A.
Kasus Tunggakan PajakKrisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930-an akhirnya menjalar
sampai ke Jawa khususnya praja Mangkunegaran. Krisis ekonomi tersebut
mengakibatkan menurunnya kesejahteraan rakyat di Praja Mangkunegaran. Hal ini
dapat terlihat dari merosotnya hasil pertanian dan upah buruh sehingga penghasilan
rakyat di wilayah Praja Mangkunegaran mengalami penurunan. Penurunan
penghasilan tersebut berdampak langsung pada pemasukan praja Mangkunegaran
khususnya dari sektor pajak dikarenakan banyak wajib pajak yang menunggak
pembayaran pajak.
Salah satu kasus tunggakan pajak penghasilan (Inkomstenbelasting) di Praja
Mangkunegaran adalah kasus penunggakan pajak yang dilakukan oleh salah seorang
wajib pajak yang bernama Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo yang bertempat tinggal
di Keprabon, Kabupaten Kota Mangkunegaran. Kasus tunggakan pajak tersebut
terjadi pada tahun 1935. Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo mempunyai tunggakan
pajak sebesar f.18,44.1 Komisi pajak Keprabon telah berulang kali mengirim
1 “Perkara Tunggakan Pajak Penghasilan Raden Mas Ngabei Atmasoetardja”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P.718.
dwangschrift kepada Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo. Akan tetapi, Raden Mas
Atmasoetardjo tidak bersedia membayar tunggakan pajaknya.
Sampai pada akhirnya Raden Mas Atmasoetardjo meninggal dunia pada
tanggal 21 Agustus 1938.2 Meskipun wajib pajak yang bersangkutan telah meninggal
dunia tetapi komisi memutuskan untuk tetap melakukan penagihan pajak kepada ahli
waris dari Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo. Komisi sudah mengirimkan surat
perintah kepada ahli waris Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo untuk segera membayar
tunggakan pajak Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo tetapi ahli waris tersebut tidak
bersedia membayarnya. Ahli waris Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo tersebut tidak
mempunyai itikad baik dengan tidak hadir setiap kali diundang komisi untuk
membahas masalah tersebut. Bahkan pada tanggal 27 Agustus 1938, ahli waris yang
bersangkutan pindah rumah dari desa Punggawan pindah ke desa Pasar Legi No.167
untuk menghindari pemanggilan.3
Akhirnya pihak komisi pajak Keprabon memutuskan untuk melimpahkan
kasus ini ke Pengadilan dalem pradata Mangkunegaran. Pengadilan ini ditugaskan
untuk memutuskan perkara-perkara yang meliputi perkara pidana, perkara
pelanggaran, dan perkara perdata. 4
Melalui proses persidangan, Pengadilan dalem pradata memutuskan bahwa
barang-barang peninggalan Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo harus dilelang untuk
2 “Surat keterangan meninggalnya Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo tertanggal 26 agustus
1938” Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P.718.
3 “Surat Keterangan Pindah Rumah Ahli Waris Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo” , Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P.718.
membayar tunggakan pajaknya.5 Pengadilan dalem pradata memerintahkan
verbalisant untuk melelang barang-barang peninggalan Raden Mas Ngabei
Atmasoetardjo. 6
Pada hari Kamis tanggal 29 September 1938 jam 10.00 bertempat di
kelurahan Setabelan, Verbalisant Wadana pangreh praja melelang barang-barang
peninggalan Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo. Barang-barang yang dilelang
meliputi:
1. Satu buah lemari ditafsir laku f. 5,- hanya laku f. 4.75,-
2. Satu buah lonceng tembok ditafsir laku f.3,- hanya laku f. 2,-
3. Kenap kayu ditafsir laku f. 0,50 laku f. 0.50,-
4. Satu buah kursi duduk ditafsir laku f.0,50 hanya laku f. 0.10,-
5. Satu buah kursi males ditafsir laku f.0,50 hanya laku f. 0.15,-
Jumlah f. 7.50,-
dipotong untuk membayar ongkos kuli yang mengangkat barang peninggalan Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo ke kelurahan Setabelan karena jika dilelang di rumah Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo lokasinya kurang strategis
f. 0.40,-
Pendapatan bersih f. 7.10,-7
5 “Dasar hukum pelelangan barang-barang untuk membayar pajak penghasilan adalah
Rijksblad Mangkoenegaran No.10 Tahun 1919 bab 21/Q”.
6 “Surat dari Panewu Jaksa No. 352/24 tentang pelelangan barang-barang peninggalan
R.M.Ng. Atmasoetardja tertanggal 20 September 1938”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip
Mangkunegaran No. P 718.
7 “Surat Keputusan Pengadilan dalem Pradoto Mangkunegaran tertanggal 29 September
1938, dalam “process-Verbaal Pengadilan dalem Pradoto Raden Mas Ngabei Atmasoetardja”,
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil barang yang dilelang tidak
sesuai dengan tafsiran verbalisant misalnya harga satu buah lemari yang semula
ditafsir laku f. 5,- hanya laku f. 4.75,-, satu buah lonceng tembok ditafsir laku f.3,-
hanya laku f. 2,-, satu buah kursi duduk ditafsir laku f.0,50 hanya laku f. 0.10,-,
satu buah kursi males ditafsir laku f.0,50 hanya laku f. 0.15. Sedangkan tafsiran
harga kenap kayu sudah tepat yaitu laku f. 0,50. Hasil yang didapatkan dari lelang
tersebut yaitu f.7,50 kemudian uang tersebut dipotong ongkos untuk membayar kuli
sebesar f. 0.40 sehingga penghasilan bersih yang diperoleh dari lelang barang-barang
Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo sebesar f. 7,10.
Setelah proses lelang tersebut dilakukan, ternyata diketahui bahwa Raden Mas
Ngabei Atmasoetardjo juga mempunyai hutang kepada Liki Yu Pung yang bertempat
tinggal di kampung Tambak Segaran Surakarta sebesar f.1566,65 tetapi sudah dibayar
sebanyak f.1544,97 sehingga hutangnya tinggal f. 21,68. 8
Liki Yu Pung merasa mempunyai hak atas hasil dari lelang barang-barang
peninggalan Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo sehingga mengajukan surat
permohonan kepada Pengadilan dalem pradata agar mendapat bagian atas hasil
lelang yang telah dilakukan.
Dalam memutuskan suatu perkara, Pengadilan dalem pradata harus
berpedoman pada peraturan-peraturan yang ada di Praja Mangkunegaran. Dalam
penyelesaian kasus Raden Mas Ngabei Atmasoetardjo tersebut, Pengadilan dalem
8 Perkara Tunggakan Pajak Penghasilan Raden Mas Ngabei Atmasoetardja”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No. P718
pradata berpedoman pada peraturan yang telah dibuat untuk menyelesaikan
kasus-kasus serupa. Peraturan yang digunakan tersebut meliputi:
1. Peraturan Mangkunegaran tertanggal 18 Rejeb Dal 1807 atau 18 Juli 1878.
2. Peraturan Mangkunegaran tertanggal 14 Sura Jumadil akhir 1818 atau 20
September 1888.
3. Peraturan Mangkunegaran tertanggal 18 Jumadil Akhir Ehe 1820 atau 29
Januari 1891 angka 2.
4. Peraturan Mangkunegaran tertanggal 4 Sapar, Alip 1842 atau 13 Januari 1913
angka 1 dan 2.
5. Peraturan Pengadilan dalem pradata bab I yang memuat keterangan dari
Wedana Satria I, II Mangkunegaran tertanggal 16 Januari 1939 yang
menjelaskan bahwa Raden Mas Ngabei Atmasoetardja merupakan Santana
buyut (grand III) dari almarhum Kangjeng Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara II.9
Berdasarkan peraturan di atas, Pengadilan dalem pradata memutuskan
tunggakan pajak penghasilan Raden Mas Ngabei Atmasoetardja sebesar f.18,44 dan
hutang Raden Mas Ngabei Atmasoetardja kepada Liki Yu Pung sebesar f.21,68 harus
dibayar dari uang hasil lelang barang-barang peninggalan Raden Mas Ngabei
Atmasoetardja sebesar f.7,10. Uang sebesar f.7,10 tersebut kemudian dipotong 5 %
atau sebesar f.0,35 untuk biaya administrasi sehingga uang tersebut tersisa f.6,75.
Meskipun uang tersebut tidak mencukupi tetapi Pengadilan dalem pradata
9 “Verklaring Wedana Satria III, IV Mangkunegaran tanggal 16 Januari 1939, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No. 718.
memutuskan uang tersebut harus dibagi antara pihak praja Mangkunegaran dengan
Liki Yu Pung dengan rincian sebagai berikut:
1. Untuk membayar tunggakan pajak penghasilan yang seharusnya f.18,44 tetapi
dapat dibayar sebesar f.3,09
2. Untuk membayar hutang kepada Liki Yu Pung yang seharusnya f.21,68 tetapi
dapat dibayar sebesar f.3,66
Dengan keputusan tersebut maka kasus tunggakan pajak penghasilan dan
hutang kepada Liki Yu pung oleh Raden Ngabei Atmasoetardja dinyatakan selesai.
Hal tersebut tercantum dalam surat keputusan Pengadilan dalem pradata
Mangkunegaran tertanggal 16 Besar Jimmawal 1869 atau 6 Februari 1939.10
Selain kasus tunggakan pajak penghasilan yang dilakukan Raden Mas Ngabei
Atmasoetardja tersebut, masih terdapat juga kasus penunggakan pajak penghasilan
lainnya. Kasus pajak tersebut dilakukan oleh sentana dalem Mangkunegaran yang
bernama Raden Mas Ngabei Prawirasewaja. Wajib pajak tersebut melakukan
penunggakan pajak pada tahun 1933 dan 1934.11 Pada tahun 1933, Raden Mas
Ngabei Prawirasewaja menunggak pajak penghasilan (Inkomstenbelasting) sebesar
f.17,44. Dengan rincian pajak penghasilan sebagai berikut:
10 Perkara Tunggakan Pajak Penghasilan Raden Mas Ngabei Atmasoetardja”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P 718.
11 “ Staats Tunggakan pajak Inkomstenbelasting Raden Mas Ngabei Prawirasewaja”dalam arsip Masalah pajak tahun 1940-1941, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi Arsip Mangkunegaran No.P 1605.
Tabel 12
Rincian Tunggakan Pajak Penghasilan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja
tahun 1933
Bulan Besarnya Pajak
(f) Denda (f) Januari 2,44 - Februari 2,38 - Maret 2,38 - April 2,38 4 X 0,12 = 0,48 Mei 2,38 0,12 Juni 2,38 0,12 Juli 2,38 - Jumlah 16,72 0,72
Sumber: “ Staats Tunggakan pajak Inkomstenbelasting Raden Mas
Ngabei Prawirasewaja”, Koleksi Arsip Mangkunegaran
No.P 1605.
Dari tabel diatas dapat diketahui total tunggakan pajak penghasilan Raden
Mas Ngabei Prawirasewaja pada tahun sebesar f.17,44. Tunggakan pajak tersebut
oleh Komisi pajak dipotongkan belanja bulanan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja
sampai lunas.
Raden Mas Ngabei Prawirasewaja juga menunggak pajak penghasilan pada
tahun 1934 sebesar f.13,75. Tunggakan pajak tersebut dipotongkan gaji Raden Mas
Ngabei Prawirasewaja sebagai sentana dalem Mangkunegaran pada tahun 1941
sebesar f.7,14 sehingga tunggakan pajak penghasilan Raden Mas Ngabei
sehingga total tunggakan pajak penghasilan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja
sebesar f.14,04. Hal tersebut dikarenakan wajib pajak yang bersangkutan tidak
bersedia membayar pajak penghasilannya. Komisi pajak akhirnya memutuskan
melunasi tunggakan pajak penghasilan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja dengan
memotong gaji Raden Mas Ngabei Prawirasewaja perbulan sehingga tunggakan pajak
penghasilan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja tersebut dinyatakan lunas.
Dalam penyelesaian kasus tunggakan pajak penghasilan antara Raden Mas
Ngabei Atmasoetardja dan Raden Mas Ngabei Prawirasewaja mengalami perbedaan,
jika penyelesaian kasus Raden Mas Ngabei Atmasoetardja dilakukan dengan
melelang barang-barang peninggalannya, maka kasus pajak Raden Mas Ngabei
Prawirasewaja diselesaikan dengan memotong gajinya sebagai sentana dalem
Mangkunegaran.12
B. Kasus Penggelapan Pajak oleh Pejabat Desa
Mantri Martanimpuna dalam pemungutan pajak dibantu pejabat desa seperti
lurah dan carik. Pejabat desa tersebut membantu dalam hal memobilisasi penduduk
untuk membayar pajak. Akan tetapi, tidak jarang pula Mantri Martanimpuna
mempercayakan pemungutan pajak kepada lurah. Selanjutnya pada waktu yang telah
ditentukan, lurah tersebut menyetorkan uang pajak kepada Mantri Martanimpuna.
Setiap lurah yang diberi kepercayaan oleh Mantri Martanimpuna ingin
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, niat tersebut terkadang
terkendala kebutuhan hidup yang semakin mendesak. Hal tersebut menyebabkan
lurah yang bersangkutan menggelapkan uang pajak demi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Salah satu kasus penggelapan pajak oleh lurah desa ditemukan di Wonogiri
pada tahun 1940.
Skandal penggelapan uang pajak yang dilakukan oleh seorang lurah desa
terjadi di desa Wonokerto, Wonogiri pada tahun 1940. Lurah tersebut bernama Raden
Mas Parmakoesoema. Sebelum bekerja sebagai lurah Wonokerto, Raden Mas
Parmokoesoemo diketahui bekerja sebagai carik desa Wanabaya, Wonogiri. 13
Penggelapan uang pajak yang dilakukan Raden Mas Parmakoesoema terjadi selama
18 bulan, periode waktu antara 16 Februari 1939 sampai 2 Mei 1940 di desa
Wonokerto, Wonogiri.14
Raden Mas Parmakoesoema bernama kecil Raden Mas Soeparma. Ia lahir di
Jatipuro. Ia juga diketahui sebagai graad III almarhum Paduka Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Aria Mangkunegara III.15 Pada saat menjabat lurah desa Raden Mas
Parmakoesoema berumur 40 tahun. Berdasarkan Surat Paduka Tuan Bupati Pangreh
Praja Wonogiri tertanggal 16 Februari 1939 No : 1050/48, Raden Mas
Parmakoesoema diangkat sebagai pegawai negeri (ambtenar) yang ditugaskan untuk
menerima segala jenis uang pajak dari rakyat yang tinggal di desa Wonokerto untuk
kemudian diserahkan kepada Mantri Martanimpuna Wonogiri. Akan tetapi, setelah
13 “Surat pengangkatan Raden Mas Parmokoesoemo sebagai carik desa Wanabaya
tertanggal 1 Mei 1934”, “, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No. P 1435.
14 “Proces-Verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran penggelapan uang pajak R.M.
Parmakoesoema tertanggal 15 Oktober 1940“, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip
Mangkunegaran No. P 1435.
15 “Verklaring Wedana satrio Mangkungaran tertanggal 12 juni 1940”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No. P 1435.
diketahui telah mengelapkan uang pajak maka ia diberhentikan dari jabatannya
sebagai lurah Wonokerto.16
Skandal penggelapan uang pajak oleh Raden Mas Parmakoesoema diketahui
oleh salah seorang carik desa Wonokerto yang bernama Hatmasuroto pada tanggal 22
Mei 1940. Hatmasuroto menemukan ketidakcocokan antara buku register dengan
pengakuan wajib pajak yang menyatakan telah membayar kewajiban pajaknya hampir
lunas. Akan tetapi, dalam buku register menerangkan bahwa para wajib pajak masih
mempunyai tunggakan pajak dalam jumlah yang banyak. Setelah diselidiki lebih
lanjut ternyata diketahui bahwa uang pajak tersebut dibayarkan kepada Raden Mas
Parmakoesoema. Selanjutnya, oleh yang bersangkutan uang tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi. Kasus penggelapan uang pajak tersebut kemudian ditangani
Mantri pangrehprojo Wonogiri untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Proses penyelidikan Mantri pangrehprojo Wonogiri dengan tersangka Raden
Mas Parmakoesoema dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi
yang dianggap mempunyai informasi penting berkaitan dengan kasus penggelapan
uang pajak tersebut. Proses penyelidikan tersebut diketuai oleh Raden Ngabei
Soeparno Darmosarkoro.
Pada tanggal 31 Mei 1940, Mantri Pangrehprojo Wonogiri mengadakan
sidang kasus penggelapan uang pajak atas nama Raden Mas Parmakoesoema dengan
menghadirkan saksi I yang bernama Hatmasoeroto. Ia berumur 38 tahun dan bekerja
sebagai carik desa Wonokerto, Wonogiri. Hatmasoeroto mulai bekerja sebagai carik
16 “Turunan surat schors Raden Mas Parmokoesoemo tertanggal 2 Mei 1940”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No. P 1435.
Wonokerto pada Januari 1940. Sebelumnya, Ia bekerja sebagai carik di desa
Purwosari Kidul kemudian pada Januari 1940 pindah ke Wonokerto.17
Hatmasoeroto yang sebelumnya telah melakukan penyelidikan sendiri
menjelaskan bahwa menurut keterangan yang didapatkannya dari para wajib pajak
bahwa telah membayar kewajiban pajaknya kepada Raden Mas Parmakoesoema.
Pembayaran pajak dilakukan wajib pajak setiap minggunya di rumah Raden Mas
Parmakoesoema.
Saksi I selanjutnya menjelaskan bahwa wajib pajak tersebut membayar pajak
membawa aanslag bilyet. Akan tetapi, aanslag bilyet tersebut tidak dikembalikan
oleh terdakwa. Aanslag bilyet tersebut tidak ditandatangani Raden Mas
Parmakoesoema karena yang bersangkutan memang tidak berhak untuk
menandatangani aanslag bilyet. Aanslag bilyet seharusnya ditandatangani Mantri
Martanimpuna setelah pejabat desa menyetorkan uang pajak dari wajib pajak.18
Pada tanggal 19 Juni 1940, sidang kembali mendengarkan kesaksian dari
Hatmasoeroto. Pada sidang tersebut Hatmasoeroto menjelaskan bahwa Raden Mas
Parmakoesoema telah menggelapkan uang pajak sebanyak f.450,20 dan uang kas desa
pada tahun 1940 dan 1941 sebanyak f.89,90 sehingga total uang yang digelapkan
Raden Mas Parmakoesoema sebanyak f.539,29. Atas kesaksian tersebut,
17 “ Proces-Verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran kesaksian Hatmosoeroto
tertanggal 12 Juni 1940”, Surakarta: Reksopustaka , Koleksi arsip Mangkunegaran No.P.1435.
Hatmasoeroto bersumpah di hadapan president bahwa yang ia ucapkan adalah
benar.19
Pada tanggal 1 Juni 1940, Mantri pangrehprojo Wonogiri menghadirkan saksi
ke II yang bernama Trunakarya. Ia berumur 45 dan sebelumnya bekerja sebagai
kamituwa di dukuh Kalimati, Wonokerto, Wonogiri. Trunakarya sementara
menggantikan posisi Raden Mas Parmakoesoema sebagai lurah Wonokerto.
Dalam persidangan Trunakarya menjelaskan bahwa Raden Mas
Parmakoesoema membuat peraturan baru dengan memerintahan wajib pajak
membayar kewajiban pajaknya setiap hari minggu dirumah Raden Mas
Parmakoesoema. Hal tersebut berarti memajukan jadwal penarikan pajak yang sudah
disepakati dengan Mantri Martanimpuna sebelumnya. Trunakarya menjelaskan
bahwa kelurahan Wonokerto mendapat teguran dari conferentie karena mempunyai
tunggakan pajak dalam jumlah yang banyak sehingga para punggawa desa
Wonokerto langsung membicarakan hal tersebut kepada kepala desa dan barulah hal
penggelapan pajak tersebut diketahui. Selanjutnya, saksi II dan para punggawa desa
lainnya mencocokan buku register pajak dengan keterangan wajib pajak ternyata
tidak cocok. Wajib pajak menyatakan bahwa kewajiban pajaknya sudah dibayar dan
hampir lunas sedangkan dalam register menerangkan bahwa wajib pajak tersebut
mempunyai tunggakan pajak yang banyak dengan jumlah yang berbeda-beda setiap
19 “Proces verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran kesaksian Hatmosoeroto
wajib pajak.20 Saksi juga menjelaskan bahwa aanslag bilyet wajib pajak yang
diserahkan kepada terdakwa tidak dikembalikan.
Mantri pangrehprojo selanjutnya mendengarkan kesaksian III pada tanggal 21
Juni 1940. Saksi bernama Tokarjo. Ia berumur 60 tahun dan bekerja sebagai petani.
Tokarjo bertempat tinggal di Kalibang, Wonokerto, Wonogiri.
Tokarjo memberikan keterangan perihal pajak penghasilan
(inkomstenbelasting) Karjokromo. Lebih jauh Tokarjo menjelaskan bahwa pada bulan
Maret 1940 ia dipanggil ke Kelurahan untuk menghadap Raden Mas Parmakoesoema,
kemudian diperintahkan untuk menarik pajak penghasilan atas nama Karjokromo
sebanyak f.1,00 di Kalibang. Setelah Karjokromo menyerahkan uang kepada Tokarjo
kemudian Tokarjo langsung menyerahkannya kepada Raden Mas Parmakoesoema.
Aanslag bilyet yang diserahkan lama tidak dikembalikan sehingga Tokarjo meminta
kembali aanslag bilyet tersebut. Akan tetapi, aanslag bilyet Karjokromo tidak
dikembalikan dan hanya diberi karcis izin perusahaan.21
Setelah medengarkan kesaksian Tokarjo, Mantri pangrehprojo kemudian
menghadirkan saksi yang ke-IV yang bernama Pokarno. Ia berumur 25 dan bekerja
sebagai petani dan kuli. Pokarno bertempat tinggal di Ketimang, Wonokerto,
Wonogiri.
Sama seperti Tokarjo tadi, Pokarno juga ditugaskan untuk menarik pajak
penghasilan atas nama Sutodikromo yang bertempat tinggal di desa Ketimang.
20 “ Proces-Verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran kesaksian Trunakarya
tertanggal 10 Juni 1940”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No.P.1435
21 “ Proces-Verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran kesaksian Tokarjo tertanggal
Sutodikromo membayar kewajiban pajaknya lewat Pokarno sebanyak 4 kali.
Masing-masing cicilan sebanyak f. 0,25 sehingga total menjadi f.1,00. Aanslag bilyetnya pun
ditahan Raden Mas Parmakoesoema tetapi Sutodikromo tidak memintanya karena
tidak mengerti mengenai hal aanslag bilyet tersebut. Pokarno juga menjelaskan
bahwa Sutodikromo merasa sudah membayar pajaknya dengan lunas sehingga tidak
mempunyai tunggakan pajak. Akan tetapi, dalam buku register pajak menerangkan
bahwa Sutidikromo masih mempunyai tunggakan pajak.22 Sutidikromo baru
mengetahui hal tersebut setelah petugas menagih pembayaran pajak kembali. Untuk
lebih jelasnya rincian pajak penghasilan yang digelapkan terdakwa dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 13
Pajak Penghasilan (Inkomstenbelasting) yang digelapkan Raden Mas Parmakoesoema
No. Nama Wajib Pajak Alamat Banyaknya pajak
(f)
1. Karjokromo Kalibang 1.00
2. Soetodikromo Ketimang 1.00
Jumlah 2.00
Sumber: “Staat pajak penghasilan tahun 1940 yang digelapkan Raden
Mas Parmakoesoema”, Koleksi arsip Mangkunegaran No.P.1435.
Pajak penghasilan yang digelapkan oleh Raden Mas Parmakoesoema sebesar
f.2.00. Penggelapan uang pajak penghasilan tersebut terjadi pada tahun 1940. Dengan
22 “ Proces-Verbaal pengadilan dalem pradoto Mangkunegaran kesaksian Pokarno
rincian uang pajak penghasilan Karjokromo yang bertempat tinggal di Kalibang
sebesar f.1,00, kemudian uang pajak penghasilan Soetodikromo yang bertempat
tinggal di Ketimang sebesar f.1,00 sehingga total pajak penghasilan
(Inkomstenbelasting) yang digelapkan Raden Mas Parmakoesoema adalah sebesar
f.2,00.
Pada tanggal 25 Juni 1940, Mantri pangrehprojo Wonogiri menghadirkan
saksi ke-V sekaligus saksi terakhir. Saksi ini dihadirkan atas keterangan saksi
pertama yang menyatakan bahwa Raden Mas Parmokoesoemo juga telah
menggelapkan uang kas desa yang berasal dari penjualan tanah desa. Hal tersebut
diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan buku ”Bondo” yang ada di kelurahan
Wonokerto. Saksi terakhir ini bernama Raden Slamet Darmosuwito. Ia berumur 40
tahun dan bekerja sebagai pedagang. Raden Slamet Darmosuwito bertempat tinggal
di Kaliurang, kelurahan Kaliurang, onderdistrik Pakem, District Sleman,
Regentschap kota Jogyakarta, Gouvernement Jogyakarta.
Saksi menjelaskan bahwa pada tanggal 29 November 1939, terdakwa
mengirimkan surat kepada saksi dengan maksud menawarkan akan menyewakan
tanah-tanah kas desa di Kelurahan Wonokerto untuk tahun 1940. Saksi kemudian
memilih tanah-tanah mana yang dianggap cocok. Tanah yang disewa rencananya
akan ditanami bunga gambir dan bunga sari atas permintaan pabrik teh “ Kwik Hoo
Ton” di Solo. Setelah memilih tanah yang dianggap cocok kemudian saksi meminta
keterangan di Kawadanan Pangrehpraja Wonogiri tentang hal sewa-menyewa tanah
di daerah tersebut. Setelah mendapat keterangan yang diperlukan kemudian saksi dan
setuju kemudian disepakati harga sewa tanah kas desa untuk tanah seluas 126.243 HA
harga sewanya sebesar f.43,09. Sewa tanah tersebut berlaku untuk tahun 1940.23
Setelah kesepakatan tersebut, tidak begitu lama terdakwa mengirimkan surat
kembali kepada saksi yang isinya menjelaskan tentang perpanjangan sewa tanah kas
desa Wonokerto untuk tahun 1941. Dalam surat itu terdakwa juga menjelaskan bahwa
alasan untuk melakukan perpanjangan tersebut dikarenakan terdakwa sangat
membutuhkan uang.
Terdakwa menawarkan harga yang sama untuk perpanjangan tahun 1941
yakni sebesar f.43,09. Akan tetapi, saksi menawar harga sewa tanah tersebut menjadi
f.40,00. Terdakwa kemudian menyetujui penawaran harga tersebut. Pada tanggal 30
Maret 1940, saksi membayar sewa tanah kas tersebut sekaligus yang jumlahnya
sebesar f.83,09.24 Uang tersebut ditambah uang yang didapatkan terdakwa dari
menjual tanah lungguh punggawa desa sebesar f.1,00 dan uang hasil menjual padi
sebesar f.5,00. Berikut ini rincian uang yang digelapkan terdakwa:
23 “ Perjanjian dalam surat turunan dari kertas zegel f 1,50 tertanggal 30 maret 1940”, Surakarta: Reksopustaka, Koleksi arsip Mangkunegaran No.P.1435
24 “ Proces-Verbaal pengadilan pradoto Mangkunegaran kesaksian Raden Darmosuwito
Tabel 14
Hasil penjualan tanah kas desa yang hasilnya digelapkan Raden Mas Parmakoesoema
No. Macam-macam tanah kas desa Lebar Tanah (M2) Harga Sewa (f)
1. Tanah-tanah kas A tahun 1940 54.935 16,06
2. Tanah-tanah kas B tahun 1940 71.310 27,03
3. Tanah-tanah kas 0.0 tahun 1940 15.000 1,00
4. Tanah-tanah kas lungguh
punggawa tahun 1940
7100 5,00
5. Tanah-tanah kas A+B tahun 1941 126.245 40,00
Jumlah 252.490 89,09
Sumber:” Staat hasil penjualan tanah desa di kelurahan Wonokerto yang
digelapkan Raden Mas Parmokoesoemo”, Koleksi arsip Mangkunegaran,
No.P.1435.
Tanah-tanah kas desa Wonokerto, Wonogiri yang digelapkan Raden Mas
Parmakoesoema pada tahun 1940 dan 1941 adalah seluas 504.980 m2. Dari total luas
tersebut uang sewa yang didapatkan Raden Mas Parmakoesoema sebesar f. 89,09.
Uang hasil lelang tersebut digunakan Raden Mas Parmakoesoema untuk
kepentingannya sendiri.
Pada kesempatan terakhir, saksi mengajukan permohonan kepada ketua
Mantri Pangrehprojo agar mengambil keputusan yang tidak merugikannya. Saksi
yang ada sehingga pengadilan tidak mempunyai dasar untuk menarik kembali tanah
kas desa yang telah disewanya apalagi menjatuhkan hukuman kurungan kepadanya.25
Seluruh keterangan saksi-saksi termuat dalam voorloopig onderzoek yang
dibuat oleh Raden Ngabei Soeparno Darmosarkoro selaku Mantri Pangrehprojo di