• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN LITERATUR

G. Langkah-Langkah Pengolahan

3. Katalogisasi

Katalogisasi merupakan proses pembuatan daftar keterangan

lengkap suatu koleksi yang disusun berdasar aturan tertentu.24 Dalam

pengertian lain, katalogisasi merupakan proses pengorganisasian bahan pustaka dan membuatnya dapat ditemukan kembali oleh pengguna

22

F. Rahayuningsih, Pengelolaan Perpustakaan, h. 38. 23

Soeatminah, Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan, h. 85.

24

perpustakaan pada saat ia membutuhkan bahan pustaka. Adapun secara sederhana, pengertian katalogisasi adalah proses pembuatan entri katalog

sebagai sarana temu kembali informasi di perpustakaan.25 Sedangkan

pengertian lebih luas tentang katalogisasi adalah metode penyusunan item (berisi informasi atau keterangan tertentu) dilakukan secara sistematis baik menurut abjad maupun urutan logika yang lain. Hasil pekerjaan katalogisasi adalah katalog yang memuat deskripsi atas fisik buku atau bahan pustaka secara lengkap mencakup antara lain pegarang, judul,

penerbit, jumlah halaman, kolasi, ilustrasi dan lain sebagainya.26

Katalogisasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Katalogisasi sederhana, adalah kegiatan katalogisasi yang hanya

mencantumkan informasi data bibliografis, tingkat (level) 1

berdasarkan Anglo American Cataloging Rules (AACR) II yaitu :

judul asli, pengarang, edisi, penerbit, tempat terbit, dan nomor

standar seperti International Standard Book Number (ISBN),

b. Katalogisasi kompleks, adalah kegiatan katalogisasi yang

mencantumkan informasi data bibliografis tingkat 1 ditambah antara lain judul paralel, judul-judul seri, judul terjemah, dan pengarang tambahan,

25

M. Amin Abdullah, Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Yogyakarta:

Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab, 2007), h. 130. 26

Sutarno NS. Tanggung Jawab Perpustakaan : Dalam Mengembangkan Masyarakat

c. Katalog salinan, adalah kegiatan menyalin data bibliografi bahan pustaka dari sumber bibliografi lain dengan atau tanpa menambah

informasi yang diperlukan.27

Sedangkan dalam pembuatan katalog kegiatannya dibagi menjadi

dua macam, yaitu katalogisasi deskriptif (descriptive cataloging) dan

katalogisasi subjek (subject cataloging). Katalogisasi deskriptif merupakan

salah satu tahap proses katalogisasi yang mendeskripsikan bahan pustaka

secara fisik dan menentukan titik temu pendekatan (access point). Adapun

katalogisasi subjek merupakan tahap proses katalogisasi lain, yang dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu penandaan tajuk subjek suatu bahan pustaka secara verbal dan penentuan nomor klasifikasi bahan pustaka secara nonverbal.

Sebagai kegiatan teknis, pengkatalogan dimaksudkan untuk mengelompokkan koleksi perpustakaan berdasarkan ciri tertentu. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengorganisasian bahan pustaka sehingga mudah untuk ditemukan kembali jika sewaktu-waktu diperlukan. Menurut Charles Ammi Cutter yang dikutip oleh M. Amin Abdullah dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu

Perpustakaan dan Informasi bahwa Rules for A Dictionary Catalog

menjelaskan bahwa tujuan katalog perpustakaan adalah sebagai berikut :

a. Memberikan kemungkinan seseorang menemukan sebuah buku

yang diketahui berdasarkan pengarangnya, judulnya, atau subjeknya,

27

b. Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu, berdasarkan subjek tertentu, atau dalam jenis literatur tertentu,

c. Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau

berdasarkan karakternya.28

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan utama katalog perpustakaan ialah membantu pemakai perpustakaan memperoleh dokumen seefisien mungkin. Dari uraian di atas jika dilihat dari fungsinya, katalog perpustakaan dapat berfungsi sebagai :

a. Catatan lengkap atau sebagian koleksi perpustakaan,

b. Kunci untuk menemukan karya yang diperlukan,

c. Sumber yang memberikan alternatif pilihan karya,

d. Sumber penyusunan bibliografis,

e. Alat bantu pengingat koleksi.

Adapun katalog perpustakaan mempunyai bentuk fisik yang bermacam-macam, yaitu sebagai berikut :

a. Katalog Kartu (Card Catalog)

Katalog kartu ialah katalog yang terdiri dari kartu-kartu yang disusun dalam laci atau almari katalog. Ukuran dari katalog ini umumnya 3 x 5 inci atau 7,5 cm x 12,5 cm yang berisi satu uraian katalog. Disusun pada almari katalog atau laci katalog, dengan diberi lubang di bagian tengah sebelah bawah. Tujuannya untuk memasukkan alat pengait agar supaya kartu-kartu tersebut tidak

28

mudah lepas. Katalog berbentuk kartu banyak digunakan oleh berbagai perpustakaan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Awet atau tahan lama,

2) Fleksibel, yaitu penyisipan entri baru dan pengeluaran entri

yang tidak diperlukan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, katalog selalu mencerminkan keadaan bahan

pustaka yang up-to-date,

3) Ringkas, yaitu hemat dalam tempat,

4) Akses langsung, yaitu dapat digunakan kapan saja oleh

pegawai dan beberapa pengguna sekaligus,

5) Tersedia lebih dari satu pendekatan. Biasanya, kartu katalog

dibuat dalam tiga jenis, yaitu kartu katalog pengarang, kartu katalog judul, dan kartu katalog subjek,

6) Dapat diperbanyak dengan mudah, murah, dan cepat,

7) Ekonomis, yaitu tidak memerlukan biaya tinggi dalam

pembuatannya.29

Katalog kartu banyak digunakan oleh perpustakaan karena dapat dipertimbangkan terlebih dahulu dalam penggunaannya. Selain itu katalog kartu juga mempunyai keuntungan. Keuntungan pada katalog kartu ialah :

1) Tidak mudah hilang, karena tidak dapat atau mudah

dibawa-bawa seperti pada katalog buku atau katalog berkas,

2) Mudah penggunaannya,

29

3) Luwes, artinya mudah untuk disisipi atau ditambah dengan kartu-kartu baru,

4) Mudah dalam menggandakan entri-entrinya.

Katalog kartu juga tidak terlepas dari kelemahannya, antara lain :

1) Sangat tergantung pada tempat, sehingga apabila jumlahnya

sampai melebihi kapasitas laci atau almari katalog akan menimbulkan kesulitan dalam menggunakannya,

2) Katalog kartu tidak bias dibawa kemana-mana.

b. Katalog Buku (Printed Catalog)

Katalog buku ialah katalog tercetak yang berbentuk buku. Pada tiap halaman tercantum beberapa uraian katalog dan memuat kira-kira 15 entri atau lebih. Bentuk katalog buku berupa daftar judul-judul bahan pustaka yang ditulis atau dicetak pada lembaran-lembaran yang berbentuk buku. Jenis katalog ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain adalah sebagai berikut :

1) Biaya pembuatannya murah,

2) Mudah dicetak,

3) Mudah dikirimkan ke berbagai perpustakaan atau instansi

lain,

4) Mudah dibawa kemana-mana,

5) Dapat dibuat dalam jumlah eksemplar yang cukup banyak,

c. Katalog Berkas (Sheaf Catalog)

Katalog berkas ialah katalog yang terdiri dari lembaran-lembaran lepas, disatukan dan diikat dalam sampul. Tiap lembar berisi satu uraian katalog. Bentuk katalog ini dibuat dari kertas manila berwarna putih, berukuran 10 x 20 cm, kemudian dijilid menjadi satu dengan benang. Satu jilid berisi sekitar 50 buah berkas.

d. Katalog Online (OPAC)

Katalog online ialah katalog yang terpasang pada komputer biasanya dihubungkan dengan sistem jaringan baik jaringan lokal (LAN) ataupun jaringan dalam skala yang luas (WAN). Katalog

online juga disebut dengan On-line Public Access Catalogue

(OPAC). Katalog online dikembangkan sebagai bagian dari otomasi perpustakaan. Pada umumnya katalog online tetap memuat informasi penting yang ada dalam sebuah dokumen seperti pengarang, judul dokumen, kota terbit, dan penerbit, serta informasi fisik tentang dokumen, dan lokasi penempatan dokumen. Katalog online banyak digunakan pada berbagai perpustakaan karena mempunyai banyak keuntungan, di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Penelusuran informasi dapat dilakukan dengan cepat dan

tepat,

2) Penelusuran dapat dilakukan secara bersama-sama tanpa

3) Penelusuran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan sekaligus, misalnya lewat judul, pengarang, subjek, tahun terbit, penerbit dan sebagainya, yaitu dengan

memanfaatkan penelusuran Boolean Logic,

4) Rekaman bibliografi yang dimasukkan ke dalam entri

katalog tidak terbatas,

5) Penelusuran dapat dilakukan dari beberapa tempat tanpa

harus mengunjungi perpustakaan, yaitu dengan

menggunakan sistem jaringan LAN (Local Area Network)

atau WAN (Wide Area Network).30

1) Dublin Core

Dublin Core Metadata Element Set (DCMES), yaitu standar metadata yang sekarang lebih dikenal dengan nama singkat Dublin Core. Dublin Core merupakan salah satu skema

metadata yang digunakan untuk web resource description and

discovery.31 Metadata Dublin Core memiliki beberapa kekhususan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Memiliki kesamaan kategori kode

b) Memiliki deskripsi yang sangat sederhana

c) Semantik atau arti kata yang mudah dikenali secara umum

30

Ibid., h. 137. 31

Irma U. Aditirto, “Dublin Core : format metadata untuk web resources”, MARSELA,

d) Expandable memiliki potensi untuk dikembangkan lebih

lanjut32

Gagasan membuat suatu standar baru agaknya dipengaruhi oleh rasa kurang puas dengan standar lama seperti misalnya MARC yang dianggap terlampau sulit (hanya dimengerti dan bisa diterapkan oleh pustakawan) dan kurang bisa digunakan untuk web resources.

Untuk menangani banjir web resources diperlukan cara dan

format yang lebih sederhana. Ciri-ciri Dublin Core yang

diharapkan bisa membuatnya diterapkan secara luas oleh berbagai kalangan adalah :

a) Dublin Core dibuat sesederhana mungkin agar dapat digunakan baik oleh awam (bukan pengatalog) maupun

profesional. Diharapkan bahwa pencipta resource itu

sendiri akan dapat membuat metadata (deskripsi) karya mereka tanpa memerlukan pelatihan khusus,

b) Semua unsur bersifat opsional dan dapat diulang apabila

diperlukan,

c) Unsur-unsur diterima secara internasional, dan dapat

diterapkan oleh semua disiplin ilmu,

d) Setiap unsur dapat diperluas agar data yang lebih khusus

(misalnya untuk disiplin ilmu atau aplikasi khusus) dapat tertampung,

32

“Dublin Core” Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 dari

e) Dapat ditempatkan di dalam Web page (embedded)

biasanya sebagai bagian dari header, sehingga dapat

dideteksi oleh web robot atau spider.33

Dublin Core juga terdiri dari 15 unsur dasar, diantaranya sebagai berikut :

1) Title : judul dari sumber informasi, 2) Creator : pencipta sumber informasi,

3) Subject : pokok bahasan sumber informasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor klasifikasi,

4) Description : keterangan suatu isi dari sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian,

5) Publisher : orang atau badan yang ikut mempublikasikan sumber informasi,

6) Contributor : orang atau badan yang ikut menciptakan sumber informasi,

7) Date : tanggal penciptaan sumber informasi,

8) Type : jenis sumber informasi, laporan, peta, dan

sebagainya,

9) Format : bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi, sumber informasi,

33

“Dublin Core” Diakses pada tanggal 20 Juni 2010 dari

10) Identifier : nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikasian sumber informasi. Contoh URL, alamat situs,

11) Source : rujukan ke sumber asal suatu sumber informasi, 12) Language : bahasa yang intelektual yang digunakan

sumber informasi,

13) Relation : hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi lainnya,

14) Coverage : cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu,

15) Rights : pemilik hak cipta sumber informasi.34

Dublin Core dengan 15 unsurnya sebenarnya hanya kerangka (framework) atau container, dan container ini harus diisi dengan data yang dipilih berdasarkan standar untuk isi agar menghasilkan metadata yang dapat berfungsi dengan baik

dalam proses resource discovery dan description.35Dari ke 15

unsur di skema Dublin core di atas dianggap kurang memadai,

itu sebabnya skema ini kemudian dapat diperluas melalui apa

yang disebut qualifiers atau semacam tambahan rincian dari

unsur yang sudah ada.36

34

Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin, Teknologi Informasi Perpustakaan : strategi

perancangan perpustakaan digital (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 83. 35

Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital : perspektif perpustakaan perguruan tinggi Indonesia (Jakarta: Sagung Seto, 2007), h. 213.

36

Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital : kesinambungan dan dinamika (Jakarta: Citra Karyakarsa Mandiri, 2009), h. 90.

Dengan demikian Dublin core mampu mengurangi atau menghilangkan penggunaan rujukan eksternal (seperti pada

peraturan pengatalogan atau authority files). Elemen data

tersebut dapat tersebarluaskan sehingga meliputi informasi khusus tambahan; bersifat bebas dari sintaksis dan dapat

diubah melalui qualifiers (keterangan tambahan) untuk

memperluas maknanya sampai melewati makna di luar makna

yang lazim.37

Pada praktisnya penggunaan kode-kode Dublin Core ini lebih

banyak digunakan untuk program-program digital library,

dimana kesederhanaan unsur menjadi pertimbangan utamanya,

unsur-unsur pada Dublin Core dapat di implementasikan untuk

sharing metadata perpustakaan digital yang banyak

menampilkan koleksi-koleksi full text.

Dokumen terkait