• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Biografi Sayyid Muhammad

6. Karya-Karya Sayyid Muhammad

Sayyid Muhammad merupakan tokoh ulama yang bertugas membimbing umat melalui mimbar, majelis, halaqoh, dan lain sebagainya. Namun disamping mempunyai kesibukan yang begitu padat diluar, beliau tetap memiliki kepedulian dibidang tulis-menulis. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya tulis yang dihasilkan dari pena beliau. Beliau telah menulis lebih dari seratus kitab, serta beberapa artikel tentang berbagai topik keislaman dan sosial.

Mengenai kitab karangan beliau dalam berbagai disiplin ilmu, Ba‟alawi (2009: 32-38) menyebutkan sebagai berikut :

a. Dalam bidang Akidah dan Ilmu Al-Qur‟an

1) Mafahim Yajibu an Tushahhah (Faham-faham yang wajib

diluruskan). Kitab ini merupakan karya beliau yang paling monumental dan terkenal. Diberi kata sambutan oleh banyak ulama besar di dunia dan telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa. Berkaitan dengan kitab ini, beliau mengatakan, “Kitab karanganku yang paling dekat denganku adalah Mafahim Yajibu

an Tushahhah.”

2) Manhajus-Salah Fi Fahmin-Nushush Baina Nazhariyyah

wat-Tathbiq (Metode Ulama Salaf dalam Memahami Teks antara

Teori dan Praktek).

3) Huwallah (Dialah Allah). Kitab ini mengulas tentang ilmu

4) At Tahdziru Minal Mujazafah Fit-Takfir (Waspada dari Mengklaim Kafir secara Gegabah).

5) Al-Ghuluw Wa Atsaruhu Fil Irhab Wa Ifsadil Mujtama’

(Ekstrimisme dan Dampaknya terhadap Perilaku Terorisme dan Merusak Masyarakat).

6) Tahqiqul Amal Fima Yanfa’ul Mayyit Minal A’mal (Amaliyah yang Bisa Bermanfaat bagi Orang Mati).

7) Wahuwa Bil Ufuqil A’la (Dan Dia [Allah] Berada di Puncak

Yang Maha Tertinggi)

8) Zubdatul Itqan Fi Ulumil Qu’ran (Intisari Kitab Itqan tentang

Ilmu-ilmu Al Qur‟an).

9) Al Qowa’idul Asasiyah Fi Ulumil Qur’an (Kaidah-kaidah Dasar Ilmu Al Quran)

b. Dalam bidang Ilmu Hadis

1) Anwarul Masalik Ila Riwayati Muwaththai Malik (Pelita

Jalan-jalan tentang Periwayatan Kitab Muwaththa‟ Imam Malik).

2) Tahqiq Muwaththai Malik- riwayat Imam Ibnu Qosim.

3) Al Manhalul Lathif Fi Ushulil Hadits asy Syarif (tentang

metodologi ilmu Hadits).

4) Al Qowaidul Asasiyah Fi Musthalahil Hadits (Kaidah-kaidah

Dasar Ilmu Hadits).

6) Al Iqdul Farid al Mukhtashar Minal Atsabit Wal Asanid

(tentang ilmu Hadits Musalsal dan tentang sanad).

7) Al-Uqudul Lu’luiyyah Bil Asanid Ulwiyyah (menjelaskan tentang sanad-sanad Sayyid Alawi al Maliki, ayahanda beliau). c. Bidang Ilmu Usul Fiqh

1) Al Qowa’idul Asasiyah Fi Ushulil Fiqh (kaidah-kaidah dasar ilmu Usul Fiqh)

2) Syarh Manzhumat Waraqah (penjelasan nazham-nazham Kitab

Waraqat).

3) Bidang ibadah Haji dan sejarah kota Makkah

4) Al Hajju, Fadhail Wa Ahkam (menjelaskan tentang

keutamaan-keutamaan dan hukum-hukum dalam ibadah haji).

5) Fi Rihab Baitillah al Haram (Disisi Baitullah yang mulia)

6) Labbaika Allahumma Labbaik (tuntunan praktis ibadah haji).

d. Bidang Sirah Nabawiyyah

1) Muhammad SAW al Insanul Kamil (Muhammad SAW

Manusia Paripurna).

2) Adz Dzakhairul Muhammadiyyah (Pusaka Berharga Baginda

Muhammad SAW).

3) Khashaishul Ummah al Muhammadiyyah (Keistimewaan

Umat Nabi Muhammad SAW).

4) Tarikhul Hawadits Wal Ahwal An Nabawiyyah (Sejrah

5) Az Ziyarah an Nabawiyyah Baina asy Syar’iyyah Wal Bid’ah

(Ziarah Rasulullah, antara Tuntunan Syari‟ah dan Bid‟ah).

6) Al Madh an Nabawi Bainal Ghuluw Wal Inshaf (Memuji

Rasulullah, antara Berlebihan dan Sederhana).

7) Syifaul Fuad Bi Ziyarati Khairil Ibad (Penyejuk Hati dengan

Menziarahi Hamba Paling Istimewa).

8) Al Bayan Wat Ta’rif Fi Dzikra al Maulidun Nabawiy asy

Syarif (Seputar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW).

9) Al Anwarul Bahiyyah Fi Israi Wa Mi’raji Khairil Bariyyah

(tentang Isra‟ Mi‟raj Rasulullah SAW).

10) Maulidul Imam al Hafizh Ad Daiba’i (mengomentari keabsahan dalil dalam bacaan Maulid karya Imam ad Daiba‟i).

11) Al Bayan Fi Manaqib As Sayyidah Khadijah al Kubra

(biografi Sayyidah Khadijah al Kubra, isteri Rasulullah SAW). e. Bidang Dzikir dan Amalan Rohaniah

1) Abwabul Faraj (Pintu-pintu Kelapangan, himpunan doa dan

amalan).

2) Syawariqul Anwar Min Ad’iyati Saadah al Akhyar (himpunan doa para ulama dan imam pilihan).

3) Mukhtashar Syawariqul Anwar Min Ad’iyati Saadah al Akhyar

(ringkasan kitab diatas).

f. Bidang Ilmu Lainnya

1) Adabul Islam Fi Nizhamil Usroh (Etika Berumah Tangga

dalam Islam).

2) Shilatur Riyadhah bi ad Din (Korelasi antara Olahraga dan

Agama).

3) Al Qudwatul Hasanah Fi Manhajid Da’wah Ilallah (Teladan Baik dalam Metode Da‟wah di Jalan Allah)

4) Al Mustasyriqun Bainal Inshaf Wal Ashabiyyah (Orientalis,

antara Sadar dan Keterlaluan).

5) Mafhumu Tathawwur Wat Tajdid Fi Syariatil Islamiyyah

(Arti Dinamisasi dan Pembaharuan dalam Syariat Islam).

6) Dzikrayat Wa Munasabat (Peringatan dan Munasabah,

menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan pada bulan dan acara tertentu sesuai dengan fakta sejarah yang terjadi, seperti seputar Peringatan Maulid Nabi, malam Nisfu Sya‟ban, Lailatul Qadr, Hijrah Nabi dan lain-lain.

7) Maa Laa Ainun Raat (Sesuatu yang Belum Pernah Dilihat

Mata).

8) Kasyful Ghummah (keutamaan membantu orang lain).

Kitab-kitab diatas adalah diantara karya tulis beliau yang telah dicetak dan beredar luas. Masih banyak karangan-karangan lainnya yang tidak disebutkan dan belum dicetak (masih berupa manuskrip atau tulisan tangan).

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD AL MALIKI DALAM KITAB AT-TAHLIYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL

TAHDZIB

A. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik, yang berarti “memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran” (FPI -UPI, 2007:20). Sedangkan secara istilah pendidikan dapat diartikan sebagai “latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah” (FPI-UPI, 2007:38).

Pendidikan dapat diartikan secara sempit, dan dapat diartikan secara luas. Secara sempit pendidikan dapat diartikan sebagai “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.” (Marimba 1989:19). Sedangkan dalam arti luas, pendidikan adalah “segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup” (FPI-UPI, 2007:20).

Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, mengungkapkan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Mulyono, 2010:48)

Ki Hajar Dewantoro, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mengatakan bahwa pendidikan berarti segala daya upaya demi memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh individu guna memajukan kesempurnaan hidup (Winarco, 2017:77).

Dari pengertian-pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan mengenai makna pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana demi memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh individu sehingga terbentuk kepribadian yang mulia yang berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pengertian Akhlak

Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi‟at (Mustofa, 1997:19). Kata akhlak juga berasal dari kata kholaqa

dengan khaliq yang artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:13).

Sedangkan secara terminologis, akhlak merupakan hubungan erat antara khaliq dengan mahluk, dan makhluk dengan mahluk (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:14). Sedangkan Akhlak secara istilah, Ibn Maskawaih (w. 421H/1030) mengatakan bahwa akhlak ialah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Selanjutnya Imam Ghozali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din

juga menerangkan pengertian akhlak yang lebih luas daripada Ibn Maskawaih. Imam Ghozali menuturkan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai macam perbuatan dengan jelas dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:14).

Kemudian makna akhlak dalam pandangan Ramayulis dan Samsul Nizar (2009:97) akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang mendalam yang tumbuh di dalam jiwa, sesuatu yang dapat dipelajari dan memiliki ciri yang istimewa yang menyebabkan perilaku manusia sesuai dengan fitrah ilahiyah dan akal sehat.

Dari definisi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ahklak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang yang menimbulkan berbagai macam perbuatan yang sesuai dengan fitrah

ilahiyah dan akal sehat, tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu,

dan tanpa direncanakan.

Akhlak sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak

Al-karimah dan akhlak Al-madzmumah. Akhlak Al-karimah atau akhlak

yang mulia sangat amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubung namanusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Akhlak terhadap Allah

Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakikatnya.

b. Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya menjaga kesehatan badan, menghindari minuman yang diharamkan, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana disertai dengan jujur, dan menghindari perbuatan yang tercela.

c. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial banyak bergantung pada orang lain, manusia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena berjasa dalam ikut serta mendewasakan diri sendiri, caranya dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya (Ardani, 2005: 49-57).

Selanjutnya akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela) adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Dalam ajaran islam berdasarkan petunjuk-petunjuk dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya: a. Berbohong

Bohong yaitu memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

b. Takabbur (sombong)

Takabur ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

c. Dengki

Dengki merupakan rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.

d. Bakhil (kikir)

Sifat bakhil dapat diartikan sukar bagi seseorang mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.

Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tujuan di atas, keadaan, pelajaran, aktifitas merupakan sarana pendidikan akhlak, dan setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segalanya. (Ramayulis dan Samsul Nizar, 2004: 115)

Dari keterangan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan terencana dalam membimbing dasar-dasar akhlak, perangai dan tabiat kepada anak didik sehingga ia tumbuh menjadi seorang mukallaf yang mampu membisakan diri dengan akhak yang baik dan menghindari akhlak yang tercela, sehingga ia berpotensi untuk menerima setiap kemulian dan keutamaan dihadapan Allah.

B. Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib Karya Sayyid Muhammad Al-Maliki

Salah satu karya monumental Sayyid Muhammad Al-Maliki yang berbicara tentang akhlak adalah kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al

Tarbiyah Wa Al Tahdzib kitab ini menerangkan tentang tingkatan konsep

pergaulan atau bagaimana seharusnya berperilaku atau beretika terhadap manusia. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Akhlak Terhadap Individu

Manusia adalah mahluk sosial yang perlu berinteraksi terhadap orang lain dan membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti yang telah terkutib dalam kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib

ْنِلإا َّنأ !ْمَلْعا

َمْوُقَ ي نأ ُوُنِكُْيُلا ُوَّنلأ ِوِسْن ِج ِءانْبَأِب َعِمَتَْيَ نِلأ ِخايِتْحِلاا ِةَّدِش في َناس

ِوِظوُظُحو ِسِبلاَلماو ِنِكاَسَلماو ِةَيِذْغَلأا نِم وِتايَح ِةّدامِل ُمَزْلَ ي امو ِوِتاجاح ِلْيِصْحَتِب ُهَدْحَو

او ِةَحابُلما ِوِتاَّذَلَو ِةَّيِناَسْفَّ نلا

ِةَّيِلْقَعلا وِتاجايِتْح

(Sayyid Muhammad, tt:3)

Artinya: Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena, seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, kesenangan-kesenangannya dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya (An-Nadwi, 1999:11)

Penggalan baris bait diatas menunjukkan akan konsep manusia sebagai mahluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain maka ia harus bergaul dan bermasyarakat dengan sesama umat manusia

meskipun orang tersebut berbeda dalam adat, kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.

Berikut individu-individu yang ditemui dalam pergaulan lingkup masyarakat, yang mana dalam pergaulan tersebut seseorang harus menerapkan akhlak yang baik dalam pergaulanya.

a. Akhlak Terhadap Ibu

Dalam Islam kedudukan orang tua sangat agung terutama kedudukan ibu yang harus lebih dimuliakan dan dihormati sebelum ayah. Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِْبَِأ ْنَع

َلاَقَ ف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ِلْوُسَر َلَِإ ٌلُجَر َءاَج َلاَق ُوْنَع ُللها َيِضَر َةَرْ يَرُى

،َكُّمُأ َلاَق ؟ْنَم َُّثُ َلاَق ،َكُّمُأ َلاَق ؟ ِتَِباَحَص ِنْسُِبِ ِساَّنلا ُّقَحَأ ْنَم ،ِللها َلْوُسَر اَي:

،َكُّمُأ َلاَق ؟ْنَم َُّثُ َلاَق

َكْوُ بَأ َلاَق ،ْنَم َُّثُ َلاَق

HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

(

Artinya:Dari Abu Hurairah r.a, sesengguhnya dia berkata: “Telah datang kepada Nabi saw.seorang laki-laki, lalu bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?‟Beliau menjawab: „Ibumu. Dia bertanya kembali,„Kemudian siapa?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟ Dia bertanya lagi, „Kemudian siapa?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟Laki-laki itu kemudian bertanya lagi, „Kemudian siapa lagi, ya Rasulallah?‟ Beliau menjawab, „Ayahmu.‟ (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Sayyid Muhammad mengatakan dalam kitab At Tahliyah Wat

Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib bagaimana jasa dan

Rasulullah tersebut ibu lebih berhak mendapat perlakuan baik dan bakti seorang anak dibanding siapapun termasuk ayah. Karena sesungguhnya seorang ibu telah merasakan dan menangung berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang sangat berat, sewaktu dia mengandung selama sembilan bulan, melahirkan, menyusui, mencucikan pakaian anaknya dan menjahitnya serta melindunginya dari segala sesuatu yang membahayakan dan menyakiti anaknya. Beliau melakukan semua itu dengan perasan penuh kasih dan cinta kepada anaknya (An-Nadwi, 1999:12).

Ketika kita tahu betapa beratnya tanggung jawab orang tua kita dalam mendidik dan membesarkan kita hingga kita tumbuh dewasa, betapa besar kecintaan mereka kepada kita. Maka dengan apa kita akan membalasnya? Sesungguhnya kita tidak dapat membalasnya, yaitu kecuali dengan berakhlaq yang baik terhadap mereka. Adapun dasar-dasar akhlak seorang anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut:

1) Wajib selalu berbuat baik terhadapnya dengan segenap kemampuan yang kita miliki.

2) Selalu mencintainya dan berusaha menyenangkan hatinya. 3) Mematuhi segala nasihatnya

4) Tidak mengusik dan menyakiti hatinya 5) Tersenyum di hadapan orang tua

6) Bersalaman kepada ibu pada waktu pagi ketika hendak hendak pergi dan pada waktu sore ketika pulang ke rumah

7) Mendoakan ibu agar selalu sehat dan panjang umur 8) Bersungguh-sungguh dalam belajar

9) Melakukan hal-hal yang membahagiakan keduanya, baik di dalam rumah maupun di luar rumah

10). Menjauhi hal-hal yang dibenci oleh keduanya

Semua itu dilakukan agar untuk memperoleh ridhonya dan mencapai puncak kebaikan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur‟an surat Luqman ayat 14

ِلِ ْرُكْشا ِنَأ ِْيَْماَع ِفي ُوُلاَصِفَو ٍنْىَو ىَلَع اًنْىَو ُوُّمُأ ُوْتَلََحَ ِوْيَدِلاَوِب َناَسنِْلإا اَنْ يَّصَوَو

ُيِصَمْلا ََّلِِإ َكْيَدِلاَوِلَو

(Q.S Luqman:14)

Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu-bapak, ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan telah menyapihnya selama dua tahun. Bersukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembalimu (Q.S Luqman:14) (Al-Qur‟an dan terjemah, 2005:421).

Kemudian bagaimana cara seseorang berbakti kepada ibu apabila beliau telah meningggal dunia yaitu dengan cara:

1) Berdoa untuk orang tua yang sudah meninggal serta memohonkan ampun kepada Allah SWT atas segala dosa-dosanya.

b. Akhlak Terhadap Ayah

Di dalam syariat Islam kedudukan seorang ayah sangat penting dan mulia. Beliau merupakan pemimpin bagi istri, anak dan siapa saja yang tinggal dirumahnya. Beliau mempunyai kewajiban memberikan pendidikan dan nafkah yang halal bagi keluarga.

Melihat hal tersebut, maka pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani seorang anak yang tak pernah luput dari kesungguhan dan penjagaan ayah, yang menginginkan anaknya menjadi pribadi yang sholih dan shalihah sukses dunia dan akhirat. Beliaulah tulang punggung keluarga yang mencari nafkah untuk kesejahteraan keluarga dan kebaikan hidup keluarga.

Oleh karena itu seorang anak harus memperhatikan akhlaknya terhadap terhadap ayah, seperti yang tercantum dalam kitab At

Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib disebutkan

bahwa: seorang anak harus tulus mencintai ayahnya, memuliakanya dan menjalankan semua saran dan nasihat-nasihatnya, menghindari perbuatan yang menyusahkan hatinya semua itu dilakukan agar mendapatkan ridhanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Isra‟ ayat :23

ُهاَّيِإ َّلاِإ اوُدُبْعَ ت َّلاَأ َكُّبَر ٰىَضَقَو

اًناَسْحِإ ِنْيَدِلاَوْلاِبَو

ۚ

اَُهُُدَحَأ َرَ بِكْلا َكَدْنِع َّنَغُلْ بَ ي اَّمِإ

اًيُِرَك ًلاْوَ ق اَمَُلَ ْلُقَو اَُهُْرَهْ نَ ت َلاَو ٍّفُأ اَمَُلَ ْلُقَ ت َلاَف اَُهُ َلاِك ْوَأ

Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara

keduanya-duanya sampai berusia lanjut dan pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (Q.S Al-Isra‟:23) (Al-Qur‟an dan terjemah, 2000:284).

c.Akhlak Terhadap Guru

Guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu, beliau merupakan sosok penyelamat manusia dari kebodohan menuju kemulian dan kesempurnaan dengan menanamkan ilmu di dalam hati dan pikiran manusia, sehingga ia dapat menghindari perbuatan yang tercela dan melakukan perbutan yang terpuji.

Dalam Islam guru mempunyai kedudukan dan derajat yang sangat tinggi. Maka dari itu dalam lingkup pendidikan seorang siswa harus mempunyai akhlak yang baik dalam berinteraksi terhadapnya dengan cara menghormatinya dan memuliakanya. Dalam kitab ini dijelaskan bagaimana akhlak kita terhadap guru-guru kita dijelaskan sebagai berikut:

1) Duduk dihadapanya dengan sopan, merundukkan kepala 2) Mendengarkan dan menjalankan nasihatnya

3) Bersikap ramah dan yakin kepadanya 4) Bersungguh sungguh dalam belajar

5) Mengabaikan hal-hal duniawi yang dapat mengganggu konsentrasi belajar (An-Nadwi, 1999:16)

d. Akhlak Perhadap Pemimpin

Dalam suatu tatanan masyarakat harus ada seorang pemimpinnya, hal itu karena adanya pemimpin akan sangat berpengaruh kepada keamanan rakyat dan stabilitas negara. Jika bangsa aman, maka rakyat akan dapat beribadah dengan tenang. Karena kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al

Tahdzib karya Sayyid Muhammmad pembahasanya mengenai

akhlak dalam bermasyarakat, dimana dalam kehidupan bermasyarakat ini diatur oleh seorang pemimpin, maka Sayyid Muhammad juga menerangkan dalam kitabnya bagaimana sebaiknya akhlak seseorang terhadap pemimpin yang merupakan penanggung jawab terhadap tegaknya agama di suatu negara, tegaknya hukum-hukum negara dan penangung jawab keutuhan dan kemakmuran tanah air.

Sehingga dalam memandang tugas-tugas para pemimpin yang nyata-nyata telah memberikan yang manfaat yang besar bagi warga negara, sudah menjadi kewajiban bagi warga negara untuk mencintai, membantu terlaksananya program kerja mereka, dan menaati mereka, seiring dengan ketaatan kita kepada Allah dan Rasulnya. Sebagaimana dalam Q. S. An Nisa : 59, dijelaskan:

ْمُكْنِم ِرْمَْلأا ِلِوُأَو َلوُسَّرلا اوُعيِطَأَو َوَّللا اوُعيِطَأ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

ۚ

َنوُنِمْؤُ ت ْمُتْنُك ْنِإ ِلوُسَّرلاَو ِوَّللا َلَِإ ُهوُّدُرَ ف ٍءْيَش ِفي ْمُتْعَزاَنَ ت ْنِإَف

ِوَّللاِب

ِر ِخ ْلْا ِمْوَ يْلاَو

ۚ

ًلايِوْأَت ُنَسْحَأَو ٌرْ يَخ َكِلَٰذ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasulnya, dan ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasulnya (sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S An Nisa‟:59)(Al-Qur‟an dan terjemah, 2005:87).

Para ulama ahlus sunnah wal jama’ah mengajarkan tentang bagaimana sebaiknya akhlak seseorang terhadap para pemimpin: 1). Mendoakan pemimpin

2). Menghormati dan memuliakannya

3). Taat kepada pemimpin dalam hal perintah yang ma‟ruf

4). Menasihati dan meluruskan pemimpin dengan jalan rahasia, tidak didepan umum

5). Membantu pekerjaannya

6). Banyak beristigfar tatkala diberi pemimpin yang tidak baik

https://konsultasisyariah.com/23790-etika-terhadap pemimpin.html, diakses pada tanggal 08 Agustus, 2017 pukul, 13:52

e. Akhlak Terhadap Saudara dan Teman

Teman adalah seseorang yang bisa dijadikan sebagai tempat bernaung dikala sedih, susah, bahagia dan senang. Melihat hal

tersebut Sayyid Muhammad mencantumkan penggalan syair sebagai berikut:

ِحَلاِسِْيَغِب ِءاَجْيَلَْا َلِِا ٍعاَسَك * ُوَل اًخَأَلا ْنَم َّنِإ َكاَخَأ َكاَخَأ

Artinya: janganlah engkau meninggalkan temanmu, karena sesungguhnya orang yang tidak mempunyai teman itu laksana orang yang pergi ke medan perang tanpa membawa senjata (An-Nadwi, 1999:17).

Oleh karena itu jangan sampai seseorang berbuat yang tidak baik, ataupun berprasangka buruk terhadapnya. Maka untuk menjaga hubungan dengan teman tetap baik, seseorang seharusnya memiliki sikap atau perilaku yang baik terhadapnya. Dalam kitab

At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib dijelaskan

bagaimana sebaiknya akhlak kita terhadap teman:

1) Memuliakan/menghormati teman yang lebih besar dan menyayangi teman yang lebih kecil

2) Menjaga sopan santun dalam pergaulan terhadap teman 3) Bersikap ramah terhadap teman

4) Menyenangkan teman dengan budi pekerti yang baik 5) Menjauhi sikap yang menyakitkan teman

6) Sabar dan menahan diri terhadap sikap teman yang menyakitkan 7) Memuliakan keluarga teman

8) Membimbing teman kearah yang baik dan menghindarkan dari kejelekan

Maka dalam menjaga keharmonisan hubungan dengan teman, seseorang seharusnya berperilaku yang baik dalam pergaulan terhadap temanya, seperti menjaga sopan santun serta menyayanginya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

َّنِم َسْيَل

اَنَيِغَص ْمَحْرَ ي َو اَنَيِبَك ْرِّ قَوُ ي َْلَ ْنَم ا

Artinya:“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.”(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Dokumen terkait