KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT
SAYYID MUHAMMAD AL-MALIKI AL-HASANI
DALAM KITAB AT-TAHLIYAH
WAT TARGHIB FI
AL-TARBIYAH WA AL TAHDZIB
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
LAILATUL SIDQOH NIM: 111-13-024
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Swt. Saya persembahkan skripsi
ini kepada:
1. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Muhtar Khudlori dan Ibu Siti Muntiamah yang tak pernah berhenti melimpahkan kasih sayang, bimbingan dan do‟anya
kepada anak-anak terkasih agar menjadi anak-anak yang selalu mendapat Ridho Allah SWT
2. Romo yai Khalim A.S beserta ibu nyai, Romo yai Chazim A.S beserta seluruh keluarga dalem dan kepada guru-guru yang saya muliakan, kepada
panjenenganlah aku pasrahkan diriku dhohiron wa batinan tuk mengenal Allah dan Rasul-Nya
3. Seluruh keluarga besar simbah haji Ismail, simbah roko, simbah rayi, simbok tua yang selalu memanjatkan do‟a untuk keselamatan dan kesuksesan anak
-cucunya
4. Mbak eni, mas nur, mas udin, mb fitri, dek ulin, dek jalal, dek umi, dek jamal, dek khobir dan dek ali, serta ibrahim dan haikal, terimakasih atas kasih sayang dari keluarga yang penuh dengan barokah ini amin.
5. Kekasih hati yang selalu memberi semangat dan selalu menguatkanku, semoga kita menjadi jodoh dunia akhirat yang selalu mendapat rahmat dari sang maha
rahman
6. Sahabat-sahabat terbaikku mbak-mbak Pon-pes Darul Ulum yang tidak bisa
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt.yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi
Muhammad Saw, yang telah mencapai puncak kesuksesan tertinggi sepanjang kehidupan manusia yang pernah ada. Serta keluarga, sahabat dan pengikutnya
hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materi, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Achmad Maimun M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Kepada seluruh dosen tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama
ABSTRAK
Sidqoh, Lailatul. 2017. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al
Tahdzib. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Achmad Maimun, M. Ag.
Kata Kunci: Konsep, Pendidikan Akhlak, kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib. Adapun rumusan masalahnya antara lain: 1. Bagaimana konsep
pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib. 2. Bagaimana relevansi konsep
pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib dalam pendidikan Islam di Indonesia?.
Penelitian ini merupakan penelitian library research yaitu penelitian dengan obyek kitab At-Tahliyah. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan metode Interpretasi,metode induktif dan metode deduksi.
Adapun hasil penelitian ini antara lain: 1. Konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib yaitu akhlak terhadap individu, akhlak terhadap diri sendiri, dan
akhlak terhadap masyarakat.2. Relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al
Tahdzib terhadap pendidikan akhlak di Indonesia. Hal itu dilihat dari tujuan
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ... .. i
HALAMAN JUDUL ... . ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... . v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... . ix
DAFTAR ISI ... . x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian ... ... 5
D.Kegunaaan Penelitian…...………....………. 5
E. Penegasan Istilah ... ... .7
F. MetodePenelitian………....………...…….10
BAB II TINJAUAN TENTANG NASKAH DAN PENULIS KITAB AT-TAHLIYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL TAHDZIB A. Gambaran Umum Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa
Al Tahdzib
1. Latar Belakang Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib...15
2. Karakteristik Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib...16
3. Urgensi Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib...18
B. Biografi Sayyid Muhammad 1. Kelahiran dan Silsilah Keturunan Sayyid Muhammad...21
2. Masa Pendidikan Sayyid Muhammad Al-Maliki ...23
3. Guru-Guru Sayyid Muhammad...24
4. Murid-Murid Sayyid Muhammad...28
5. Kiprah Sayyid Muhammad ...29
6. Karya-Karya Sayyid Muhammad...32
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD AL-MALIKI DALAM KITAB AT-TAHLIYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL TAHDZIB
1. Pengertian Pendidikan...37 2. Pengertian Akhlak...38
B. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab At-TahliyahWat Targhib Fi
Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib karya Sayyid Muhammad Al-Maliki
1. Akhlak Terhadap Individu...43 2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri...54 3. Akhlak dalam Pergaulan Masyarakat...62
BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID MUHAMMAD AL-MALIKI DALAM KITAB AT-TAHLYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL TAHDZIB
A. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad
Al-Maliki Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib.......71
B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib......82
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan... ... 84
LAMPIRAN
Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi
Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pengaruh globalisasi tidak dapat dihindari, hal ini tentunya membawa dampak positif dan negatif dalam kehidupan. Dampak positifnya mempermudah kehidupan manusia dengan memanfaatkan
teknologi komunikasi dan transportasi, memperpendek jarak yang jauh. Salah satu dampak negatif dari kemajuan ilmu dan teknologi serta
globalisasi, ialah munculnya pola hidup hedonisme, yang berpandangan bahwa tujuan kehidupan adalah untuk mencapai segala kenikmatan fisik setinggi mungkin dan dengan cara apapun tanpa memperhitungkan
konsekuensi yang mungkin dialami (Team Penulis Rosda, 1995:135). Falsafah hidup hedonisme ini telah berkembang pesat di berbagai negara yang ditandai dengan berbagai indikasi yakni semakin meluasnya kebebasan seks dengan segala perangkatnya, narkoba dan segala jenisnya adalah merupakan indikasi betapa merosotnya moral (Daulay, 2012:142).
Meningkatnya angka kriminalitas yang disertai tindak kekerasan, pemerkosaan, dan penyelewengan seksual dan lain sebagainya, yang sudah
menjadi berita harian dimedia cetak dan elektronik.
Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk
buruk, dan bukan tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk.
Oleh karena itu orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya
mereka tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pionir penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik,
menjadi penerus bangsa negara, dan juga agama.
Dalam sejarah umat manusia, seperti yang diungkapkan dalam dalam
Al-Qur‟an, bahwa bangsa-bangsa yang kokoh adalah bangsa yang baik akhlaknya, sebaliknya bangsa akan menjadi runtuh ketika akhlaknya rusak (Bayumiy, 9 tt).
Menurut Damanhuri (2014:4-5) ajaran akhlak dalam Islam lahir sejalan dengan lahirnya agama ini, yang diketahuai bahwa misi utama
diutusnya nabi Muhammmad adalah untuk membina manusia dengan akhlak mulia, Islam sangat menjunjung tinggi aspek akhlak ini yang pada prinsipnya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat manusia,
menjaga hak-hak sesama dan menjaga batasan-batasannya, meraih ketenangan lahir dan batin secara individu dan sosial dunia dan ukhrawi.
Akhlak yang baik dan sempurna merupakan patokan keberhasilan Islam, karenanya Islam bukan hanya menganjurkan umatnya untuk
keutamaan, membiasakan perilaku terpuji, dan mempersiapkan generasi untuk hidup dalam kejujuran. Untuk itu diperlukan adanya penyadaran,
penanaman, dan pembinaan akhlak kepada anak-anak maupun masyarakat baik berupa materi akhlak yang sifatnya berdiri sendiri yang diterapkan
dalam kehidupan individual maupun terintegrasi kedalam berbagai aspek kehidupan .
Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan perhatian
pada pendidikan akhlak secara mendalam adalah Sayyid Muhammad Al-Maliki, beliau seorang tokoh ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah kaliber
internasional. Sayyid Muhammad keturunan Rasulullah saw melalui cucu baginda Rasulullah al-Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau dilahirkan di kota yang mulia, Makkah al-Mukarramah pada tahun 1367
H/1947 M tepatnya di kawasan Babus Salam (Mauladdawaliyah, 2013:280).
Salah satu buah karya Sayyid Muhammad yang membahas masalah akhlak adalah kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa
Al Tahdzib, kitab ini sangat padat dengan pembentukan pendidikan
karakter yang harus dimilki dalam diri seseorang karena kitab ini membahas beberapa bagian materi yang menuntun pada akhlak yang baik.
Ketika membaca kitab ini yang penuh dengan nilai-nilai kebaikan diharapkan akan adanya nilai yang tertanam dalam diri sang pembaca.
menjadi pedoman bagaimana seseorang berprilaku dalam masyarakat, sehingga kehidupan sosial berjalan dengan damai dan tentram.
Kitab ini bersifat umum sesuai untuk kaum muslim baik usia anak-anak yang masih dalam belajar maupun guru dan orang tua yang ingin
menagajarkan kitab ini kepada anak-anaknya agar mempunyai akhlak mulia sejak dini. Bahasan dalam kitab ini secara umum adalah berkaitan watak dan sifat naluriah dan pembahasan-pembahasan megenai
menghargai manusia, berempati terhadap sesama dan juga menumbuhkan pondasi sikap yang diperbolehkan dan tidak dalam ajaran islam yang telah
disandarkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti konsep pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab kitab At-Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib yang memuat ulasan-ulasan
pemikiran dari sayyid Muhammad Al-Maliki tentang tata cara dalam
kehidupan bermasyakat dan tuntunan akhlak islam lainnya. Untuk itu maka dalam penelitian ini penulis memberi judul KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AT-TAHLIYAH WAT
TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL TAHDZIB KARYA SAYYID
MUHAMMAD AL-MALIKI, Penulis akan berusaha mengulas konsep
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pen elitian ini adalah
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At- Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib? 2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid Muhammad dalam kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa
Al Tahdzib dengan konteks pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak menurut Sayyid
Muhammad dalam kitab At- Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
2. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Sayyid Muhammad dalam kitab At- Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib dengan konteks pendidikan islam di indonesia
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran dan konsep baru mengenai pendidikan akhlak di kalangan praktisi pendidikan maupun akademisi sebagai bahan acuan dan
rujukan. Dan bisa juga sebagai pijakan atau acuan para peneliti dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait konsep pendidikan akhlak. Manfaat lainnya yaitu hasil laporan penelitian ini nantinya dapat
menambah khazanah pengetahuan mengenai konsep baru tentang pendidikan akhlak.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung (praktis) bagi segenap pemerhati dan pelaku pendidikan,
terutama para pembimbing akhlak peserta didik. Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
konsep praktis bagi masyarakat secara luas dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan akhlak.
a. Manfaat Bagi Penyelenggara Pendidikan
Beberapa manfaat yang dapat diambil oleh lembaga penyelenggara pendidikan antara lain sebagai berikut:
1). Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan di sekolah terutama yang berkaitan erat dengan pendidikan
2). Memberikan sumbangan dalam menghadapi permasalahan budi pekerti yang ada di sekolah.
b. Manfaat Bagi Guru Pendidikan Agama
1) Menjadi sumber pertimbangan guru dalam menghadapi masalah
kenakalan siswa didik melalui perbaikan akhlak siswa.
2) Menjadi sumber bagi guru dalam bersikap dan berperilaku agar sesuai dengan tujuan pembelajaran agama.
c. Manfaat Bagi Para Orangtua
Manfaat penelitian ini juga bisa dipakai oleh para orangtua
siswa diantaranya sebagai berikut:
1). Menjadi pedoman teoritis bagi orangtua untuk menangani permasalahan kenakalan anak di rumah.
2). Menjadi sumber atau pedoman perilaku orangtua sehingga mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan akhlak
Konsep secara garis besar definisi konsep adalah suatu hal umum
yang menjelaskan atau menyusun suatu peristiwa, objek, situasi, ide, atau akal pikiran dengan tujuan untuk memudahkan komunikasi antar
Soedjadi (2000: 14) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau
penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah abstraksi dari sebuah peristiwa, objek, situasi, ide, atau akal pikiran sehingga menimbulkan keteraturan dan kemudahan komunikasi antar
manusia memungkinkan manusia untuk berpikir lebih baik.
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak (Mahfud, 2006:33).
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan
kepadanya, baik maupun jelek kepadanya (Al-Jaza‟iri, tt: 223).
Dengan demikian konsep pendidikan akhlak adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klarifikasikan daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti pikiran dan tubuh anak. 3. Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
kitab ini di tulis oleh Sayyid Muhammmad Al-Maliki Kitab
At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib merupakan kitab
berkaitan, bab pertama mengenai pergaulan manusia dengan orang yang lebih tinggi, setingkat dan lebih rendah.
Dimana didalam bab pertama hanya menjelaskan mengenai manusia dalam kehidupannya yang tidak bisa terlepas dari hidup
bersosial dan perlunya hidup bermasyarakat, sedangkan mengenai orang-orang yang kita pergauli dijelaskan dalam bab selanjutnya beserta macam-macam tingkatan orang baik dalam tingkatan yang
disebutkan dalam bab pertama, siapa mereka, bagaimana harus bersikap dan kenapa harus memperlakukan mereka demikian akan
dijelaskan dalam bab dua. Bab tiga sampai bab delapan menjelaskan yang perlu ada dalam diri seseorang mengenai: Kesopanan dan Pergaulan yang baik. Memelihara kesehatan badan. Makanan, waktu
makan dan tujuannya. Pakaian, model dan tujuannya. Rumah sebagai tempat tinggal dan tujuannya. Serta senam dan olahraga. Dalam bab
sepuluh sampai dua belas menjelaskan mengenai beberapa sarana yang dapat memperbaiki kondisi perekonomian. Tata cara mengunjungi teman. Tata cara menjenguk orang sakit dan ta’ziyah. Walimah atau pesta. sehingga dalam beberapa bab ini dapat memahami mengenai tata cara dalam kehidupan bermasyarakat.
Bahasan dalam kitab ini secara umum adalah berkaitan watak dan sifat naluriah dan pembahasan-pembahasan megenai menghargai
sikap yang diperbolehkan dan tidak dalam ajaran islam yang telah disandarkan pada Al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research, jenis penelitian ini data-datanya diambil dari perpustakaan artinya penelitian literature
yang dilakukan dengan penelitian menggali dan menganalisa data dari bahan-bahan tertulis di perpustakaan yang relevan dengan
masalah-masalah yang diangkat (Warsito, 1993:10).
Penelitian kepustakaan dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama maupun pendukungnya, berasal dari karya
tulis yang dipublikasikan (Nasir 1985:3).
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis, menggunakan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun buku-buku dan dokumentasi yang relevan dengan sumber data
dalam penelitian ini. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara kritis, sistematis, dalam hubungan dengan
masalah yang diteliti sehingga diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok masalah (Azwar 1998:36).
a. Sumber primer, adalah sumber langsung yang berkaitan dengan permasalahan yang di dapat yakni, buku-buku karya Sayyid
Muhammad antaralain: kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al
Tarbiyah Wa Al Tahdzib, terjemahan kitab At-Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib.
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung untuk memperjelas data primer yakni buku Akhlak
Perspektif Tasawwuf Syaikh Abdurrahman as-Singkili dan kitab Akhlaqul Banin
c. Sumber tersier, dalam penelitiaan ini data tersiernya penulis ambil dari kitab-kitab maupun buku-buku, dan media elektronik seperti internet, yang mendukung objek penelitian.
3. Metode Analisis Data
Metode analisis data yaitu cara penanganan terhadap suatu
obyek ilmiah tertentu dengan cara memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lain (Soemargono, 1992:2). Dengan menggunakan metode ini bukan untuk memperoleh pengertian baru, tapi hanya
mendapatkan penjelasan suatu pengertian dari penelaahan obyek penelitian. Untuk memahami obyek penelitian ini penulis
menggunakan metode analisis sebagai berikut: a. Interpretasi
disajikan, yaitu dengan mengacu pemikiran sayyid muhammmad dalam kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
b. Metode Induksi
Suatu pola pikir dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisasi yang bersifat umum. Yaitu dengan memahami kisah orang terdahulu, seperti nabi Muhammad dan Ghozali.
c. Metode Deduksi
Apa yang dipandang benar pada suatu peristiwa. Hal ini
adalah suatu proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengertian yang khusus (Bakker 1990:69). Dalam metode ini
penulis mencermati dari kehidupan dan peristiwa yang ada di lingkungan sekitar.
G. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua. Tinjauan Tentang Naskah dan Biografi Penulisyang mengeraikan tentang: Gambaran Umum Kitab At-Tahliayah Wat Targhib
Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib, latar belakang penulisan kitab
At-Tahliayah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib, Urgensi kitab
At-Tahliayah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib dan Biografi dan
pemikiran Sayyid Muhammmad Al-Maliki, menguraikan tentang: Biografi, Sayyid Muhammmad Al-Maliki yang meliputi riwayat kelahiran,
kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu bab ini juga membahas perkembangan intelektual dan karya-karyanya.
Bab Ketiga. Berisi tentang Deskripsi Pemikiran Sayyid
Muhammad Al-Maliki dalam Kitab At-Tahliyyah Wat Targhib Fi Al
Tarbiyah Wa Al Tahdzib, dimana disitu diuraikan tentang gambaran
akhlak secara umum, dilanjutkan konsep pendidikan akhlak Sayyid Muhammmad Al-Maliki dalam kitab At-Tahliayah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
Bab Keempat. Berisi tentang Analisis dan relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al-Maliki Dalam Kitab
At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
BAB II
TINJAUAN TENTANG NASKAH DAN PENULIS KITAB AT-TAHLIYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL TAHDZIB
A. Gambaran Umum Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
1. Latar Belakang Penulisan Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
Dalam pengantar kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib telah disebutkan mengenai tujuan adanya kitab
At-Tahliyah adalah suatu hal yang pasti dan jelas bahwa pendidikan
generasi muda menuntut adanya berbagai fasilitas dan sarana yang
dapat mengantar mereka pada keselamatan jasmani, pemeliharan dan pertumbuhan serta terjaminnya segala sarana yang dapat mengantar
mereka pada keselamatan jasmani, pemeliharaan dan pertumbuhan serta terjaminnya segala sarana yang dapat melahirkan orang yang berpendidikan, dengan cara membiasakan para generasi muda berpikir
secara teliti sehingga ia dapat membedakan antara perkara yang bermanfaat atau membahayakan, yang baik maupun yang benar
sehingga dia mampu membatasi kecenderungan hatinya dan keinginannya.
menjadi orang yang bebas dan teguh pendiriannya, terdidik mentalnya, baik budi pekertinya, mencintai kebenaran dan kejujuran,
tulus dalam pengabdianya, tekun dalam bekerja, disiplin dalam ucapan dan perbuatannya, jika sudah demikian dia adalah orang yang berguna
bagi dirinya sendiri dan untuk umatnya.
Mengingat tujuan pendidikan seperti tersebut di atas, hal ini merupakan masalah terpenting yang harus mendapat perhatian penuh
dan perlu mendapat arahan yang baik, maka terpanggil rasa tanggung jawab dan kewajiban musonef terhadap negara dan umat manusia itulah yang mendorong musonef menulis sebuah kitab yang diberi nama kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
yang memuat berbagai saran untuk menjaga jasmani dan mendidik
jiwa dengan penuh harapan dapat bermanfaat (Sayyid Muhammad 1999:10).
2. Karakteristik Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
Karakteristik yaitu ciri-ciri yang menonjol dari Kitab
At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib yang tentunya
karakterstik tersebut dapat membedakan dengan karakteristik kitab
yang lainnya. Perbedaan tersebut paling tidak dapat dilihat dari unsur-unsur yang dapat membangun jiwa dan juga isi dari kitab yang
Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
terdiri dari tiga belas bab pembahasan, yang mana pada setiap babnya
terperinci dalam beberapa sub bab didalamnya. Dalam kitab ini antara satu bab dengan yang lain masih saling berkaitan satu sama lain.
Seperti pada bab pertama yang membicarakan mengenai pergaulan manusia dengan orang yang lebih tinggi, setingkat dan lebih rendah, dimana di dalamnya hanya menjelaskan mengenai manusia dalam
kehidupannya tidak bisa terlepas dari hidup bersosial dan perlunya hidup bermasyarakat. Sedangkan mengenai orang-orang yang kita
pergauli dijelaskan dalam bab selanjutnya beserta macam-macam tingkatan orang baik dalam tingkatan yang disebutkan dalam bab pertama, siapa mereka, bagaimana harus bersikap dan kenapa harus
memperlakukan mereka demikian akan dijelaskan dalam bab dua. Kemudian pada bab tiga sampai bab delapan menjelaskan segala
hal yang perlu ada dalam diri seseorang. Hal tersebut mengenai: Kesopanan dan pergaulan yang baik, Memelihara kesehatan badan, Makanan, waktu makan dan tujuannya, Pakaian, model dan tujuannya,
rumah sebagai tempat tinggal dan tujuannya, serta senam dan olahraga.
Selanjutnya dalam bab sepuluh sampai dua belas menjelaskan mengenai beberapa sarana yang dapat memperbaiki kondisi
Secara umum bahasan kitab ini adalah berkaitan watak dan sifat naluriah manusia dan juga pembahasan pembahasan mengenai
menghargai manusia, berempati terhadap sesama dan juga menumbuhkan pondasi sikap yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan dalam ajaran Islam yang telah disandarkan pada Al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kitab ini bersifat umum,
yaitu untuk siapa saja baik usia anak-anak yang masih dalam belajar
maupun guru dan orang tua yang ingin mengajarkan kitab ini kepada anak-anaknya agar mempunyai karakter yang baik sejak dini.
Dalam pembahasan bab-babnya, musonef juga menyertakan syair-syair sehingga nuansa seni dalam kitab ini benar benar terbangun. Ketika mengkaji kitab ini dapat dirasakan benar bagaimana
keadaan sosial dan kehidupan sehari-hari yang sangat perlu diperhatikan agar dalam kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan
damai dan tentram.
3. Urgensi Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
Dalam dunia pondok pesantren, kitab kuning (yellow book), atau dalam istilah lain dikenal dengan “kitab klasik” atau kutub
al-qadimah dan ada pula yang menyebutnya “kitab gundul” karena tidak
memiliki syakl, merupakan salah satu elemen penting diantara lima elemen penting pesantren. Dalam hal ini kitab At-Tahliyah Wat
yang sarat dengan berbagai nilai karakter menjadi sumber rujukan utama dalam pengajaran di pondok pesantren di berbagai wilayah.
Menurut Amrizal (2017:84) Salah satu pondok pesantren yang mengkaji kitab At-Tahliyah yaitu pondok pesantren Darun Nahdhah Thawalib Bangkinan. Pondok pesantren ini menerapkan kurikulum terpadu dalam sistem pendidikannya, yaitu antara kurikulum madrasah di bawah naungan Kementrian Agama dan kurikulum pesantren. Di
pondok pesantren ini kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib diajarkan kepada santri Madrasah Ibtidaiyah kelas
empat mata pelajaran akhlak.
Begitu pula menurut penelitian yang dilakukan oleh Mushollin (2014:128) di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren as-Salafy al-Fitrah
Surabaya, pondok pesantren yang telah mendapatkan status muadalah
dari Dirjen Pendidikan Islam ini, dalam kurikulum Madrasah Aliyah
Pondok Pesantren as-Salafy al-Fitrah Surabaya juga menggunakan kitab At-Tahliyah dalam aspek akhlak sebagai sumber kajian yang diajarkan kepada siswa-siswinya dalam sekolah formal dengan standar
kompetensi sebagai berikut:
1. Tertanam akhlak yang terpuji mulai taqwa sampai berbuat adil.
2. Mampu memahami kebutuhan dan pentingnya berinteraksi serta etika kepada semua orang dari semua lapisan masyarakat sesuai
tingkatan dan derajat masing-masing.
Selain itu di Pondok Pesantren Darul Falah yang terletak di dusun Bendomungal desa Sidorejo kecamatan Krian kabupaten
Sidoarjo. Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al
Tahdzib juga dijarkan di Madrasah Diniyah kelas empat ibtida’
http://docplayer.info/39657027-Bab-iii-hasil-penelitian.html (diakses pada hari rabu, 19 juli 2017. Pukul 13.56). Sedangkan di pesantren Pancasila kota Salatiga, kitab At-TahliyahWat Targhib Fi Al Tarbiyah
Wa Al Tahdzib ini menjadi mata pelajaran pada Madrasah Diniyyah
kelas imrithi pada hari senin (Sumber: Dokumen Pon-Pes. Pancasila
Kota Salatiga).
Sama halnya dengan Madrasah Diniyah Darul Ulum kecamatan Suruh kabupaten Semarang kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al
Tarbiyah Wa Al Tahdzib disini diajarkan kepada para santri kelas lima
ibtida’ atau setingkat dengan kelas imrithi di pesantren pancasila kota Salatiga (Sumber: Dokumen Madrasah Diniyah Darul „ulum suruh).
Berbeda halnya dengan pondok pesantren lainnya yang mengajarkan kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib dengan metode bandongan maupun wetonan, Pondok pesantren An-Najiyah kec Wonocolo surabaya juga mengajarkan kitab At-Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib kepada para santri dengan
B. Biografi Sayyid Muhammad Al-Maliki
1. Kelahiran dan Silsilah Keturunan Sayyid Muhammad Al-Maliki Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki al-Hasani atau lebih dekat dengan panggilan Abuya Sayyid
Muhammad. Beliau adalah sosok ulama yang sangat alim, ahli sastra, dan ahli hadis yang sangat cendekia. Beliau dilahirkan, di kota Makkah tepatnya di kawasan Babus Salam pada tahun 1365 H/1945M (Hai‟ah Ash-Shofwah, 2016:629).
Sayyid Muhammad termasuk salah satu keturunan Rasulullah
SAW melalui cucu Rasulallah SAW, al-Imam Hasan bin Ali bin Abi Tholib ra. Ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki al-Makki al-Hasani. Nasab mulia ini bersambung terus hingga
sampai pada Sayyidina Idris al-Azhari bin Idris al-Akbar bin Abdullah al-Kamil bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sibth bin al-Imam
Ali bin Abi Thalib, suami as-Sayyidah Fathimah az-Zahra putri Baginda Rasulullah Muhammad SAW (Ba‟alawi, 2009:1).
Ayah beliau, Sayyid Alawi al-Maliki adalah tokoh ulama yang
terkemuka dan disegani oleh sekian banyak ulama yang mengajar di Masjidil Haram. Sayyid Alawi telah mengabdikan diri mengajar di
Masjidil Haram selama 40 tahun. Dalam masa itu banyak para ulama dari Asia Tenggara yang berguru di Majlis Ta‟lim Sayyid Alawi
Selain mengajar di Masjidil Haram Sayyid Alawi juga menjabat sebagai ketua khotib dan da’i di Kota Makkah. Bahkan Raja Faishal penguasa Kerajaan Arab Saudi pada waktu itu, tidak akan membuat suatu keputusan yang berkaitan dengan Kota Makkah kecuali setelah meminta saran dan nasihat dari Sayyid Alawi (Ba‟alawi, 2009:2).
Sayyid Muhammad sejak kecil hidup di dalam lingkungan keluarga yang sholeh dan penuh keberkahan. Beliau tumbuh dan
berkembang dalam perjalanan hidup yang baik di atas jalan para
shalafus sholih dengan bimbingan langsung dari ayahnya. Sehingga di
kemudian hari beliau menjadi figur ulama yang sangat alim dan selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia, beliau mempunyai andil yang sangat besar dalam dakwah dan pendidikan islam (Ba‟alawi,
2009:4).
Sayyid Muahammad dipanggil Allah SWT berpulang ke
Rahmat-Nya pada fajar hari Jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 30 Oktober 2004 Masehi di kediaman beliau jalan al-Maliki distrik Rushaifah. Beliau dimakamkan di pemakaman Ma‟la di samping makam istri Rasulullah
SAW, Sayyidah Khadijah bin Khuwailid (Hai‟ah Ash-Shofwah
2016:631).
Sayyid Muhammad meninggalkan tujuh putra dan beberapa
dan Sayyid Husein. Dari putra-putra beliau, kini yang menjadi
khalifah (pengganti) untuk melanjutkan jejak sang ayahanda sebagai
pemangku ribath (pondok pesantren) adalah putra beliau yang bernama Sayyid Ahmad lulusan Universitas Ummul Qura Makkah ( Ba‟alawi, 2009:50)
2. Masa Pendidikan Sayyid Muhammad Al-Maliki
Pendidikan pertama beliau adalah Madrasah al-Falah Makkah,
dimana ayah beliau Sayyid Alawi sebagai guru agama di sekolah tersebut dan merangkap sebagai guru di halaqoh di Masjidil Haram. Pada pendidikan awal inilah beliau belajar ilmu nahwu, tafsir, hadis, fiqh, dan hifdzul Qur’an kepada ayahnya (Ba‟alawi, 2009:4). Kecerdasan Sayyid Alawi sudah mulai terpancar sejak kecil, beliau
mampu menghafal Al-Qur‟an sejak berusia 7 tahun dan sudah menghafal kitab hadits al-Muwaththa‟ karya Imam Malik saat beliau
berumur 15 tahun.
Pada usia 25 tahun, Sayyid Muhammad meraih gelar Doktor ilmu hadits di universitas Al-Azhar Kairo dengan predikat mumtaz
(sangat memuaskan). Beliau menjadi warga Arab Saudi yang pertama dan termuda yang menerima ijazah Ph.D dari Al-Azhar. Kemudian
pada usia 26 tahun, beliau dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits pada Universitas Ummul Quro Makkah. Ini adalah sebuah prestasi
Sayyid Muhammad tidak hanya belajar di Haramain, tetapi dalam rangka mengejar studi hadis dan untuk menyempurnakan
pengembaraan menuntut ilmu, beliau berangkat ke beberapa negeri, diantaranya Maroko, Mesir, India, Pakistan, Libya dan lainnya.
Disanalah beliau berjumpa dengan sejumlah ulama terkemuka yang kemudian memberikan ijazah-ijazah kepadanya (Maimoen, 2012:8). 3. Guru-Guru Sayyid Muhammad Al-Maliki
Berkaitan mengenai guru-guru Sayyid Muhammad, Ba‟alawi (2009:8) mengemukakan peryataan beliau saat ditanya mengenai
guru-gurunya beliau menuturkan:
Kami telah bertemu dan belajar dari banyak ulama dan tokoh terkemuka, baik dari kalangan Saadah Bani Alawi (ahlu baitnya Rasulullah SAW) maupun yang lainnya. Baik yang kami temui di Makkah-Madinah maupun pada saat kami melawat ke Maroko, Mesir, Aljazair, Tunisia, Sudan, Indonesia dan lainnya. Jika kami hitung-hitung barang kali jumlah mereka lebih dari 100 orang.
Namun guru yang paling berjasa dalam membentuk kepribadian beliau adalah ayahandanya sendiri, Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki
al-Hasani. Beliau belajar kepada ayahnya sendiri di rumah maupun di Masjidil Haram. Ayahnya selalu memberikan perhatian dan
bimbingan khusus terhadap pendidikan Sayyid Muhammad, sehingga suatu ketika beliau mengungkapkan pujian terhadap ayahnya dengan ungkapan ungkapan: “Ayahanda, beliaulah kebanggaanku, sang
Berikut beberapa guru Sayyid Muhammad yang paling masyhur diantaranya yaitu:
a. Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (w.1391 H). b. Syaikh Muhammad Yahya bin Syaikh Aman (w.1387 H).
c. Syaikh Muhammad al-Arabi at-Tabbani (w.1391 H). d. Syaikh Hasan bin Sa‟id al-Yamani (w.1391 H).
e. Syaikh Muhammad al-Hafidz at-Tijani, guru besar ilmu hadits di
Mesir (w.1398 H).
f. Syaikh Hasan bin Muhammad al-Masysyath (w.1399 H).
g. Syaikh Muhammad Nur Saif bin Hilal al-Makki (w.1403 H). h. Syaikh Abdullah bin Sa‟id al-Lahji (w.1410 H).
Mereka adalah guru-guru Sayyid Muhammad yang senantiasa
diikuti majelis ta’limnya dan beliau senantiasa mengambil faedah keilmuan dari guru-gurunya yang mulia tersebut (Ba‟alawi, 2009:9).
Adapun masyayikh beliau baik dalam riwayah dan ijazah atau dalam halqiro’ah dan ijazah dari kalangan ulama besar diluar wilayah
haramain, menurut Ba‟alawi (2009:11-12) diantaranya sebagai
berikut:
a. Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi, guru
besar ilmu hadits di India.
b. Al-Muhaddits Syaikh Habiburrahman al-A‟dzomi.
e. Syaikh Muhammad As‟ad, Mufti Syafi‟iyyah di Halb.
f. Syaikh Hasan bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdal al-Yamani.
g. Al-Musnid al-Arif Billah Makki bin Muhammad bin Ja‟far al- Kattani ad-Dimasyqi, Damasykus, Syiria.
h. Syaikh Husnain Muhammad Mahluf (w.1411 H), mantan mufti Mesir.
i. Syaikh Amin bin Mahmud Khattab as-Subki, Mesir.
j. Syaikh Abdullah Arabi al-Misri, murid Syaikh al-Bajuri. k. Syaikh Abul Yasar bin Abidin, mufti Syiria.
l. Syaikh Abdllah Zaid al-Maghrabi az-Zabidi. m.As-Sayyid Muthahhar al-Ghirbani al-Yamani. n. Syaikh Ibrahim al-Khatani al-Bukhari al-Madani.
o. Syaikh Shaleh al-Ja‟fari, Imam Jami‟ Al-Azhar. p. Syaikh Ibrahim Abul Uyun.
q. Syaikh Yusuf Ishaq as-Sudani.
r. Syaikh Abdullah Shiddiq al-Ghimari al-Maghribi. s. Syaikh Muhammad Thahir at-Tunisi.
t. Syaikh Fadlol bin Muhammad Ba Fadlol, Tarim. u. Sayyid Muhammad Yahya al-Ahdal al-Yamani.
v. Syarif Muhammad Musthafa as-Syinqithi. w.Syaikh Khalil bin Abdul Qodir al-Makki.
x. Syaikh Umar al-Yafi‟i.
Adapun jalur pengambilan sanad beliau dari kalangan Sa‟adah Bani Alawi, diantaranya:
a. Al-Imam al-Habib Umar bin Sumaith.
b. Al-Imam al-Habib Hamzah bin Umar al-Aydrus.
c. Al-Imam al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang, Jakarta.
d. Al-Imam al-Habib al-Allamah Ali bin Husain al-Atthos Bungur,
Jakarta.
e. Al-Habib al-Faqih Hamid bin Muhammad bin Salim asy-Syari,
Malang.
f. Al-Habib al-Allamah Syaikh bin Salim al-Atthos.
g. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Ahmad bin Hasan al-Atthos.
h. Al-Imam al-Habib al-Arif Billah Alawi bin Abdullah bin Syihabuddin.
i. Al-Habib al-Allamah al-Adib Abdullah bin Ahmad al-Haddar. j. Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Alawi al-Atthos. k. Al-Habib Shalih bin Muhsin al-Hamid, Tanggul, Jember.
l. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Syaikh Abu Bakar, Tarim, Hadlramaut.
m.Al-Habib Salim bin Jindan, Jakarta.
n. Al-Habib al-Allamah Ahmad Masyhur bin Thoha al-Haddad,
Jeddah.
Dalam halta’lim Sayyid Muhammad merupakan sosok pribadi yang sangat menghormati guru-guru beliau dan sangat menjunjung
tinggi kedudukan mereka. Beliau selalu tawadlu’ dan selalu berbaik sangka dan yakin terhadap mereka. Kemulian akhlak inilah yang menjadi kunci keberkahan dan kemanfaatan ilmu beliau (Ba‟alawi,
2009:13).
Seringkali beliau mengingatkan murid-muridnya dengan mutiara
hikmah al-Habib Abdullah al-Haddad:
Tidaklah seseorang menjadi guru orang lain kecuali jika hatinya sudah bersamanya (yakin) sehingga tidak melihatnya seorangpun yang lebih utama daripada gurunya, jika demikian, maka barulah dia dapat mengambil manfaat dari guru itu. 4. Murid-Murid Sayyid Muhammad Al-Maliki
Telah banyak penuntut ilmu yang belajar kepada beliau, baik
yang berasal dari Makkah dan Madinah maupun yang datang dari negara lain termasuk dari Indonesia. Mayoritas santri beliau menjadi kader dakwah Islam bagi masyarakat setempat dimana mereka tinggal.
Diantara mereka ada yang menduduki jabatan sebagai qodli, ahli dakwah, ulama dan pengasuh pondok pesantren maupun madrasah
yang tersebar di segala penjuru dunia (Ba‟alawi, 2009:16).
Menurut Habib Abdurahman Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara
Murid-muridnya itu antara lain Habib Abdulkadir al-Hadad, pengurus Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur, Habib Hud Baqir Alatas
pimpinan majelis taklim as-Shalafiah, Habib Saleh bin Muhammad al-Habsyi, Habib Naqib bin Syech Abu Bakar yang memimpin majelis
taklim di Bekasi, Novel Abdullah Alkaff yang membuka pesantren di
Parangkuda, Sukabumi. Di antara ulama Betawi lainnya yang pernah menimba ilmu di Makkah adalah KH Abdurahman Nawi, yang kini
memiliki tiga buah madrasah atau pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok. Masih belasan pesantren dan
madrasah di Indonesia yang pendirinya adalah alumni dari Sayyid Muhammad. Seperti KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang
(Probolinggo), dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo (Alwi Shahab. “Khazanah: Jejak Islam. http: // www. republika. co.id
/ berita /shortlink /7835. (15 Oktober 2008). Diakses, Kamis 02 April 2017.
Beliau mendidik santri-santrinya dengan penuh keikhlasan demi
Allah SWT semata. Inilah yang menjadikan ilmu para santrinya benar-benar bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.
5. Kiprah Sayyid Muhammad Al-Maliki
Sayyid Muhammad merupakan figur ulama yang mempunyai
dakwah Islam sangat besar Ba‟alawi (2009:6) menyatakan sejak umur Beliau belum mencapai usia baligh, beliau sudah mulai diperintah
ayahnya untuk mengajar setiap kitab yang telah dikhatamkannya. Setelah ayahnya wafat Sayyid Muhammad tampil sebagai penurus
perjuangan dakwah ayahnya. Beliau diminta oleh sejumlah ulama Makkah untuk menggantikan posisi ayahnya mengajar di Masjidil Haram.
Disamping mengajar di Masjidil Haram beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz Jeddah bagian pada tahun
1390-1399 H dan di Universitas Ummul Quro‟ Makkah bagian ilmu hadis dan ushuluddin. Cukup lama beliau menjadi dosen di dua universitas tersebut, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri
dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka majelis
ta’lim di rumah beliau, Utaibiyyah. kemudian pindah ke Rushoifah (Hai‟ah Ash-Shofwah 2016:629).
Pada tahun 1392 H /1971 M Sayyid Muhammad mengikuti pertemuan ulama di Aljazair. Tema yang dibahas pada waktu itu
adalah tentang orientalis dan bahayanya. Beliau juga mengetuai beberapa majelis dalam Muktamar al Imam Malik yang akan di selenggarakan setiap tahun di Maroko. Beliau juga aktif menghadiri
Muktamar Islamiyah di luar Arab Saudi seperti Mesir, Maroko,
pada tahun 1399 H, 1400 H, dan 1401 H. Sayyid Muhammad terpilih sebagai ketua Dewan Juri, beliau merupakan orang pertama yang
mengetuai Dewan Tahkim MTQ tingkat internasional tersebut (Ba‟alawi, 2009:27)
Pada tanggal 5-9 Dzulqo’dah 1424 H, Sayyid Muhammad menjadi pemateri dalam acara seminar nasional yang diadakan oleh pemerintah Arab Saudi dengan judul “Fanatisme Berlebihan Dan
Proporsional, Pandangan Metodologi Umum” ( Ba‟alawi, 2009:27).
Dari hasil seminar itulah beliau mengeluarkan sebuah risalah yang berjudul “al Ghuluww dairoh fil Irhab wa Ifsad al Mujtama’(Sifat Ekstrimisme dan Pengaruhnya Terhadap Terorisme dan Kerusakan di dalam Masyarakat)” (Ba‟alawi, 2009:28).
Kemudian pada tanggal 11 Dzul Qa‟dah 1424 H, beliau
mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil
raja (putera mahkota). Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatakan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan dakwah. Sayyid Muhammad juga
telah banyak membantu pesantren dan madrasah di berbagai daerah Asia Timur dan Asia Tenggara. Bentuk bantuan beliau mulai dari
6. Karya Karya Sayyid Muhammad Al-Maliki
Sayyid Muhammad merupakan tokoh ulama yang bertugas
membimbing umat melalui mimbar, majelis, halaqoh, dan lain sebagainya. Namun disamping mempunyai kesibukan yang begitu
padat diluar, beliau tetap memiliki kepedulian dibidang tulis-menulis. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya tulis yang dihasilkan dari pena beliau. Beliau telah menulis lebih dari seratus kitab, serta
beberapa artikel tentang berbagai topik keislaman dan sosial.
Mengenai kitab karangan beliau dalam berbagai disiplin ilmu, Ba‟alawi (2009: 32-38) menyebutkan sebagai berikut :
a. Dalam bidang Akidah dan Ilmu Al-Qur‟an
1) Mafahim Yajibu an Tushahhah (Faham-faham yang wajib
diluruskan). Kitab ini merupakan karya beliau yang paling monumental dan terkenal. Diberi kata sambutan oleh banyak
ulama besar di dunia dan telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa. Berkaitan dengan kitab ini, beliau mengatakan, “Kitab karanganku yang paling dekat denganku adalah Mafahim Yajibu
an Tushahhah.”
2) Manhajus-Salah Fi Fahmin-Nushush Baina Nazhariyyah
wat-Tathbiq (Metode Ulama Salaf dalam Memahami Teks antara
Teori dan Praktek).
3) Huwallah (Dialah Allah). Kitab ini mengulas tentang ilmu
4) At Tahdziru Minal Mujazafah Fit-Takfir (Waspada dari Mengklaim Kafir secara Gegabah).
5) Al-Ghuluw Wa Atsaruhu Fil Irhab Wa Ifsadil Mujtama’
(Ekstrimisme dan Dampaknya terhadap Perilaku Terorisme dan
Merusak Masyarakat).
6) Tahqiqul Amal Fima Yanfa’ul Mayyit Minal A’mal (Amaliyah yang Bisa Bermanfaat bagi Orang Mati).
7) Wahuwa Bil Ufuqil A’la (Dan Dia [Allah] Berada di Puncak
Yang Maha Tertinggi)
8) Zubdatul Itqan Fi Ulumil Qu’ran (Intisari Kitab Itqan tentang
Ilmu-ilmu Al Qur‟an).
9) Al Qowa’idul Asasiyah Fi Ulumil Qur’an (Kaidah-kaidah Dasar Ilmu Al Quran)
b. Dalam bidang Ilmu Hadis
1) Anwarul Masalik Ila Riwayati Muwaththai Malik (Pelita
Jalan-jalan tentang Periwayatan Kitab Muwaththa‟ Imam Malik).
2) Tahqiq Muwaththai Malik- riwayat Imam Ibnu Qosim.
3) Al Manhalul Lathif Fi Ushulil Hadits asy Syarif (tentang
metodologi ilmu Hadits).
4) Al Qowaidul Asasiyah Fi Musthalahil Hadits (Kaidah-kaidah
Dasar Ilmu Hadits).
6) Al Iqdul Farid al Mukhtashar Minal Atsabit Wal Asanid
(tentang ilmu Hadits Musalsal dan tentang sanad).
7) Al-Uqudul Lu’luiyyah Bil Asanid Ulwiyyah (menjelaskan tentang sanad-sanad Sayyid Alawi al Maliki, ayahanda beliau).
c. Bidang Ilmu Usul Fiqh
1) Al Qowa’idul Asasiyah Fi Ushulil Fiqh (kaidah-kaidah dasar ilmu Usul Fiqh)
2) Syarh Manzhumat Waraqah (penjelasan nazham-nazham Kitab
Waraqat).
3) Bidang ibadah Haji dan sejarah kota Makkah
4) Al Hajju, Fadhail Wa Ahkam (menjelaskan tentang
keutamaan-keutamaan dan hukum-hukum dalam ibadah haji).
5) Fi Rihab Baitillah al Haram (Disisi Baitullah yang mulia)
6) Labbaika Allahumma Labbaik (tuntunan praktis ibadah haji).
d. Bidang Sirah Nabawiyyah
1) Muhammad SAW al Insanul Kamil (Muhammad SAW
Manusia Paripurna).
2) Adz Dzakhairul Muhammadiyyah (Pusaka Berharga Baginda
Muhammad SAW).
3) Khashaishul Ummah al Muhammadiyyah (Keistimewaan
Umat Nabi Muhammad SAW).
4) Tarikhul Hawadits Wal Ahwal An Nabawiyyah (Sejrah
5) Az Ziyarah an Nabawiyyah Baina asy Syar’iyyah Wal Bid’ah (Ziarah Rasulullah, antara Tuntunan Syari‟ah dan Bid‟ah).
6) Al Madh an Nabawi Bainal Ghuluw Wal Inshaf (Memuji
Rasulullah, antara Berlebihan dan Sederhana).
7) Syifaul Fuad Bi Ziyarati Khairil Ibad (Penyejuk Hati dengan
Menziarahi Hamba Paling Istimewa).
8) Al Bayan Wat Ta’rif Fi Dzikra al Maulidun Nabawiy asy
Syarif (Seputar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW).
9) Al Anwarul Bahiyyah Fi Israi Wa Mi’raji Khairil Bariyyah
(tentang Isra‟ Mi‟raj Rasulullah SAW).
10) Maulidul Imam al Hafizh Ad Daiba’i (mengomentari keabsahan dalil dalam bacaan Maulid karya Imam ad Daiba‟i).
11) Al Bayan Fi Manaqib As Sayyidah Khadijah al Kubra
(biografi Sayyidah Khadijah al Kubra, isteri Rasulullah SAW).
e. Bidang Dzikir dan Amalan Rohaniah
1) Abwabul Faraj (Pintu-pintu Kelapangan, himpunan doa dan
amalan).
2) Syawariqul Anwar Min Ad’iyati Saadah al Akhyar (himpunan doa para ulama dan imam pilihan).
3) Mukhtashar Syawariqul Anwar Min Ad’iyati Saadah al Akhyar
(ringkasan kitab diatas).
f. Bidang Ilmu Lainnya
1) Adabul Islam Fi Nizhamil Usroh (Etika Berumah Tangga
dalam Islam).
2) Shilatur Riyadhah bi ad Din (Korelasi antara Olahraga dan
Agama).
3) Al Qudwatul Hasanah Fi Manhajid Da’wah Ilallah (Teladan Baik dalam Metode Da‟wah di Jalan Allah)
4) Al Mustasyriqun Bainal Inshaf Wal Ashabiyyah (Orientalis,
antara Sadar dan Keterlaluan).
5) Mafhumu Tathawwur Wat Tajdid Fi Syariatil Islamiyyah
(Arti Dinamisasi dan Pembaharuan dalam Syariat Islam).
6) Dzikrayat Wa Munasabat (Peringatan dan Munasabah,
menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan pada bulan dan acara tertentu sesuai dengan fakta sejarah yang terjadi, seperti
seputar Peringatan Maulid Nabi, malam Nisfu Sya‟ban, Lailatul Qadr, Hijrah Nabi dan lain-lain.
7) Maa Laa Ainun Raat (Sesuatu yang Belum Pernah Dilihat
Mata).
8) Kasyful Ghummah (keutamaan membantu orang lain).
Kitab-kitab diatas adalah diantara karya tulis beliau yang telah dicetak dan beredar luas. Masih banyak karangan-karangan lainnya
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD AL MALIKI DALAM KITAB AT-TAHLIYAH WAT TARGHIB FI AL TARBIYAH WA AL
TAHDZIB
A. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, yang berarti “memelihara
dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran” (FPI
-UPI, 2007:20). Sedangkan secara istilah pendidikan dapat diartikan sebagai “latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia
berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah” (FPI-UPI, 2007:38).
Pendidikan dapat diartikan secara sempit, dan dapat diartikan
secara luas. Secara sempit pendidikan dapat diartikan sebagai “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.” (Marimba 1989:19). Sedangkan dalam arti
luas, pendidikan adalah “segala hal yang memperluas pengetahuan
manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup” (FPI-UPI, 2007:20).
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Mulyono, 2010:48)
Ki Hajar Dewantoro, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan
Nasional, mengatakan bahwa pendidikan berarti segala daya upaya demi memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran dan tubuh individu guna memajukan kesempurnaan hidup (Winarco, 2017:77).
Dari pengertian-pengertian diatas penulis dapat menarik
kesimpulan mengenai makna pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana demi memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran dan tubuh individu sehingga terbentuk kepribadian yang mulia yang berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Pengertian Akhlak
Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi‟at (Mustofa, 1997:19). Kata akhlak juga berasal dari kata kholaqa
dengan khaliq yang artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:13).
Sedangkan secara terminologis, akhlak merupakan hubungan erat antara khaliq dengan mahluk, dan makhluk dengan mahluk (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:14). Sedangkan Akhlak secara istilah, Ibn Maskawaih (w. 421H/1030) mengatakan bahwa akhlak ialah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Selanjutnya Imam Ghozali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din
juga menerangkan pengertian akhlak yang lebih luas daripada Ibn Maskawaih. Imam Ghozali menuturkan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai macam perbuatan
dengan jelas dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Saebani dan Abdul Hamid, 2012:14).
Kemudian makna akhlak dalam pandangan Ramayulis dan Samsul Nizar (2009:97) akhlak merupakan kebiasaan atau sikap yang mendalam yang tumbuh di dalam jiwa, sesuatu yang dapat dipelajari
dan memiliki ciri yang istimewa yang menyebabkan perilaku manusia sesuai dengan fitrah ilahiyah dan akal sehat.
ilahiyah dan akal sehat, tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu,
dan tanpa direncanakan.
Akhlak sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak
Al-karimah dan akhlak Al-madzmumah. Akhlak Al-karimah atau akhlak
yang mulia sangat amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubung namanusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia,
akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Akhlak terhadap Allah
Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau
hakikatnya.
b. Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai
ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya menjaga kesehatan badan,
menghindari minuman yang diharamkan, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana disertai dengan jujur, dan menghindari perbuatan
c. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial banyak bergantung pada
orang lain, manusia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam
menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena berjasa dalam ikut serta mendewasakan diri sendiri, caranya dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan
menghargainya (Ardani, 2005: 49-57).
Selanjutnya akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela) adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Dalam ajaran islam berdasarkan petunjuk-petunjuk dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:
a. Berbohong
Bohong yaitu memberikan atau menyampaikan informasi
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. b. Takabbur (sombong)
Takabur ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi,
mulia melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
c. Dengki
Dengki merupakan rasa atau sikap tidak senang atas
d. Bakhil (kikir)
Sifat bakhil dapat diartikan sukar bagi seseorang mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang
lain.
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.
Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tujuan di atas, keadaan, pelajaran, aktifitas merupakan sarana pendidikan akhlak, dan
setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segalanya. (Ramayulis dan Samsul Nizar, 2004: 115)
Dari keterangan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan terencana dalam membimbing dasar-dasar akhlak, perangai dan tabiat kepada anak
didik sehingga ia tumbuh menjadi seorang mukallaf yang mampu membisakan diri dengan akhak yang baik dan menghindari akhlak
B. Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib Karya Sayyid Muhammad Al-Maliki
Salah satu karya monumental Sayyid Muhammad Al-Maliki yang
berbicara tentang akhlak adalah kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al
Tarbiyah Wa Al Tahdzib kitab ini menerangkan tentang tingkatan konsep
pergaulan atau bagaimana seharusnya berperilaku atau beretika terhadap
manusia. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut: 1. Akhlak Terhadap Individu
Manusia adalah mahluk sosial yang perlu berinteraksi terhadap orang lain dan membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti yang telah terkutib dalam kitab At Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib
ْنِلإا َّنأ !ْمَلْعا
Artinya: Hendaklah diketahui, bahwa manusia adalah makhluk yang memerlukan hidup bermasyarakat dengan sesamanya. Karena, seseorang itu tidak mungkin dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, kesenangan-kesenangannya dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh mentalnya (An-Nadwi, 1999:11)
meskipun orang tersebut berbeda dalam adat, kebiasaan, kesopanan, dan pangkatnya.
Berikut individu-individu yang ditemui dalam pergaulan lingkup masyarakat, yang mana dalam pergaulan tersebut seseorang harus
menerapkan akhlak yang baik dalam pergaulanya. a. Akhlak Terhadap Ibu
Dalam Islam kedudukan orang tua sangat agung terutama
kedudukan ibu yang harus lebih dimuliakan dan dihormati sebelum ayah. Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah r.a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِْبَِأ ْنَع
َلاَقَ ف َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ِلْوُسَر َلَِإ ٌلُجَر َءاَج َلاَق ُوْنَع ُللها َيِضَر َةَرْ يَرُى
،َكُّمُأ َلاَق ؟ْنَم َُّثُ َلاَق ،َكُّمُأ َلاَق ؟ ِتَِباَحَص ِنْسُِبِ ِساَّنلا ُّقَحَأ ْنَم ،ِللها َلْوُسَر اَي:
،َكُّمُأ َلاَق ؟ْنَم َُّثُ َلاَق
َكْوُ بَأ َلاَق ،ْنَم َُّثُ َلاَق
HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
(
Artinya:Dari Abu Hurairah r.a, sesengguhnya dia berkata: “Telah datang kepada Nabi saw.seorang laki-laki, lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?‟Beliau menjawab: „Ibumu.’ Dia bertanya kembali,„Kemudian siapa?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟ Dia bertanya lagi, „Kemudian
siapa?‟ Beliau menjawab, „Ibumu.‟Laki-laki itu kemudian bertanya lagi, „Kemudian siapa lagi, ya Rasulallah?‟ Beliau
menjawab, „Ayahmu.‟ (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Sayyid Muhammad mengatakan dalam kitab At Tahliyah Wat
Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib bagaimana jasa dan
Rasulullah tersebut ibu lebih berhak mendapat perlakuan baik dan bakti seorang anak dibanding siapapun termasuk ayah. Karena
sesungguhnya seorang ibu telah merasakan dan menangung berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang sangat berat, sewaktu dia
mengandung selama sembilan bulan, melahirkan, menyusui, mencucikan pakaian anaknya dan menjahitnya serta melindunginya dari segala sesuatu yang membahayakan dan menyakiti anaknya.
Beliau melakukan semua itu dengan perasan penuh kasih dan cinta kepada anaknya (An-Nadwi, 1999:12).
Ketika kita tahu betapa beratnya tanggung jawab orang tua kita dalam mendidik dan membesarkan kita hingga kita tumbuh dewasa, betapa besar kecintaan mereka kepada kita. Maka dengan apa kita
akan membalasnya? Sesungguhnya kita tidak dapat membalasnya, yaitu kecuali dengan berakhlaq yang baik terhadap mereka. Adapun
dasar-dasar akhlak seorang anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut:
1) Wajib selalu berbuat baik terhadapnya dengan segenap
kemampuan yang kita miliki.
2) Selalu mencintainya dan berusaha menyenangkan hatinya.
3) Mematuhi segala nasihatnya
4) Tidak mengusik dan menyakiti hatinya
6) Bersalaman kepada ibu pada waktu pagi ketika hendak hendak pergi dan pada waktu sore ketika pulang ke rumah
7) Mendoakan ibu agar selalu sehat dan panjang umur 8) Bersungguh-sungguh dalam belajar
9) Melakukan hal-hal yang membahagiakan keduanya, baik di dalam rumah maupun di luar rumah
10). Menjauhi hal-hal yang dibenci oleh keduanya
Semua itu dilakukan agar untuk memperoleh ridhonya dan mencapai puncak kebaikan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah
dalam Al-Qur‟an surat Luqman ayat 14
ِلِ ْرُكْشا ِنَأ ِْيَْماَع ِفي ُوُلاَصِفَو ٍنْىَو ىَلَع اًنْىَو ُوُّمُأ ُوْتَلََحَ ِوْيَدِلاَوِب َناَسنِْلإا اَنْ يَّصَوَو
ُيِصَمْلا ََّلِِإ َكْيَدِلاَوِلَو
(Q.S Luqman:14)Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu-bapak, ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan telah menyapihnya selama dua tahun. Bersukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembalimu (Q.S Luqman:14) (Al-Qur‟an dan terjemah, 2005:421).
Kemudian bagaimana cara seseorang berbakti kepada ibu
apabila beliau telah meningggal dunia yaitu dengan cara:
1) Berdoa untuk orang tua yang sudah meninggal serta memohonkan
ampun kepada Allah SWT atas segala dosa-dosanya.
b. Akhlak Terhadap Ayah
Di dalam syariat Islam kedudukan seorang ayah sangat penting
dan mulia. Beliau merupakan pemimpin bagi istri, anak dan siapa saja yang tinggal dirumahnya. Beliau mempunyai kewajiban
memberikan pendidikan dan nafkah yang halal bagi keluarga.
Melihat hal tersebut, maka pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani seorang anak yang tak pernah luput dari
kesungguhan dan penjagaan ayah, yang menginginkan anaknya menjadi pribadi yang sholih dan shalihah sukses dunia dan akhirat.
Beliaulah tulang punggung keluarga yang mencari nafkah untuk kesejahteraan keluarga dan kebaikan hidup keluarga.
Oleh karena itu seorang anak harus memperhatikan akhlaknya
terhadap terhadap ayah, seperti yang tercantum dalam kitab At
Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib disebutkan
bahwa: seorang anak harus tulus mencintai ayahnya, memuliakanya dan menjalankan semua saran dan nasihat-nasihatnya, menghindari perbuatan yang menyusahkan hatinya semua itu dilakukan agar
keduanya-duanya sampai berusia lanjut dan pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (Q.S Al-Isra‟:23) (Al-Qur‟an dan terjemah, 2000:284).
c.Akhlak Terhadap Guru
Guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu, beliau merupakan sosok penyelamat manusia dari kebodohan menuju kemulian dan kesempurnaan dengan menanamkan ilmu di dalam hati
dan pikiran manusia, sehingga ia dapat menghindari perbuatan yang tercela dan melakukan perbutan yang terpuji.
Dalam Islam guru mempunyai kedudukan dan derajat yang sangat tinggi. Maka dari itu dalam lingkup pendidikan seorang siswa harus mempunyai akhlak yang baik dalam berinteraksi terhadapnya
dengan cara menghormatinya dan memuliakanya. Dalam kitab ini dijelaskan bagaimana akhlak kita terhadap guru-guru kita dijelaskan
sebagai berikut:
1) Duduk dihadapanya dengan sopan, merundukkan kepala 2) Mendengarkan dan menjalankan nasihatnya
3) Bersikap ramah dan yakin kepadanya 4) Bersungguh sungguh dalam belajar