• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Hasil analisa data

2. Kategorisasi data

Berdasarkan data penelitian dapat dilakukan pengelompokkan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini didasarkan pada hasil uji asumsi yang menunjukkan skor populasi terdistribusi secara normal. Kriteria penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kategorisasi untuk variabel kecanduan MMORPG dengan jumlah frekuensi dan persentase individu didalamnya terhadap 80 orang sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 19 berikut ini.

Tabel 19

Kategorisasi Subjek Berdasarkan Skor Kecanduan MMORPG

MMORPG addiction Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah (N) Persentase (%)

X < 105 MMORPG addiction Rendah 8 10%

105 ≤ X < 165 MMORPG addiction Sedang 62 77,5% 165 ≤ X MMORPG addiction Tinggi 10 12,5% Berdasarkan kategorisasi pada tabel 19, dapat dilihat bahwa sebagian besar individu remaja awal yang merupakan pengguna game online memiliki tingkat

tingkat MMORPG addiction sedang, sedangkan 10 orang (12,5%) yang memiliki tingkat MMORPG addiction tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar

MMORPG addiction remaja berada dalam kategori sedang.

Kategorisasi untuk variabel keterampilan sosial dengan jumlah frekuensi dan persentase individu didalamnya terhadap 80 orang sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 20 berikut ini.

Tabel 20

Kategorisasi Subjek Berdasarkan Skor Keterampilan Sosial

Keterampilan Sosial Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah (N) Persentase (%) X < 105 Keterampilan Sosial Rendah 2 2,5% 105 ≤ X < 165 Keterampilan Sosial Sedang 64 80%

165 ≤ X Keterampilan Sosial Tinggi 14 17,5% Berdasarkan kategorisasi pada tabel 20, dapat dilihat bahwa sebagian besar individu remaja awal yang merupakan pengguna game online memiliki tingkat keterampilan sosial rendah 2 subjek (2,5%), 64 orang (80%) termasuk dalam keterampilan sosial yang sedang, sedangkan yang memiliki tingkat keterampilan sosial tinggi sebanyak 14 orang (17,5%). Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar keterampilan sosial remaja berada dalam kategori sedang.

Setelah mengetahui pengkategorisasian kedua variabel penelitian, hasilnya dapat dimasukkan dalam tabel penyebaran variabel dalam bentuk matriks kategorisasi yang ditunjukkan pada tabel 21 berikut :

Tabel 21

Matriks Hubungan Antara Variabel Dalam Bentuk Kategori

Variabel Keterampilan Sosial

Rendah Sedang Tinggi

MMORPG addiction Rendah 0 0% 6 7,5% 1 1,25% Sedang 0 0% 50 62,5% 13 16,25% Tinggi 2 2,5% 8 10% 0 0% Jumlah 80 (100%)

Matriks di atas menunjukkan bahwa hubungan variabel yang memiliki persentase terbesar terletak pada kategori MMORPG addiction pada kategori tinggi dan keterampilan sosial pada kategori rendah sebanyak 2 orang (2,5%). Tidak ada remaja yang mengalami MMORPG addiction yang rendah dan keterampilan yang rendah juga. Sebaliknya, tidak ada juga remaja yang mengalami MMORPG addiction yang tinggi dan keterampilan sosial yang tinggi juga. MMORPG addiction yang dimiliki remaja pada kategori rendah dan keterampilan sosial pada kategori sedang sebanyak 6 orang (7,5%). MMORPG addiction yang dimiliki remaja pada kategori sedang dan keterampilan sosial yang sedang juga yaitu sebanyak 50 orang (62,5%).

MMORPG addiction yang dimiliki remaja pada kategori tinggi dan keterampilan

sosial pada kategori sedang sebanyak 8 orang (10%). MMORPG addiction yang dimiliki remaja pada kategori rendah dan keterampilan sosial pada kategori tinggi sebanyak 1 orang (1,25%). MMORPG addiction yang dimiliki remaja pada kategori sedang dan keterampilan sosial pada kategori tinggi sebanyak 13 orang (16,25%).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesa yang diajukan oleh peneliti, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kecanduan MMORPG dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar rxy = -0,389 dengan p = 0.000 (p<0,05),

yang berarti bahwa semakin tinggi MMOPRG addiction, semakin rendah keterampilan sosial pada remaja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Young (1996) yang menyatakan bahwa penggunaan internet berlebih dapat mengganggu aktivitas akademik, sosial, keuangan, pekerjaan dan fisik dimana hal ini sama dengan kecanduan lain seperti

pathological gambling, eating disorder, dan alcoholism. Murid-murid atau remaja

yang menghabiskan waktunya bermain game online, akan mengalami masalah akademik seperti kesulitan menyelesaikan tugas rumah, tidak belajar untuk menghadapi ujian, atau kurangnya waktu tidur, yang pada akhirnya kualitas akademik menjadi berkurang. Para pengguna internet yang berlebihan juga akan mengalami masalah relationship seperti pernikahan, dating relationships, hubungan anak dan orang tua dan hubungan dengan teman-teman juga mengalami penurunan akibat penggunaan internet berlebihan. Ketergantungannya dengan internet berangsur- berangsur akan mengurangi waktunya dengan orang-orang dikehidupan nyata karena sebagian besar waktunya dihabiskan didepan komputer.

Pendapat ini juga diperkuat oleh Howard & Jacob (2009) yang menyatakan bahwa kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan didalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata, sehingga remaja yang mengalami kecanduan MMORPG hanya akan mendapatkan kerugian, seperti beberapa masalah fisik, meliputi hilang atau kurangnya waktu tidur, dan tidak lulus dari pendidikan sekolahnya (dalam Deborah & Charles, 2009).

Kecanduan MMORPG berada pada kategori rendah sebanyak 8 orang (10%), yang artinya individu pengguna internet atau game online yang rata-rata, menganggap internet atau game online tidak penting dalam kehidupannya dan masih dapat mengontrol penggunaan internetnya dengan baik. Kecanduan MMORPG berada pada kategori sedang sebanyak 62 orang (77,5%), yang artinya pengguna internet atau atau

game online menganggap bahwa ineternet atau game online itu penting, namun tidak

menjadi hal yang paling utama, mereka cukup mampu mengontrol penggunaan internet atau game online dan kadang-kadang mengalami masalah akibat penggunaan internetnya tersebut, seperti masalah aktivitas akademik, relationship, keuangan, dan

fisik (Young,1996). Sedangkan, individu yang tergolong memiliki skor kecanduan

MMORPG atau internet addiction pada kategori tinggi sebanyak 10 orang (12,5%)

digambarkan sebagai individu pengguna interenet atau game yang mengalami masalah-masalah yang signifikan dalam kehidupannya sehari-hari akibat penggunaan internetnya, tidak mampu hidup tanpa game online untuk periode yang cukup lama, gagal untuk mengurangi atau menghentikan jumlah waktu yang dihabiskan untuk

online dalam usahanya untuk menghindari konsekuensi negatif yang diperoleh dari

penggunaan internetnya, seperti masalah aktivitas akademik, relationship, keuangan, dan fisik yang secara signifikan mengganggu dalam kehidupan mereka (dalam Hardie & Tee, 2007). Berdasarkan penggolongan tersebut, maka sampel dalam penelitian ini memiliki kategori sedang dalam kacanduan MMORPG.

Dunia sosial di dalam MMORPG menyediakan lingkungan yang aman dalam melakukan komunikasi interpersonal. Karakter game memberikan kesempatan pemain untuk dapat menyembunyikan identitasnya, interaksi berlangsung dengan menggunakan chatting yang memberikan waktu pemain lebih lama untuk berfikir mengenai respon yang akan diberikan, apabila ada pemain lain yang mengganggu dan menghina (mengejek), maka pemain bisa langsung menolak atau menghapus pemain tersebut (Nicolas & Robert, 2005). Ditambah lagi dengan komunikasi yang di lakukan dalam dunia online pada umumnya menggunakan kata-kata tertulis. Hal ini berbeda dengan komunikasi tatap muka menggunakan kata-kata yang diucapkan. Hilangnya tanda-tanda nonverbal pada komunikasi melalui internet menyebabkan individu membutuhkan perhatian khusus agar orang lain dapat memahami arti yang di maksudkan. Berkurangnya tanda-tanda nonverbal dan lingkungan yang tidak dikenal dalam komunikasi melalui media komputer memiliki pengaruh penting untuk perkembangan suatu hubungan (Bargh & McKenna dalam Weiten & Llyod, 2008). Ketidakmampuan individu dalam memahami tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi melalui internet ini dapat menyebabkan individu tersebut mengalami hambatan dalam membangun sebuah hubungan dengan orang lain.

Hal ini didukung oleh penelitian Tyrer (2008), dimana pemain game

MMORPG dapat membentuk jaringan sosialnya serta mencoba melakukan interaksi

ketergantungan sosial, dimana secara sosialnya orang-orang yang bermain game akan mengalami kecanduan dalam membina hubungan sosial dalam dunia virtual dan menggantikan interaksi sosial di dunia nyata. Hal ini tentunya menutup kemungkinan para pemain belajar berinteraksi, norma-norma di dunia nyata, dimana hal ini akan mempengaruhi keterampilan sosial yang dimiliki oleh seorang remaja.

Keterampilan sosial pada subjek penelitian tergolong rendah sebanyak 2 orang (2,5%), yang artinya remaja cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah, mengalami kesulitan melakukan hubungan interpersonal, dimana menganggap percakapan biasa sebagai tugas yang sulit dan menunjukkan sikap yang canggung di situasi sosial. Keterampilan sosial berada pada kategori sedang sebanyak 64 orang (80%), yang artinya remaja dapat berinteraksi di berbagai macam setting sosial, cukup memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, namun terkadang tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Orang-orang dengan keterampilan sosial sedang memiliki kemampuan untuk membina hubungan yang tidak konsisten di kelima dimensi keterampilan sosial. Mereka tidak selalu dapat menyelesaikan masalah sosial dengan baik, tetapi tidak sampai mengalami isolasi sosial. Remaja yang memiliki keterampilan sosial berada pada kategori tinggi sebanyak 14 orang (17,5%), artinya dapat menjalani kehidupan dengan kemampuan menghindari konflik dan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah melalui komunikasi (Matson & Ollendick, dalam Matson, 2009). Berdasarkan penggolongan tersebut, maka sampel dalam penelitian ini memiliki kategori sedang dalam keterampilan sosial.

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja, maka remaja akan mempu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti bahwa remaja mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal (Mu’tadin, 2008).

Pada masa remaja, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas seperti dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial yang lain. Remaja akan berupaya untuk mencari dan membentuk persahabatan dengan teman kelompok sebayanya. Dimana dengan persahabatan ini, remaja belajar dan mengembangkan keterampilan sosialnya (Dariyo, 2004). Ditambahkan oleh Jacob dan Fuller (1973) melalui lingkungan teman sepermainan seseorang mempelajari nilai, norma-norma dan interaksinya dengan orang lain selain anggota keluarganya. Di sinilah seseorang belajar mengenai berbagai keterampilan sosial, seperti kerjasama, mengelola konflik, jiwa sosial, kerelaan untuk berkorban, solidaritas, kemampuan untuk mengalah dan keadilan.

Berdasarkan hasil matriks kategorisasi dalam penelitian ini yang menunjukkan tidak ada remaja yang mengalami kecanduan MMORPG pada kategori tinggi dan keterampilan sosial pada kategori tinggi, dan remaja yang mengalami kecanduan

MMORPG pada kategori rendah dan keterampilan sosial pada kategori rendah.

Sebaliknya, terdapat 2 orang (2,5%) remaja yang mengalami kecanduan MMORPG pada kategori tinggi dan keterampilan sosial pada kategori rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa kecanduan MMORPG berhubungan negatif dengan keterampilan sosial.

Sumbangan efektif kecanduan MMORPG terhadap keterampilan sosial pada remaja sebesar 15,13%. Hasil ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain sebesar 84,87% yang mempengaruhi keterampilan sosial. Adanya faktor-faktor tersebut dapat terlihat pada matriks kategori.Terdapat 10% remaja yang memiliki kategori tinggi kecanduan MMORPG tetapi memiliki keterampilan sosial sedang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian dan di bagian akhir akan dijelaskan tentang saran-saran yang dapat berguna untuk penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

Dokumen terkait