• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kategori Biaya Perkara di Pengadilan Agama

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PRODEO

B. Kategori Biaya Perkara di Pengadilan Agama

Pada asasnya berperkara di Pengadilan dalam perkara perdata, dikenakan biaya sesuai ketentuan pasal 4 ayat (2), pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 dan pasal 182, pasal 121 ayat (4) HIR, kemudian dalam pasal 192-194 RBg. Artinya suatu perkara perdata di Pengadilan baru dapat didaftar di kepaniteraan setelah pihak pemohon atau penggugat membayar sejumlah biaya perkara yang lazimnya disebut panjar atau verschot.71

Berdasarkan surat Mahkamah Agung RI Nomor: 43/TUADA/AG/III-UM/XI/1992, tanggal 23 November 1992 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan agama di seluruh Indonesia, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan biaya perkara menurut pasal 121 ayat (4) HIR/ pasal 145 ayat (4) RBg meliputi biaya kepaniteraan (yustisi costen) dan biaya proses (process costen).72

Kemudian dalam suratnya MA/KUMDIL/214/XII/K/1992, tanggal 21 Desember 1992 perihal pola keuangan perkara di lingkungan Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI merinci biaya kepaniteraan yang kemudian dikenal dengan istilah Hak-Hak Kepaniteraan (HHK) yang terdiri dari:73

71

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Buletin Berkala Hukum dan Peradilan, (Jakata: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, 2002), h. 39.

72

Ibid., h. 40. 73

a. Biaya pendaftaran perkara tingkat pertama; b. Biaya Redaksi;

c. Biaya Pencatatan permohonan Banding; d. Biaya Pencatatan permohonan Kasasi; e. Biaya pencatatan permohonan PK;

f. Biaya pencatatan permohonan sita konservatoir; g. Biaya permohonan sita Refindikatoir;

h. Biaya pencatatan permohonan pencabutan sita; i. Biaya pencatatan pelaksanaan lelang.

Dengan kata lain, biaya kepaniteraan adalah pungutan-pungutan sebagai pelayanan pengadilan. Biaya-biaya inilah yang harus disetorkan ke Kas Negara. Sedangkan biaya proses merupakan biaya-biaya pelaksanaan Peradilan dalam rangka menyelesaikan suatu perkara. Dalam pasal 90 ayat (10) UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara tegas telah ditentukan bahwa biaya proses tersebut meliputi:74

a. Biaya pemanggilan para pihak dan pemberitahuan; b. Biaya untuk saksi/ saksi ahli dan penerjemah; c. Biaya pengambilan sumpah;

d. Biaya penyitaan;

74

Departemen Agama, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, h. 280.

e. Biaya eksekusi;

f. Biaya pemeriksaan setempat;

g. Biaya-biaya lain atas perintah Ketua Pengadilan.

Dengan memperhatikan kedua surat Mahkamah Agung RI dan pasal 90 ayat (1) di atas, dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan Biaya Perkara adalah biaya yang meliputi biaya kepaniteraan dan biaya proses yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kategori biaya perkara sesuai tingkat dan kepentingan pemeriksaan perkara inilah yang merupakan biaya yang harus dibayar sebagai panjar.

C. Masalah Yang Muncul Dalam Prodeo

Mengenai penyelesaian perkara prodeo terdapat anggapan masyarakat bahwa, dalam prakteknya pembebasan biaya perkara dari pemohon prodeo di Pengadilan Agama hanya dibebaskan untuk biaya kepaniteraan saja, sedangkan biaya proses masih tetap menjadi tanggungan pemohon prodeo. Namun ada juga yang membebaskan keseluruhan biaya kecuali biaya materai. Tetapi umumnya para praktisi hukum berpendapat bahwa keseluruhan biaya perkara dibebaskan dari pemohon prodeo.75

Namun pada kenyataannya, masih ada lembaga Peradilan Agama yang melakukan pemungutan biaya dari para pemohon prodeo. Alasannya adalah selain karena belum ada petunjuk yang jelas mengenai sumber dana untuk penyelesaian

75

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Buletin Berkala Hukum dan Peradilan, h. 41.

perkara prodeo, juga karena masalah pemanggilan pihak yang berperkara tempat tinggalnya terlampau jauh sehingga sulit dijangkau, selain itu juga membutuhkan biaya transportasi yang sangat besar. Sebelum tahun 2008, masalah-masalah di atas memang yang menjadi kendala dalam proses penanganan perkara prodeo. Tetapi di tahun 2008 ini masalah tersebut sudah ada pemecahan masalahnya. Yaitu dengan adanya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang sudah disetujui oleh pemerintah. Mengenai prosedur untuk mendapatkan biaya dari DIPA yaitu, pengadilan mengumpulkan perkara-perkara prodeo yang sudah diselesaikan terlebih dahulu, dengan mencatat seluruh biaya yang telah dikeluarkan, kemudian dilaporkan ke Bendahara DIPA. Berdasarkan laporan tersebut Bendahara DIPA akan menggantikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan pengadilan dalam penyelesaian perkara prodeo.76

Setelah pemohon/ penggugat mengajukan syarat-syarat berupa surat keterangan miskin dari lurah yang dilampirkan pada gugatan, maka pada saat itulah peranan dari negara (DIPA) dalam membiayai perkara prodeo.77

Setelah diadakannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), maka tidak ada lagi biaya yang harus dibebankan kepada para pemohon prodeo. Selain itu

76

Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama, Jakarta, 29 April 2008. 77

Taufik Hasan Nadi, “Perbedaan Persepsi Terhadap Prosedur Beracara Cuma-Cuma Kaitannya dengan DIPA pada Peradilan Agama”, Artikel diakses pada 2 Juni 2008 dari www.badilag.net/data/artikel/tulisan%20taufik%20ngadi pdf.

masalah-masalah yang terjadi dalam penanganan prodeo di Pengadilan Agama dapat terselesaikan dengan baik.78

78

BAB IV

PENYELESAIAN PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA

JAKARTA TIMUR

A.Profil Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Sejarah Lahirnya Peradilan Agama Jakarta Timur

Sejarah kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur erat

berkait mata rantainya dengan sejarah pembentukan

Pengadilan Agama pada umumnya diseluruh kepulauan

Indonesia, terutama di wilayah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta. Secara khusus sejarah lahirnya Pengadilan Agama

Kelas IA Jakarta Timur adalah dibidani oleh Menteri Agama

RI sebagaimana tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI

No. 67 Tahun 1963 jo No. 4 Tahun 1967. Adapun secara

kronologis saat-saat lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur

sebagai berikut :

79

a. Pada saat itu Pengadilan Agama di tanah tumpah darah si Pitung ini hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa Jakarta

79

Raya” yang dibantu 2 (dua) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga Ibukota ini kian bertambah sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67 tahun 1963 yang berbunyi

antara lain “Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan

Agama (bentuk lama) dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Raya”.

b. Pada tahun 1966 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota

Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/I/I/1966

tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota negara ini

menjadi 5 (lima) wilayah dengan sebutan Kota Administratif.

Dengan pembentukan kota Administratif tersebut, secara

yuridis formil keberadaan Pengadilan Agama Istimewa berikut

2 (dua) kantor cabangnya di pandang sudah tidak aspiratif lagi

untuk melayani kepentingan masyarakat pencari keadilan yang

berdomisili di 5 (lima) wilayah.

80

Secara cerdik, Kepala

Inspektorat Peradilan Agama menyambut baik kebijakan

Gubernur dimaksud seraya megajukan nota usul kepada

80

Direktorat Peradilan Agama melalui surat beliau Nomor

B/I/100 tanggal 24 Agustus 1966 tentang usul pembentukan

kantor cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Raya sesuai dengan pembagian 5 (lima)

wilayah administrasi yang baru terbentuk. Dengan memetik

rekomendasi brilian tersebut, secara sigap Direktur Peradilan

Agama meneruskan nota usul dimaksud kepada Menteri Agama

RI melalui surat beliau Nomor B/I/1049 tanggal 19 September

1966 tentang persetujuan atas usul Kepala Inspektorat

Pengadilan Agama.

81

Kedua surat pejabat teras Pengadilan

Agama tersebut menjadi bahan pertimbangan Keputusan

Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tentang Perubahan

Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Raya, tanggal 17 Januari 1967.

82

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, akhirnya

melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor Ib.3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka

81

Ibid., h.3. 82

pada tanggal 18 Februari 1967 diresmikanlah sebutan maupun

operasional Pengadilan Agama di 5 (lima) wilayah Daerah

Khusus Ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta Timur

menjadi sebagai berikut :

83

1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat,

2. Pengadilan Agama Jakarta Utara,

3. Pengadilan Agama Jakarta Barat,

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan

5. Pengadilan Agama Jakarta Timur.

2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Timur

Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama di Wilayah Hukum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.84

3. Wilayah Yurisdiksi.

Wilayah yurisdiksi yang dimaksud pada pembahasan ini

bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan

83

Ibid., 84

dan meyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Dalam istilah

“kewenangan” mengadili ini sebagaimana bersinonim dengan

kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan kewenangan

dan kekuasaan atau pada HIR dikenal pula dengan istilah

kompetensi. Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi

kepada 2 (dua) aspek yaitu :

85

1. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan

untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu

perkara bagi Pengadilan yang menyangkut pokok perkara

itu sendiri.

86

Pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama disebut pada Bab III yang

berjudul Kekuasaan Pengadilan pasal 49 ayat (1) yang

berbunyi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara

85

Ibid., Laporan Tahunan, h.17. 86

Roihan A.Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Grapindo Persada, 1998), Cet ke.6, h.25.

ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam

dibidang :

87

a. Perkawinan;

b. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum Islam;

c. Wakaf dan Shodaqoh

d. Ekonomi syariah.

2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan

untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu

perkara bagi pengadilan yang berhubungan dengan

wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari

keadilan.

88

Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai

berikut :

a. HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo pasal 142 (2) dan

b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 pasal 66 ayat (1

s/d 5). Tentang kompetensi relatif ini bagi Pengadilan

87

Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama pasal 49 ayat (1).

88

Agama yang berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah

Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan pada saat

kelahirannya yaitu dalam Keputusan Menteri Agama

Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain :

“Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang

daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta

Timur”.

4. Data dan Keterangan Wilayah Pengadilan Agama

Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan.89

Adapun batas-batas wilayahnya adalah :

1. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat. 2. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan.

3. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok. 4. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi.

Luas wilayah Jakarta Timur : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa.90 Jumlah penduduk yang beragama Islam 2.569.390 jiwa.91

89

Ibid., Laporan Tahunan 2007. h.7. 90

Kodya Jakarta Timur adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, dengan 10 wilayah kecamatan .92

Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur, berkedudukan di Kelapa Dua Wetan, alamat Jl. Raya PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas Kodya Jakarta Timur, Telp (021) 87717548 kode pos 13750. Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur dibangun di atas tanah hak pakai No. 28 Kodya Jakarta Timur dengan luas tanah 2760 m2, luas bangunan 1400 m2 terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana Pemda DKI Jakarta. Gedung baru kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur yang demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 57 orang PNS, ditambah dengan pegawai honorer 10 orang.93

B. Prosedur Pengajuan Administratif Perkara Prodeo di Pengadilan

Agama Jakarta Timur

Pada dasarnya beracara di Pengadilan Agama dalam hal gugatan perdata mesti dikenai biaya, sesuai dengan ketentuan dalam HIR Pasal 182, 121 ayat (1) dan pasal 145 ayat (4), R.Bg pasal 192-194 serta Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Pasal 4 ayat (2). Adagium yang sering diperdengarkan adalah “Tidak ada sengketa tidak ada perkara dan tidak ada perkara tanpa adanya biaya”. Jadi kalau ingin mengajukan

91

Data Departemen Agama. Tahun 2003. 92

Ibid., Laporan Tahunan 2007, h. 10. 93

perkara kepada pengadilan harus ada biayanya, kecuali kalau tidak mampu membayar maka beracara dimuka pengadilan dapat dilakukan dengan cuma-cuma, setelah mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan yang berwenang memeriksa perkara tersebut.94

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seseorang yang kurang mampu untuk berperkara secara prodeo (cuma-cuma) sama saja dengan yang membayar biaya perkara, hanya ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi baik ditingkat pertama atau banding bahkan kasasi, bagi pihak penggugat/ pemohon ataupun tergugat/ termohon, berikut proses dan prosedurnya :

1. Proses perkara prodeo pada tingkat pertama

Pada pengadilan tingkat pertama, maka terdapat beberapa tahapan acara persidangan yang harus dilaksanakan dalam perkara prodeo yang berkaitan dengan para pihak, Majelis Hakim, Panitera/ Sekretaris dan Bendahara Pengeluaran yaitu :

a. Mekanisme beracara bagi pihak penggugat/ pemohon yang mengajukan

perkara prodeo.

1) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah.95

94

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, ,(Jakarta: Pranada Media, 2005), Cet ke.3, h.63.

95

Lihat HIR Pasal 118 dan R.Bg. Pasal 142 jo UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama Pasal 66.

2) Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama, dengan ketentuan: a). Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat,96

b). Bila penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa ijin tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat,97 c). Bila penggugat dan tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka

gugatan diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan perkawinannya atau ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat.98

3) Gugatan tersebut memuat :

a). Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman penggugat dan tergugat,

b). Posita (fakta kejadian dan fakta hukum),

c). Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).99

96

UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, Pasal 73 Ayat (1).

97

Ibid., Pasal 73 Ayat (2).

98

Ibid., Pasal 73 Ayat (3). 99

Dirokterat Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, Prosedur dan Proses Berperkara di Pengadilan Agama, Tahun 2007.

4) Pihak penggugat/ pemohon yang hendak mengajukan perkara dengan prodeo, maka harus mengajukan permohonan perkara prodeo kepada Majelis Hakim dengan ketentuan : 100

a) Permohonan perkara secara prodeo ditulis menjadi satu dalam surat gugatan/ permohonan,

b) Dalam permohonan tersebut disebutkan alasan-alasan untuk berperkara secara prodeo (dalam posita),

c) Memberi izin kepada Penggugat/ Pemohon untuk berperkara secara cuma-cuma (dalam petitum),

d) Membebaskan Penggugat/ Pemohon dari segala biaya perkara.

5) Penggugat/ Pemohon mengajukan gugatan/ permohonan ke Pengadilan melalui Meja I, kemudian kasir Pengadilan Tingkat Pertama akan mengeluarkan kwitansi SKUM ( Surat Kuasa Untuk membayar ) sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah/nihil).

b. Mekanisme bagi pihak tergugat yang mengajukan perkara prodeo.

Bagi pihak Tergugat yang hendak mengajukan perkara secara prodeo, maka terdapat mekanisme beracara sebagai berikut : 101

100

Ibid., 101

Wawancara Pribadi dengan Saniah K.T, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur.

1) Apabila pihak tergugat dalam persidangan, memohon beracara secara prodeo, kesempatan hanya ada pada waktu menjawab gugatan Penggugat/ Pemohon permohonannya disampaikan satu dengan jawabannya.

2) Apabila permohonan beracara secara cuma-cuma oleh tergugat dikabulkan dan dalam perkara tersebut tergugat dikalahkan, maka tergugat dibebaskan dari membayar biaya perkara.

3) Biaya perkara dibebankan kepada negara dengan cara menyerahkan salinan amar putusan oleh Majelis Hakim kepada Kuasa Pengguna Anggaran dan diteruskan kepada Kasir.

4) Kasir mengembalikan sejumlah uang yang disetor Penggugat/ Pemohon kepadanya dan menerimakan uang perkara yang disetor Kuasa Pengguna Anggaran sebagai gantinya. Semuanya dicatat di dalam buku-buku keuangan.

2. Proses Perkara Prodeo Pada Tingkat Banding

Dalam proses beracara perkara secara prodeo pada Pengadilan Tingkat Banding, maka terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan yang tahapan tersebut tidak terpisahkan dengan Pengadilan Agama tingkat pertama yaitu sebagai berikut :

a. Permohonan beracara secara cuma-cuma pada tingkat banding dapat diajukan secara tertulis atau secara lisan melalui panitera Pengadilan Agama tingkat pertama.102

b. Setelah permohonan Pembanding untuk beracara secara prodeo diterima, Ketua Pengadilan Agama menunjuk Majelis Hakim untuk bersidang memeriksa permohonan tersebut.

c. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Persidangan yang ditanda tangani oleh Ketua Majelis dan Panitera yang mengikuti jalannya persidangan.103

d. Panitera Pengadilan Agama mengirim Berita Acara Pemeriksaan permohonan tersebut bersama bundel A dan salinan putusan Pengadilan Agama yang bersangkutan ke Pengandilan Tinggi Agama.

e. Terhadap bundel B dapat dikirim bersama bundel A dan salinan putusan atau dikirim setelah diterimakan Penetapan Pengadilan Tinggi Agama tentang izin beracara secara prodeo kepada pihak yang memohon izin tersebut.

f. Pengadilan Tinggi Agama mengeluarkan penetapan yang isinya menerima atau menolak permohonan izin prodeo tersebut.

102

Mukri, Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,199), h.120.

103

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, ,(Jakarta: Pranada Media, 2005), Cet ke.3, h.64.

g. Apabila permohonan izin beracara secara cuma-cuma ditolak Pengadilan Tinggi Agama, Pembanding diberi tenggang waktu 14 hari untuk membayar biaya perkara sejak penetapan Pengadilan Tinggi Agama tersebut diterima Pembanding.104

h. Apabila permohonan dikabulkan, salinan amar putusan penetapan Pengadilan Tinggi Agama tersebut diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (Pansek) Pengadilan Tinggi Agama untuk seterusnya memerintahkan Bendahara mengeluarkan sejumlah uang guna pembayaran panjar perkara di Pengadilan Agama.

i. Setelah biaya perkara dibayar, Pengadilan Agama dalam waktu segera mengirim bundel B ke Pengadilan Tinggi Agama, bilamana belum dikirim sebelumnya untuk selanjutnya diproses sebagaimana mestinya.105

j. Kasir wajib mengembalikan kelebihan biaya perkara kepada kas negara Instrumen Biaya Prodeo

k. Apabila biaya perkara kurang, Majelis Hakim dapat memerintahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran pada Pengadilan Tinggi Agama untuk mengeluarkan biaya perkara yang diperlukan dengan menggunakan instrumen.

104

Ibid., h.65. 105

Mukri, Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, h.121.

Dalam kasasipun perkara dengan cumu-cuma (prodeo) ada dan prosedurnya sama dengan proses prodeo pada tingkat banding.

C. Pemeriksaan dan Penyelesaian Perkara Prodeo di Pengadilan Agama

Jakarta Timur.

Dalam hal pihak penggugat atau tergugat tidak mampu membayar biaya perkara, maka berdasarka pasal 237 R.Bg maka ia dapat memohon kepada ketua Pengadilan untuk berperkara secara cuma-cuma. Permintaan berperkara ini harus dimintakan sebelum perkara pokok diperiksa oleh pengadilan. Permintaan ini harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari instansi yang berwenang, dewasa ini dikeluarkan oleh kepala desa dan diketahui oleh camat. Menurut pasal 238 HIR dan pasal 274 R.Bg keterangan tidak mampu harus dikeluarkan oleh aparat kepolisian ditempat tinggal orang yang meminta gugatan secara Cuma-Cuma..106

Dalam pemeriksaan terhadap permohonan perkara prodeo baik yang diajukan oleh Penggugat/ Pemohon atau Tergugat/ Termohon, harus ajukan alat bukti berupa surat keterangan miskin. Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam HIR Pasal 238. Adapun, apabila surat itu tidak didapatkan, maka pemohon perkara prodeo dapat membuktikannya dengan mendengarkan keterangan saksi atau lainnya. Dalam R.Bg. Pasal 274 ayat (4) menyebutkan : ”Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka Pengadilan bebas untuk meyakinkan diri tentang miskinnya pemohon dengan

106

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, ,(Jakarta: Pranada madia, 2005), Cet ke.3, h.63.

memperhatikan keterangan-keterangan lisan atau dengan cara lainnya”. Jika ia tidak mendapat surat keterangan miskin dari instansi yang berwenang maka untuk membuktikan ketidak mampuannya itu harus dilakukan dengan jalan mendengar keterangan saksi atau keterangan lainnya seperti melihat pekerjaan, cara berpakaian, status sosial dan lainnya.107

Selain surat keterangan tidak mampu dari Lurah yang diketahui oleh Camat, masyarakat juga dapat beracara secara cuma-cuma dengan menunjukkan kartu Keluarga Miskin (Gakin). Namun demikian, dengan beracara secara cuma-cuma, bukan berarti berperkara tanpa biaya, namun biayanya ditanggung oleh negara. Pihak pengadilan akan mengajukan klaim pembiayaan kepada Negara, setelah diputuskan oleh Majelis Hakim melalui putusan sela, bahwa yang bersangkutan dapat beracara atau berperkara cuma-cuma.

Gugatan atau permohonan yang diajuka dengan cara prodeo selalu diperiksa oleh hakim ditingkat pertama tentang ketidak mampuannya, kemudian hasil pemeriksaan diputuskan dengan putusan sela*, untuk itu apabila ada permohonan prodeo, petugas meja satu harus membuatkan SKUM (surat kuasa untuk membayar) dengan jumlah pembayaran nihil (nol). Setelah melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas maka selanjutnya masuk kedalam tahap periksaan dan penyelesainnya yaitu :108

107

1. Setelah berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan Agama, maka Ketua Pengadilan Agama menunjuk Majlis Hakim untuk menangani perkara tersebut (PMH ).

2. Majelis Hakim menetapkan Hari sidang ( PHS) dan memerintahkan juru sita untuk memanggil Penggugat/ Pemohon dan Tergugat/ Termohon.

3. Majelis Hakim memerintahkan kepada Kuasa Pengguna Anggara ( Pansek ) agar mengeluarkan biaya panggilan masing-masing satu kali biaya panggilan untuk Penggugat/ Pemohon dan Tergugat/ Termohon dalam bentuk sebuah instrumen, yang selanjutnya pula Kuasa Pengguna Anggaran/ Pansek mengeluarkan perintah kepada bendahara pengeluaran juga dalam bentuk sebuah instrumen.

4. Petugas Buku Induk Keuangan Perkara, petugas/ pemegang buku Jurnal Keuangan Perkara dan petugas/ pemegang Buku Kas Pembantu mencatat penerimaan tersebut didalam buku-buku mereka sebagai penerimaan panjar pertama. Pada hari sidang yang telah ditentukan, Majelis Hakim sebelum memeriksa pokok perkara, terlebih dahulu memeriksa permohonan beracara secara cuma-cuma tersebut di dalam persidangan.

108

Ibid.,

*Putusan sela (sementara) adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.

5. Apabila permohonan beracara secara prodeo terbukti dan permohonan tersebut dikabulkan, maka Majelis Hakim menjatuhkan putusan sela yang dimuat secara lengkap di dalam Berita Acara Persidangan.

6. Salinan amar putusan sela tersebut diserahkan oleh Majelis Hakim kepada Kuasa Pengguna Anggaran (Pasnek) guna pembayaran perkara oleh negara. 7. Pansek menyerahkan salinan amar putusan itu kepada Bendahara Rutin

dengan perintah agar mengeluarkan sejumlah uang panjar sebesar Rp. 581.000.- (lima ratus delapan puluh satu ribu rupiah) dikurangi jumlah uang yang sudah dikeluarkan sebagai biaya panggilan pertama.

8. Dengan diterimanya uang panjar dari Bendahara Rutin, Kasir mengeluarkan kwitansi SKUM sejumlah uang yang diterima.

9. Petugas Buku Induk Keuangan Perkara, petugas/ pemegang buku Jurnal Keuangan Perkara dan petugas/ pemegang Buku Kas Pembantu mencatat penerimaan tersebut di dalam buku-buku mereka sebagai penerimaan panjar kedua.

10.Apabila permohonan prodeo tidak terbukti, Majelis Hakim menjatuhkan

Dokumen terkait