• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.2 Landasan Teoretis

2.2.1 Kata

Kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (Kridalaksana 1983: 76). Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar, dibentuk melalui proses morfologi, sedangkan dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar (Chaer 1994: 219).

Kata dapat terbentuk dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Kridalaksana 1983: 76). Morfem tunggal dapat disebut juga kata tunggal atau morfem bebas yang tanpa keterkaitan dengan morfem lain, sedangkan seluruhnya berstatus sebagai pola yang mempunyai pola fonologis.

Nurhadi (1995: 305) mengatakan bahwa suatu morfem bebas sudah merupakan kata. Seperti dijelaskan bahwa morfem tidak dapat dibagi lagi menjadi unsur yang lebih kecil yang bermakna, sehingga setiap bentuk bebas yang paling kecil dan tidak dapat dibagi lagi ke bagian kecil lainnya disebut kata. Maka dari itu, kata adalah satu kesatuan yang utuh yang mengandung arti atau makna.

Crystal (dalam Ba’dulu 2005: 4) menyebutkan bahwa kata adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan instuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis.

Parera (dalam Putrayasa 2010: 44) mendefinisikan kata antara lain:

a) Kata mendapatkan tempat yang penting dalam analisis bahasa. Kata adalah satu kesatuan sintaksis dalam tuturan atau kalimat.

b) Kata dapat merupakan satu kesatuan penuh dan komplet dalam ujaran sebuah bahasa, kecuali partikel.

c) Kata dapat disendirikan. Hal tersebut berarti sebuah kata dalam kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan juga dipindahkan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata adalah bentuk bebas terkecil yang mempunyai kesatuan fonologis dan kesatuan gramatis yang mengandung suatu pengertian atau makna.

2.2.1.1Kata Leksikal

Kata leksikal adalah satuan bahasa yang dianggap satuan terkecil dan menjadi unsur dari leksikon suatu bahasa, dan jika dalam kamus disebut juga sebagai entri (Kridalaksana 1983: 77). Kata leksikal disebut juga kata pokok, yaitu kata yang belum mendapatkan imbuhan atau kata kepala yg merupakan bagian kosakata suatu bahasa. Contoh: besar ‘lebih dari ukuran sedang; lawan dari kecil’, rumah ‘bangunan untuk tempat tinggal’, duduk ‘meletakkan tubuh dengan bertumpu pada pantat’, dsb.

2.2.1.2Kata Gramatikal

Kata gramatikal adalah satuan gramatikal yang ada diantara morfem dan frasa yang mempunyai ciri keutuhan intern dan diapit oleh jeda potensial dan yang terjadi atas morfem atau gabungan morfem (Kridalaksana 1983: 76). Disebut kata gramatikal karena makna yang dihasilkan berubah bergantung pada morfem pembentuknya.

Contoh:

jalan (N) ‘tempat untuk lalu lintas orang/kendaraan’ menjadi berjalan (V) (ber + D) ‘melangkahkan kaki bergerak maju’.

tari (N) ‘gerakan badan yang berirama’ menjadi menari (V) (meng + D) ‘memainkan tari’.

cangkul (N) ‘alat untuk menggali dan mengaduk tanah’ menjadi mencangkul (V) (meng + D) ‘menggali atau mengaduk tanah dengan cangkul’.

2.2.2 Kala

Kala (tense) merupakan salah satu cara untuk menyatakan temporal diektis melalui perubahan kategori gramatikal verba berdasarkan waktu. Kategori temporal sendiri dapat dinyatakan pula dengan nomina temporal seperti jika dalam BI yaitu: sekarang, baru-baru ini, kemarin, dst. (Nugraha 2005:48). Jika dibagankan sebagaimana berikut ini.

Bagan 1. Temporalitas

(Waktu ujaran)

kemarin/dulu hari ini/ sekarang besok/ nanti

(Sumber: Tadjuddin 2005: 13) 2.2.2.1 Kala dalam BI

Chaer (1994: 260) menyebutkan kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan dalam predikat. Kala lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang.

Adapun kala yang lazim dalam BI yaitu, (1) kala sekarang adalah bentuk kala dari verba yang menunjukkan perbuatan terjadi pada waktu pengujaran (masa kini), (2) kala lampau adalah bentuk kala dari verba yang menunjukkan perbuatan terjadi sebelum pengujaran, dan (3) kala mendatang adalah bentuk kala dari verba yang menyatakan perbuatan akan berlangsung dalam waktu mendatang (Kridalaksana 1983: 71).

Contoh:

-Nenek sudah memasak nasi. (frasa sudah memasak merupakan kala yang mempunyai makna lampau atau terjadi sebelum pengujaran)

-Ibu akan pergi ke Jakarta. (frasa akan pergi merupakan kala yang mempunyai makna yang akan datang)

2.2.2.2Kala dalam BA

Kala atau keterkaitan waktu terjadinya perbuatan dalam BA disebut juga kalimat fi’il atau kata kerja. Kalimat fi’il tersebut dalam BA dibagi menjadi empat, yaitu (1) waktu lampau/pekerjaan yang telah dikerjakan (f’il madhi/ ﻰ

), (2) waktu sekarang dan akan datang/pekerjaan yang sedang atau akan dikerjakan (fi’il mudhari’/ عرﺎ ), (3) waktu yang akan datang berhubungan dengan arti perintah (fi’il amr/ ﺮ ا ), dan (4) waktu akan datang yang berhubungan dengar arti larangan (fi’il nahi/ﻰهﺎ ).

Contoh:

- Fi’il Madhi : بﺮ (dhoroba) ‘(telah) memukul’ - Fi’il Mudhori’ : بﺮ (yad’ribu) ‘(sedang) memukul’ - Fi’il Amr : بﺮ ا (id’rib) ‘(akan) memukul’ - Fi’il Nahi : بﺮ ﻻ (la;tad’rib) ‘(jangan) memukul’

2.2.3 Jumlah

Jumlah adalah kategori gramatikal yang membeda-bedakan jumlah dalam suatu bahasa (Kridalaksana 1983: 69). Dalam BI jumlah paling umum berkaitan dengan singularis dan pluralis, sedangkan dalam BA jumlah dibedakan atas (1) singularis (mufrad), (2) dualis (mutsanna), dan (3) pluralis (jamak).

-Sepuluh rumah terisolasi. (sepuluh rumah= jamak/ lebih dari satu) - Meja dan kursi itu rusak. (meja dan kursi = singularis)

-Muslimu ‘seorang muslim’.(muslimu = mufrad/singularis) 2.2.3.1 Jumlah dalam BI

Jumlah paling umum pada perbedaan antara singularis dan pluralis. Jumlah merupakan kategori nomina, karena dikenal berdasarkan orang, binatang, dan barang yang dapat dihitung atau dibilang ( satu atau lebih dari satu) dan diacu sendiri-sendiri atau secara kelompok dengan nomina (Lyons 1995: 276).

Contoh:

-Laki-laki itu sedang membaca koran. (laki-laki = bermakna tunggal/ singularis)

-Dua orang pencuri dipukuli massa. (dua orang = bermakna ganda/ dualis) -Buku-buku itu banyak diminati pelajar. (buku-buku = bermakna jamak/

pluralis)

2.2.3.2 Jumlah dalam BA

Jumlah (number) adalah jenis kategori gramatikal yang membedakan tunggal, dua, dan jamak (singular, dual, dan plural). BA misalnya mempunyai tiga kategori yang tentunya akan mempengaruhi pemilihan bentuk kata kerjanya. Kategori jumlah ini akan mempunyai dampak morfologis dalam kelompok verbalnya (Alwasilah 2011: 150).

(1)Isim mufrad, yaitu kata benda yang merujuk pada satu bilangan, contoh: ‘zdalika kita;bun’ (Itu kitab/ jumlahnya hanya satu).

(2)Isim mutsanna, yaitu kata benda yang merujuk pada dua bilangan, contoh: ‘al-kita;ba;ni fi al-mahfazdati’,(Dua buku itu di dalam tas/ berjumlah dua).

(3)Jamak, yaitu kata benda yang merujuk pada lebih dari dua, contoh: ‘muslimu;na’, (Muslim-muslim/ berjumlah lebih dari dua macam; pluralis)

Untuk dapat mengetahui lebih jelas tentang pembagian isim atau nama benda tersebut, perhatikan contoh lain di bawah ini.

Tabel 2.

Contoh Jumlah dalam BA

Jenis Isim (nomina) Mufrad (singular) Mutsanna (dual) Jamak (plural) Makna Mudzakkar (maskulinum) ‘Muslimun’ نﺎ ‘Muslima;ni’ نﻮ ‘Muslimu;na’ Orang islam (laki-laki) Muannas (femininum) ‘Muslimatun’ نﺎ ‘Muslimata;ni’ تﺎ ‘Muslima;tun’ Orang islam (perempuan) 2.2.4 Persona

Istilah persona berasal dari kata latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani prosopon yang berarti topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), atau berarti juga peranan/watak yang dibawakan oleh seorang pemain drama. Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa dan pemain sandiwara (Lyons dalam Nugraha 2005: 51).

Persona mengacu pada peranan yang dibawakan oleh pelaku tindak ujar. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut orang pertama. Apabila ia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai topeng yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir di tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan secara aktif diberi topeng yang disebut persona ketiga (Nugraha 2005: 51).

2.2.4.1 Persona dalam BI

Kategori jenis terdapat dalam bahasa Indo-Eropa, yaitu maskulin, feminin, dan netral. Hal ini ada kaitannya dengan tata bahasa tradisional tentang seks dan jenis (Lyons 1995: 277-278). Kategori jenis digolongkan atas faktor biologis sejak lahir atau disebut juga faktor bawaan.

Persona dalam BI direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang). Sistem pronomina persona meliputi sistem tutur sapa (terms of addres see) dan sistem tutur acuan (terms of reference). Djajasudarma (1993: 43) menyebutkan sistem pronomina persona di dalam BI sebagai berikut ini.

Pronomina Persona dalam BI

Persona Tunggal Jamak

Pertama Kedua Ketiga

aku, saya

engkau, kamu, anda dia, ia, beliau

kami, kita kalian mereka

(Sumber: Djadjasudarma 1993: 43)

BI hanya mengenal pembagian pronomina persona menjadi tiga. Istilah pronomina persona disebut juga kata ganti persona (Purwo dalam Djajasudarma 1993: 43). Beberapa contoh persona dalam BI dapat dilihat di bawah ini.

Persona Pertama: Saya baru mendengar kabar meninggalnya Ustad Jefry. Kami merupakan generasi penerus perjuangan bangsa.

Kata saya dan kami pada contoh di atas merupakan pronomina persona pertama atau yang sedang berbicara.

Persona Kedua : Engkau bagaikan bidadari di hatiku.

Apakah anda mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia. Kata engkau dan anda pada contoh di atas merupakan pronomina persona kedua atau yang sedang mendengarkan)

Persona Ketiga: Dia menjadi siswa paling rajin di kelasnya Mereka sangat mencintai negeri ini.

Kata dia dan mereka pada contoh di atas merupakan pronomina persona ketiga atau yang sedang dibicarakan.

Persona dapat disebut juga pronomina persona. Dalam BA pronomina persona tersebut disebut dengan ‘Isim Dhomir’ atau kata ganti. Untuk mengetahui lebih jelas tentang macam-macam pronomina persona dalam BA dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Macam-macam Persona dalam BA Kata Ganti ا Laki-laki ﺮآﺬ (muzdakkar) Perempuan (muannats) Orang Pertama (mutakallim) Tunggal دﺮ (mufrad) (Ana) ﺎ ا ‘Saya’ (Ana) ﺎ ا ‘Saya’ Jamak (jamak) (Nahnu) ‘Kami/kita’ (Nahnu) ‘Kami/kita’ Orang Kedua (mukhotob) Tunggal دﺮ (mufrad) Kamu ا (Anta) Kamu ا(Anti) Orang Kedua (tatsniyah) Kamu Berdua ﺎ ا(Antuma) Kamu Berdua ﺎ ا(Antuma) Jamak (jamak) Kalian ا(Antum) Kalian ا(Antunna) Orang Ketiga (ghoib) Tunggal دﺮ (mufrad) Dia ﻮه(Huwa) Dia ه(Hiya) Orang Kedua (tatsniyah) Dia berdua ﺎ ه(Huma) Dia berdua ﺎ ه(Huma) Jamak (jamak) Mereka ه(Hum) Mereka ه (Hunna)

Munawari (2002: 10A) menyebutkan pembagian dhomir yang terdiri atas tiga macam, yaitu (1) dhomir munfasil, yaitu dhomir yang terpisah (berdiri sendiri), (2) dhomir muttashil, yaitu dhomir yang melekat pada isim, fiil, atau huruf, dan (3) dhomir mustatir, yaitu dhomir yang tersimpan dalam fiil.

Contoh:

-Munfasil : سرﺪ ﻮه (Huwa Mudarrisun) ‘dia (laki-laki) seorang guru; ﺔ رﺪ ه (Hiya Mudarrisatun) ‘dia (perempuan) seorang guru. - Muttashil : سرﺪ ا آ (Katabta Ad-darsa) ‘kamu (laki-laki) telah

menulis pelajaran’; سرﺪ ا آ (Katabti Ad-darsa) ‘kamu (perempuan) telah menulis pelajaran.

- Mustatir : / سرﺪ ا (Taktubu Ad-darsa) ‘dia (perempuan) sedang menulis pelajaran’; سرﺪ ا ﻜ (Yaktubu Ad-darsa) ‘dia (laki-laki) sedang menulis pelajaran’.

2.2.5 Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif disebut pula linguistik kontrastif (Hamied dalam Pranowo 1996: 42). Kridalaksana (1983: 11) mengungkapkan bahwa analisis kontrastif merupakan metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat diterapkan dalam masalah praktis, seperti pengajaran bahasa dan penerjemahan.

Analisis kontrastif dalam kajian linguistik adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu dapat terlihat (Lado

dalam Pranowo 1996: 42). Pada proses perbandingan sendiri adalah suatu hal yang memungkinkan untuk menemukan persamaan atau perbedaan.

Analisis kontrastif berkaitan dengan dua aspek penting, yakni aspek linguistik dan aspek psikolinguistik. Aspek linguistik berkaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini, tersirat dua hal penting, yaitu (1) apa yang akan diperbandingkan, dan (2) bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikolinguistik, analisis kontrastif menyangkut kesukaran belajar, cara menyusun bahan pengajaran, dan cara menyampaikan bahan pengajaran (Tarigan 2009: 19)

Analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, yaitu aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2 (Tarigan 2009: 5).

Analisis kontrastif dikembangkan dan dipraktikkan pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagai suatu aplikasi linguisik struktural pada pengajaran bahasa, dan didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini.

1) Kesukaran-kesukaran utama dalam mempelajari suatu bahasa baru disebabkan oleh inteferensi dari bahasa pertama.

2) Kesukaran-kesukaran tersebut dapat diprediksi atau diprakirakan oleh analisis kontrastif.

3) Materi atau bahan pengajaran dapat memanfaatkan analisis kontrastif untuk mengurangi efek-efek interferensi. (Richard [et al] 1987: 63 dalam Tarigan 2009: 5).

Dalam penelitian ini akan dibandingkan BI dan BA yang dibatasi pada perbandingan kosakata berdasarkan kala, jumlah, dan persona.

Dokumen terkait