• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. HASIL PENELITIAN

3. Kategorisasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria pengkategorisasian yang didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi secara normal (Azwar, 2000) Kriteria yang digunakan terbagi atas tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi.

a. Kategorisasi Skor Skala Psychological Capital

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total skor maksimum 199 dan skor minimum 155. Hasil perhitungan rata‐rata empirik dan rata‐rata hipotetik psychological capital dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12.

Nilai Empirik dan Hipotetik Psychological Capital

Minimum Maksimum Mean SD Nilai Empirik 155 199 184,7241 6,35416 Nilai Hipotetik 44 220 132 29,3

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa nilai rata‐rata empirik psychological capital 184,7241 dengan standar deviasi 6,35416 dan nilai rata‐rata hipotetik sebesar 132 dan standar deviasi sebesar 29,3 dan jika dilihat dari perbandingan antara rata‐rata empirik dengan rata‐rata hipotetik, maka diperoleh rata‐rata empirik lebih besar daripada rata‐rata hipotetik (184,7241 > 132).

Berdasarkan rata-rata hipotetik sebesar 132 dan standar deviasi sebesar 29,3 dapat dibuat kategorisasi psychological capital seperti yang terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 13

Kategorisasi Psychological Capital

Variabel Jenjang Kategorisasi

Rentang Nilai

Kategori Jumlah Persentase (%) Psychologic al Capital X > + SD X > 161,3 Tinggi 115 99,1 - SD < X < + SD 102,7 < X< 161,3 Sedang 1 0,9 X< - SD X< 102,7 Rendah 0 0 Total 116 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki psychological capital rendah sebanyak 0 orang (0 %), subjek yang memiliki psychological capital sedang sebanyak 1 orang (0,9 %) dan subjek yang memiliki psychological capital tinggi sebanyak 115 orang (99,1 %). Pada data empirik juga terlihat rata-rata empirik bernilai 184,7241 sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Artinya, karyawan yang menjadi subjek penelitian memiliki psychological capital yang tergolong dalam kategori tinggi.

b. Kategori Skor Skala Work Engagement

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total skor maksimum 153 dan skor minimum 128. Hasil perhitungan rata‐rata empirik dan rata‐rata hipotetik variabel engagement dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12.

Nilai Empirik dan Hipotetik Work Engagement

Minimum Maksimum Mean SD Nilai Empirik 128 153 142,09 4,52 Nilai Hipotetik 34 170 102 22,67

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa nilai rata‐rata empirik variabel work engagement sebesar 142,09 dengan standar deviasi 4,52 dan nilai rata‐rata hipotetik sebesar 102 dan standar deviasi sebesar 22,67 dan jika dilihat dari

perbandingan antara rata‐rata empirik dengan rata‐rata hipotetik, maka diperoleh rata‐rata empirik lebih besar daripada rata‐rata hipotetik (142,09 > 102).

Berdasarkan nilai rata-rata hipotetik sebesar 102 dan standar deviasi sebesar 22,67 dapat dibuat kategorisasi tingkat work engagement subjek seperti yang terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 13.

Kategorisasi Tingkat Engagement Subjek

Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase (%) Work Engagement X > 124,67 Tinggi 116 100 79,33<X< 124,67 Sedang 0 0 X< 79,33 Rendah 0 0 Total 116 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki work engagement rendah sebanyak 0 orang (0%), subjek yang memiliki tingkat work engagement sedang sebanyak 0 orang (0%) dan subjek yang memiliki tingkat work engagement tinggi sebanyak 116 orang (100%). Pada data empirik juga terlihat rata-rata empirik bernilai 142,09 sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Artinya, karyawan yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat work engagement yang tergolong tinggi.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada sampel Pegawai Negeri Sipil Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Karo menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara psychological capital dan engagement dengan koefisien korelasi sebesar 0,734 dan signifikansi (p) sebesar 0,000. Dari koefisien korelasi (r) sebesar 0,734 diperoleh koefisien determinan (r2) sebesar 0,53876 dengan demikian psychological capital memberikan kontribusi sebesar 53,8% terhadap work engagement selebihnya disebabkan oleh faktor lain. Artinya semakin tinggi psychological capital yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan Kabupaten Karo, maka akan semakin tinggi tingkat work engagement.

Dengan terujinya hipotesis pada penelitian ini, menunjukkan bahwa psychological capital merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work engagement. Penelitian mengenai psychological capital telah menemukan bahwa variable tersebut memiliki pengaruh terhadap perilaku positif karyawan (Peterson dkk, 2011). Perilaku positif atau positive outcome tersebut bisa berupa kinerja dan juga organization citizenship behavior. Psychological capital merupakan hal positif psikologis yang dimiliki oleh setiap karyawan yang berguna membantu karyawan tersebut untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Psychological capital yang ada pada diri individu memiliki peran penting dalam menciptakan work engagement. Seperti yang diungkapkan Luthans (2007) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi work engagement karyawan adalah

psychological capital yang dimiliki karyawan itu sendiri. Dengan demikian karyawan harus dapat mengembangkan psychological capital yang dimilikinya agar karyawan tersebut bisa engaged dengan pekerjaannya. Karena setiap karyawan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan work engagement di organisasi demi tercapainya tujuan kesuksesan dari organisasi itu sendiri. Psychological capital dalam hal ini dapat diketahui dengan adanya keyakinan karyawan akan kemampuan yang dimilikinya, memiliki harapan dan motivasi yang positif terhadap pekerjaannya di masa depan, mampu menanggapi masalah sebagai hal yang positif dan kemampuan untuk bertahan dalam berbagai situasi sulit.

Selain itu, alasan karyawan harus memiliki positive psychological capital adalah karena aspek personal resource yang salah satunya merupakan psychological capital yang dimiliki individu merupakan kunci dari kesuksesan individu itu sendiri (Schaufeli & Bakker, 2007).

Berdasarkan hasil kategorisasi dapat dilihat bahwa tingkat psychological capital Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan Kabupaten Karo berada dalam kategori tinggi yaitu 115 orang (99,1%) dan sisanya berada dalam kategori sedang (0,9%). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Karo memiliki tingkat psychological capital yang tinggi.

Tingginya tingkat psychological capital yang dimiliki PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Karo menunjukkan bahwa PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Karo

memiliki kepercayaan pada diri sendiri akan kemampuan yang dimilikinya, memiliki perasaan optimis terhadap masalah ataupun kesulitan yang dialaminya ketika bekerja, yakin terhadap kesuksesan yang akan dicapainya dimasa yang akan datang dan mampu bertahan dalam situasi sulit sekalipun.

Berdasarkan kategorisasi work engagement diperoleh hasil bahwa tingkat work engagement pada seluruh pegawai (100%) berada pada kategori tinggi. Dengan memperhatikan skor subjek yang tinggi pada psychological capital begitu juga dengan diikuti oleh skor yang tinggi pada work engagement, didapat bahwa data ini turut mendukung hipotesis penelitian bahwa psychological capital akan berpengaruh terhadap work engagement.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa diperoleh nilai rata empiric work engagement yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata hipotetiknya. Hail ini menunjukkan bahwa rata-rata-rata-rata pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Karo dapat dikatakan merupakan karyawan yang engaged dengan pekerjaannya. Selain didorong oleh faktor psychological capital hal ini juga dapat didukung oleh faktor lain yang mempengaruhi work engagement yang dimiliki pegawai. Seperti yang dikemukakan oleh Luthans (2007), terdapat dua faktor yang mempengaruhi work engagement pada karyawan yakni, Job demand-resources model dan psychological capital. Job demand-resources model sendiri meliputi lingkungan fisik, sosial, dan organisasi

seperti gaji, peluang untuk berkarir, dukungan supervisor dan rekan kerja serta performance feedback.

Telah diketahui bahwa PNS merupakan ujung tombak dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah maupun tugas-tugas pembangunan dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur, oleh karena itu untuk mendukung kinerja PNS tersebut pemerintah juga memperhatikan nasib dan kesejahteraannya. Bentuk konkrit dari kesejahteraan tersebut antara lain gaji pokok sesuai golongan yang dimiliki pegawai, jaminan hari tua, bantuan perawatan kesehatan, dan bantuan kematian. Selain jaminan dalam bentuk finansial, PNS juga diberikan hak untuk memperoleh kesejahteraan spiritual, pribadi dan sosial. Usaha dalam peningkatan kesejahteraan PNS ini dimaksudkan agar PNS dapat memusatkan perhatian sepenuhnya terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan. Selanjutnya usaha peningkatan kesejahteraan juga dimaksudkan agar PNS loyal pada pekerjaannya. Dengan terpenuhinya kesejahteraan tersebut maka PNS akan memiliki komitmen yang tinggi pada pekerjaannya yang kemudian memotivasi PNS untuk menjadi lebih engaged dengan pekerjaannya.

Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi engagement yang disebutkan oleh Luthans (2007), dapat dilihat bahwa beberapa faktor telah dipenuhi oleh pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan PNS. Selain faktor kesejahteraan yang disebutkan di atas, PNS juga diberikan kesempatan untuk mengembangkan

karirnya melalui kenaikan golongan, dan program sertifikasi bagi PNS yang memiliki potensi.

Dengan adanya faktor psychological capital dan faktor lain dari work engagement yang diantaranya telah dipenuhi oleh organisasi, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut memang mendukung untuk timbulnya work engagement pada PNS sehingga hasil dari penelitian inipun dapat diperoleh skor hipotetik work engagement lebih tinggi dibandingkan skor empiriknya.

Oleh karena itu, bagi organisasi jika ingin mendapatkan manfaat dengan memiliki sumber kerja yang engaged, maka harus menghadirkan hal-hal yang dapat mendorong psychological capital yang dimiliki pegawai. Tingginya psychological capital yang dimiliki PNS dapat mendorong PNS tersebut untuk mencurahkan energi fisik dan mental dalam memenuhi kinerja pelayanan terhadap masyarakat.

Work engagament merupakan keadaan motivasional yang memunculkan pemenuhan diri yang dikarakteristikkan dengan adanya kekuatan (vigor), dedikasi (dedication) dan absorsi (absorption). Penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap variabel engagement menunjukkan ada begitu banyak faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya work engagement pada pegawai akan tetapi peneliti belum menemukan adanya literatur tentang adanya hubungan antara psychological capital dengan work engagement.

BAB V

Dokumen terkait