• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

4.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Berikut ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik yang disajikan berdasarkan subkategori ketidaksantunan dan disajikan dengan (1) wujud linguistik, (2) wujud pragmatik, (3) penanda linguistik, (4) penanda pragmatik (konteks tuturan), dan (5) maksud ketidaksantunan. Bousfield (2008:3) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous) dan konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan ancaman terhadap muka itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik atau bahkan pertengkaran dan tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan. Suatu tuturan dalam kategori menimbulkan konflik terjadi bila penutur secara sengaja mengucapkan suatu tuturan yang dapat menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra tutur. Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja seperti mengejek atau meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengejek

Cuplikan tuturan E1

MT : Heh kamu yang keras dong suaranya jangan badan aja yang digedein.

PT : “Dasar kurang ajar!” MT : Hahahaa semangat .

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi ketika latihan tari disamping pura. MT merasa tersingung dengan ejekan penutur. Tuturan terjadi saat latihan tari adat untuk digunakan dalam perayaan hari raya Tujuan PT agar MT mengira PT marah tetapi sesunguhnya hanya bercanda.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Dasar kurang ajar!”. Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan

nada tinggi. Penutur terkesan mengejek mitra tutur. Tuturan yang disampaikan penutur terkesan terlalu kasar. Penanda linguistik tuturan memakai intonasi seru. Penutur berbicara dengan sedang. tekanan yang digunakan tekanan keras diksi yang dipakai menggunakan bahasa standar dengan kata-kata sehari-hari. Penanda pragmatik tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di area asrama Hindu. Penutur memberi teguran kepada mitra tutur dengan mengejek. Tindak verbal ekspresif, tindak perlokusi mitra tutur menangapi sindiran penutur dengan nada kesal. Maksud penutur bermaksud menegur karena kurang serius dalam latihan.

Cuplikan tuturan E3

MT : sudah lama aku tak pernah sembayang di pura. PT : Dasar kafir

MT : memangya kamu selalu sembayang ke pura?

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan Pura. Mitra tutur merasa dirinya tidak rajin sembayang di Pure tetapi kata-kata penutur membuat mitra tutur merasa tersingung.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“dasar kafir” Wujud pragmatik tuturan disampaikan dengan nada

sinis. Penutur terkesan megejek mitra tutur yang kurang rajin beribadah di pura. Tuturan yang disampaikan penutur terkesan kurang santun dan kasar. Penanda linguistik Tuturan memakai intonasi berita. Penutur berbicara dengan tinggi dan sisnis. Tekanan yang digunakan tekanan tinggi.. Diksi yang dipakai menggunakan bahasa nonstandar. Penanda pragmatik tuturan terjadi di depan pura. perkumpulan pemuda-pemudi Hindu di area asrama Hindu. Penutur memberi teguran kepada mitra tutur dengan menyindir atas keterlambatan mitra tutur. Tindak verbal representative, tindak perlokusi mitra tutur menangapi tuturan penutur dengan pertanyaan bernada kesal. Maksud penutur bermaksud asal bicara penutur yang kurang rajin beribadat di pura.

Subkategori Menegaskan

Subkategori menegaskan dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menegaskan.

Cuplikan tuturan E2

MT: Siapa yang mengajarimu tarian seperti itu? (dengan wajah sinis) PT : “Ngapain pengen tau?”

MT: Ndak, pengen tau aja.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi di aula asrama Hindu. Penutur merasa kesar atas perilaku mitra tutur. MT mengejek MT dengan sindiran namun dalam suasana santai PT menyadari jika ia sedang di ejek oleh MT)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut.Wujud linguistik “Ngapain pengen tau?” Wujud pragmatik Tuturan disampaikan dengan nada tinggi dan sinis. Penutur terkesan meremehkan mitra tutur karena datang terlambat. Penanda linguistik Tuturan memakai intonasi tanya. Penutur tinngi dan sinis, tekanan yang digunakan tekanan tinggi, diksi yang dipakai menggunakan bahasa nonstandar.Penanda pragmatik Tuturan terjadi di aula asrama Hindu. Penutur merasa kesal atas pertanyaan sindirian aoleh mitra tutur. Penutur menyadari bahawa dirinya sedang diejek oleh mitra tutur. Tindak verbal: representatif. Tindak perlokusi: mitra tutur menangapi tuturan penutur dengan pernyataan yang sedikit kesal. Maksud penutur bermaksud kesal karena tariannya kurang baik.

Subkategori Mengancam

Subkategori mengancam dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja yang membuat mitra

tutur merasa terancam. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengancam.

Cuplikan tuturan E4

MT : “lagi malas aku bantu- bantu membersihkan gamelan PT : “Besok kalau mati mayatnya mau dikubur sendiri” MT : hehehe capek aku.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda agama hindu tuturan terjadi di aula samping pura saat perkumpulan berlangsung tujuan PT agar MT mau membersihkan gamelan)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Besok kalau mati mayatnya mau dikubur sendiri.” Wujud pragmatik tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda agama hindu tuturan terjadi saat perkumpulan berlangsung, tujuan PT agar MT mau membantu membersihkan gamelan. Penanda linguistik tuturan mengunakan intonasi seru. Penutur berbicara dengan nada sedang . Tekanan keras pada frasa dikubur sendiri. Penanda pragmatik tuturan terjadi saat perkumpulan pemuda agama hindu,penutur memberi teguran berupa sindiran kepada mitra tutur agar mau membersihkan gamelan sebelum gamelan digunakan untuk latihan. Maksud

penutur menakut nakuti mitra tutur yang menjawab perintahnya dengan muka yang masam dan terkesan mengabaikan perintah dari penutur.

Subkategori Memperingatkan

Subkategori memperingatkan dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja memperingatkan dengan nada ketus, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori memperingatkan.

Cuplikan tuturan E5

MT : Serius banget sembayangnya.(sambil colek-colek)

PT : “Kamu kalau ndak ganggu orang sembayang bisa ndak?” MT : Huh bgitu saja marah “

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan pura saat sembayang berlangsungTuturan terjadi antara umat tujuan PT agar MT tidak mengulangi hal yang sama di kemudian hari.

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik “kamu kalau ndak ganggu orang sembayang bisa ndak?” Wujud pragmatik tuturan terjadi didepan pura saat sembayang berlangsung tuturan terjadi antara umat tujuan PT agar MT tidak mengulangi hal yang sama dikemudian hari. Penanda linguistik tuturan memakai intonasi tanya . Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan keras pada frasa kalo kamu ndak gangu. Diksi pada tuturan menggunakan bahasa nonstandard yang memakai istilah bahasa Jawa. Penanda pragmatik tuturan ini terjadi didalam pura ketika sembayangan sedang dilaksanakan. Penutur laki laki berusia 27 tahun. MT laki-laki, berusia

17 tahun. Penutur telah memperingatkan agar tidak menggangu karena penutur sedang sembayang. Peringatan penutur membuat MT terusik dan menasehati balik penutur. Tujuan penutur menasehati MT agar tuturan penutur direnungkan terlebih dulu oleh penutur. Maksud penutur merasa kesal karena dingangu oleh mitra tutur ketika sedang sembayang.

Cuplikan tuturan E6

MT : Senari itu yang bagus jangan begitu PT : “Itu motor saya ada kacanya” MT : Hehehehe

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi pada sore hari di lingkungan pura tepatnya di aula saat latihan tari ,tuturan terjadi disela-sela istirahat penutur merasa mitra tutur dalam menari masih kurang baik , penutur bertujuan agar mitra tutur ikut berlatih.)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Itu motor saya ada kacanya” Wujud pragmatik tuturan membuat

malu mitra tutur. Tuturan bersifat menyinggung mitra tutur tetapi tidak menyadari bahwa tuturan telah menyingung. Tuturan disampaikan dengan ketus/ sembrono karena mitra tutur dalam menari masih kurang baik. Penanda linguistik tuturan menggunakan intonasi berita. Penutur berbicara menggunakan nada sedang (sindiran). Tuturan disampaikan dengan tekanan yang lunak. Penanda pragmatik tuturan terjadi pada siang hari dilingkungan pura penutur menyampaikannya di depan umat yang hadir.Tuturan penutur sangat

sembrono karena tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tujuan penutur menyuruh MT untuk memperbaiki gerakan agar terlihat lebih bagus. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud kesal, yakni dengan mengunakan sindiran.

Subkategori Menyingung

Subkategori menyngung dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan disengaja seperti mengejek atau meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menyingung.

Cuplikan tuturan E7

MT : Adek kesini jangan lari-lari terus.(memangil anaknya) PT : Jangan terlalu memanjakan

MT : Ya tak apa-apa toh itu anak saya satu-satunya.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat setelah sembayamh selesai PT merasa terganggu saat sembayang MT merasa tersinggung saat PT memperingatkan agar MT jagan terlalu memanjakan anaknya Tujuan PT agar MT menasehati anaknya agar tidak bermain saat upacara ibadat)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Jangan terlalu memanjakan” Wujud pragmatik penutur tidak

menyadari bahwa ia berbicara pada orang yang lebih tua dari dirinya. Penutur membuat mitra tutur merasa malu. Tuturan disampaikan dengan cara yang sembrono. Penanda linguistik tuturan menggunakan

intonasi seru. Penutur berbicara menggunakan nada sedang. Tuturan disampaikan dengan tekanan yang lunak, diksi yang dipakai adalah bahasa nonstandar, dengan memakai istilah bahasa Jawa. Penanda pragmatik tuturan ini terjadi saat setelah selesai ibadah. Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis. MT merasa dirinya disalahkan sedangkan penutur merasa tidak bersalah MT menyanggah tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut, penutur hanya bermaksud mengingatkan agar anak dididik sejak dini. Penutur tidak sadar bahwa tuturannya membuat mitratutur merasa tersingung. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud mengingatkan, yakni dengan menyimpulkan keadaan sekitar secara umum saja.

Cuplikan tuturan E8 MT :”Bukan gitu nadanya!

PT : “Santai lho, bli” kita khan latihan wajar kl masih belum baik!” MT : Ya! Makanya dengarkan dulu kalau di beri contoh.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi saat latihan tari di asrama hindu tuturan terjadi saat latihan berlangsung mitra tutur merasa tersingung dengan ucapan penutur tujuan penutur agar mitra tutur mendengarkan jika diberikan contoh)

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Santai lho, bli” kita khan latihan wajar kl masih belum baik! Wujud

pragmatik penutur membuat mitra tutur merasa tersingung karena penutur membenarkan nada yang salah ketika latihan tari berlangsung sambil mulut bersuara nyayian. Tuturan yang disampaikan bersifat

ketus. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya telah menyingung mitra tutur. Penanda linguistik tuturan menggunakan intonasi seru. Penutur berbicara menggunakan nada tinggi. Tuturan disampaikan dengan tekanan yang keras, diksi yang dipakai adalah bahasa nonstandar, dengan memakai istilah bahasa Jawa. Penanda pragmatik Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis.MT merasa dirinya disalahkan sedangkan penutur merasa tidak bersalah MT meyanggah tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut. Tuturan ini terjadi saat diadakan latihan tari yang akan dipentaskan ketika hari raya. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud protes, yakni dengan menyimpulkan keadaan sekitar secara umum saja.

Subkategori Mengumpat

Subkategori mengumpat dalam menimbulkan konflik terjadi karena penutur mengucapkan tuturan yang tidak pantas sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengumpat.

Cuplikan tuturan E9

PT : Nanti anda yang menjelaskan ya! MT : Ndak –ndak saya ndak bisa ! anda saja. MT : Tidak apa-apa silahkan,

PT : Ubuan jeleme to(binatang orang itu) (kata kasar di ucapkan lirih) ya sudah saya jawab sebisanya.

(Konteks tuturan : Tuturan terjadi didepan pura saat sering tuturan terjadi antara umat umat saling melempar tanggung jawab PT merasa kesal karena MT asal menunjuk).

Analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dijelaskan sebagai berikut. Wujud linguistik

“Ubuan jeleme to (binatang orang itu) (kata kasar di ucapkan lirih) ya

sudah saya jawab sebisanya. Wujud pragmatik tuturan membuat mitra tutur merasa malu. Tuturan disampaikan dengan cara ketus walaupun bersifat untuk menasehati. Tuturan tidak secara sengaja namun penutur merasa bahan pembicaraan tidak cocok dibahas. Penanda linguistik tuturan 'menggunakan intonasi seru, Penutur berbicara menggunakan nada tinggi. Tekanan pada tuturan keras, diksi yang dipaki adalah bahasa nonstandar dengan istilah bahasa daerah Bali. Penanda pragmatik tuturan ini terjadi dilingkungan pura tepatnya di aula . Penutur laki-laki, tujuan penutur tidak memiliki maksud tertentu, penutur hanya memperingatkan MT untuk tidak berbincang ketika ada yang sedang berbicara. Penutur menyampaikannya didepan umat yang hadir. Tuturan penutur sangat sembrono karena mengucapkan kata yang kurang pantas. Maksud penutur menyampaikan dengan maksud asal bicara, karena penutur juga merasa jengkel untuk membicarakan bahan pembicaraan yang kurang pas dibenaknya.

4.2 Pembahasan

Hasil dari kajian yang dilakukan terhadap tuturan yang ada di dalam ranah agama Hindu Wilayah Kota Madya Yogyakarta. Pada bagian ini, pembahasan akan didasarkan pada tiga pokok rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Ketiga rumusan masalah tersebut meliputi wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur. Tuturan yang termasuk ke dalam tuturan yang tidak santun tersebut terbagi menjadi lima kategori ketidaksantunan, yaitu (a) melanggar norma, (b) mengancam muka sepihak, (c) melecehkan muka, (d) menghilangkan muka, dan (e) menimbulkan konflik.

Tuturan diangap santun atau tidaknya suatu tergantung pada wujud tuturan tersebut. Wujud ketidaksantunan tuturan tersebut dapat berupa wujud ketidaksantunan linguistik dan wujud ketidaksantunan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik merupakan hasil transkrip tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara penyampaian penutur saat mengatakan tuturan tidak santun tersebut.

Selain dilihat dari wujud linguistiknya, ketidaksantunan suatu tuturan juga dilihat dari wujud pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan dalam setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dan wujud tersebut menjadi ciri khas dari setiap kategori tersebut. Berikut ini adalah wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang dikelompokan dalam lima kategori ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

Tuturan terlihat dari santun tidaknya akan tampak dari wujud tuturannya itu sendiri. Wujud ketidaksantunan suatu tuturan dapat dilihat dari tuturan lisan yang dianalisis menggunakan segi linguistik dan pragamatik. Wujud ketidaksantunan linguistik adalah hasil transkrip dari tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan wujud pragmatik adalah keterkaitan antara cara penyampaian tuturan yang tidak santun oleh penutur.

Peneliti menemukan 30 tuturan tidak santun dari ranah agama Hindu yang terdapat di Kota Madya Yogyakarta. Tuturan lisan yang diperoleh merupakan hasil transkrip dan hal tersebut yang disebut dengan wujud linguistik. Tuturan lisan yang diperoleh tersebut diklasifikasi dalam lima kategori ketidaksantunan, yaitu melecehkan muka, menghilangkan muka, melanggar norma, menimbulkan konflik, dan mengancam muka sepihak/ kesembroan yang disengaja.

Berikut merupakan wujud ketidaksantunan ditinjau dari aspek pragmatik. Setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dengan satu sama lain sebagai ciri khas dari masing-masing kategori ketidaksantunan tersebut.

Kategori ketidaksantunan melanggar norma terdapat empat tuturan yang terdapat dalam ranah ini. Kategori melanggar norma merupakan kategori tuturan yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu). Tuturan tersebut diwujudkan dengan cara bertutur secara ketus dan sinis sehingga membuat mitra tutur merasa malu dan merasa direndahkan. penutur yang merasa tidak bersalah meski telah melanggar kesepakatan yang ada. Contoh tuturan yang terdapat pada kategori ini adalah tuturan A1 dan A2 dari kedua tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa

kategori ketidaksantunan melanggar norma ditandai dengan penutur yang tidak merasa bersalah meski sudah melanggar peraturan yang telah disepakati, penutur tidak mengindahkan teguran dari mitra tutur dan hal ini ditunjukkan dengan cara penutur menanggapi mitra tutur, misalnya berbicara dengan kethus. Tanda-tanda tersebut semakin tidak santun karena penutur bertindak demikian kepada orang yang lebih tua.

Wujud ketidaksantunan tuturan (A1) ditunjukan dari penutur yang tidak mengindahkan kesepakatan yang disepakati bersama dan (A2) ditunjukan dari penutur yang tidak mengindahkan peraturan mematikan telepon genggam saat ibadah berlangsung yang sudah disepakati oleh umat agama hindu yang sering beribadah di pura tersebut dengan tidak merasa bersalah.

Ketidaksantunan mengancam muka sepihak. Tuturan yang ditemukan adalah 4 tuturan. Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori mengancam muka sepihak. Berikut ini contoh tuturan dari kategori mengancam muka sepihak. kedua tuturan tersebut, dapat ditemukan bahwa wujud ketidaksantunan pragmatiknya ditandai dengan penutur yang tidak memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur saat menuturkan suatu tuturan. (Pranowo, 2009:100– 101). Meskipun penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung mitra tutur, mitra tutur akan tetap merasa tersinggung bila tuturan penutur tidak memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur itu. Hal inilah yang membuat tuturan yang dianggap oleh penutur biasa saja, tetapi bagi mitra tutur tuturan tersebut tidak santun. pada tuturan (B1), wujud ketidaksantunan pragmatik ditunjukan ketika penutur menegur mitra tutur saat ingin memasuki tempat

ibadah. Penutur tidak mempedulikan bagaimana latar belakang atau alasan mengapa mitra tutur mengunakan pakaian yang dikenakan. Lain halnya dengan penutur (B2) yang membuat mitra tutur kesal. Hal ini terjadi karena penutur merasa kesal dengan umat yang berada di sekitar penutur yang asik berbicara sendiri dan ketika itu nyaman sedang menjelaskan. Selanjutnya, wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan (B3) ditunjukan oleh penutur yang berbicara dengan tidak memandang mitra tutur sambil mendorong pelan mitra tutur supaya menjauh darinya. Hal ini dilakukan karena penutur merasa terganggu oleh mitra tutur yang sedang membersihkan pura setelah digunakan untuk ibadat namun situasi saat itu masih banayak umat yang berada di pura tersebut. Walaupun penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung, mitra tutur ternyata merasa hal yang dilakukan diangap bersalah dan tidak diinginkan. Ketidaksantunan yang dilakukan oleh penutur (B4) mengancam mitra tutur, berbicara dengan ekspresi datar, tanpa merasa takut ketika mengungkapkan alasan jika tidak serius berlatih mitra tutur dipersilahkan pulang. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya didengar oleh mitra tutur membuat mitra tutur tersingung.meskipun dengan tujuan agar mitra tutur serius dalam berlatih. Hal-hal inilah yang membuat tuturan-tuturan tersebut tidak santun.

Kategori melecehkan muka terdapat delapan tuturan yang tidak santun. Kategori melecehkan muka merupakan tuturan yang disengaja sehingga membuat mitra tutur merasa tersinggung, kecewa, dan malu. Wujud ketidaksantunan pragmatik diperlihatkan dengan posisi penutur mengenai posisinya dan mitra tutur. Tuturan tersebut pada umumnya disampaikan dengan cara yang sinis,

sembrono maupun ketus. Wujud ketidaksantunan pragmatik yang selanjutnya yaitu pada kategori melecehkan muka. Berikut ini contoh tuturan tidak santun dalam kategori melecehkan muka.

Tuturan C1 dan C5 dapat dijadikan contoh dari wujud pragmatik kategori ketidaksantunan melecehkan muka. Tuturan C1 menunjukan bahwa penutur menyampaikan dengan sinis dan ketus pada mitra tutur. Penutur juga berbicara dengan umat. Penutur juga membuat mitra tutur merasa malu karena disampaikan di depan banyak orang dengan sindiran. Tuturan tersebut menyinggung mitra tutur. Tuturan C5 tidak jauh berbeda dengan tuturan C1. Wujud pragmatik dari tuturan ini juga disampaikan dengan cara yang sinis atau ketus. Penutur mengungkapkan hal yang tidak pantas dalam beribadah mengunakan kalimat sindiran hal Ini dapat mengakibatkan mitra tutur merasa jengkel atas tuturan mitra tutur.

Kategori ketidaksantunan selanjutnya adalah kategori menghilangkan muka. Kategori menghilangkan muka mengolongkan tuturan yang disengaja dan membuat mitra tutur merasa tersinggung sampai mitra tutur merasa kehilangan muka. Kategori ini terdapat tujuh tuturan yang tidak santun. Tuturan tidak santun yang disengaja ditujukan kepada mitra tutur sangat menyinggung perasaannya.

Dokumen terkait