• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.3. Kategori Pengetahuan Tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri 1. Kategori Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pekerjaan, pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan siswa adalah segala sesuatu yang diketahui siswa tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan memahaminya. Dalam penelitian ini pengetahuan yang harus dikaji adalah semua informasi yang diperoleh remaja puteri mulai dari defenisi, tujuan, manfaat, cara pemeriksaan, dan waktu dilakukannya SADARI.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pengetahuan siswa tentang SADARI mayoritas kurang sebanyak 38 orang (61,3%), sedangkan minoritas ada pada kategori baik sebanyak 1 orang (1,6%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Asfriyati (2004) tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) di SMA 6 Malang yang menunjukkan bahwa dari 80 responden ada 60% responden memiliki pengetahuan kurang. Dan sejalan juga dengan penemuan Purwoastuti (2008) di

pesantren boyolali tentang pengetahuan dan sikap remaja puteri terhadap pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang menunjukkan bahwa sebagian besar ada pada kategori pengetahuan kurang berjumlah 51 orang (72,9%), sedangkan sebagian kecil ada pada kategori baik yaitu sebanyak 4 orang (5,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden masih kurang. Pengetahuan responden yang kurang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan dan umur responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu mencakup: pendidikan, pekerjaan, umur. Faktor eksternal mencakup: lingkungan, dan sosial budaya.

Pendidikan seks ataupun pengetahuan kesehatan reproduksi dan tingkat pengetahuan remaja puteri tentang metode SADARI sangat berkaitan satu sama lain. Adanya ketidaktahuan merupakan suatu gambaran minimnya pengetahuan mereka mengenai informasi pentingnya melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sedari dini untuk mendeteksi gejala atau tanda awal kanker payudara.

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dilihat dari usia keseluruhan responden, sebanyak 54 responden (87,1%) berada pada rentang usia 16 tahun, usia 15 tahun dan usia 17 tahun sebanyak 4 orang (6,5%). Dengan kata lain remaja putri sudah mendapatkan perubahan fisik seperti perkembangan payudara dan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam

rahim yang banyak mengandung darah. Dalam fase rentang usia ini seharusnya remaja puteri wajib untuk mendapatkan informasi kesehatan tentang SADARI yang bermanfaat bagi mereka khususnya wanita muda hingga menopause (Nursalam. 2003)

Ditinjau dari sumber informasi, hasil analisis data menunjukkan bahwa sumber informasi yang paling banyak dipergunakan adalah media massa (cetak, elektronik) terutama internet dan televisi. Informasi tentang SADARI juga didapatkan dari teman sebaya dan guru/sekolah walaupun tidak sebesar persentase informasi dari media massa tersebut. Dikarenakan masih menganggap bahwa membicarakan hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan wanita adalah tabu.

5.3.2. Pengetahuan tentang Tujuan SADARI

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 diperoleh sebanyak 22 orang (35,48%) yang mengetahui tentang tujuan SADARI dan sebanyak 21 orang (33,87%) tidak mengetahui tujuan SADARI tersebut.

Secara umum tujuan SADARI dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada payudara sejak dini, sehingga diharapkan kelainan-kelainan tidak ditemukan pada stadium lanjut yang pada akhirnya akan membutuhkan pengobatan rumit dengan biaya mahal. Selain itu adanya perubahan yang diakibatkan gangguan pada payudara dapat mempengaruhi gambaran diri penderita (Hidrah, 2008).

Untuk mendeteksi adanya kelainan-kelainan pada payudara baik struktur, bentuk ataupun tekstur. Tujuan SADARI dilakukan secara rutin adalah untuk merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi perubahan dapat

segera diketahui. Kebanyakan kanker payudara ditemukan pertama kali oleh kaum wanita sendiri. Apabila kanker payudara ditemukan secara dini dan diobati secara tepat, harapan sembuh sangat besar. Belajar memeriksa payudara secara benar dapat menyelamatkan hidup wanita. Karena itu penting sekali pemeriksaan payudara setiap bulannya (Suryaningsih, 2009).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Purnomo (2008) dengan judul Hubungan KarakteristikRemaja Puteri Terhadap Metode SADARI mengatakan sebagian besar remaja mengetahui tentang tujuan SADARI sebanyak 55 orang (85,9%). Pengetahuan remaja tentang tujuan dilakukannya SADARI sudah baik.

Dalam hal ini, peneliti melihat bahwa berdasarkan pengetahuan tentang tujuan SADARI belum cukup baik dikarenakan masih banyak juga responden yang tidak mengetahui tentang tujuan SADARI. Hal ini dikarenakan pendidikan kesehatan yang diterima oleh responden terkhususnya tentang SADARI, belum dapat dimengerti dan diaplikasikan. Pengaruh media cetak seperti majalah atau leaflet mungkin akan lebih membantu responden untuk dapat mengingat dan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori SADARI.

5.3.3. Pengetahuan Responden tentang Waktu Pelaksanaan SADARI

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 diperoleh sebanyak 34 orang (54,84%) tidak mengetahui tentang waktu melaksanakan SADARI yang dilakukan selama menstruasi. Hal ini didukung juga dengan hasil penelitian pada tabel 4.9 yang menyatakan tidak tahu waktu yang tepat untuk melakukan SADARI sebanyak 32 orang (51,61%).

Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Untuk wanita yang sedang haid sebaiknya melakukan SADARI pada hari ke 5 sampai hari ke 7 setelah masa haid. Hal ini dapat dilakukan secara rutin 1kali dalam sebulan setelah seorang wanita selesai menstruasi. Tapi tidak untuk wanita yang sudah menopause yang dianjurkan lebih rutin lagi untuk melakukan pemeriksaan payudara (Peiwen, 2010).

Waktu pelaksanaan SADARI dilakukan oleh setiap wanita yang memiliki siklus menstruasi dan wanita yang telah mengakhiri siklus menstruasi (menopause). SADARI dilakukan setiap 3 bulan sekali selama lebih kurang 5 menit antara hari kelima dan kesepuluh dari siklus menstruasi dengan menghitung hari pertama menstruasi sebagai hari pertama. SADARI dapat juga langsung dilakukan apabila dicurigai adanya kelainan pada payudara (Suryaningsih, 2009).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2007) dimana masih minimnya pengetahuan responden tentang waktu pelaksanaan SADARI pada tempat penelitian. Menurut penelitian Yamin (2007) di SMA N 2 Medan, pengetahuan remaja puteri tentang waktu pelaksanaan SADARI berkategori tidak baik.

Dalam hal ini peneliti menilai bahwa buruknya pengetahuan responden tentang waktu pelaksanaan SADARI dikarenakan sumber informasi yang mereka dapatkan dari guru/sekolah kurang menjelaskan secara lengkap tentang waktu pelaksanaan SADARI dan informasi yang didapatkan dari internet juga selalu berbeda dengan teori yang ada.

5.3.4. Pengetahuan Responden tentang Tehnik SADARI

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.12 tentang tehnik SADARI sebanyak 36 orang (58,06%) yang tidak mengetahui bagaimana cara melakukan SADARI pada tahap kedua, dan sebanyak 18 orang (29,03%) tidak tahu tahapan ketiga tehnik SADARI dan juga 19 orang (30,64%) yang menjawab tidak sesuai dengan tehnik sebenarnya.

Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan 3 tahap yaitu : Melihat payudara (dilakukan di depan cermin dan mengamati bentuk perubahan payudara), Memijat payudara (melakukan pijatan dan memperhatikan kelainan cairan yang keluar dari payudara), dan Meraba payudara (mengetahui adanya kelainan pada payudara seperti benjolan yang tidak wajar). Dalam melakukan Tahap ketiga (Meraba payudara) dilakukan dengan 3 tekanan yaitu : tekanan ringan untuk meraba adanya benjolan dipermukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya benjolan ditengah jaringan payudara, dan tekanan kuat untuk meraba benjolan di dasar payudara melekat pada tulang iga (Sukardja, 2000).

Tehnik SADARI dilakukan dengan 4 langkah yaitu langkah pertama dengan berdiri di depan cermin, dada dibusungkan dan tangan diletakkan di pinggang. Perhatikan ukuran, bentuk dan warna payudara serta puting. Wajib memeriksakan ke dokter, jika ada kulit payudara pada satu tempat masuk ke dalam, berkerut, kemerahan, terdapat luka yang sulit menyembuh atau membengkak. Puting susu masuk kedalam atau abnormal. Langkah kedua dengan mengangkat tangan, perhatikan payudara seperti langkah pertama diatas, kemudian tekan atau pencet

puting susu, jika ada cairan abnormal yang keluar maka segeralah periksakan diri ke dokter. Langkah ketiga dengan berbaring dengan tangan (pada posisi yang sama dengan payudara yang akan diperiksa) diletakkan dibawah kepala. Tangan kiri dipakai untuk memeriksa payudara kanan begitu sebaliknya. Raba seluruh payudara mulai dari atas ke bawah, dari sisi kiri ke sisi dalam, dari lekukan ketiak sampai ke arah payudara. Bisa juga mulai dari puting, dengan arah melingkar terus sampai ke arah luar lingkaran payudara. Pastikan seluruh payudara terdeteksi, raba dengan kekuatan yang ringan, halus tapi mencapai seluruh kedalaman payudara. Langkah keempat atau Langkah terakhir dengan berdiri atau duduk. Lakukan perabaan seperti pada langkah ketiga. Beberapa wanita sering melakukan pada waktu mandi, karena lebih mudah melakukan perabaan payudara dalam keadaan kulit payudara basah. Secara berkala memeriksakan diri ke dokter, terutama jika mempunyai faktor resiko terkena kanker payudara (Lakhsmi Nawasasi, 2004).

Dalam hal ini peneliti melihat bahwa pengetahuan responden yang kurang terhadap tehnik SADARI ada hubungannya dengan peranan media massa seperti majalah, internet, televisi dalam menyediakan informasi yang lengkap baik berupa gambar-gambar yang dapat menarik perhatian responden untuk mempraktekkan secara langsung tehnik SADARI yang tepat. Selain itu peranan guru/sekolah dalam memberikan pendidikan kesehatan di sekolah juga diperlukan oleh responden dengan adanya dukungan melalui sarana sekolah seperti majalah dinding atau mading. Sehingga responden menerima informasi yang banyak yang berhubungan dengan pemeriksaan payudara sendiri.

5.3.5. Pengetahuan Responden tentang Gejala/Tanda Kanker Payudara

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebanyak 17 orang (27,42%) mengatakan gejala kanker payudara dapat dilihat dari bentuk payudara dan sebanyak 29 orang (46,77%) menyatakan keluarnya cairan atau darah dari puting susu (kecuali ibu yang sedang menyusui) sebagai gejala/tanda kanker payudara.

Tanda atau gejala kanker payudara dapat diketahui pada 3 tahap SADARI. Kelainan-kelainan yang perlu diwaspadai seperti keluarnya cairan atau darah dari puting susu kecuali bagi ibu yang sedang menyusui (Sukardja, 2000).

Tanda dan gejala payudara dapat dideteksi secara dini dengan adanya kelainan pada payudara seperti keluarnya cairan/darah dari puting susu, pembengkakan payudara yang abnormal, terdapat benjolan pada payudara, nyeri tekan dan memerah akibat infeksi atau mastitis (Depkes,1991).

Tanda dan gejala kanker payudara adalah adanya benjolan di payudara, rasa sakit di ketiak atau payudara yang tampaknya tidak terkait dengan periode menstruasi, kemerahan pada kulit payudara, ruam disekitar salah satu puting, pembengkakan (benjolan) di salah satu ketiak, penebalan sebuah area dari jaringan di payudara, salah satu puting mengelupas kadang-kadang mungkin mengandung darah, perubahan puting dalam penampilan mungkin menjadi cekung atau terbalik, perubahan ukuran atau bentuk payudara, kulit puting susu atau kulit payudara mulai mengelupas, bersisik, atau menyerpih.

Dalam hal ini peneliti melihat bahwa pengetahuan responden tentang gejala atau tanda kanker payudara cukup baik, hal ini dikarenakan responden memahami

bagaimana tanda atau kelainan yang terjadi pada payudara pada saat melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Dalam hal ini media massa (cetak dan elektronik), teman sebaya, dan guru memberikan konstribusi yang baik dalam memberikan informasi kesehatan yang berhubungan dengan kanker payudara.

5.3.6. Pengetahuan Responden tentang Media SADARI

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.17 diperoleh sebanyak 34 orang (54,84%) menyatakan cermin sebagai media untuk SADARI, tetapi ada sebanyak 16 oarang (25,81%) yang tidak tahu media apa yang digunakan untuk SADARI.

Media yang dapat digunakan untuk melakukan SADARI adalah media cermin. Dengan berdiri tegak tanpa busana dari bagian pinggang sampai ke dada untuk memperhatikan perubahan-perubahan apa yang tampak pada payudara misalnya seperti kesimetrisan bentuk payudara, kelainan ukuran payudara, perubahan warna kulit, puting tertarik kedalam atau tidak, dan sebagainya (Sukardja, 2000).

Dari hasil diatas, diketahui bahwa mayoritas responden mengetahui media yang tepat untuk melakukan SADARI tetapi masih ada beberapa responden yang tidak mengetahui sama sekali media yang digunakan untuk SADARI. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kartika Sitorus (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan remaja putri di SMA N 1 Kabupaten Deli Serdang adalah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya remaja yang memilih cermin sebagai media yang tepat untuk melakukan SADARI.

Dalam hal ini peneliti melihat bahwa ada beberapa responden yang tidak mengetahui tentang media yang digunakan dalam melakukan pemeriksaan payudara

sendiri yaitu cermin mungkin dikarenakan informasi yang diperoleh oleh responden melalui faktor eksternal (sumber informasi) tidak diserap baik oleh responden. Sehingga responden kurang mengetahui media sederhana yang digunakan dalam tehnik tersebut.

5.3.7. Pengetahuan Responden tentang Faktor Pemicu Kanker Payudara

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.18 diperoleh hasil sebanyak 23 orang responden (37,10%) menyatakan bahwa life style/gaya hidup sebagai faktor pemicu timbulnya kanker payudara dan 4 orang (6,5%) menyatakan tidak mengetahui faktor pemicu kanker payudara.

Life style/gaya hidup adalah faktor penting yang sangat mempengaruhi remaja dalam terkena resiko kanker payudara. Gaya hidup modern yang memicu semakin meningkatnya pola konsumsi alkohol, kebiasaan merokok yang terus meningkat khususnya di kalangan remaja. Ditambah lagi remaja saat ini kurang melakukan aktifitas fisik dan berolahraga (Kusminarto, 2005),.

Faktor pemicu penyait kanker payudara adalah gen (penyakit keturunan) yang mampu memiliki resiko sebanyak empat kali yang diturunkan oleh ibunya. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi wanita yang tidak memiliki riwayat keturunan tidak akan mengalami. Sebab gaya hidup yang salah atau tidak sehat dapat menjadi pemicu lain, selain faktor genetik. Mengkonsumsi alkohol juga mampu meningkatkan kadar esterogen, endrogen, sehingga meningkatkan aktivitas tumor.merokok juga mempunyai efek langsung yang beracun dan karsinogenik yang juga dapat mempengaruhi resiko penyakit kronis melalui mekanisme hormonal. Selain itu

mengkonsumsi lemak yang berlebihan seperti mengkonsumsi daging yang tingkat kematangannya rendah hingga penderita obesitas pun bisa terserang kanker payudara.

Hasill ini sejalan dengan peningkatan kasus di RS. Kanker Darmais (2003) yang mengalami peningkatan jumlah pasien kanker yang dipicu karena life style/gaya hidup seseorang bahkan bertambah 3 kali lipat pada tahun 2010 hingga 2012. Terdapat kecenderungan kasus yang terdiagnosis pada usia semakin muda. Sehingga perubahan gaya hidup diduga sebagai pemicunya.

Dalam hal ini peneliti melihat bahwa pengetahuan remaja yang baik terhadap kanker payudara sejalan dengan semakin banyaknya media massa yang menyampaikan informasi tentang kesehatan terutama kanker payudara yang semakin sering diperbincangkan. Begitu juga di media massa lainnya seperti majalah dan internet, dikarenakan penyakit ini menjadi penyakit yang paling diwaspadai oleh wanita pada era ini. Serta di dorong oleh faktor usia responden dimana pada fase usia ini remaja lebih ingin tahu akan hal-hal yang baru dan banyak diperbincangkan dimana-mana. Teman sebaya juga memiliki peranan dalam bertukar informasi yang berhubungan dengan gender mereka.

5.3.8. Pengetahuan Responden tentang Metode Pemeriksaan Lanjut Kanker Payudara

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.19 diperoleh hasil bahwa sebanyak 24 orang (38,71%) menyatakan mammografi dan sebaliknya 23 orang (37,10%) menyatakan tidak tahu metode pemeriksaan lanjut kanker payudara.

Mammografi adalah metode pemeriksaan lanjut untuk kanker payudara. Tetapi bagi wanita yang sudah memasuki masa menopause dianjurkan untuk melakukan mammografi setahun sekali bila mereka telah memasuki usia 40 tahun (Peiwen, 2010). Penyakit kanker payudara dapat dipastikan dengan pemeriksaan medis Mammografi dengan melihat kelainan perkembangan sel yang abnormal pada payudara (Manuaba, 2000).

Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Sri Wahyuni (2009) yang berjudul Gambaran Perilaku Remaja Puteri Terhadap SADARI juga menyatakan bahwa sebagian besar responden di SMA 3 Karimun tidak mengetahui metode pemeriksaan lanjut untuk kanker payudara.

Dalam hal ini peneliti melihat bahwa pengetahuan responden yang kurang akan metode pemeriksaan mammografi berhubungan dengan faktor eksternal (sumber informasi) yang diperoleh oeh responden. Kurangnya pembahasan sampai ketahap lanjut seperti mammografi mungkin tidak didapatkan oleh responden dalam penyajian informasi.

5.4. Sikap Remaja Puteri Dalam Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri

Dokumen terkait