• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUTU PELAYANAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUTU PELAYANAN KESEHATAN"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam memberikan kepuasan pelayanan kesehatan kepada pasien ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah manajemen rumah sakit yang baik. Manajemen ini diterapkan demi terciptanya keadaan yang sehat pada masyarakt. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik merupakan suatu mutu pelayanan kesehatan yang baik. Diperlukan juga suatu pengukuran dan penilaian mutu pelayanan melalui rekam medis. Hal ini untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat, mengetahui kepuasaan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit, serta mengetahui kompetensi, kredibilitas dan pengetahuan para staf terhadap pelayanan kesehatan.

Selain itu juga, sistem informasi rekam medis dan sistem informasi rumah sakit perlu dikelola dengan baik karena berdampak terhadap sistem informasi manajemen rumah sakit yang dapat membantu dalam menilai mutu pelayanan yang sebenarnya.

(2)

Seluruh staf rumah sakit dapat menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan yang dapat memuaskan pasien dengan menerapkan konsep manajemen mutu terpadu atau total quality management (TQM). Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai hal-hal tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas BHBP 5 ( Health Management ).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi menurut Rommey (1997:16) yang dialihbahasakan oleh Krismiaji (2002; 12) adalah cara-cara yang diorganisasi untuk mengumpulkan, memasukkan, mengolah, dan menyimpan data dan cara-cara yang diorganisasi untuk menyimpan, mengelola, mengendalikan dan melaporkan informasi sedemikian rupa sehingga sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(3)

Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah cara tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh suatu organisasi untuk membuat organisasi tersebut sukses.

Unsur – unsur sistem informasi yang pertama adalah adanya data yang diolah menjadi informasi. Kedua, penyajian & pemanfaatan informasi untuk tindakan. Ketiga, umpan balik untuk pengolahan data lebih lanjut. Yang terakhir adalah terus berlanjut sebagai siklus.

Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah integrasi antara perangkat, prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi terhadap pelaksanaan program-program kesehatan

Beberapa sistem informasi kesehatan yang ada di rumah sakit antara lain, sistem informasi rumah sakit, sistem informasi rekam medis dan sistem informasi manajemen rekam medis.

(4)

Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Pasal 46 ayat 1 UU Praktik Kedokteran).

PERMENKES No 269/MENKES/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

1. Macam Rekam Medis

Rekam medis memiliki 2 bentuk berupa manual, yaitu yang tertulis lengkap dan jelas, dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan. Rekam medis manual adalah objek atau produk yang dapat dipindah-pindahkan menurut kebutuhan dalam rumah sakit. Rekam medis elektronik gudang penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya, tersimpan sedemikian hingga dapat melayani berbagai penggunaan rekam yang sah (Shortliffe, 2001).

2. Prinsip Rekam Medis

Pencatatan dalam rekam medis pada setiap rumah sakit memiliki aturan tersendiri. Akan tetapi, pada dasarnya memiliki prinsip yang sama di antaranya sebagai berikut (Soeparto dkk., 2006).

(5)

1) Catat secara tepat

Tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensinya harus melakukan pencatatan dalam waktu secepat mungkindengan pelaksana observasi dan pemberian tindakan secara tepat. Jika pencatatan dilaksanakan pada akhir dinas,dikhawatirkan akan terlupakan dan informasi yang didapat tidak akurat.

2) Hindari pencatatan dengan sistem blok

Kebiasaan mencatat semua informasi pasien dalam satu waktu atau dikenal sistem blok memiliki banyak kelemahanseperti kehilangan banyak informasi, tidak akurat, dan waktu pencatatan tidak terstruktur. Oleh karena itu, kebiasaanmencatat laporan perkembangan pasien dengan menggunakan sistem blok perlu dihindari.

3) Catat segera setelah pemberian tindakan

Pencatatan dalam rekam medis seharusnya dilakukan setelah pemberian tindakan pada pasien. Hal ini dilakukanuntuk menghindari adanya informasi yang bias dan tidak akurat karena pencatatan yang lama tidak mencerminkanrespons secara langusng pada pasien.

(6)

Pencatatan harus ditulis selengkap mungkin untuk menghindari munculnya pertanyaan seperti sudahkah data diperoleh atau dikaji untuk menghindari interpretasi dalam pencatatan yang kosong. Oleh karenanya, beberapa fasilitas atau tempat pelayanan kesehatan memiliki aturan tersendiri, seperti pencantuman garis datar atau lainnya.

3. Kelebihan dan Kekurangan Rekam Medis

1) Kelebihan Rekam Medis Manual (1) Tidak tergantung listrik

(2) Operasional mudah

(3) Tidak memerlukan tenaga yang dapat mengoperasikan komputer

2) Kekurangan Rekam Medis Manual

(1) Memerlukan proses pencarian, pengurutan, penyisiran dan akses yang cukup lama

(2) Memerlukan beberapa orang untuk mengakses (3) Banyak tumpukan kertas

(4) Resiko kertas terbakar, kebanjiran dan lain-lain

3) Kelebihan Rekam Medis Elektronik

(1) Tidak memerlukan tempat yang luas

(2) Dalam pelayanan tidak membutuhkan banyak orang (3) Tidak banyak kertas menumpuk

(7)

(5) Tidak memerlukan proses pencarian, penyisiran dan pengurusan secara manual

4) Kekurangan Rekam Medis Elektronik

(1) Sangat tergantung pada teknologi informasi

(2) Membutuhkan operator yang dapat mengoperasikan komputer

(3) Sangat tergantung listrik, apabila listrik mati pelayanan terganggu

(4) Biaya awal tinggi

(5) Bahaya jika terkena virus computer

4. Informasi yang diperoleh dari Rekam Medis

1) Data pasien rawat jalan atau inap.

2) Pasien akses dan non akses. 3) Distribusi pasien per alamat. 4) Distribusi pasien per pembayaran.

5) Distribusi pasien masuk rawat inap berdasarkan asal : rawat jalan, gawat darurat dan rujukan keluar.

6) Jumlah pasien rujukan dan distribusi asal rujukan 7) Jumlah pasien rawat inap akses-non akses

8) Kegiatan kamar operasi 9) Morbiditas dan mortalitas

2.1.2 Sistem Informasi Rekam Medis

Sistem informasi rekam medik merupakan perangkat lunak yang biasa digunakan untuk merekam riwayat kesehatan pasien dalam bentuk basis data (database). Basis data merupakan kumpulan dari data yang

(8)

saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya.

Data perlu disimpan di dalam basis data untuk keperluan penyedian informasi lebih lanjut. Data didalam basis data perlu diorganisasikan sedemikian rupa supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Pada sistem informasi rekam medik terdapat berbagai aturan yang cukup kompleks tentang data-data pasien dan bagaimana menjamin keamanannya. Sistem data yang penting pada sistem ini perlu dilindungi semaksimal mungkin, terutama untuk menjamin kebenaran data dan ketersediaan data.

2.1.3 Sistem Informasi Manajemen Rekam Medis

Sistem informasi manajemen rekam medik adalah sistem penyimpanan informasi mengenai status kesehatan serta pelayanan kesehatan,yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya dan tersimpan sedemikian hingga dapat melayani berbagai pengguna rekam yang sah. Sistem informasi rekam medik elektronik kini telah banyak diterapkan oleh Rumah Sakit-Rumah Sakit yang ada di Indonesia sebab telah terbukti memberi kemudahan pada petugas pelayanan kesehatan,sehingga mempercepat proses yang akan diperlukan baik bagi pihak rumah sakit maupun bagi pihak pasien tersebut.

Sistem informasi rekam medik eletronik pada era saat ini sangat membantu kinerja petugas pelayanan kesehatan karena memberi

(9)

kemudahan-kemudahan dalam mendata segala sesuatu tentang pasien

untuk dibutuhkan dengan cara yang cepat.

Namun dibalik kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam sistem informasi rekam medik elektronik terdapat pula kelemahan-kelemahan dalam mengoperasikannya,seperti:membutuhkan biaya yang tidak sedikit,diperlukan sistem jaringan serta sistem keamanan yang kuat.

2.1.4 Sistem Informasi Rumah Sakit

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit se Indonesia. Sistem informasi ini mencakup semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. SIRS ini merupakan penyempurnaan dari SIRS Revisi V yang disusun berdasarkan masukan dari tiap direktorat dan sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hal ini diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang.

2.2. Manajemen Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

(10)

rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat ( Permenkes no. 147 tahun 2010). Rumah sakit menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) BAB I Pasal 1 adalah suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat ( Iskandar 1998). Rumah Sakit adalah sarana yang merupakan bagian dari sitem pelayanan kesehatan yang menjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rahabilitasi berikut segala penunjangnya ( Astuti, 2009)

Menurut American Hospital Association dalam Aditama (2003), rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah mjemberikan pelayanan pada pasien. Pelayanan tersebut merupakan diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah.

2.2.1 Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU no. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

2) Pemelihraan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

3) Penyelengaraaan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dalam memberikan pelatihan pelayanan kesehatan 4) Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta

penampisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesahatan

(11)

Rumah sakit menurut Aditama, 2000 dalam Sobirin, 2003 setidaknya memiliki 5 ( lima) fungsi sebagai berikut :

1) Menyediakan rawat inap dengan dasilitas diagnosik dan terapeutiknya

2) Memiliki pelayanan rawat jalan 3) Melakukan pendidikan dan pelatihan

4) Melakukan penelitian dan dibidang kedokteran dan kekesehatan

5) Melaksanakan program pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi disekitarnya

2.2.2 Konsep Manajemen Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Fungsi manajemen yang dilakukan di rumah sakit secara garis besar meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.

1) Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang penting, karena perencanaan memegang peranan yang sangat strategis dalam keberhasilan upaya pelayanan kesehatan di RS. Terdapat beberapa jenis perencanaan spesifik yang dilaksanakan di RS, yaitu : (1) perencanaan pengadaan obat dan logistik, yang disusun berdasarkan pola konsumsi dan pola epidemiologi, (2) perencanaan tenaga professional kesehatan, dalam menentukan kebutuhan tenaga tersebut misalnya ; tenaga perawat dan bidan, menggunakan beberapa pendekatan, antara lain ; ketergantungan pasen, beban kerja, dll.

(12)

2) Pengorganisasian merupakan upaya untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki RS dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuannya. Pengorganisasian dalam manajemen pelayanan kesehatan di rumah sakit, sama hal dengan di organisasi lainnya.

3) Penggerakan pelaksanaan, manajemen rumah sakit hampir sama dengan hotel atau penginapan, hanya pengunjungnya adalah orang sakit (pasen) dan keluarganya, serta pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologis akibat penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang sedang dirawat. Kompleksitas fungsi penggerakan pelaksanaan di RS sangat dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu : (1) sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan kesehatan (customer service), dengan hasil pelayanan kemungkinan ; sembuh dengan sempurna, sembuh dengan cacat dan meninggal. Apapun hasilnya kualitas pelayanan diarahkan untuk kepuasan pasen dan keluarganya. (2) Pelaksanaan fungsi actuating ini sangat kompleks,karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi. 4) Pengawasan dan pengendalian, merupakan proses untuk

mengamati secara terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi ini diperlukan adanya

(13)

standar kinerja yang jelas. Dari standar tersebut dapat ditentukan indikator kinerja yang akan dijadikan dasar untuk menilai hasil kerja (kinerja) pegawai. Penilaian kinerja pegawai di RS meliputi tenaga yang memberikan pelayanan langsung kepada pasen, seperti ; perawat, bidan dan dokter maupun tenaga administratif. Adanya indikator kinerja, akan memudahkan dalam melakukan koreksi apabila ada penyimpangan.

2.2.3 Tujuan Manajemen Rumah Sakit

Rumah Sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap.

Dalam perkembangannya, pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya teknologi kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif, tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan

(14)

secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian sasaran pelayanan kesehatan RS tidak hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap itu, pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komprehensif dan holistik).

Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit.

2.3. Total Quality Management (TQM)

2.3.1 Sejarah Manajemen Mutu

Di Amerika, gerakan pengembangan mutu dimulai tahun 1930. Tahun 1950, DR. Edward E. Demming, seorang konsultan mutu dari Amerika diundang ke Jepang. Ia memperkenalkan konsep mutu kepada manajer perusahaan Jepang. Konsep yang diperkenalkan adalah SPC ( Statistical Process Control ) yang sudah digunakan di banyak perusahaan Jepang untuk memperbaiki mutu proses dan produk akhirnya. Manajemen

(15)

perusahaan Jepang kemudian memodifikasinya menjadi Total Quality Control agar daya saing produk Jepang di pasaran dapat lebih ditingkatkan. Tahun 1954, konsultan Amerika lainnya Joseph M. Juran juga diundang ke Jepang dan memperkenalkan kepada para manajer Jepang konsep tentang kualitas yang tinggi.

Kedua tokoh inilah yang telah mempengaruhi perubahan paradigma perusahaan Jepang dari konsep standar produk (Product out concept ) ke konsep produk berdasarkan kebutuhan pasar ( market in product ). Persaingan di pasar global semakin ketat di era tahun 1960-an dengan munculnya empat macam negara Asia ( Hongkong, Singapura, Korea, dan Taiwan ). Mereka muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia. Negara ini meniru produk dan teknologi Jepang, tetapi dengan menggunakan upah buruh yang lebih murah sehingga produknya merupakan pesaing baru bagi Jepang. Jepang tidak tinggal diam menghadapi persaingan global seperti ini. Mereka terus meningkatkan proses produksinya dengan mengembangkan teknologi yang lebih produktif dan inovatif. Konsep TQC-Kaizen-Just In Time (JIT) dikembangkan melalui pembentukan gugus kendali mutu di setiap perusahaan. Untuk lebih memberdayakan SDM sebagai aset, perusahaan di Jepang mengembangkan kebijakan untuk memberikan pelatihan kepada stafnya sehingga mereka mampu meningkatkan terus mutu proses produksi dan bisnis mereka. Dengan selalu inovatif dan menjaga mutu, perusahaan Jepang mampu bertahan dalam persaingan global. Biaya

(16)

produksinya terus ditekan dan proses distribusi produknya lebih dipercepat sampai ke pasar dunia. Proses seperti ini dapat berkembang karena pimpinan perusahaan Jepang selalu mempunyai komitmen tinggi terhadap peningkatan proses dan mutu produknya termasuk memberdayakan stafnya sehingga mereka mampu diajak berpikir kreatif, inovatif, dan produktif.

Banyak negara menyaksikan kecepatan pemulihan perekonomian Jepang setelah kalah dari Perang Dunia II. Sistem TQC yang dikembangkan di Jepang segera menyebar ke banyak negara dan dimodifikasi penerapannya sesuai dengan kebutuhan lokal. Dari sinilah muncul banyak istilah tentang manajemen mutu antara lain total quality manajemen (TQM). TQM adalah sebuah sistem manajemen untuk meningkatkan mutu jasa dan produk.

2.3.2 Pengertian Mutu

Beberapa pengertian mengenai mutu di antaranya adalah sebagai berikut :

1.) Kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby 1984).

2.) Sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980.) 3.) Totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang

dihasilkan, yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan atau terpenuhinya kebutuhan para

(17)

pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 1986).

4.) Ukuran terpenting dalam mutu adalah kesamaan terhadap standar yang telah ditetapkan. Jadi barang atau jasa dikatakan bermutu jika barang atau jasa tersebut mempunyai derajat kesempurnaan yang sesuai dengan standar yang ada.

5.) Menurut Deming (1980), mutu dapat dilihat dari : (1) aspek konteks, mutu adalah suatu karakteristik atau atribut dari suatu produk atau jasa; (2) persepsi pelanggan, mutu adalah penilaian subjektif pelanggan. Persepsi pelanggan dipengaruhi hal-hal seperti iklan, reputasi produk atau jasa yag dihasilkan, pengalaman, dan sebagainya; dan (3) kebutuhan dan keinginan pelanggan, mutu adalah apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh pelanggan.

2.3.3 Dimensi Mutu

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985), mengidentifikasi sepuluh dimensi mutu, yaitu : daya tanggap, kehandalan, kompetensi, kesopanan, akses, komunikasi, kredibilitas, kemampuan memahani pelanggan, keamanan, dan bukti fisik.

Mutu merupakan konsep yang komprehensif dan multidimensional, sehingga dipengaruhi oleh beberapa dimensi mutu. Semakin banyak dimensi mutu atau cara pandang yang dinilai maka akan semakin bermutu pelayanan yang diberikan dan semakin puas pelanggan/pasien yang menerima pelayanan

(18)

1. Dimensi Mutu Pelayanan

Menurut Parasuraman, dkk ( 1988 ), terdapat lima dimensi mutu pelayanan ( service quality = SERVQUAL ), diantaranya sebagai berikut :

1) Dimensi pertama dari kualitas pelayanan menurut konsep SERVQUAL adalah berwujud tangible yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dll), teknologi, serta penampilan pegawai

2) Dimensi kedua yaitu kehandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapa pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. Dimensi ini paling sering dianggap paling penting bagi pelanggan dari industri jasa. 3) Dimensi ketiga, ketanggapn (responsiveness) yaitu suatu

kebijakan yang membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat pada pelanggan, dengan menyampaikan informasi yang jelas.

4) Dimensi keempat, jaminan dan kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para

(19)

pelanggan terhadap perusahaan. Hal ini meliputi komponen komunikasi, kredibilitas, kompetensi, dan sopan santun. 5) Dimensi kelima, empati, yaitu memberikan perhatian yang

tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.

2. Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Roberts & Prevost (1987)

1) Health Consumer

Terkait Memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi,keprihatinan, ramah tamah petugas, kesembuhan penyakit.

2) Health Provider

Kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan otonomi profesi sesuai keinginan pasien.

3) Health Financing

Efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan. 2.3.4 Pengertian Mutu Pelayanan

2.3.5 Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan 1. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Azrul Azwar, mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengaan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Institute

(20)

of Medicine (IOM), mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan professional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan

Secara umum, pengertian pelayanan mutu kesehatan adalah desain kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya masyarakat konsumen.

2. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan Dilihat dari Beberapa Dimensi

Pengertian mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari pasien, petugas kesehatan, manajer pelayanan kesehatan dan pemilik pelayanan kesehatan.

1.) Menurut pasien / masyarakat

Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat

(21)

memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.

Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.

2.)Menurut petugas kesehatan

Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.

Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.

(22)

Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.

4.) Menurut Pemilik Sarana Layanan Kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat , yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.

3. Batasan Kepuasan Pasien Terkait Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Safri yang dikutip Nani (2006), kepuasan pasien adalah tingkat pelayanan pasien dari persepsi pasien dan keluarga

(23)

terdekat pasien. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien dan keluarganya, memperhatikan setiap keluhan kondisi lingkungan fisik dan tenaga serta memperioritaskan kebutuhan pasien sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat kepuasan atau hasil dan derita jerih payah yang telah dan harus dialami guna memperoleh hasil tersebut.

Kepuasan pasien sebagai salah satu dimensi mutu pelayan kesehatan bersifat relatif dan subjektif sehingga sulit di ukur. Adalah tidak mungkin untuk mencapai kepuasan pasien sementara dipihak lain pertimbangan kode etik dan standar pelayanan profesi dikesampingkan, oleh karena pada akhirnya pelayanan kesehatan yang demikian itu akan merugikan pasien juga. Maka untuk mengatasi masalah kepuasan ada beberapa pembatasan yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan, yaitu:

1.) Pembatasan pada derajat kepuasan pasien

Pembatasan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya unsur subjektivitas yang dapat mempersulit pelaksaan program jaminan mutu. Sehingga ditetapkan bahwa meski yang dimaksud dengan kepuasan ini tetap berorientasi individual, tetapi ukuran yang dipakai adalah yang bersifat umum yaitu dengan kepuasan pasien. Dengan kata ini, mutu pelayanan kesehatan dinilai baik apabila pelayanan kesehatan yang

(24)

diselenggarakan dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan tersebut.

2.) Pembatasan pada upaya yang dilakukan

Pembatasan ini menyangkut upaya yang dilakukan dalam menimbulkan kepuasan pada diri setiap pasien untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan yang pada awam terhadap tindakan kedokteran, ditetapkan upaya yang dilakukan tersebut seharusnya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi. Suatu pelayanan kesehatan sekalipun dinilai dapat memuaskan pasien, tetapi apabila penyelenggaraannya tidak sesuai dengan standar serta kode etik profesi bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu, mutu suatu pelayanan kesehatan dinilai baik apabila tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar serta kode etik profesi yang telah ditetapkan.

4. Komponen Pelayanan yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan

Pelayanan kesehatan di puskesmas, rumah sakit, ataupun institusi pelayanan kesehatan lain merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, saling tergantung, dan saling mempengaruhi. Mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan

(25)

yang rumit antara berbagai komponen atau aspek pelayanan. Donabedian (1980) mengemukakan bahwa komponen pelayanan tersebut dapat terdiri dari:

1.) Masukan (Input), yaitu perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, serta sumber daya manusia dan sumber daya lain di puskesmas dan rumah sakit. Aspek penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran, efektivitas dan efisiensi, kuantitas, dan kualitas dari masukan yang ada.Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Semua sumber daya yang ada perlu diorganisasikan dan dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perunang-undangan dan prosedur kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pelanggan secara baik

2.) Proses yang dilakukan. Proses adalah semua kegiatan atau akitivitas dari seluruh karyawan dan tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan: pelanggan internal (sesama karyawan) atau pelanggan eksternal (pasien, pemasok barang, masyarakat yang datang untuk maksud tertentu). pengukuran baik/tidak proses yang dilakukan di puskesmas atau rumah sakit dapat diukur dari relevan/tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan, efektif/tidak proses yang

(26)

dilakukan, dan mutu proses yang dilakukan. Semakin patuh petugas terhadap standar pelayanan, semakin bermutu pelayanan kesehatan yang diberikan.

3.) Hasil yang dicapai (outcome), yaitu tindak lanjut dari keluaran berupa hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga profesi serta seluruh karyawan terhadap pelanggan. Hasil yang diharapkan dapat berupa perubahan yang terjadi pada pelanggan (secara fisik-fisiologis, atau sosial-psikologis termasuk kepuasan pelanggan). Hasil ini merupakan pendekatan tidak langsung tapi bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan di puskesmas, rumah sakit, atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.

5. Faktor Utama yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Perceived service merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa yang diterima terhadap harapan jasa yang akan diterima dari rumah sakit. Faktorfaktor yang mempengaruhi perceived service dari pasien menurut Zeithaml, 2000, ada empat yaitu : (1). Service encounters adalah tempat pelayanan yang meliputi rumah tunggu, toilet, ruang pemeriksaan, jika ruang tunggu rumah sakit dalam keadaan bersih maka akan mempengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan rumah sakit. (2) Evidence service adalah bukti dari pelayanan, yakni misalnya pelayanan yang diberikan cepat, akurat, tanggap, petugas yang sopan dan ramah, serta fasilitas fisik yang disediakan rumah sakit yang memadai akan mempengaruhi penilaian

(27)

pasien terhadap pelayanan rumah sakit. (3) Image adalah reputasi rumah sakit yang baik dari sudut pandang pasien rumah sakit, hal tersebut akan mempengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan rumah sakit; (4) Price adalah harga jasa pelayanan yang meliputi harga berobat yang mahal dan murah menurut pasien, hal tersebut akan mempengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan rumah sakit.

Expected service adalah keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut (Olson dan Bover dalam Zeithaml, 2000), faktor-faktor yang mempengaruhi dari pengguna jasa ada sebelas, ada tujuh faktor yang relevan dengan rumah sakit, yaitu : (1) Personal needs adalah kebutuhan dari individu, misalnya pasien yang memilih menggunakan jasa rumah sakit karena memiliki kebutuhan akan kenyamanan dan ketepatan waktu maka pasien mengharapkan pelayanan rumah sakit dapat memenuhi kebutuhan tersebut. (2) Perceived service altenatives adalah dengan adanya beberapa jasa rumah sakit lainnya yang dapat dijadikan alternatif bagi pasien, maka hal tersebut akan mempengaruhi harapan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. (3) Predicted services adalah jika pasien rumah sakit memprediksi jasa yang akan diberikan itu baik, maka harapan pasien rumah sakit akan tinggi. (4) Implisit service promises adalah dengan harga pengobatan yang mahal maka harapan pasien rumah sakit akan tinggi terhadap pelayanan rumah sakit. (5) Word of mouth

(28)

adalah pernyataan dari pasien rumah sakit lainnya mengenai pelayanan rumah sakit tersebut, baik atau buruk akan mempengaruhi harapan dari pasien rumah sakit. (6) Past experience adalah pengalaman masa lalu dari pasien terhadap pelayanan rumah sakit, akan mempengaruhi harapan pasien terhadap pelayanan rumah sakit tersebut selanjutnya. (7) Situasional factors adalah segala situasi yang mempengaruhi kinerja jasa, diluar kendali penyedia jasa, yakni rumah sakit. Biasanya jika hari senin dan kamis RSUD dr.Abdul Aziz mengalami peningkatan kunjungan, maka pada hari tersebut pasien akan menurunkan harapannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.

6. Tahapan Perkembangan Konsep Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan

Ada 5 tahap perkembangan konsep mutu. Tahap pertama dikenal sebagai era Tanpa mutu. Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan (monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai. Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.

(29)

Kedua, era Inspeksi (Quality by Inspection). Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.

Tahap ketiga, dikenal sebagai Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik). Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.

Tahap keempat, Quality Assurance Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan pemasok (supplier). Konsep biaya mutu

(30)

mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.

Tahap kelima, dikenal sebagai Strategic Quality Management /Total Quality Management. Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.

2.3.6 Mengukur dan Menilai Mutu Pelayanan Kesehatan 1. Standar , Standar Pelayanan Kesehatan, Protokol, SOP

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah bila pelayanan tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada. Suatu standar pelayanan haruslah valid, artinya ada kaitan yang kuat antara standar dengan hasil yang diinginkan. Apa yang tercantum dalam standar

(31)

pelayanan harus realistis, artinya tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan oleh petugas.

Untuk dapat melakukan pendekatan penjaminan mutu dalam pelayanan kesehatan, maka perlu dipahami apa yang dimaksud dengan standar. Berdasarkan batasan yang dikemukakan oleh para ahli, dapat dijelaskan bahwa standar menunjuk pada tingkat ketercapaian ideal yang diinginkan dan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Dalam pelayanan, standar harus berkembang sesuai dengan konsep Kaizen (continuous improvement), artinya jika suatu standar yang sudah ditetapkan tercapai dengan baik, maka standar harus terus ditingkatkan sehingga ketercapaian ideal dapat diwujudkan.

Pernyataan suatu standar yang ideal harus memenuhi unsur-unsur berikut.

1.) Audience, yaitu subjek harus melakukan sesuatu atau pihak yang harus melaksanakan dan mencapai isi standar.

2.) Behaviour, yaitu apa yang harus dilakukan, diukur, dicapai, atau dibuktikan.

3.) Competence,yaitukompetensi/kemampuan/spesifikasi/target atau kriteria yang harus dicapai.

4.) Degree, yaitu tingkat/periode/frekuensi atau waktu yang dibutuhkan.

Standar dapat dibedakan atas:

(32)

Standar masukan dapat berupa tenaga, peralatan, fasilitas, sumber dana, bahan, organisasi, dsb. Misalnya syringe dan jarum steril untuk setiap kegiatan imunisasi di suatu Puskesmas tersedia dalam jumlah yang cukup.

2.) Standar proses

Standar proses berfokus pada interaksi profesi dengan pasien/konsumen/masyarakat dan digunakan untuk menilai pelaksanaan proses pelayanan kesehatan dan merupakan kinerja pelayanan kesehatan. Standar proses biasanya dinyatakan sebagai kebijaksanaan atau prosedur kerja, misalnya petugas puskesmas yang ditunjuk melakukan imunisasi ECG harus melakukan imunisasi dengan cara intradermal.

3.) Standar keluaran

Standar keluaran merupakan ketentuan ideal yang menunjuk pada hasil langsung palayanan. Misalnya, target pencapaian imunisasi BCG untuk bayi di Puskesmas Selangit pada tahun 2009 sebesar 90% dari jumlah populasi yang ada.

4.) Standar hasil

Standar hasil merupakan ukuran hasil intervensi pelayanan kesehatan terhadap konsumen/pasien/masyarakat.

(33)

Standar ini biasanya ditentukan oleh pihak ketiga, bukan oleh pemberi pelayanan atau sarana pelayanan kesehatan. Misalnya, tingkat kepuasan pasien di Puskesmas Sukamaju pada tahun 2009 adalah sebesar 80%.

Dalam rangka memandu petugas agar tetap mematuhi standar pelayanan kesehatan yang ada, maka diperlukan pedoman pelaksanaan. Pedoman ini biasa disebut dengan protocol, prosedur tetap (protap), atau standard operating procedur (SOP), yaitu suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan digunakan sebagai panduan/pedoman pada saat menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Dalam menetapkan standar, perlu diingat bahwa setiap orang termotivasi untuk memenuhi standar, standar harus mudah dimengerti dan dipahami, serta harus ada tolak ukur terhadap penyimpangan standar.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan pada prinsipnya membandingkan pelayanan kesehatan terhadap Standar yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum dilakukan pengukuran mutu. Pada awal upaya pengukuran mutu Donabedian (1980) mengusulkan tiga kategori terhadap mana pelayanan kesehatan dapat digolongkan, yaitu :

(34)

Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan dari sistem, kadang-kadang disebut juga sebagai Masukan atau Struktur. Termasuk kedalamnya antara lain hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas. Standar Struktur merupakan ‘rules of the game’.

2.) Standar Proses

Standar proses adalah yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja.

3.) Standar Luaran

Standar luaran atau ‘outcome’ adalah hasil akhir atau akibat dari pelayanan kesehatan. Standar luaran akan menunjukkan apakah pelayanan kesehatan berhasil atau gagal. Setiap orang atau kelompok yang berkepentingan akan menilai mutu pelayanan kesehatan berdasarkan Standar Pelayanan Kesehatan dan Kriteria yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu

(35)

diketahui siapa yang menyusun Standar Pelayanan Kesehatan, sebagai berikut :

(1.)Perorangan

Profesi kesehatan, petugas kesehatan, pasien dan keluarganya

(2.)Kelompok

Kelompok profesi kesehatan, organisasi profesi kesehatan, Lembaga Konsumen, LSM, Masyarakat, politisi, Asuransi Kesehatan, Komite Akreditasi

(3.)Otoritas Kesehatan

Tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional dan Internasional (WHO)

2. Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan

Indikator adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan dengan standar atau adalah Ukuran Kepatuhan Terhadap Standar yang Telah ditetapkan. Indikator dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Indikator harus valid, reliable, jelas, realistic, dan dapat diukur. Indikator terdiri atas:

1.) Indikator persyaratan minimal

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan, standar lingkungan, dan standar proses. Indikator ini meliputi indikator masukan, indikator lingkungan, dan indikator proses. Indikator masukan merupakan tolak ukur yang menunjuk pada ukuran sumber daya manusia (tenaga

(36)

pelaksana), sarana dan alat yang tersedia, serta dana (budget) yang mendukung untuk pelaksanaan kegiatan. Indikator lingkungan merupakan tolak ukur tentang organisasi, kebijakan, dan manajemen dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut. Indikator proses adalah tolak ukur yang menunjuk pada ukuran standar proses yang dimaksud.

2.) Indikator penampilan minimal

Indikator penampilan minimal (output indicator) yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan kesehatan. Indikator ini menunjuk pada keluaran minimal berdasarkan standar yang ada. Misalnya, presentasi ibu yang mengerti kapan dan di mana imunisasi berikutnya bisa ia dapatkan.

3. Ukuran Mutu Pelayanan Kesehatan

Dalam mengukur mutu atau menilai mutu pelayanan kesehatan, perlu dilakukan analisis penyebab masalah, apakah terletak pada masukan atau proses, termasuk sikap dan perilaku pelanggan (internal atau eksternal) untuk selanjutnya dilakukan tindakan koreksi yang mengatasi masalah melalui penyebab yang ada.

Tindakan koreksi yang dilaksanakan haruslah dilaksanakan berdasarkan penyebab masalah yang ditemukan. Penyebab masalah dapat saja terletak pada pengetahuan, sikap dan perilaku petugas

(37)

kesehatan (provider), kelemahan sistem yang dianut, dan sebagainya. Tindakan koreksi yang dilaksanakan harus ditindak lanjuti dengan mengadakan evaluasi berikutnya. Ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan berhasil atau tidak. Ada beberapa ukuran mutu pelayanan yang harus dievaluasi, yaitu:

1.) Proses Pelayanan Sesuai Prosedur Pelayanan Yang Standar (1.)Petugas Pelayanan memiliki Kompetisi yang

diperlukan

(2.)Pelaksanaan Pelayanan di dukung teknologi, sarana dan prasarana yang memadai.

(3.)Tidak bertentangan dengan kode etik. (4.)Dapat memuaskan pelanggan.

(5.)Memuaskan petugas pelayanan.

(6.)Pelaksanaan pelayananan mendapatkan keuntungan bagi lembaga penyedia pelayanan.

4. Teknik Pengukuran Mutu

Setelah penyusunan layanan standar kesehatan dan criteria selesai, selanjutnya adalah pembahasan bagaimna cara pemantauannya. Apabila kriterianya rumit akan diperlukan suatu tehnik pengukuran yang lebih kompleks.

Mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui tiga cara, yaitu pengukuran mutu prospektif, pengukuran mutu retrospektif, pengukuran mutu konkuren.

(38)

Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu,pengukurannya akan ditujukan terhadap struktur atau masukan layanan kesehatan dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan suatu layanan kesehatan yang bermutu seperti :

(1.)Pendidikan profesi kesehatan

Pendidikan profesi layanan kesehatan ditujukan untuk menghasilkan profesi layanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan,keterampilan dan perilaku yang dapat mendukung layanan kesehatan yang bermutu.

(2.)Perizinan atau licensure

Perizinan merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan kesehatan. SID (surat ijin dokter) dan SIP (surat ijin praktek) yang diberikan merupakan suatu pengakuan bahwa seorang dokter telah memenuhi syarat untuk melakukan profesi dokter. Demikian pula dengan profesi lain, harus mempunyai ijin keja sesuai dengan profesinya. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain akan mendapat ijin operasional setelah emmenuhi persyaratan tertentu dan ijin itu harus diperbarui dalam kurun waktu tertentu. Mekanisme perijinan belum menjamin sepenuhnya

(39)

kompetensi profesi layanan kesehatan yang ada atau mutu layanan kesehatan fasilitas layanan kesehatan tersebut. (3.)Standarisasi

Dengan menerapkan standarisasi seperti standarisasi peralatan, tenaga, gedung, system,organisasi,anggaran dll, setiap fasilitas layanan kesehatan yang memiliki standar layanan yang sama dapat menyelenggarakan layanan kesehatan yang sama mutunya. Standarisasi dapat membangun klasifikasi layanan kesehatan. Contohnya standarisasi layanan rumah sakit akan mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit kedalam berbagai kelas tertentu,misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D, rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B

(4.)Sertifikasi

Sertifikasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai dokter spesialis adalah contih sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen kesehatan dan/atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh pendidikan profesi.

(5.)Akreditasi

Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Indonesia telah melakukan akreditas rumah sakit umum melalui oleh

(40)

depatemen kesehata. Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya bukan pada kinerja penyelengaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu kekurangan pengukuran mutu dengan cara prospektif.

2.) Pengukuran mutu retrospektif

Merupakan suatu pengukuran layanan mutu kesehatan yang dilakukan setelah penyelengaraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan. Pengukran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan berikut :

(1.)Penilaian rekam medik

Pemeriksaan dan penilaian catatan rekam medic atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medic pasien atau catatn lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan. Informasi telah tersedia dan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan dengan mudah melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Karena penilaian didasarkan pada catatan, catatan itu harus dapat dipercaya dan akurat. Catatan yang tidak lengkap dan tidak akurat akan menghasilkan pengukuran yang tidak akurat pula. Kadang catatn yang baik tidak berkaitan dengan standar layanan

(41)

kesehatan yang diberikan. Layanan kesehatan justru terlalu buruk karena banyak waktu yang digunakanoleh petugas kesehatan untuk membuat layanan pencatatan yang lengkap.

Keuntungan dari audit adalah pencatatan sudah tersedia audit akan mendorong untuk melakukan pencatatan yang baik dan akurat. Sedangkan kerugiannya adalah pencatatan yang tidak lengkap dan tidak akurat menimbulkan pengukuran yang tidak akurat dan jika waktu terlalu banyak digunakan untuk pencatatan makan dapat terjadi waktu yang tersedia untuk melayani pasien akan berkurang.

(2.)Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pasien dan atau keluarga,teman,petugas kesehatan. Bergantung pada criteria yang akan dinilai,wawancara dapat terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara yang terstruktur terdiri dari pertanyaan yang sudah mempunyai jawaban mis, apakah ada pilihan menu jawabannya ya atau tidak. Berapa menu yang dipilih jawab dengan angka.Keuntungan dari wawancara ;

(42)

1.) Dengan wawancara, pertanyaan akan lebih jelas dan dimengerti sehingga jawabannya pun jelas

2.) Dapat memastikan bahwa pasien yang akan memberikan informasi

3.) Pasien merasa terlibat di layanan kesehatan

4.) Pasien mempunyai kesempatan untuk melontarkan persoalan yang terlupakan dalam menyusun wawancara

Kerugian dari wawancara adalah sebagai berikut:

1.) Pasien merasa sulit memberikan jawaban yang yang negative

2.) Wawancara membutuhkan waktu sehingga biaya mahal 3.) Pewawancara secara tidak sadar dapat dipengaruhi oleh

jawaban yang diberikan pasien (3.)Pembuatan kuesioner

Merupakan salah satu tehnik yang biasa digunakan dalam jaminan mutulayanan kesehatan. Sayangnya kuosioner tidak sesuai dengan keadaan atau kelompok pasien. Keuntungannya adalah :

1.) Mudah disebarkan kepada kelompok sasaran dari tempat jauh

2.) Hemat waktu dan biaya

3.) Setiap penerima kuesioner dapat pertanyaan yang sama

Kekurangannya adalah:

1.) Jika pertanyaan tidak jelas maka jawaban yang diberikan menjadi tidak akurat

(43)

2.) Corak atau gaya pertanyaan dapat mengarahkan jawaban responden

3.) Tingkat pengendalian kuosioner rendah (4.)Penyelengaraan pertemuan

Keuntungannya adalahm melibatkan semua orang yang relevan, memeriksa semua aspek kriteria dengan luwes. Kerugiannya adalah memerlukan waktu lama, mengabunggkan semua pendapat orang terkait, dan esulitan menyimpulkan hasil diskusi

2.) Pengukuran mutu konkuren

Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan selama kegiatan layanan kesehatan dilangsungkan. Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang dilengkapi dengan rekam medic, wawancara dengan pasien, keluarga, petugas kesehatan dan mengadakn pertemuan. Pengamatan langsung dapat dilakukan dengan persyaratan pengamat :

(1.)Mengerti terhadap apa yang akan diamati (2.)Harus low profile, tidak sok pintar

(3.)Mempunyai latar belakang yang berhubungan dgn apa yng diamati

(4.)Dapat bersifat objektif

Keuntungan dari pengamatan langsung adalah lebih cepat. Sedangkan kerugiannya adalah terjadinya perilaku pura-pura atau kepastian, perlu keputusan tentang berapa kali pengamatn harus dilakukan, dan pencatatan kurang akurat

(44)

5. Langkah Pengukuran Mutu

Pengukuran mutu tidak bermanfaat jika tidak dilakukan tindak lanjut. Penggunaan informasi mengenai kesenjangan antara standar layanan kesehatan dengan kenyataan layanan kesehatan yang ada untuk tindak lanjut disebut sebagai suatu kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan. Di bawah ini merupakan langkah-langkah pengukuran mutu :

1) Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang yang secara berkala melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Bekerja dalam kelompok pasti ada untung ruginya. Keuntungannya adalah dapat menyatukan pandangan atau pendapat yang berbeda, sedangkan kerugiannya berhubungan dengan kesulitan yang terjadi dalam membuat orang untuk dapat bekerja sama dengan efektif ditentukan dari :

(1)Berapa besarnya kelompok.

(2)Siapa yang akan menjadi anggota kelompok. (3)Keefektifan kelompok.

(4)Pertemuan atau rapat kelompok. 2) Penyusunan standar layanan kesehatan. 3) Pemilihan tehnik pengukuran mutu.

4) Pengukuran mutu layanan kesehatan dengan cara membandingkan standar layanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.

(45)

1. Pengertian Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)

Program menjaga mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif, dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

2. Batasan Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)

Batasan program menjaga mutu mencakup tiga rumusan utama, yakni:

1.) Menetapkan masalah mutu dan penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan

2.) Menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia 3.) Menilai hasil yang dicapai

3. Tujuan Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)

1.) Menyusun standar untuk pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan yang bermutu.

2.) Menetapkan standar kinerja petugas layanan kesehatan yang lebih baik.

3.) Menentukan instrumen yang sensitif untuk menilai kinerja petugas layanan kesehatan dalam proses kegiatan pemberian layanan kesehatan.

4.) Memilih indikator yang sensitif dan valid untuk secara terus-menerus memantau dan mengevaluasi, serta

(46)

mengawasi kemajuan dan outcome layanan kesehatan dan dampaknya pada kesehatan masyarakat.

5.) Melihat kekurangan yang ada dalam proses pelayanan dan berusaha memperbaiki.

6.) Melakukan pemrograman (pemrograman kembali jika diperlukan), pemantauan dan pengevaluasian bergabai kegiatan layanan kesehatan untuk mencakup semua hal tersebut diatas kedalam keseluruhan proses perencanaan. 7.) The American Hospital Association mengemukakan bahwa

tujuan QA adalah upaya untuk identifikasi dan memecahkan masalah dalam pemberian pelayaan kepada pasien dan mencari atau memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan mutu pelayanan secara terpadu.

8.) Dapat melindungi pelaksana pelayanan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.

4. Manfaat Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)

Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:

1.) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan

(47)

dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.

2.) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.

3.) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

4.) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.

Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik,

(48)

tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .

5. Sasaran Quality Assurance

Sasaran mutu merupakan suatu pernyataan yang harus ditetapkan dalam rencana mutu proyek (RMP) maupun rencana mutu kontrak (RMK) sebagai suatu bentuk komitmen pencapaiannya kinerja yang terukur dalam penerapan sistem manajemen mutu.

Sasaran mutu tersebut harus dicantumkan dalam dokumen RMP maupun RMK sebagai upaya untuk mengkomunikasikan kepada setiap personil yang terlibat dalam pelaksanaan proyek, agar mereka memiliki tanggungjawab dalam keterlibatannya untuk mencapai jaminan mutu tersebut dalam pelaksanaan proyek. Secara umum sasaran mutu harus dinyatakan dalam bentuk target-target yang direncanakan bagi pelaksanaan proyek, terutama yang terkait dengan

(49)

kendala keterbatasan biaya, mutu dan waktu (BMW) pelaksanaan proyek. Adapun kriteria bagi penetapan sasaran mutu adalah kegiatan apa saja yang dapat diukur terkait dengan sistem manajemen mutu, misalnya: perolehan laba, target pemasaran, target pelaksanaan pelatihan, target perolehan omzet, efisiensi kinerja, tingkat kedisiplinan pegawai dan sebagainnya.

Sasaran mutu sebaiknya dibuat secara sistematis, mudah dipantau, sehingga apabila di suatu saat terjadi perubahan program atau kontrak karena suatu kondisi tertentu dalam pelaksanaan proyek, maka RMK atau RMP harus dikaji ulang dan direvisi, dan ditetapkan sasaran mutu yang baru atau diperbaiki. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat sasaran mutu harus memenuhi persyaratan dalam peristilahan kata: SMART yang selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

1.) Simple, yaitu sederhana dan mudah dimengerti. 2.) Measurable, yaitu dapat diukur pencapaiannya. 3.) Applicable, yaitu dapat diaplikasikan sesuai dengan

kemampuan yang ada.

4.) Reasonable, yaitu memiliki alasan yang jelas bagaimana.

5.) Sasaran tersebut digunakan dan diterapkan.

6.) Timely, yaitu waktu pencapaiaanya jelas, ada batasan waktu yang ditentukan.

(50)

Quality assurance tugasnya memahami kostumer dan standar atau yang berhubungan dengan produk, kemudian membuat/ menentukan cara inspeksinya (berupa prosedur) dan mendokumentasikan hasil inspeksinya (manufacturing data report). Dalam proyek juga dikenal adanya Project Quality Management yang terdiri dari beberapa aktivitas, antara lain:

1.) Quality Planning, mengidentifikasi standar kualitas untuk pelaksanaan proyek dan bagaimana memenuhinya.

2.) Perform Quality Assurance, mengimplementasikan rencana jaminan kualitas agar proyek memenuhi semua requairement.

3.) Perform Quality Control, memonitor hasil pelaksanaan proyek apakah memenuhi standar kualitas atau tidak.

7. Kegiatan Pelaksanaan/ Proses Quality Assurance

Input merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk pelaksanaan aktivitas proses. Input dapat berupa bahan mentah, produk dan servis yang dihasilkan oleh bagian lain dalam sistem. Contoh: Dalam sistem penyembuhan malaria, input meliputi obat antimalaria dan pekerjaan kesehatan terlatih. Bagian lain dari sistem yang menyediakan kedua input ini adalah: subsistem logistik dan pusat pelatihan

(51)

2.3.8 Konsep Program Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)

1. Pengertian dan Batasan TQM

Konsep manajemen mutu terpadu (Total Quality Management/ TQM) merupakan pendekatan manajemen untuk memadukan upaya-upaya pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan peningkatan mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi untuk menghasilkan produk yang paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan konsumen.

Pada konsep TQM ini sudah melibatkan semua jajaran organisasi dan seluruh anggota organisasi, serta lebih menekankan pada terlibatnya unsur-unsur manajer mulai dari atas (top manager) sampai manajer paling bawah (lower manager). Terdapat 3 kata kunci dalam manajemen mutu terpadu (TQM), yaitu:

1) Terpadu (total), berarti mutu menjadi bagian integral dari setiap fase atau proses dalam organisasi, dengan tumbuhnya saling keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. 2) Mutu (quality), yaitu inti dari TQM. Apabila kita

mengadopsi TQM, maka mutu didasarkan kepada kebutuhan pelanggan, bukan atas dasar ukuran atau parameter dari suatu produk. Mutu dirancang ke dalam produk dari proses, mutu mengalir dari proses, dan membudaya dalam organisasi. Mutu bukan hasil dari pengawasan atau memperbaiki kesalahan.

(52)

3) Manajemen, adalah bagian yang penting sekali dari konsep TQM, oleh karena itu dorongan untuk TQM harus datang dari unsur pimpinan puncak.

2. Prinsip Dasar TQM

Dalam pelaksanaan TQM, dikenal beberapa prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh manajemen. Prinsip-prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pelanggan.

2) Melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan dalam seluruh proses dan output organisasi. 3) Mengambil langkah-langkah untuk melibatkan seluruh

karyawan dalam upaya memperbaiki mutu.

3. Karakteristik Utama TQM

Goetsch dan Davis mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) TQM, sebagai berikut:

1) Fokus pada Pelanggan

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

(53)

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. 3.) Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

4.) Komitmen Jangka Panjang

TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5.) Kerjasama Team (Teamwork)

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

(54)

6.) Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.

7.) Pendidikan dan Pelatihan

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

8.) Kebebasan Yang Terkendali

Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan

(55)

yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. 9.) Kesatuan Tujuan

Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.

10.) Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.

4. Kewajiban Pelaksanaan TQM

Menurut pakar mutu Deming, dalam pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) terdapat 14 butir kewajiban, yaitu :

1.) Peningkatan produk dan jasa merupakan tujuan yang secara terus-menerus hendak dicapai. Mutu bukan tujuan sementara dan untuk meningkatkannya perlu kesepakatan manajemen.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum tujuan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kondisi pelayanan PT Aseli Dagadu Yogya terhadap kepuasan konsumen dalam membeli Sedangkan tujuan lain dari

Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa gen CYP2a6 berfungsi sebagai enzim yang memetabolisme nikotin menjadi kotinin sehingga menurunkan kadar nikotin dalam darah

Manakah grafik yang menyatakan hubungan antara beda potensial dengan kuat arus listrik untuk kawat

Setiap individu memiliki potensi dasar, mental yang berkembang dan dapat dikembangkan. Potensi dasar itu meliputi minat, dorongan ingin tahu, dorongan ingin

- Pemeriksaan Kesehatan Ibu satu kali kunjungan - Pemeriksaan kesehatan anak satu kali kunjungan - Pemeriksaan kesehatan bayi untuk satu kali kunjungan -

perbandingan daya output dengan energi input yang diperoleh dari irradiance matahari. dikali luas permukaan

Kelayakan teknologi berhubungan dengan ketersediaan software dan hardware yang digunakan, adanya hardware dan penerapan aplikasi multimedia pada teknologi, adanya software

“A da beberapa kendala yang masih dikeluhkan dalam menjalankan usaha koperasi yakni masalah permodalan, masih lemahnya sistem manajemen yang digunakan, penurunan