• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Penuntutan Tindak Pidana Narkotika oleh Kejaksaan Negeri

5. Kasus M. Syafii

Dakwaan pertama, penuntut umum mendakwakan dengan pertimbangan bahwa: terdakwa M. Syafii bersama dengan Dodi pada hari sabtu tanggal 6 Maret 2011 sekitar pukul 19.00 WIB bertempat di Binjai Hotel di jalan Medan-Binjai Km 9

103 Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-847/N.2.10.3/Ep.2/MDN/05/11/2011.

Kecamatan Binjai Utara Kota Madya Binjai yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Binjai. Oleh karena terdakwa ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan dan saksi-saksi bertempat tinggal dan tugas di Kota Medan, maka berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Medan berwenang mengadili perkaranya. Terdakwa dengan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang.104

Bermula pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2011 pukul 20.00 WIB ketika terdakwa sedang berada di rumahnya jalan T. Amir Hamzah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Dodi menghubungi handphon jenis Sony Ericson milik terdakwa dengan nomor 081375704805, menawarkan untuk sebagai perantara menjual Narkotika jenis shabu-shabu kepada seseorang yang berada di dalam kamar Binjai Hotel. Pada hari Sabtu tanggal 26 Maret 2011 pukul 17.00 WIB terdakwa menemui Dodi untuk mengambil barang tersebut yang akan diantarkan kepada seseorang yang berada di dalam kamar Binjai Hotel. Dodi menyerahkan kepada terdakwa Narkotika golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang yang akan dijual seharga Rp.15.000.000,- kepada seseorang yang berada di kamar nomor 236 Binjai Hotel.

104 Laporan Jaksa Penuntut Umum (P-44) Kejaksaan Negeri Medan pada bulan Agustus 2011.

Lihat juga: Kutipan Putusan Daftar Pidana Pengadilan Negeri Medan.

Terdakwa menjumpai orang pemesan di kamar nomor 236 Binjai Hotel ternyata orang yang di dalam kamar tersebut adalah Polisi (AB Manurung dan Eko Setiawan) langsung menangkap terdakwa dan dibawa ke Polda Sumut beserta barang bukti Narkotika golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang dan handphon jenis Sony Ercison dengan nomor 081375704805 untuk diproses.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika, Puslabfor Bareskrim Polri Cabang Medan yang dibuat dan ditanda tangani oleh Kasmina Ginting dan Debora M. Hutagaol, menerangkan bahwa barang bukti Narkotika tersebut mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 pada Lampiran UU Narkotika.105

Dakwaan kedua: Dalam dakwaan kedua ini, penuntut umum tetap mendasarkan dakwaannya pada fakta-fakta sebagaimana yang disebutkan dalam dakwaan pertama. Penuntut umum menentukan tuntutannya terhadap terdakwa melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika.

Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.

Terdakwa diputuskan oleh Hakim yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan berdasarkan dakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama yaitu melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika, yang menegaskan:

Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika

105 Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 1460/KNF/III/2011 tertanggal 01 April 2011.

Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Unsur-unsur yang tercantuk dalam Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika di atas adalah: unsur barang siapa; unsur tenpa hak atau melawan hukum; dan unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam hal jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika golongan I. Dalam hal unsur barang siapa mencakup setiap orang atau badan hukum yang termasuk sebagai subjek hukum. Subjek hukum orang dalam kasus ini adalah M. Syafii yang menurut keterangan saksi-saksi bahwa terdakwa dalam perkara ini menunjukkan dan mengakui identitas dirinya telah melakukan tindak pidana.

Unsur tanpa hak atau melawan hukum dimaknai bahwa terdakwa tidak memiliki izin dari pihak manapun yang berwenang sedangkan melawan hukum dimaksud adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam hal jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika golongan I adalah bahwa terdakwa menginsyafi bahwa Narkotika jenis shabu-shabu tersebut adalah barang yang dilarang oleh undang-undang. Para saksi menerangkan bahwa ketika melakukan penyelidikan, posisi terdakwa adalah sebagai perantara, penjual, menyerahkan Narkotika golongan I

jenis shabu-shabu tersebut. Dengan demikian ketiga unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Hal yang menarik dari kelima contoh kasus yang diuraikan di atas terkait dengan kepastian barang bukti yang diserahkan oleh pihak Kepolisian (Penyidik) kepada Kejaksaan (Penuntut Umum). Bahwa penerimaan tersangka khususnya barang bukti dari pihak Kepolisian sudah disegel oleh Penyidik dan tidak boleh dibuka oleh pihak Kejaksaan untuk memastikan benar atau tidak dalam kemasan itu adalah barang bukti Narkotika yang dimaksud. Alasan dilarang dibuka karena barang bukti Narkotika tertentu dapat menguap ke udara sehingga beratnya dapat berkurang dari yang telah dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik.

Sementara di sisi lain, pihak Kejaksaan (Penuntut Umum) perlu untuk memastikan kebenaran barang bukti Narkotika dimaksud karena berat barang bukti Narkotika yang didakwakan dikhawatirkan dalam persidangan nantinya berubah beratnya sesudah ditimbang di labkrim Poldasu, akibatnya berdampak pada keabsahan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Penetapan barang bukti Narkotika sesuai dengan ketentuan Pasal 91 ayat (6) UU Narkotika harus ditetapkan oleh Kepala Kejaksaan setempat. Dengan demikian jika dalam surat penetapan barang bukti tersebut ternyata tidak sesuai dengan berat yang ditimbang dari labkrim Poldasu tersebut dapat berakibat terhambatnya proses penuntutan. Seharusnya dalam melaksanakan penelitian barang bukti Narkotika di labkrim Poldasu, pihak dari Kejaksaan harus turut serta menyaksikan secara

bersama-sama dengan pihak penyidik, tetapi hal ini jarang dilaksanakan bahkan tidak pernah dilaksanakan.

Selanjutnya dalam tuntutan JPU terhadap kelima kasus tersebut di atas terdapat suatu kejanggalan bahwa penuntut umum tidak menentukan fakta-fakta yang berbeda antara fakta-fakta yang disebutkan dalam dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Seharusnya jika dalam membuat dakwaan alternatif, penuntut umum harus menentukan fakta lain yang berbeda dengan sebelumnya sehingga tampak dengan jelas dasar hukum untuk mencantumkan pasal-pasal dalam dakwaan tersebut.

Undang-undang tidak menentukan format dakwaan seperti ini melainkan bahwa undang-undang mengenal dakwaan berlapis yang pada intinya dalam dakwaan berlapis harus dapat dibedakan fakta-fakta yang mendasari dakwaan berlapis tersebut.

Dakwaan berlapis bisa diterapkan untuk tindak pidana dalam bentuk perbarengan atau yang disebut dengan samenloop atau concurcus. Adami Chazawi, mengatakan perbarengan adalah terjadinya dua atau lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.106 Hal ini berbeda dengan yang dikatakan EY. Kanter dan SR. Sianturi, mengatakan perbarengan adalah tindak pidana dua atau lebih yang dilakukan oleh satu orang atau beberapa orang.107

106 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Pemidanaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 109.

Perbarengan dapat dilakukan oleh satu orang pelaku dan dapat pula dilakukan lebih dari satu orang pelaku. Tetapi perbarengan dapat pula dilakukan secara bersamaan dengan penyertaan.

107 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal. 391, dan hal. 336. Perbarengan (samenloop) ini kebalikan dari penyertaan (deelneming).

Dua atau lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim.

Pada pengulangan juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang tetapi perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindka pidana yang dilakukan pertama atau lebih awal telah diputus oleh hakim dengan memidana pada si pembuat, bahkan telah dijalanainya baik sebahagian atau seluruhnya, sedangkan pada perbarengan syarat seperti pada pengulangan tidaklah diperlukan.108

Dalam hal perbarengan di mana pelakunya hanya berjumlah satu orang tetapi tindak pidana yang dilakukannya lebih dari satu jenis. Dalam kategori inilah dakwaan berlapis dapat dikenakan kepada terdakwa. Tetapi jika pasal yang dituntut lebih dari satu pasal, menurut sistem pemidanaan, maka dijatuhkan hanya pada satu jenis tindak pidana saja dan sanksi pidana tersebut yang maksimal. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65 KUH Pidana, maksimum dijatuhkan sanksi yang maksimum diantara kejahatan-kejahatan yang diancam.

Dalam perbarengan beberapa tindak pidana masing-masing dipandang sebagai tindakan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, dijatuhkan masing-masing pidana tersebut namun jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Jika dikaitkan dengan tuntutan jaksa pada kelima contoh kasus di atas, jelas

108 Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 109.

bukan merupakan perbuatan perbarengan karena tindak pidana dalam perbarengan berdiri sendiri.109

Tindak pidana narkotika sebagaimana yang dituntutkan oleh Kejaksaan dalam tuntutannya dilakukan oleh satu orang pelaku untuk satu jenis tindak pidana yaitu tindak pidana narkotika. Tetapi dalam parkteknya dakwaan berlapis cenderung diterapkan untuk satu orang pelaku melakukan perbuatan mengkomsumsi atau mengedarkan atau memproduksi, atau menanam, dan lain-lain. Hal demikian dilakukan agar hakim lebih cermat mempertimbangkan dalam putusannya pasal mana yang paling tepat dinyatakan bersalah kepada pelaku.

BAB III

KENDALA-KENDALA DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH KEJAKSAAN

A. Pengendalian Kebijakan Penuntutan

109 Ibid., hal. 339.

Kendala terjadi dalam melakukan penuntutan perkara Narkotika dalam hal masalah penentuan jumlah tuntutan sering terjadi disparitas penuntutan karena tidak ada ketentuan yang menjadi tolok ukur jaksa-jaksa penuntut. Untuk mempermudah menentukan jumlah tuntutan pidana terhadap perkara Narkotika, Jaksa saat ini telah dapat berpedoman pada Surat Keputusan Jaksa Muda Tindak Pidana Umum yang menjadi tolok ukur tuntutan pidana Narkotika bagi Jaksa. Sebagaimana pada tabel Barang Bukti berikut ini:110

Tabel: 1

Tolok Ukur Tuntutan Pidana Untuk Barang Bukti Ganja No. Berat / Jumlah 9 100.001 gr-250.000 gr Seumur hidup 10 Di atas 250.000 gr Pidana mati 11 Produsen/Penanam 5 thn-seumur hidup Sumber: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara

Berdasarkan SEJA Nomor: SE-010/A/JA/12/1010 tertanggal 23 Desember 2010 tersebut dalam tabel 1 diketahui bahwa berat atau jumlah barang bukti Narkotika jenis Ganja sudah ditentukan jumlah tuntutan untuk kategori berat barang

110 Surat Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-78/E/Ep.2/01/2011 tertanggal 27 Januari 2011.

67

bukti. Kategori jumlah tuntutan untuk barang bukti Narkotika sebagaimana dimaksud dalam tabel 1 di atas:

1. Berat dari 1 gram sampai dengan 50 gram tuntutannya 5 tahun sampai dengan 6 tahun penjara.

2. Berat dari 51 gram sampai dengan 100 gram tuntutannya 6 tahun sampai dengan 7 tahun penjara.

3. Berat dari 101 gram sampai dengan 500 gram tuntutannya 7 tahun sampai dengan 8 tahun penjara.

4. Berat dari 501 gram sampai dengan 1.000 gram tuntutannya 8 tahun sampai dengan 10 tahun penjara.

5. Berat dari 1.001 gram sampai dengan 10.000 gram tuntutannya 13 tahun sampai dengan 15 tahun penjara.

6. Berat dari 10.001 gram sampai dengan 50.000 gram tuntutannya 15 tahun sampai dengan 18 tahun penjara.

7. Berat dari 50.001 gram sampai dengan 100.000 gram tuntutannya 19 tahun sampai dengan 20 tahun penjara.

8. Berat dari 100.001 gram sampai dengan 250.000 gram tuntutannya pidananya seumur hidup

9. Berat di atas 250.000 gram tuntutan pidananya adalah pidana mati.

10. Untuk produsen atau penanam Narkotikan tuntutan pidananya 5 tahun sampai dengan seumur hidup.

Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 1 gram sampai dengan 1000 gram dilakukan oleh Kejaksaan Negeri setempat. Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 1 Kilogram sampai dengan 10 Kilogram dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi, penuntutan barang bukti di atas 10 Kilogram dilakukan oleh Kejaksaan Agung, demikian pula untuk penuntutan terhadap orang yang memproduksi atau menanam Narkotika dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Selama ini kecenderungan kendala yang dihadapi oleh jaksa adalah disparitas dalam mengajukan tuntutan terhadap perkara sejenis. Hal tersebut diakui oleh Jaksa Henny Merita bahwa disparitas terjadi dalam perkara yang jumlah barang buktinya sama dan kasus posisi sejenis dituntut dengan tintutan yang berbeda.111

Jaksa Muda Tindak Pidana Umum telah mengeluarkan Surat Nomor: R-78/E/Ep.2/01/2011 tertanggal 27 Januari 2011 hingga sampai saat ini menjadi pedoman dalam melakukan penuntutan kasus-kasus Narkotika. Surat tersebut menjadi tolok ukur penuntutan bagi jak-saksa untuk barang bukti Narkotika (khususnya ganja, shabu-shabu/heroin, dan ekstasy).

Oleh sebab kecenderungan disparitas jumlah tuntutan itu, Kejaksaan Agung mengeluarkan SEMA No. SE-010/A/JA/12/1010 teranggal 23 Desember 2010.

Tabel: 2

Tolok Ukur Tuntutan Pidana Untuk Barang Bukti Shabu-Shabu/Heroin No. Berat / Jumlah Tuntutan Keterangan

111 Wawancara dengan Jaksa Henny Merita, Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Tinggi Sumut, tanggal 22 November 2012.

Barang Bukti 9 Produsen/Pabrikan 5 thn-pidana mati Sumber: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara

Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor: SE-010/A/JA/12/1010 tertanggal 23 Desember 2010 tersebut diketahui bahwa berat atau jumlah barang bukti Narkotika jenis Shabu-Shabu atau Heroin ditentukan jumlah tuntutan untuk kategori berat barang bukti. Kategori jumlah tuntutan untuk barang bukti Narkotika sebagaimana dimaksud dalam tabel 2 di atas adalah:

1. Berat dari 1 Gram sampai dengan 10 Gram tuntutannya 5 tahun sampai dengan 6 tahun penjara.

2. Berat dari 11 Gram sampai dengan 50 Gram tuntutannya 6 tahun sampai dengan 7 tahun penjara.

3. Berat dari 51 Gram sampai dengan 100 Gram tuntutannya 7 tahun sampai dengan 10 tahun penjara.

4. Berat dari 101 Gram sampai dengan 500 Gram tuntutannya 10 tahun sampai dengan 13 tahun penjara.

5. Berat dari 501 Gram sampai dengan 1.000 Gram tuntutannya 13 tahun sampai dengan 15 tahun penjara.

6. Berat dari 1.001 Gram sampai dengan 3.000 Gram tuntutannya 15 tahun sampai dengan 20 tahun penjara.

7. Berat dari 3.001 Gram sampai dengan 5.000 Gram tuntutannya pidananya seumur hidup.

8. Berat di atas 5.000 Gram tuntutan pidana mati.

9. Produsen atau Pabrik yang memproduksi Narkotika tuntutan pidana 5 tahun sampai dengan pidana mati.

Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 1 Gram sampai dengan 500 Gram dilakukan oleh Kejaksaan Negeri setempat. Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 5.001 Gram sampai dengan 1 Kilogram dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi. Untuk penuntutan di atas 1 Kilogram dilakukan oleh Kejaksaan Agung, dan terhadap orang yang memproduksi atau menanam Narkotika maka penuntutannya dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Dapat dibandingkan dari jumlah tuntutan untuk barang bukti ganja dan heroin sebagaimana pada tabel 1 dan tabel 2 di atas. Bahwa untuk ganja 1 s/d 50 gr tuntutannya 5 tahun s/d 6 tahun sedangkan untuk heroin/shabu-shabu dari 1 s/d 10 gr tuntutannya 5 tahun s/d 6 tahun. Dalam hal ini beratnya berbeda tetapi jumlah tuntutannya sama. Berarti heorin/shabu-shabu lebih tinggi tuntutannya daripada ganja. Hal itu juga tampak pada tuntutan untuk barang bukti ganja di atas 250.000 gr pidana mati sedangkan tuntutan pidana mati untuk barang bukti heroin/shabu-shabu beratnya hanya 5.000 gr.

Tabel: 3

Tolok Ukur Tuntutan Pidana Untuk Barang Bukti Ekstasy 501 btr-1.000 btr : Kejati Di atas 1 Kg : Kejagung Sumber: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara

Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor: SE-010/A/JA/12/1010 tertanggal 23 Desember 2010 tersebut diketahui bahwa berat atau jumlah barang bukti Narkotika jenis Ekstasy sudah ditentukan jumlah tuntutan untuk kategori berat barang bukti. Kategori jumlah tuntutan untuk barang bukti Narkotika sebagaimana dimaksud dalam tabel 3 di atas adalah:

1. Berat dari 1 Gram sampai dengan 10 Gram tuntutannya 5 tahun sampai dengan 6 tahun penjara.

2. Berat dari 11 Gram sampai dengan 50 Gram tuntutannya 6 tahun sampai dengan 8 tahun penjara.

3. Berat dari 51 Gram sampai dengan 100 Gram tuntutannya 8 tahun sampai dengan 10 tahun penjara.

4. Berat dari 101 Gram sampai dengan 500 Gram tuntutannya 10 tahun sampai dengan 13 tahun penjara.

5. Berat dari 501 Gram sampai dengan 1.000 Gram tuntutannya 13 tahun sampai dengan 15 tahun penjara.

6. Berat dari 1.001 Gram sampai dengan 5.000 Gram tuntutannya 15 tahun sampai dengan 18 tahun penjara.

7. Berat dari 5.001 Gram sampai dengan 9.000 Gram tuntutannya 18 tahun sampai dengan 20 tahun penjara.

8. Berat dari 9.001 Gram sampai dengan 10.000 Gram tuntutannya pidananya seumur hidup.

Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 1 butir sampai dengan 5000 butir dilakukan oleh Kejaksaan Negeri setempat. Untuk penuntutan terhadap barang bukti Narkotika dari 501 butir sampai dengan 1.000 butir dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi. Untuk penuntutan di atas 1 Kilogram dilakukan oleh Kejaksaan Agung, dan terhadap orang yang memproduksi atau menanam Narkotika maka penuntutannya dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Jika tabel 3 di atas dibandingkan dengan tabel 1, tuntutan seumur hidup berlaku untuk barang bukti ekstasy adalah dari 9.001 gr-10.000 gr sedangkan untuk barang bukti ganja tuntutan seumur hidup jika berat barang buktinya dari 100.001 gr-250.000 gr. Tuntutan sama-sama seumur hidup untuk barang bukti yang berbeda jenisnya, beratnya juga berbeda. Dari tabel 1 dan tabel 2 jumlah tuntutan ekstasy lebih berat dibandingkan ganja. Walaupun ganja lebih berat daripada ekstasy tetapi sama-sama dituntut seumur hidup sesuai dengan tabel 3 dan tabel 1.

Jika tabel 3 dibandingkan dengan tabel 2, tuntutan seumur hidup berlaku untuk barang bukti ekstasy adalah dari 9.001 gr-10.000 gr sedangkan barang bukti heroin/shabu-shabu tuntutan seumur hidup baru berlaku jika berat barang buktinya dari 3.001 gr-5.000 gr. Dalam hal ini tuntutan sama-sama seumur hidup untuk barang bukti yang berbeda jenisnya, beratnya juga berbeda. Tetapi jumlah tuntutan heroin/shabu-shabu lebih berat dibandingkan ekstasy. Berarti walaupun ekstasy lebih berat timbangannya daripada heroin/shabu-shabu tetapi sama-sama dituntut seumur hidup sesuai dengan tabel 3 dan tabel 2.

Sehingga berdasarkan tolok ukur tuntutan di atas, dapat disimpulan bahwa tuntutan untuk barang bukti heroin/shabu-shabu lebih berat daripada tuntutan terhadap barang bukti ekstasy dan tuntutan untuk barang bukti ekstasy lebih berat tuntutannya dibandingkan ganja.

1. Heroin/shabu-shabu berat timbangannya dari 3.001 gr-5.000 gr dituntut seumur hidup.

2. Ekstasy berat timbangannya dari 9.001 gr-10.000 gr dituntut seumur hidup.

3. Ganja berat timbangnnya dari 100.001 gr-250.000 gr dituntut seumur hidup.

Berat timbangan heroin/shabu-shabu lebih ringan daripada ekstasy dan ekstasy lebih ringan daripada ganja, tetapi berdasarkan tolok ukur tersebut di atas, jumlah tuntutan untuk ketiga barang bukti tersebut berbanding terbalik dari jumlah berat timbangnnya. Di mana tuntutan untuk barang bukti heroin/shabu-shabu lebih berat daripada tuntutan terhadap barang bukti ekstasy dan tuntutan untuk barang bukti ekstasy lebih berat tuntutannya dibandingkan ganja.

Tolok ukur tuntutan pidana untuk perkara Narkotika dengan barang bukti Ganja, Shabu-Shabu/Heroin, dan Ekstasy tersebut di atas ditetapkan berdasarkan Lampiran Surat Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-78/E/Ep.2/01/2011 tertanggal 27 Januari 2011. Dengan demikian tolok ukur tersebut menjadi pedoman bagi Jaksa dalam melakukan tuntutan pidana bagi pelaku tindak pidana Narkotika.

Untuk perkara Narkotika yang barang buktinya tergolong besar sebagaimana pada tabel di atas, maka penuntutan harus dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Namun, berdasarkan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum yang dikeluarkan pada tanggal 10 Mei 2011, menegaskan bahwa tolok ukur tuntutan pidana Narkotika di atas dapat dikesampingkan karena pertimbangan hal-hal yang meringankan terdakwa. Apabila ancaman pidana maksimal dari pasal yang terbukti adalah di bawah tolok ukur dimaksud, tidak pula harus ditafsirkan bahwa terdakwa harus dituntut dengan pidana maksimal apabila dalam diri terdakwa masih terdapat hal-hal yang meringankan tersebut.112

Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-001/JA/4/1995 tertanggal 27 April 1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana telah mengatur kriteria yang harus dipenuhi apabila Jaksa Penuntut Umum akan menuntut terdakwa dengan pidana maksimal (mati). Namun walaupun demikian tidak serta merta terdakwa dapat dituntut dengan pidana maksimal sebab jika dalam diri terdakwa masih terdapat hal-hal yang meringankan, maka terdakwa tersebut tidak dituntut dengan pidana maksimal (mati) dimaksud.

Sebelum dikeluarkannya Surat Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-374/E/Ep.2/05/2011 tertanggal 10 Mei 2011, Jaksa Penuntut Umum tidak dibolehkan melakukan tuntutan rehabilitasi terhadap terdakwa jika terdakwa ternyata berstatus sebagai pecandu atau penyalahguna. Namun setelah berlakunya Surat Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-374/E/Ep.2/05/2011 mulai tanggal 10 Mei 2011,

112 Surat Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-374/E/Ep.2/05/2011 tertanggal 10 Mei 2011.

seluruh jajaran Kejaksaan dapat menuntut rehabilitasi bagi terdakwa yang berstatus sebagai pencandu atau penyalahguna.

Apabila terdapat barang bukti Narkotika dengan jumlah yang relatif banyak, maka secara logika tidak mungkin terdakwa tersebut berstatus sebagai pencandu atau penyalahguna, melainkan cenderung sebagai pengedar atau lainnya. Jika hal ini masih bersifat dugaan, maka jaksa dapat berpedoman pada petunjuknya (P-19) agar meminta kepada penyidik untuk mencari alat bukti ataupun barang bukti lain guna dijadikan sebagai dasar menetapkan terdakwa sebagai pengedar.

Standar pembuktian di negara-negara berbeda satu sama lainnya tergantung pada hukum pembuktian yang berlaku di negara masing-masing. Pada umumnya pertama-tama jaksa akan memperhatikan apakah buktinya cukup apakah

Standar pembuktian di negara-negara berbeda satu sama lainnya tergantung pada hukum pembuktian yang berlaku di negara masing-masing. Pada umumnya pertama-tama jaksa akan memperhatikan apakah buktinya cukup apakah

Dokumen terkait