• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODOLOGI

4.2 Bentuk Profil Pantai

4.3.1 Karakteristikgelombanglaut lepas

Perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut lepas (Lampiran 9 dan 10) dilakukan dengan menggunakan data panjang fetch dan kecepatan angin. Karena pantai lokasi penelitian merupakan pantai barat, maka dalam perhitungan tinggi gelombang digunakan panjang fetch dari arah barat laut (63.000 m), barat (100.000 m) dan barat daya (79.000 m).

Tinggi dan periode gelombang pada kedalaman 20 m selama tahun 1990-2008 diperlihatkan pada Gambar 21 dan 22. Hasil perhitungan tersebut diringkaskan seperti diperlihatkan pada Tabel 6 dan Gambar 23. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa tinggi gelombang yang terjadi selama tahun 1990-2008 berkisar antara 0.26-2.78 m, sedangkan periode gelombang berkisar antara 3.06-7.26 detik. Tinggi dan periode gelombang yang terjadi di lokasi penelitian selama 19 tahun sangat bervariasi.

Tinggi gelombang dominan berada pada kisaran 0.40-0.59 m (46.05%) dan kemudian pada kisaran 0.60-0.79 m (32.37%). Sedangkan arah gelombang dominan dari arah barat (43.48%), barat laut (28.93%) dan barat daya (27.59%), seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Tinggi gelombang rata-rata bulanan yang terjadi umumnya lebih besar pada bulan Desember sampai Februari (musim barat) dibandingkan pada bulan Juni sampai Agustus (musim timur), kecuali pada tahun 2007 tinggi gelombang rata-rata bulanan terbesar pada bulan Juni separti diperlihatkan pada Gambar 23. Tinggi gelombang yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi angin musiman di Selat Makassar. Kecepatan dan arah angin di Selat Makassar dipengaruhi oleh sistim angin muson yang selalu berubah tergantung pada musim. Perubahan sistim angin muson di sebabkan oleh posisi matahari yang melintasi equator dua kali setiap tahun (Wrytki 1961).

Berdasarkan letak geografis daerah penelitian yang menghadap ke barat, pantai di daerah tersebut dapat diterjang oleh hempasan gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang berhembus dari Selat Makassar, terutama pada saat angin dari arah barat daya, barat dan barat laut. Di sekitar daerah penelitain terdapat beberapa pulau yang umumnya terletak di sebelah barat laut lokasi penelitian. Keberadaan pulau tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang

gelombang sehingga gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan bergerak menuju ke pantai dapat tertahan oleh pulau tersebut. Karena letak pulau-pulau tersebut berada di sebelah barat laut, gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang bersal dari arah barat laut umumnya lebih kecil dari pada gelombang yang berasal dari barat dan barat daya.

Gambar 21 Tinggi gelombang harian selama tahun 1990-2008.

58

Tabel 6 Presentase tinggi dan arah gelombang laut pada kedalaman 20 m selama tahun 1990-2008 Arah Gelombang (dari) Tinggi Gelombang (m) 0-0,19 0.20-0.39 0.40-0.59 0.60-0.79 0.80-0.99 >= 1.00 Total Barat Laut 0.02 2.62 13.89 6.00 3.69 2.70 28.93 Barat 0.10 1.38 18.77 15.68 4.37 3.19 43.48 Barat Daya 0.00 0.91 13.39 10.69 1.96 0.64 27.59 Total 0.12 4.92 46.05 32.37 10.03 6.53 100 (a) (b)

Gambar 23 Tinggi dan periode gelombang bulanan (a) tahun 1990-1999, (b) tahun 2000-2008.

4.3.2 Transformasigelombang

Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka perhitungan transformasi gelombang dilakukan dalam tiga arah yaitu arah barat daya, barat dan barat laut. Pada saat gelombang merambat dari arah barat daya, terlihat adanya perubahan garis ortogonal gelombang yaitu arah perambatan gelombang yang membelok ke kiri dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai (Gambar 24a), pada saat gelombang berasal dari arah barat, arah perambatan gelombang pada umumnya lurus menuju ke pantai (Gambar 24b) kecuali pada pantai Tanjung Bunga (lokasi F dan G), dan di sekitar muara bagian selatan (lokasi C dan D) arah gelombang cenderung mengumpul (Gambar 24d). Pada saat gelombang berasal dari arah barat daya arah perambatan gelombang membelok ke kanan dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai (Gambar 24c).

Perubahan arah gelombang terutama terjadi pada saat gelombang sudah dekat dengan pantai. Perubahan arah gelombang disebabkan oleh pengaruh refraksi karena adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang. Perbedaan kecepatan gelombang terjadi di sepanjang garis muka gelombang yang bergerak membentuk sudut terhadap garis pantai. Gelombang yang berada pada laut yang lebih dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang yang berada pada laut yang lebih dangkal (USACE 2003a).

Perubahan arah gelombang menyebabkan terjadinya pengumpulan garis arah gelombang (konvergensi) pada garis pantai yang menjorok ke laut dan terjadi penyebaran (divergensi) pada garis pantai yang menjorok ke darat. Konvergensi gelombang terjadi pada lokasi C, D, E dan F. Pantai yang mempunyai kelerengan lebih curam (pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga) tinggi gelombang yang terjadi lebih besar dari pada pantai yang mempunyai kelerengan landai (pantai Barombong).

60

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 24 Proses refraksi gelombang yang menuju pantai (a) arah gelomabng dari barat laut, (b) dari barat, (c) dari barat daya dan (d) dari barat yang diperbesar pada lokasi C dan D.

Pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju ke pantai, tinggi gelombang tersebut mula-mula mengalami penurunan di perairan transisi dan di perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar secara perlahan hingga mencapai tinggi maksimum saat gelombang pecah. Penurunan tinggi gelombang mulai terjadi pada kedalaman 10 m kemudian pada kedalaman 5 m tinggi gelombang mulai membesar sampai pecah, dan tinggi gelombang berkurang secara drastis hingga bernilai nol pada garis pantai seperti diperlihatkan pada Gambar 25.

Perubahan tinggi gelombang yang terjadi selama menjalar dari laut lepas ke pantai disebabkan oleh pengaruh shoaling dan refraksi karena adanya perubahan kedalaman laut (USACE 2003a). Hasil ini menunjukkan adanya kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balas dan Inan (2002) di pantai Turki

0.8 0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 1 1.02 1.04 A B C D E F G A B C D E F G 25 23 20 10 5 25 23 20 10 5 25 23 20 10 5 A B C D E F G C D

yaitu pada saat gelombang tiba di pantai, tinggi gelombang mengalami peningkatan sampai gelombang pecah. Perbedaan model ini dengan model yang dibuat oleh Balas dan Inan (2002) adalah model ini menggunakan persamaan CEM yang dibangun oleh US Army Corps of Engineers sedangkan dalam model Balas dan Inan (2002) menggunakan persamaan Mild Slopes.

(a)

(b)

(c)

Gambar 25 Perubahan tinggi gelombang dari laut lepas sampai pada saat gelombang pecah, (a) i = 250, (c) i = 630 dan (c) i = 940.

62

Gelombang yang bergerak dari laut lepas menuju ke pantai akan mengalami perubahan tinggi dan arah karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut lepas bentuk gelombang adalah sinusoidal, pada saat gelombang memasuki perairan dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang menjadi semakin landai. Pada suatu kedalaman tertentu puncak gelombang semakin tajam sehingga tidak stabil dan pecah. Setelah pecah gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin berkurang. Pada saat gelombang mengalami proses transformasi, selain terjadi perubahan tinggi gelombang juga terjadi perubahan arah gelombang. Tinggi dan arah gelombang di daerah pantai sangat penting dalam menentukan laju angkutan sedimen di daerah pantai dan perubahan garis pantai (Ashton & Murray 2006 ).

Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah yang diperlihatkan pada Gambar 26 dilakukan dengan menggunakan tinggi gelombang laut lepas: H0 = 0.69, H0 = 0.98 dan H0 = 1.56 m. Hasil perhitungan diperoleh bahwa untuk input H0 = 0.69 m, tinggi gelombang pecah yang diperoleh berkisar antara 0.77-0.79 m, untuk input H0 = 0.98 m tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara 1.18-1.21 m, untuk input H0 = 1.56 m tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara 1.86-1.94 m.

Gambar 26 Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai dengan tinggi gelombang laut lepas (H0) yang berbeda.

Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah, secara umum menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdallah

et al. (2006) yang mengamati transformasi gelombang di Tanjung Rosetta, Teluk Abu-Qir. Tinggi gelombang pecah pada kedua sisi Tanjung Rosetta hampir sama. Untuk tiggi gelombang laut lepas 1 m, gelombang pecah terjadi pada kedalaman air sekitar 1.7 m dengan tinggi gelombang pecah 1.5 m. Dalam penelitian ini model transformasi gelombang menggunakan persamaan CEM (USACE 2003a) dan kriteria gelombang pecah menggunakan persamaan Horikawa (1988), sedangkan pada model Abdallah et al. (2006) menggunakan program ACES.

Jarak gelombang pecah ke garis pantai (surf zone) tergantung pada tinggi gelombang yang datang dan kelerengan pantai. Semakin tinggi gelombang yang datang, semakin lebar surf zone dan semakin kecil kelerengan pantai, semakin lebar surf zone. Jarak gelombang pecah ke garis pantai diperlihatkan pada Gambar 27.

Lokasi gelombang pecah terhadap garis pantai bervariasi sebagai fungsi dari posisi. Gelombang yang lebih besar bergerak menuju pantai cenderung pecah lebih jauh dari garis pantai dibandingkan dengan gelombang yang kecil (Thornton & Guza 1983). Hal ini mungkin disebabkan karena semakin besar gelombang laut lepas yang bergerak menuju pantai semakin besar pula gelombang pecah dan semakin besar kedalaman laut dimana gelombang tersebut pecah.

Lebar surf zone untuk tinggi gelombang H0 = 1.56 m lebih besar dari pada H0 = 0.69 dan H0 = 0.98 m. Untuk tinggi gelombang laut lepas H0 = 0.69 m, lebar surf zone berkisar antara 170-790 m, untuk tinggi gelombang laut lepas Ho = 0.98 m, lebar surf zone berkisar antara 245-840 m dan untuk H0 = 1.56 m, berkisar antara 275-880 m. Pada Gambar 25 terlihat bahwa lebar surf zone pada lokasi C, D dan E lebih besar dari pada lokasi A, B, F dan G. Hal ini disebabkan karena kelerengan pantai pada lokasi C, D dan E lebih landai dibandingkan pada lokasi A, B, F dan G.

64

Gambar 27 Jarak gelombang pecah dari garis pantai dengan tinggi gelombang laut lepas (H0) yang berbeda.

Dokumen terkait