai berikut:

1) Fokus pada Pelanggan

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. 3.) Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

4.) Komitmen Jangka Panjang

TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5.) Kerjasama Team (Teamwork)

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

6.) Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.

7.) Pendidikan dan Pelatihan

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

8.) Kebebasan Yang Terkendali

Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan

yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. 9.) Kesatuan Tujuan

Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.

10.) Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.

4. Kewajiban Pelaksanaan TQM

Menurut pakar mutu Deming, dalam pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) terdapat 14 butir kewajiban, yaitu :

1.) Peningkatan produk dan jasa merupakan tujuan yang secara terus-menerus hendak dicapai. Mutu bukan tujuan sementara dan untuk meningkatkannya perlu kesepakatan manajemen.

3.) Mengurangi ketergantungan pada pengawasan karena penekanan di sini adalah pada peningkatan proses. 4.) Hentikan pendapat bahwa “harga membawa nama”. 5.) Peningkatan terus-menerus pada sistem pelayanan dan

sistem produksi.

6.) Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan.

7.) Kepemimpinan yang sepakat terhadap mutu menjadi katalisator proses perubahan, yaitu sebagai katalisator bagi karyawan dalam membangkitkan motivasi dan kebanggaan karyawan terhadap hasil kerja mereka 8.) Hilangkan rasa takut dalam iklim kerja.

9.) Hilangkan barier / hambatan antara unit kerja. 10.) Batasi penggunaan slogan.

11.) Kurangi penekanan angka pada pencapaian target. 12.) Hilangkan hambatan terhadap kepuasan /

kebanggaan kerja.

13.) Rencanakan dan laksanakan program pendidikan dan pelatihan yang membangun.

14.) Lakukan sesuatu untuk mencapai proses perubahan. 5. Manajemen Mutu (Juran)

Manajemen mutu menurut Juran, dilaksanakan dengan menggunakan 3 proses manajerial yang lebih dikenal dengan “Trilogi Juran”, yaitu :

1.) Perencanaan mutu (quality planning)

Merupakan kegiatan pengembangan produk dan proses yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (atau dalam hal ini pasien). Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian langkah universal yang terdiri dari :

(1.) Mengidentifikasi pelanggan / pasien. (2.) Menentukan kebutuhan pelanggan / pasien.

(3.) Mengembangkan ciri atau karakteristik produk atau jasa yang memenuhi harapan pelanggan / pasien.

(4.) Menetapkan tujuan mutu.

(5.) Mengembangkan proses untuk mencapai tujuan (6.) Meningkatkan kapabilitas proses.

2.) Pengendalian mutu (quality control)

Merupakan proses pengawasan yang dilakukan oleh karyawan dalam menjalankan proses kegiatan untuk mencapai tujuan produk / jasa pelayanan yang sesuai dengan standard yang ditetapkan

3.) Peningkatan mutu (quality improvement)

Merupakan sarana untuk meningkatkan produk / jasa yang dapat bersaing di pasar dengan mengurangi tingkat kesalahan pada mutu produk / jasa.

2.4. Kepuasan Pelanggan

2.4.1. Pengertian Kepuasan Pasien atau Pelanggan

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus

menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo, 1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang di obati dirumah sakit.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

2.4.2. Metode Kepuasan Pelanggan atau Pasien

Menurut Kloter (2005) ada beberapa metode dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran.

Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran. Keluhan masukan mengenai produk atau jasa layanan. Dengan penyediaan kotak saran, hotline service, dan lain-lain untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien atau pelanggan untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar, dan pendapat mereka.

2. Survei kepuasan pelanggan

Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Survei ini akan mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap jasa yang digunakan. Untuk mengetahui kepuasan pelanggan para pemasar juga dapat melakukan berbagai penelitian atau survai mengenai kepuasan pelanggan misalnya melalui kuesioner, pos, telepon, ataupun wawancara langsung.

3. Belanja siluman (Ghost Shopping )

Cara pihak pemberi jasa dari pesaingnya dengan cara berpura – pura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan hal – hal yang berkaitan dengan cara memahami kelemahan dan kekuatan produk jasa cara pesaing dalam menangani keluhan.

Metode ini, organisasi pelayanan kesehatan memperkerjakan beberapa orang atau (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pasien / pembeli potensial produk / pelayanan organisasi pelayanan kesehatan lain yang kemudian melaporkan temuannya sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan organisasinya. 4. Analisa pelanggan yang hilang.

Analisa pelanggan tertentu yang berhenti menggunakan produk jasa dan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka. Organisasi pelayanan kesehatan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah beralih ke organisasi pelayanan kesehatan lain agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan / penyempurnaan selanjutnya.

Menurut Umar (2003), ada 6 konsep yang dapat dipakai untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu :

1. Kepuasan pelanggan keseluruhan, yaitu dengan cara menanyakan pelanggan mengenai tingkat kepuasan atas jasa pelayanan.

2. Dimensi kepuasan pelanggan, yaitu dengan cara mengidentifikasi dimensi – dimensi kunci kepuasan pelanggan. Meminta pelanggan menilai jasa berdasarkan item – item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan. Meminta pelanggan menilai jasa pesaing. Meminta pelanggan untuk menentukan dimensi yang penting untuk kepuasan seluruh pelanggan. 3. Konfirmasi harapan, pada cara ini kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa yang diberikan.

4. Minat pembelian ulang. Kepuasan pelanggan di ukur berdasarkan apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas jasa yang sama.

5. Kesediaan untuk merekomendasikan. Cara ini merupakan ukuran yang penting, apalagi bagi jasa yang pembelian ulangnya relatif lama, seperti jasa pendidikan tinggi.

6. Ketidakpuasan pelanggan. Dapat dikaji dengan melihat komplain pasien.

2.4.3. Keterkaitan Mutu atau Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien atau Pelanggan

Kepuasan pelanggan pengguna jasa pelayanan kesehatan (pasien/klien) dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya, dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting.

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compilance). Untuk bisa berempati, seorang tenaga kesehatan harus bisa mengamati dan menginterpretasikan perilaku pasien. Hal ini tergantung pada kemampuan tenaga kesehatan untuk menginterpretasikan informasi-informasi yang diberikan oleh pasien tentang situasi internalnya melalui perilaku dan sikap mereka. Setiap tenaga kesehatan mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam berempati

3. Biaya (cost), tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard pasien dan keluarganya, “yang penting sembuh” sehingga menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi yang ditawarkan petugas kesehatan. Akibatnya, biaya perawatan menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki pihak pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). Kenyamanan dalam pelayanan kesehatan dapat ditunjukkan dari penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. Serta kenyamanan tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting lagi menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan, dan kunjungan dokter juga termasuk dalam faktor ini. Jaminan pelayanan kesehatan merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat mendasar dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam dalam memberi perawatan. Keandalan merupakan tanggapan pasien terhadap kinerja petugas kesehatan dalam hal akurasi data dan pelayanan yang sesuai janji sehingga memuaskan.

7. Kecepatan petugas dalam memberi tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).

2.4.4. Faktor Utama Kepuasan Pasien yang Berdampak pada Loyalitas Pasien

Untuk menghindari unsur subjektivitas, ditetapkan bahwa kepuasan yang dimaksud sekalipun orientasinya tetap individual, tetapi ukuran yang dipakai bersifat umum (sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama institusi kesehatan). Jadi, mutu pelayanan kesehatan dinilai baik jika pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan.

BAB III

Dalam dokumen MUTU PELAYANAN KESEHATAN (Halaman 52-63)

Dokumen terkait