• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARANG PAN I 2: KARANG PAN II 3: ALGA PAN I 4: ALGA PAN

Bahan pencemar

1: KARANG PAN I 2: KARANG PAN II 3: ALGA PAN I 4: ALGA PAN

1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4

Gambar 4.23 Gambaran hasil simulasi kondisi terumbu karang di Pulau Panjurit Stasiun Penelitian I dan II

Tutupan karang hidup yang mengalami penurunan di PAN I kemungkinan di sebabkaan oleh substrat dasar yang tidak sesuai, dimana substrat dasar berupa pasir dan keberadaan arus permukaan dan bawah air yang sangat kuat sehingga planula karang tidak dapat menempel, sedangkan untuk PAN II kemungkinan penurunan keberadaan logam berat Pb yang berada di atas baku mutu dan juga jangkar kapal masyarakat, terlihat jelas dengan banyak ditemukannya Rubble di PAN II.

Pembahasan

Secara umum kondisi terumbu karang di Perairan Bakauheni berkisar buruk (0-24.9%) sampai sangat baik (75-100%). Kondisi sangat baik ditemukan di stasiun penelitian RB II dengan persentase rata-rata tutupan karang sebesar 84.34%, cukup baik ditemukan di KD I (50.71%) dan PAN II (56.78%), cukup ditemukan di RB I (29.17%) dan KD II (32.44%), dan buruk ditemukan di PAN I (17.83%). Berdasarkan kriteria standar kesehatan karang yang ditetapkan oleh Zamani dan Maduppa (2012), kondisi terumbu karang di stasiun penelitian RB I dan PAN II dikategorikan dalam kondisi cukup dan cukup baik, tetapi dilihat dari beberapa ciri-cir lain yang ditemukan mengindikasikan bahwa kondisi karang di kedua stasiun penelitian tersebut dalam kondisi rusak. Beberapa ciri yang mengindikasikan terjadinya kerusakan terumbu karang di RB I dan PAN II antara lain banyak ditemukannya karang mati (Dead Coral), karang mati oleh alga (Dead Coral Alga), alga, patahan karang (rubble), lumpur (silt), pasir (sand), dan rendahnya keanekaragaman karang yang juga menjadi indikator kesehatan karang seperti massive dan branching.

Hasil analisis klaster (Gambar 4.18 dan 4.19 ) yang telah dilakukan menjelaskan bahwa kondisi kualitas air di Perairan Bakauheni belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap kerusakan terumbu karang di

perairan tersebut. Kerusakan terumbu karang di beberapa stasiun penelitian seperti PAN I, RB I, dan PAN II diduga disebabkan oleh adanya faktor lain di lingkungan seperti substrat dasar perairan, kebisingan/getaran, dan pola arus. Pola arus yang kencang dengan substrat dasar berupa pasir (S) dan silt (SI) dapat menyebabkan rataan permukaan karang tertutup sedimen sehingga menyebabkan kematian. Menurut Nybakken (1988) dan Suharsono (1998) bahwa kondisi arus dan substrat dasar perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang. Kondisi arus yang kencang akan berpengaruh pada suplay oksigen terlarut, membawa makanan, unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh hewan karang dan juga dapat membersihkan permukaan karang dari sedimen. Substrat dasar perairan juga saangat mempengaruhi kondisi terumbu karang, substrat dasar berupa pasir dan lumpur yang tinggi dapat menyebabkan tertutupnya polip karang sehingga hewan karang mengeluarkan energi yang cukup besar untuk menghalau sedimen, selain itu proses fotosintesis yang berfungsi mengahasilan energi terhambat. Persentase substrat dasar dan pola arus yang kencang diduga menjadi penyebab kematian karang di beberapa stasiun penlitian.

Persentase soft coral (SC) yang tinggi di stasiun penelitaian KD II diduga juga menjadi faktor menurunnya terumbu karang walaupun pada dassarnya SC merupakan merupan bagian dalam sebuah ekosistem perairan tetapi dengan pertumbuhan SC yang tinggi juga menjadi suatu faktor pembatas untuk pertumbuhan terumbu karang, persentase SC di KD II sebesar 61.40%. Kelimpahan SC yang tinggi dapat menyebabkan penurunan tutupan terumbu karang, sebagaimana dijelaskan oleh Fox et al (2003) bahwa SC dalam suatu perairan lebih dominan dibandingkan dengan terumbu karang, haltersebut berkaitan dengan kemampuan pertumbuhan SC yang tinggi (>1 cm/bulan) sedangkan pertumbuhan karang keras rata-rata pertumbuhan 1-15 cm/tahun tergantung lifeform karang tersebut. Karang bercabang memliki pertumbuhan 7 cm/tahun sedangkan masif ½ cm/tahun (Nybakken 1998 dan Veron 2000).

Kondisi ikan karang dan biota asosiasi tidak dapat terpisahkan dari keberadaan terumbu karang dalam suatu perairan. Kondisi ikan karang di Pulau Rimaubalak, Kandangbalak, dan Panjurit banyak didominasi oleh famili Pomacentridae dengan jumlah individu yang teridentifikasi sebesar 4709 individu dan Scaridae dengan 158 individu di semua stasiun penelitian, sedangkan untuk famili lainnya sangat sedikit ditemukan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa ikan indikator kesehatan terumbu karang di masing-masing stasiun penelitian ditemukan dalam persen yang rendah berkisar 0-3.13% dan paling tinggi ditemukan di stasiun RB II. Ikan indikator yang cukup tinggi di RB II berkorelasi positif dengan kondisi terumbu karang yang sangat baik di stasiun tersebut.

Biota asosiasi yang teridentifikasi di Perairan Bakauheni didominasi oleh alga dan Acidians, sedangkan untuk Achantaster plancii, bintang laut, bulu babi, karang jamur, kima, nudibranch, sponge dan lili laut ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Pertumbuhan alga dan sponge yang tinggi dapat menyebabkan kematian karang, pertumbuhan alga akan menutupi ratan terumbu karang sedangkan sponge akan menyebabkan timbulnya penyakit pada karang.

Analisis kondisi terumbu karang dengan pendekatan sistem dinamik memperlihatkan adanya penurunan rataan terumbu karang dan peningkatan alga secara tidak signifikan, artinya bahwa kematian karang yang disebabkan oleh pertumbuhan alga masih sangat rendah, selain itu fungsi biota asosiasi dan ikan

karang yang memiliki jumlah paling tinggi masih mampu menekan pertumbuhan alga. Dampak adanya kegiatan manusia seperti pertanian, transportasi laut, domestik belum memperlihatkan adanya akumulasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan kondisi perairan menjadi terganggu, sedangkan kegiatan pembangunan pelabuhan di daerah pesisir menyebabkan terjadinya erosi karena terjadi penebangan hutan mangrove dan penimbunan sehingga diduga terjadi penurunan kecerahan. Menurunya kecerahan terjadi di stasiun RB I dan KD I, dimana posisi kedua stasiun berhadapan langsung dengan kegiatan pembangunan dermaga. Hasil keseluruhan analisis yang telah dilakukan terhadap kondisi terumbu karang dan juga kondisi lingkungan, maka rekomendasi yang disarankan adalah monitoring terumbu karang secara terus menerus dalam upaya pengelolaan dan melakukan transplantasi terumbu karang sebagai upaya pengelolaan terumbu karang yang bekerja sama langsung dengan pemerintah dan masyarakat setempat.

Dokumen terkait