• Tidak ada hasil yang ditemukan

terutama buku2 jan g bcrnilai sastera), mendjadi peminpin- nja discluruh Italia, dan tahu scluruli kcadaan sastera mo­ dern Eropah, dsb. Hal ini memberi banjak pengertian pada kita, dan memang The Bridge sempurna bentuknja menurut tanggapan Eropah, djelas dirasakan, dipikirkan, dinjatakan, lengkap sembari scderhana. Teknik W ilder mengingatkan kita pada Merimee. A ku senang membatja bukunja; lalu buku itu kusingkirkan dengan tiada perasaan berdosa se- dikitpun.

Kuhadiahkan lantas pada A. R . H. jang sesudah mem- batjanja dengan tenang berkata: «Tapi W ilder djauh lebih

baik dari Gide.» Dengan segala sifat2 kelebihannja maka buku Wilder adalah kerdja anak sekolah jan g utama djika dibanding dengan buku Gide; ia sepantasnja mendapat sukses dalam terdjemahan bahasa Belanda.

Direktur sebuah penerbit Belanda jan g besar, importeur buku2 Perantjis kenegeri Belanda, chusus buat terdjemah­ an2, berkata pada G r.: «Aku tidak lagi akan menjuruli terdjemahkan buku2 Perantjis, bukan karena aku sendiri tak suka, djusteru sebaliknja, tapi djika aku mendjual $ atau 6 terdjemahan dari bahasa Perantjis, maka aku dapat men­ djual 50 atau 60 terdjemahan dari bahasa Djerman, dan 250 atau 300 dari bahasa Inggeris.» Sungguh suatu gedjala jan g menarik perhatian. Kesukaan rata2 orang Belanda ja n g ti­ dak sanggup membatja bahasa asing, ialah buku2 seperti

Vlammende Jeugd, Als de Winter komt, Sorrell en Zoon, tjerita2

detektip jang menawan hati, jang begitu menarik, «tapi terlalu berbelit dalam bahasa aslinja». Dari kesukaan akan terdjemahan seperti ini dapatlah ditarik kesimpulan ten­ tang taraf roman Belanda asli.

Dialog2 dalam roman Belanda hampir dengan tiada ke- ketjualian berupa dialog2 orang lata, tukang2 kum ango atau guru2 bantu. (Golongan terachir ini telah membatja achli2 filsafat dan telah mengundjungi tjeramah2 dan pa- meran2.) Orang Belanda itu djuga gampang mengenai diri kembali dalam roman2 asli jang berlangsung dizaman 1am- pau. Telah kutjoba membatja ulang Amazone karangan Vosmaer, sebuah buku halus, puntjak kebudajaan dan ke- beranian Belanda dizamannja. Buku itu mirip pada buku penuntun buat musium2 Italia, dirusak pula oleh sebuah intrise jang tolol sekali. Sungguh batjaan jan g menimbul- kan perasaan pahit, kalau kita masih punja illusi dan me- mikirkan masa depan...(Lagi orang seperti tuan R ob bers itu memang masih hidup kalau romannja telah habis). A da beberapa kata Perantjis jang dapat dipergunakan buat men- djelaskan hal pengarang2 Belanda, misalnja kata ja n g tak ada tolok badingannja jaitu: «gatisme». Tidak berarti busuk

seluruhnja; tapi sedang membusuk. Ada pula gatisme jang akuut, djuga pada orang2 muda, seperti terlihat dalam buku ketjil De Ravenzwarte, karangan Anton van Duinkerken, berisi tjatatan2 jan g tepat dari omongan seorang pemuda kristen jang sangat segar dan murni pikirannja, jang me- njukai anak2 muda dan tidak suka pada «buku2». Sahabat karib dari anak itu, jang barangkali harus kita pandang pelukisan Van Duinkerken sendiri, kadang2 mau memapar- kan pengetahuannja dari buku2, tapi anak itu lalu berkata: «Ah, kau ada-ada sadja! itu salah sama sekali, karena tuhan Jesus telah berkata...» dsb.-inilah hadiah seorang pengarang muda Belanda kepada publiknja, dan, lutjunja ialah bahwa ia tak akan ketjewa. D i Holland orang akan berkata ten­ tang buku seperti itu «betapa segar dan mudanja!» dan bukan: «bagaimana orang sampai bisa menulis jang de­ m ikian!» lalu orang sudah dapat membajangkan arti Van Duinkerken dimasa depan. Sebenamja tuan itu, pun de­ ngan tak menulis De Ravenzwarte, telah memberi petun- djuk jan g djelas tentang kesanggupan2nja (djuga dimasa depan), ketika ia dalam kumpulan sadjaknja jang pertama,

Onder Gods ogen, memuat terdjemahan jang sangat baik

dari sadjak Chesterton, sebab terdjemahan jang sangat baik itulah djusteru perusak seluruh kumpulan itu.

Lalu satu kesilapan lagi: Christiaan Wahnschaffe, tapi batjaan ini berguna sekali bagiku. Buku ini adalah tjontoh jan g paling baik dari roman jang gagal. Pengarang Wasser- mann hendak memperlihatkan apa jang bisa terdjadi dalam sebuah roman besar, jan g berlangsimg dikota besar; ia ber- hasil mendirikan sebuah musium penuh kedangkalan2 dan omong kosong. Djika Spengler berkata «seni dibunuh oleh kota besar» dan A . R . H. bahwa «seniman djadi apek ka­ rena itu pula!» maka utjapan ini mengena pada buku2 se­ perti Wahnschaffe dan pengarang2 seperti Wassermann. Van L. mentjeritakan sebuah anekdote padakujang rupanja djuga ditjatat oleh Wassermann; ketika dalam perdjalanan di Amerika rupanja seorang wanita Amerika berkata

pa-danja: «Tuan bodoh tidak membuatnja djadi seratus tjerita pendek! bajarannja djauh lebih tinggi.» Kelutjuan hal itu ialah bahwa Wassermann sendiri menganggap ia telah me- nemukan kebodohan pada wanita itu.

Sajang, tapi djusteru kaum wanitalah, jan g tidak tahu apa2, kadang2 menundjukkan ketjerdikan dalam hal2 de­ mikian. Seorang wanita jang paling bodoh dalam hal sas­ tera, jakni ibuku, pernah berkata padaku, ketika aku sedang mem-balik2 sebuah prosa lyris dari seorang pengarang B e ­ landa: «Aku tak mengerti maksudnja; kurasa, barangkali itu adalah sematjam Christian science.» Tanpa lagak apa2 ibuku mengutjapkan hal jang padaku sudah sering terpikir kalau sedang membatja sastera tinggi kita. Salahlah berpi- kir bahwa hal itu sebenarnja dapat dikatakan dengan kata2 lain. Pengarang2 itu sendirilah jan g tak akan berani menga- takannja dengan kata2 lain; ada orang jan g tidak berani men- tjukur djenggotnja karena takut akan kehilangan «muka».

Aku kembali pada daftar kesilapan2 jan g k u p erb u at... Tidak. Tjape, ketjewa dan putus asa, aku tak berani lagi membatja buku Dreiser, diterdjemahkan oleh W erum eus Buning, jang diberikan orang padaku, karena katanja «setidak-tidaknja sama baiknja dengan Dostojevsky». Lagi aku selalu terkedjut kalau orang mem-banding2kan dengan Dostojevsky; seorang Dostojevsky bertjorak A m erika sama seramnja dengan seorang Voltaire bangsa Eskim o. Aku bertahan pada anggapan bahwa itu tak benar, tanpa mengudji kebenaran utjapan orang tentang kelebihan2 Dreiser, pun tidak hendak menjatakan sesuatu pendapat lain. Lagi aku lambat-laun makin merasa bahwa sastera Inggeris tidak banjak dapat memberi apa jan g kuperlukan. Kalau tidak Shakespeare, lebih baik Conan D oyle, sedang antaranja tak ada apa2. Hari ini dengan rasa senang aku kembali pada Stendhal, tak ubah seorang tua jan g membatja ulang sesuatu buku sekadar untuk kesenangan hatinja.

O rang tua jan g takut membiarkan anaknja main seldadu timah (karena pendapat tolol: barang siapa suka main sel­ dadu akan mendjadi pembunuh terbesar) sebaiknja harus djuga mentjegali supaja «buku anak-anak»jang berisi tjerita pahlawan, perdjalanan kekutub, balapan mobil dan kapal terbang djangan sampai djatuh ditangan mereka. Semasa kanak aku bergaul dengan pahlawan2 jang lebih hidup dari pahlawan2 dalam Ilias, dan jang antaranja demikian kuat mempengaruhi djiwa saja, hingga saja kadang2 berhari-hari hidup dalam alam impian, tanpa mengetahui apa mereka itu saja sendiri atau apakah saja hanja budjangnja. Kalau ada orang dulu mengatakan pada saja bahwa Sherlock Holmes atau d’ Artagnan sebebcnarnja «tidak ada» atau ha­ nja pahlawan «dua dimensi», maka orang itu pasti kuang- gap orang goblok. Saja telah pernah menulis tentang batja­ an anak-anak dan disini saja hanja akan mentjatat penang- galan pcrgaulanku dengan pahlawan.

Pada usia 7 sampai 8 tahun: pertemuan pertama dengan pelaut; pemuda2 nekat jang achirnja mendjadi perwira:

Jack Rnstig dan Pieter Simpel karangan Maryat. Lalu saja

ingin mendjadi perwira laut; bapak berkata: - Kau selalu mabuk laut. - Kemudian datanglah djago2 prairie: De

Wondloper karangan Gabriel Ferry; pahlawan2nja bernama

Bois-Rose, Jose, Fabian, bandit Cuchillo dan Baraja. Dalam buku ini puak Com anch adalah simpatik sedang puak Apach djahat, bertentangan sekali dengan pandangan Karl M ay, kemudian, jan g melukiskan Winnetou, kepala puak Apach, sebagai manusia jang paling ksatria dibumi dan karenanja tepat pula mendjadi saudara kandung bagi Old Shatterhand.

Dari usia 9 sampai 1 1 : Seldadu2 gagah berani dari perang Krim , Zonaaf van M alakoff karangan Jan Dolleman. Zou- aaf Perantjis ini kebetulan sadja mendjumpai seorang sa­ habat Rusia jan g menjelamatkannja dari peloton penembak pada detik jan g berbahaja sekali. Kemudian saja ketahui bahwa buku itu adalah karangan pengarang Perantjis, jaitu

Louis Boussenard, tapi orang Belanda ja n g m enjadurnja ’ bemama Hans Verw ey, menjebut dirinja sebagai p e n g a rangnja. Buku2 tentang barisan zouaaf itu sedjalan d cn gaJ1 buku2 tentang pahlawan2 boer dalam perang A f r i k a - S e latan: Pieter Marits. Lalu pahlawan2 j ang lebih ketjil artinj a •

De Held van Spionkop, De Rapportrijder. M ereka ini ken111

dian terdesak sedikit oleh ksatria2 Zam an Pertengahan (^a lam badju zirah pakaipedang) jang kudjumpai dalam b u k 11 Walter Scott: diatas sekali Ivanhoe, kemudian dilanipal11 pula oleh De Schaapherder karangan Oltmans. P cn iu d a2 sekarang tidak membatja buku2 ini lagi. Saja s e n d i r l sudah terlalu «modern» buat buku2 Jules V erne; andaikata dalam bukunja tak begitu banjak terdapat gam bar2 sudah tentu buku2 itu tak akan menarik hatiku lagi tadinja. M e" mang saja menikmati De Reis om de Wereld in 80 dag£, l > tapi Met een kwartje de Wereld rond karangan Paul I v o y lima kali lebih bagus kurasa: memang Lavarede palilav/a11 jang lebih besar dari Phileas Fogg (bahkan lebih besar dari Passepartout). - Sebagai intermesso dalam barisan p a h ia '

wan itu ialah Een Schooljongen karangan Farrar, b u k u

anak-anak jang paling baik jang pernah kubatja. B u k u i tU lebih mengharukan, lebih «benan>, karena m em punjai hu* bungan jang lebih dekat dengan hidupku sendiri. T a p i i tu pun masih romantis, penuh adjaran susila: kematian E d w i11 Russell, Eric jang mendjadi rusak achlaknja, w aktu itu tak mungkin dirasakan sebagai semestinja. Saja pim ingin m a -

suk sekolah ber-asrama, lupa bahwa sekolah ber-asrama-

di Batavia ketika itu penuh anak orang T ion ghoa ja n g kaja-raja.

Detektip jang kukenal: Wilson tua, tapi terutama W il" son muda, sesudah itu Sherlock Holmes, m enim bulkan keinginan dalam hatiku untuk mendjadi detektip (m en- djadi pemburu prairie, zouaaf, boer Transvaal dan ksatria tak saja ingini, barangkali dihalangi oleh sematjam p ik ira n sehat). Bapak berkata: - Kau tak berani melihat darah setetes. -Tapi kaum detektip itu terus memikat hatiku dan

tanpa menjadari hal itu, mereka j

pentjuri-Q-entleman: disamping ri SU berobah djadi (bukan Lord Lister, tapi peniain R a ® es nang). Arscnc Lupin muntjul bcrsanaaR! ' kar“ 8aI' H or' D oyle, pengarang Holmes, sementara itu ° C

pahlawan bar.,: kolonel-pasulan “ u

leon, bem am a G & ard . O ld Shatterl, ^ T ' H a h djazirah B alkan dengan n ^

tapi kurang menarik, walaupun keberaniannja tidak

ber-kurang. J

D ari usia 12 sampai 1 5 : De Drie Musketiers karangan Dum as mengatasi segala-galanja; pedang d’Artagnan men- djauhkan segala ja n g terdahulu itu: bajonet Dolleman, senapang perak dan bedil pembunuh beruang Old Shatter- hand, pedang Gerard dan Richard Leeuwenhart dan Jan van Schaffelaar. d Artagnan, Athos, Porthos dan Aramis sama artinja bagi saja seperti arti pahlawan2 dalam Ilias bagi bangsa Junani dulu, tjontoh dan puisi sekali gus, pendeknja sebuah m yte. K utjarilah pahlawan anggar lain, tapi saja se­ lalu ketjew a, sampai kudjum pai Cyrano. Nam un dem iki­ an, sekalipun ia m em ikat hatiku dan saja terkadang merasa demikianlah halnja: C yran o tak pernah sampai menjaingi d’Artagnan. C yran o «terlalu lain» dan kelainannja ini, re- torik w atak, berakibat seperti suara musik trompet padaku.

K au m musketir itu, heran, kemudian digantikan oleh m ahasiswa; kubatjalah Kippeveer dan kenakalan mahasis- w a itu m erasuk dalam dunia pahlawanku dengan tiada kusedari. M ereka tergolong djenis kedua, pahlawan ersatz, dan kem udian m ereka ini digantikan pula oleh kaum bo- hem e: Boheme karangan M u rger dan Trilby karangan D u M aurier. Batjaan ini lebih berbahaja dari ja n g sebelumnja, karena ternjata hal itu dapat kupraktekkan. M ahasiswa re- volusioner dalam Les Miserables karangan H ugo, ja n g lebih m enarik hatiku dari pada Jean Valjean, barangkali m eru­ pakan rantai penghubung antara kaum musketir dan dunia pahlawan baru itu.

Dari usia 16 sampai 18 tjinta saja bcralih kcdjurusan la in : Jacques Perk, M ax Havelaar, Tamalone karangan Van Schendel, Kloos, Edgar Poe, jan g bagiku bukan lagi hanja merupakan «guru Sherlock Holmes». T api saja menangis ketika membatja buku Marguerite Gautier dan walaupun Armand-nja bukan seorang pahlawan dalam pandanganku, ia sendiri mendjadi perlambang dari...wanita idam-idam- anku dalam dunia kepahlawanan Eropahku ja n g terbajang dalam pikiran; Dumas fils merupakan landjutan M u rger bagiku: andai kata saja mendjadi sematjam R o d o lp h e, maka Marguerite merupakan M im i jan g lebih djelas dan lebih menarik. Tapi djuga ini bukan sastra, tapi hidup itu sendiri, sebanjak-banjaknja. Tapi scdjalan dengan itu pula saja djuga tertarik oleh kaum parlente ja n g berkelahi hasil karangan Jeffery Franol, oleh gentlemen ja n g m erebut w a ­ nita jang paling tjantik dari tangan gentlemen ja n g berhati busuk, impian anak sekolah Inggeris jan g ash : The Broad

Highway, The Amateur Gentleman, penjusul Rodney Stone

karangan Conan Doyle, jang telah kunikm ati pada usia 10 tahun, tapi jang ketika itu belum kugolongkan ke- dalam dunia jang istimewa diatas.

Kapan djenis pahlawan pertama lenjap dari pikiranku? Barangkali sekarang pun belum. Balzac dan Stendhal, Ste­ venson dan Conrad, Sawinkov dan M alraux, apakah m e­ reka ini bukan penjambung «djenis pertama» itu, akan te­ tapi dalam bentuk jang lebih dipertanggung-djawabkan dari sudut psychologis dan jang lebih m enggam barkan si- fat manusia jang sesungguhnja dengan tjara ja n g djauh lebih halus? Dan berkenaan dengan djenis kedua: pada usia 23 tahun, ketika sudah di Eropah, Les Civilises k arang­ an Claude Farrere merupakan varian ja n g baru dari djenis itu: saja lalu menemukan cynisme dalam ketidak-atjuhan kaum mahasiswa dan boheme sesudah m enganggapnja se­ matjam kegagahan dulu. Barnabooth, ja n g dapat dikatakan mendesak Les Civilises, merupakan penghalusan dan ko- reksi jang pertama, «tingkatan lebih tinggi» dalam djenis

itu; Jean dc Tinan dan Le Petit Ami karangan Leautaud menggantikan Dumas fils dan M urger dengan tjara jang sama. Achirnja, manusia itu tidak banjak dapat berobah, kalaupun berobah...

Orang jang sungguh2 hendak djadi «djuru-penerangan» ke- susasteraan, sungguh2 mengingat kepcntingan «pembatja», agaknja terlebih dahulu liarus membagi batjaan ja n g hen- dak dibitjarakan atas beberapa golongan, niisalnja:

A buat orang jang baru mulai dan orang ja n g membatja sekadar mengikuti apa jan g terdjadi dilapangan kesu­ sasteraan;

B buat jang lebih madju «les esprits a moitie chemin» dan jang tidak akan madju2, sekalipun orang itu ber- daja-upaja misalnja;

C buat pembatja jang disebut berkebudajaan, tapi bersifat menerima sadja, artinja, orang jan g ingin m enikmati atau menarik sematjam peladjaran dari segala aliran, tanpa memilih pihak;

D buat pembatja jang sadar, artinja, jan g selalu mcmpu- njai pendapat sendiri, pro atau contra, dan mentjari per- teinuan jang akrab dalam setiap buku.

Tentu sadja mungkin terdjadi pertemuan setjara kebe- tulan antara djiwa sebuah buku (jaitu pengutjapan djiw a seorang pengarang) dan pembatja (jaitu pengalaman dan dajarasa seseorang), lepas dari tjara2 penerangan. T api mes- kipun demikian, djadi dengan berpegang seteguh-teguhnja pada pembagian golongan jan g dibuatnja, kritikus sastera

itu tak perlu kuatir ia akan mcngurangi semangat mem­ batja. Sebab ada orang jang bangga termasuk golongan A dan berkata pada tingkatan itu: «Saja batja apa jang saja sukai!» - seperti djuga ada orang jang dengan senang memasukkan diri dalam golongan B , djenis pembatja jang dengan rasa puas suka menjatakan tentang dirinja:

T E N T A N G A U T O B I O G R A F I (Riwajat diri sendiri)

Bila dipikirkan lebih djauh, pada hemat saja, akan njata bahwa seorang pengarang tak dapat membuat potretnja sendiri dalam sebuah autobiografi. Artinja sebuah potret sendiri jang dapat dianggap pelukisan ja n g lengkap dan djudjur dari «aku»-nja. «Aku» itu tergantung dari hal2 ja n g kebetulan, terdiri dari urutan «keadaan» ja n g tidak atau tak dapat disebut tersusun, melainkan «aku» itu hanja dari luar sadja kelihatan sebagai tokoh. Penulis riwajat diri sendiri harus menggambarkan sebuah tokoh, kalau ia mentjeri- takan hidupnja. Tokoh ini selalu ditentukan oleh peman- dangan penulis riwajat diri sendiri terhadapnja, ja n g berarti ditentukan oleh masa kini-nja. Dan masa kini itu sendiri - dan «aku»-nja - sama sekali tak dapat dilukiskan dengan tjara jang serupa.

«Aku» dari masa lalu itu gampang, dan kadang2 dengan sendirinja, tampak sebagai tokoh; «aku» masa kini hanja mungkin dilukiskan dengan tjara jan g serupa itu kalau di- lakukan perobahan seperti oleh penulis roman, djadi m ung­ kin tidak djudjur, djika pengarangnja menjatakan hendak melukiskan diri menurut keadaan jan g sebenamja. Per- tentangan masa kini dan masa lalu, pemalsuan ja n g perlu dilakukan pada keduanja, pertjampuran jan g tak dapat di- tjegah dari kedua pemalsuan itu, memberikan gam baran jang tidak tepat, bagaimanapun djuga, walaupun ini tidak perlu dihubungkan dengan soal djudjur atau tidak djudjur.

Artinja kalau pcngarangnja tjukup mempunjai kesanggup- an membeda-bedakan dan zelfkritiek, dan bukan seorang exhibisionis atau tukang chajal. Tentu semua ini tidak ada sangkutpautnja dengan gambaran jang diperoleh oleh pem­ batja sendiri dari buku itu; pembatja selalu memperoleh gambarannja sendiri dari «aku»-nja tiap pengarang, ja, dari segala sesuatu: dari pelukisan pemandangan, iramanja dan pilihan kata2, titik-koma-nja serta pililian nama2 orang.

Penulis riwajat sendiri itu dapat dianggap djudjur sekali, djuga djika ia tak memberikan gambaran diri sendiri. Da­ lam kedjudjuran seperti ini termasuk sudah: mendiamkan atau menjarukan soal2 tjabang (misalnja tentang orang ke- tiga) jan g tidak besar artinja dalam keseluruhan riwajat diri sendiri itu. Djika ia menjatakan hendak menuliskan segala- galanja djuga dilapangan ini, maka ia tak lagi akan meri- wajatkan hidup dirinja sendiri akan tetapi riwajat hidup segala kenalannja, artinja: djika ia mempunjai 10 orang ke- nalan, maka ia harus menulis sepuluh buku pula.

T E N T A N G R A G A M D A L A M K E S U S A S T E R A A N

Kritik kerdil jan g selalu bersikap seolah-olah menghadapi udjian, terutama berusaha mem-bagi2 kesusasteraan itu da­ lam berbagai djenis: ini roman betul, ini setengah-setcngah, ini sebuah tjerita tapi itu sebenarnja sebuah skets, ja n g itu sebuah tjatatan peristiwa, dan ini sebuah novel. Suatu tugas jang tak habis-habisnja bagi para guru-bantu kesusasteraan, karena pada pekerdjaan ini mereka mendapat perasaan pula seakan-akan telah berhasil menempuh udjian, soal demi soal, dengan gemilang, sedang pengudji ialah mereka sen­ diri.

Sekumpulan tjerita, dikumpul oleh Mavsman dan saja, telah memberi kesempatan pula hampir pada setiap djuru ulas untuk menempuh udjian itu: bukankah beberapa tjeri­ ta diantaranja sebenarnja bukan tjerita, melainkan «prosa jang liris», atau «monolog», atau «kutipan dari tjatatan harian», atau «kenang-kenangan», atau jan g lain? Beberapa abad sedjarah kesusasteraan rupanja belum tjukup men- djadi peladjaran bagi mereka ini dan andai kata mereka ini kebetulan tidak diadjarkan disekolah bahwa Sara Burger-

hart adalah sebuah roman-dalam-surat, maka mereka ini

boleh djadi akan mengatakan bahwa buku itu hanjalah se­ buah buku berisi surat2, djadinja bukan roman. M ereka dapat pula kita bantu: Eschylus bukanlah seorang penga­ rang tragedi, tapi seorang pengarang kata2 buat opera- comique, karena: bukankah kor2 dalam sandiwaranja

di-njanjikan? G il Bias adalah sebuah Baedeker buat negeri Spanjol; Wahlverwandtschafteii adalah essay berbentuk ro­ man penuh pertjakapan2 jang tidak pantas, mirip buku2 zaman sekarang, jan g ditakar menurut ukuran seperti ini; Edgar Poe harus pulalah dianggap tak pernah menulis «tales» (Ingg., berarti tjerita2) sebab buah pena seperti The

Pit and the Pendulum dan The tell-tale Heart hanjalah mono­

log jan g bersifat menelaah, djangan pula dipikirkan hal «tjerita» seperti The Dofiiain o f Arnheim, The Colloquy of

Monos and Una, dsb.; adalah suatu kesilapan menjebut kum­

pulan Maupassant «kumpulan tjerita», karena bukankah di- dalamnja terdapat pula tjerita2 gandjil jang berupa tjatatan harian, atau tjerita2 jan g menundjukkan penjakit djiwa se­ perti Stir I’Eau dan Lc Horla; pengarang modern seperti Joyce, Larbaud, Virginia W oolf, Huxley, Faulkner, He­ m ingway, dapatlah didjatulii hukuman, karena tjara2 mereka menulis melanggar kebiasaan sehingga tak dapat lagi disebut «prosa bcrtjerita». Bagaimana harus disebut Lc

Neveu de Rameau? bukan sandiwara, bukan tjerita. Apa

sebenamja jan g dibcrikan Rabelais, dan apa jang diberikan Sterne? dan apa nama jang tepat jang dapat diberikan pada Pilgrim’s Progress karangan Bunyan? dan apakah M arco Polo harus dianggap seorang perantau atau djusteru seorang pengarang roman? sebab pentjari2 jang radjin ini sering pula memperlihatkan kelebihannja: djika dalam keadaan biasa mereka berkata bahwa essay bukan roman,

Dokumen terkait