• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Karbon Aktif

Arang aktif atau karbon aktif adalah karbon tak berbentuk yang diolah secara khusus untuk menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar antara 300-2000 m2/gr. Luas permukaan yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon

menyerap (absorb) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurai zat-zat dari liquida (Kirk Orthmer, 1992).

Karbon aktif pertama kali menjadi populer karena penggunaannya sebagai adsorben dalam masker gas pada Perang Dunia I. Penggunaan karbon aktif jenis adsorben uap pertama kali digunakan sebagai masker pelindung gas-gas beracun, dan sekarang banyak dipakai sebagai masker gas pada industri dan militer.. Luas permukaan spesifik karbon aktif berkisar antara 300 sampai 2500 m2/gr. Kuantitas

bahan yang diserap oleh karbon aktif sangat besar, dan uap seperti uap bensin, benzena, dan karbon tetraklorida yang diserapnya dapat mencapai seperempat berat bahkan sama dengan berat adsorbennya. Bahan-bahan yang diserap sangat bergantung pada luas permukaan dan volume pori. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul yang dapat diserap menjadi terbatas, sedangkan jika ukuran partikel tidak menjadi masalah, kuantitas bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan adsorben (Harsanti Dini, 2010). Adapun standar kualitas karbon aktif di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 . Standar Kualitas Karbon Aktif Menurut SNI 06-3730-1995

Uraian Prasyarat Kualitas (%) Butiran Serbuk

Bagian yang hilang pada

pemanasan 950oC Maks. 15 Maks. 25 Konsentrasi air Maks. 4,5 Maks. 15 Konsentrasi abu Maks. 2,5 Maks. 10 Karbon aktif murni Min. 80 Min. 65 Daya serap terhadap larutan I2 Min. 20 Min. 20

Sifat fisika karbon aktif yang paling penting adalah luas permukaan. Aktivasi adalah perubahan fisika dimana perubahan karbon itu menjadi jauh lebih banyak karena hidrokarbonnya disingkirkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan aktivasi. Cara yang paling umum digunakan adalah perlakuan bahan berkarbon dengan gas pengoksidasi seperti udara, uap dan karbonasi bahan baku dengan bahan kimia dengan seng klorida atau asam fospat. Hampir seluruh karbon aktif yang dibuat di Amerika Serikat dibuat dengan

31

metode aktivasi uap pemanas. Metode aktivasi kimia masih banyak digunakan di Eropa dan negara-negara lain (Harsanti Dini, 2010).

2.9 Absorbsi

Absorpsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi pada permukaan yang dapat menyerap. Absorbsi dapat terjadi diantara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair dan zar cair dengan gas.

Absorbsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik kearah dalam (gaya kohesi absorben lebih besar dari gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat yang digunakan sebagai absorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.

Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorbent dengan absorbet, absorbsi dibagi menjadi dua bagian, yaitu absorbsi fisika dan absorbsi kimia. Absorbsi fisika terjadi bila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara absorbet dengan permukaan absorbent, gaya ini disebut gaya Van der Waals. Adsorbsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak (multilayer), dan dapat bereaksi balik (reversible) karena energi yang dibutuhkan relatif rendah.

Absorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul absorbet dengan adsorbent dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat absorbent ini bervariasi tergantung pada zat yang bereaksi. Absorbsi jenis ini bersifat irreversible dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal (monolayer)(Moressi, 1978).

2.10 Porositas

Porositas merupakan satuan yang menyatakan keporian suatu material yang dihitung dengan mencari persen (%) berdasarkan daya serap bahan terhadap air dengan perbandingan volume air yang diserap terhadap volume total sampel. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

% Porositas = (��− ��)

��� ���� � 100% (2.1) dengan: mb = massa basah (gr)

mk = massa kering (gr)

ρ = massa jenis (gr/cm3) Vt = volume total sampel (cm3)

Porositas dapat diatur dengan menambahkan bahan aditif dan bahan lain yang dapat menghasilkan gas pada saat dibakar sehingga meninggalkan rongga yang disebut pori. Semakin besar porositas suatu material, maka semakin rendah pula kekuatan mekaniknya.

2.11 Densitas

Densitas pada material didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V).

Densitas dinyatakan dalam gr/cm3dan dilambangkan dengan ρ (rho)

ρ = � (2.2)

dengan: m = massa (gr) V = volume (cm3) ρ = densitas (gr/cm3)

2.12 Kekerasan

Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan, namun pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi plastis karena pada bahan yang ulet kekerasan memiliki hubungan yang sejajar dengan kekuatan. Untuk menguji kekerasan suatu material bisa digunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya adalah metode Vickers.

Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat digital Equotip Hardness Tester , dimana hasilnya dapat dibaca secara langsung dan diperoleh dalam satuan HB (Hardness of Brinnel) yang dapat dikorelasikan nilainya ke satuan Hardness of Vickers dari tabel korelasi nilai kekerasan Brinell, Rockwell dan Vickers .

33

Hv = 1,854 �����2 (2.3)

dengan : d = panjang rata-rata garis diagonal (mm) P = beban penekanan (grf)

2.13 Kuat Tekan

Kuat tekan didefenisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan yang dilakukan sampai bahan tersebut pecah. Secara umum kuat tekan suatu material diketahui melalui formula:

Kuat tekan, τ = �����

� (2.4)

dengan : Pmaks = beban tekan maksimum (kgf)

A = luas penampang (mm2)

2.14 Susut Massa

Susut massa merupakan perbandingan perubahan massa dengan massa sampel sebelum dilakukan pembakaran (m0), dinyatakan sebagai berikut:

% Susut massa = �0−��

�0 � 100%

(2.5) dengan : mo = massa sebelum dibakar

ma = massa setelah dibakar

Menurut Debora R. Sihite (2008), susut massa umumnya terjadi akibat hilangnya air karena penguapan dan terjadinya reaksi zat aditif dalam keramik dan butiran kecil menyatu terhadap butiran besar. Kekosongan yang terjadi akan diisi oleh bahan fluks (pelebur), hal inilah yang mungkin dapat menyebabkan berkurangnya massa dan volume sampel.

Dokumen terkait