• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kategori Adopter

akhir dan mendapat sukses. Kegunaan praktis bagi para penyuluh pertanian

perihal proses adopsi adalah untuk mengetahui sampai tahap mana sasaran

yang dihadapinya itu. Konseptualisasi proses adopsi telah sangat dikenal dan

dipakai oleh para peneliti difusi selama ini. Namun tahapan-tahapan tersebut

tidak selalu dilalui secara berurutan, bisa saja salah satu tahapan proses

tersebut di loncati, khususnya pada saat percobaan. Sealain itu, proses tersebut

selalu diakhiri dengan keputusan mengadopsi padahal kenyataanya bisa saja

diakhiri dengan penolakan.

2.3Kategori Adopter

Ibrahim et. al. (2003) menggolongkan adopter berdasarkan kecepatan

adopsi terhadap suatu inovasi menjadi lima golongan, yaitu:

1. Innovators (inovator). Golongan perintis jumlahnya tidak banyak dalam

masyarakat. Karakteristik golongan ini gemar mencoba inovasi dan berani

mengambil resiko (risk taker). Pendidikannya lebih tinggi dari rata-rata pada

masyarakatnya serta aktif mencari informasi, baik melalui tulisan, audio visual

maupun ke sumber-sumber teknologi secara langsung. Umurnya setengah

baya dan memiliki status sosial yang tinggi, serta ditunjang sumber keuangan

yang mapan. Pada umumnya berpartisipasi aktif dalam menyebarkan inovasi.

2. Early adopter (golongan pengikut dini). Golongan ini mempunyai tingkat

pendidikan yang tinggi, gemar membaca buku, suka mendengarkan radio,

memiliki faktor produksi non lahan yang yang relatif lengkap sehingga dapat

menerapkan suatu inovasi. Golongan pengetrap dini memiliki status sosial

24

memiliki status ekonomi yang baik. Pada umumnya golongan ini memiliki

prakarsa besar, aktif dalam kegiatan masyarakat dan suka membantu

pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Golongan ini dapat dijadikan mitra

penyuluh pertanian dalam menyebarkan inovasi sehingga mempercepat proses

adopsi kelompok sosialnya.

3. Early majority (golongan pengikut awal). Golongan ini mempunyai tingkat

pendidikan rata-rata seperti anggota masyarakat lainnya. Golongan ini dapat

menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan

kepadanya. Golongan pengetrap awal mempunyai status sosial ekonomi

sedang. Pada umumnya memiliki umur lebih dari 40 tahun dan

berpengalaman. Pola hubungan yang dilakukan cenderung lokalit dan kurang

giat mencari informasi tentang inovasi. Keputusan menerima adopsi

diperhitungkan dengan teliti, sebab kegagalan penerapan inovasi sangat

mempengaruhi penghidupan dan kehidupannya.

4. Late majority (golongan pengikut akhir). Golongan ini pada umumnya berusia

lanjut dan memiliki pendidikan yang rendah. Status sosial ekonominya sangat

rendah dan lambat menerapkan inovasi. Salah satu faktor penghambat diri

dalam penerapan inovasi ini adalah pengalaman pahit masa lalunya. Dengan

status ekonomi yang rendah, kegagalan penerapan suatu inovasi akan

mengancam penghidupan dan kehidupannya. Pola hubungan yang dilakukan

lokalit, sehingga akselerasi penerapan inovasi dapat dilakukan, apabila

golongan penerap awal juga menerapkan inovasi.

5. Laggard(Kelompok Kolot/Tradisional). Golongan penolak ini pada umumnya

25

rendah, bahkan buta huruf. Status sosial ekonominya sangat rendah dan tidak

suka perubahan-perubahan.

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter

(penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam

menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah

pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).

Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat pada gambar 2.1. Untuk

lebih memperjelas, dapat diformulasikan suatu gambar proses introduksi, adopsi,

difusi inovasi yang berasal dari sumbernya.

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.

Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan

ekonomi tinggi

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang

dihormati, akses di dalam tinggi

3. Early Majority (Pengikut dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal.

Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi

atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok kolot/tradisional): 16% terakhir adalah kaum

kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan

26

Gambar 2.1 Kategori adopters

2.4Subak

Subak merupakan sistem irigasi yang dijalankan secara tradisional dan

telah menjadi kegiatan secara turun temurun untuk mengolah lahan pertanian.

Subak sebagai masyarakat hukum adat yang bersifat sosial religius yang secara

historis tumbuh dan berkembang sebagai organisasi dibidang tata guna air

ditingkat usaha tani. Sedangkan Pitana menunjukkan ciri dasar dari subak yaitu:

1. Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk

anggota-anggotanya. Sebagai suatu organisasi, subak mempunyai pengurus dan

aturan-aturan keorganisasian (awig-awig) baik tertulis maupun tidak tertulis.

2. Subak mempunyai suatu sumber air bersama. Sumber air bersama ini berupa

bendungan (empelan) di sungai, mata air, air tanah atau saluran utama suatu

sistem irigasi

3. Subak mempunyai areal persawahan

27

5. Subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul (pura yang berhubungan

dengan persubakan )

Berdasarkan pengertian Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 Pasal 1

huruf h dan juga ciri yang ditunjukkan oleh Pitana tentang subak tersebut, terlihat

jelas bahwa subak merupakan organisasi sosial religius dan tidak hanya sebagai

sistem irigasi. Sebagai organisasi subak memiliki struktur kepengurusan dan

aturan tersendiri untuk mengatur anggota-anggotanya.

Struktur kepengurusannya subak hampir sama dengan struktur organisasi

pada umumnya yaitu terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Pada

organisasi subak dipimpin oleh pekaseh (pimpinan subak) yang dibantu oleh

beberapa orang petajuh (wakil).Petajuh ini biasanya melaksanakan tugas rangkap

sebagai petengen / bendahara dan penyarikan / juru tulis. Apabila subak memiliki

wilayah yang luas dan jumlah anggotanya ratusan maka akan dibagi lagi dalam

bentuk tempekan yang dipimpin oleh kelian tempekan.

Subakmemiliki aturan tersendiri yang disebut awig-awig subak yang

mengatur anggota subak. Awig-awig subak dibuat berdasarkan hasil dari

musyawarah para anggota subak atau lebih dikenal dengan sangkepan. Aturan

subak berisi perintah, larangan dan kebolehan serta sanksi dalam kelembagaan

subak. Bentuk dari awig-awig subak ada dua yaitu awig-awig tertulis yang berisi

aturan pokok dan pararem tertulis yang sifatnya lebih fleksibel sebagai aturan

pelaksana.

Suyatna (1982) menyatakan bahwa peraturan tentang waktu menanam

Dokumen terkait