• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

Kerangka teori sangat penting digunakan dalam setiap penelitian berfungsi sebagai pisau analisis dalam mengupas dan menganalisa permasalahan. Kerangka teori tersusun dari berbagai teori-teori dan doktrin berkaitan dengan permasalahan.

Untuk menganalisis peranan Kejaksaan dalam penyitaan dan penuntutan barang bukti perkara tindak pidana Narkotika diambil dari teori sistim hukum (legal system theory) dikaitkan dengan Sistim Peradilan Pidana (Criminal Justice System).

Legal system theory membedakan dua sistim hukum yaitu: civil law

(Continental Europe Legal System) yang didominasi hukum perundang-undangan, dan common law (Anglo-American Legal System) yang didominasi hukum tidak tertulis dan putusan-putusan pengadilan terdahulu (precedent). Dapat dipahami definisi sistim hukum menurut para pakar berikut ini:

a. H. Ridwan Syahrani, mengatakan sistim hukum adalah ”Suatu susunan atau tatanan yang teratur dari keseluruhan elemen yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan”.20

b. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan sistim hukum adalah ”Suatu kesatuan sistim besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil, yaitu sub

20 H. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999), hal. 169.

sistim pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain, yang hakekatnya merupakan sistim tersendiri”.21

Definisi di atas menunjukkan sistim hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya.

Tiga komponen dalam sistim hukum yaitu: struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum.22

Unsur-unsur tersebut menurut Lawrence M. Friedman sebagai faktor penentu apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak.

Ketiga komponen tersebut merupakan elemen penting dalam penegakan hukum, jika salah satu elemen dari tiga kompenen ini tidak bekerja dengan baik, dapat mengganggu sistim hukum, hingga pada gilirannya akan terjadi kepincangan hukum.

23 Soerjono Soekanto, mengatakan ketiga komponen ini merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.24

Hukum merupakan urat nadi dalam aspek kehidupan.

25

21 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 151.

Hukum akan mampu dipakai di tengah masyarakat, jika lembaga pelaksananya dilengkapi dengan tugas dan kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Pasal 30 ayat (1) UU No.16 Tahun

22 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 204.

23 Lawrence M. Friedman, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta: Tatanusa, 2001), hal. 9.

24 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor…….Op. cit, hal. 5.

25 H. Ridwan Syahrani, Op. cit, hal. 169.

2004 tentang Kejaksaan ditegaskan tugas dan wewenang Jaksa di bidang pidana, yaitu:

a. Melakukan penuntutan;26

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;27

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;28

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Kejaksaan dalam menjalankan tugas atas dasar hukum yang baik dan adil karena hukum menjadi landasan segenap tindakan lembag-lembaga negara melalui

26 Penjelasan Pasal 30 Ayat (1) Huruf a UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaskaan, menjelaskan bahwa dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan.

Prapenuntutan adalah tindakan Jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterimanya dari penyidik serta memberikan petunjuk guna melengkapi untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke penuntutan.

27 Penjelasan Pasal 30 Ayat (1) huruf b UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaskaan, menjelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual atau dilelang.

28 Penjelasan Pasal 30 Ayat (1) huruf c UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaskaan, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan lepas bersyarat adalah putusan yang dikeluarkan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan.

koordinasi antar instansi terkait dan hukum itu sendiri harus benar dan adil. 29 Koordinasi antara Kejaksaan dengan penegak hukum lainnya dalam Pasal 33 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menegaskan Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.30 Tugas dan wewenang tersebut dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.31 Kejaksaan dalam menjalankan tugas nya tunduk dan patuh pada sumpah atau janji, serta kode etik jaksa sebagai pedoman atau petunjuk dalam menjalankan tugas sehari-hari yang lazim disebut ”Tri Krama Adhyaksa”.32

a. Stya artinya kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia;

Tri Krama Adhyaksa menurut Liliana Tedjosaputro landasan jiwa dari setiap warga Jaksa dalam meraih cita-cita luhurnya, terpatri dalam ”trapsila” meliputi tiga krama yaitu:

b. Adhy, artinya kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia; dan

29 Frans Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, tanpa tahun), hal. 295.

30 Penjelasan Pasal 33 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menjelaskan bahwa menjadi setiap kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan terpadu.

31 Supriadi, Op. cit, hal. 127.

32 Ibid, hal. 132.

c. Wicaksana, artinya bijaksana dalam tutur kata dan perilaku khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan.33

Dalam melaksanakan tugas, Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

34

Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur (walfare state) berdasarkan Pancasila, melindungi kepentingan masyarakat, dan berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance).

35

Teori legal system dalam kaitannya dengan tugas Kejaksaan dalam proses peradilan pidana tidak terlepas dari teori peranan (role theory) yang mengatakan peranan yang berbeda membuat jenis tingkah laku atau tata kerja yang berbeda

33 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hal. 103.

34 RM. Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara, Peranan dan Kedudukannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hal. 35.

35 Sofyan Nasution, “Upaya Mendorong Birokrasi Pemerintah Berlandaskan Prinsip-Prinsip Good Governance”, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Diseminasi Policy Paper, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal 1.

pula.36 Setiap orang, lembaga, institusi dan lain-lain mempunyai peran yang berbeda pada masing-masing kedudukan, lembaga, atau institusinya dalam menciptakan kondisi negara dalam keadaan tidak kacau sehingga tujuan pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik.37

1. Landasan Konsepsional

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah sebagai landasan konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai definisi atau pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berkut:

a) Peranan adalah sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang.

b) Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.

c) Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

d) Tindak pidana adalah segala perbuatan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

36 Indria Samego, Peranan Polri Dalam Kerangka Kerja Sistem Keamanan Nasional, (Jakarta: Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2006), hal. 1.

37 http://indonesia.heartnsouls.com/cerita/d/c370.shtml, diakses tanggal 17 Nopember 2011.

e) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

f) Penyalahguna Narkotika adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum disebut pula dalam penelitian ini sebagai tindak pidana Narkotika.

Dokumen terkait