• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

C. Kategorisasi Pesan Dakwah

Kata kategorisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penyusunan berdasarkan kategori. Sedangkan kata pesan berarti amanat yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan. Jadi kategorisasi pesan dakwah adalah susunan amanat-amanat yang ingin disampaikan berdasarkan kategorisasinya atau berdasarkan susunannya yang dapat mempermudah mad'u dalam menerima pesan dakwah. Adapun mengenai kategorisasi pesan dakwah, para pakar ilmuan dakwah banyak yang berbeda pendapat diantaranya:

1. Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, secara global kategorisasi pesn dakwah itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal yaitu : masalah akidah, masalah syariah dan masalah Budi pekerti (akhlaqul karimah).15

14

Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet, Ke-2. h. 21.

15

Asmuni Syukir, Dasar-dasar strategi dakwah islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60.

2. Menurut M. Munir dan Wahyu Ilaihi dalam bukunya Manajemen Dakwah, kategorisasi pesan dakwah terdiri dari empat macam yaitu: Masalah akhlak, masalah Syariah, masalah Muamalah dan masalah Akidah.16

3. Sedangkan menurut Wardi Bachtiar, dalam bukunya Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, kategorisasi pesan dakwah itu meliputi: Akidah, Akhlak dan Syariah.17

Dari sekian banyak perbedaan dan persamaan mengenai kategorisasi pesan dakwah seperti yang sudah disebutkan diatas, menjadikan kemudahan bagi penulis untuk merumuskan pesan dakwah mengenai lirik lagu KebesaranMu. Oleh karena itu, penulis merumuskan penelitian mengenai lirik lagu KebesaranMu dengan menggunakan tiga kategorisasi pesan dakwah, yaitu : Akidah, Akhlak dan Syariah yang menurut penulis ketiga kategorisasi tersebut terdapat dalam lirik lagu KebesaranMu. Adapun untuk keterangan atau penjelasan mengenai ketiga kategori tersebut ialah:

a. Pesan Akidah

1) Pengertian Akidah

Akidah menurut bahasa berasal dari kata aqada, ya’qidu, aqdan atau aqidatan yang artinya mengikatkan. Bentuk jama’ dari akidah adalah aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata I’tiqad yang berarti tashdiq atau kepercayaan.18 Sedangkan Menurut istilah, Aqidah ialah iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan berupa tauhid (mengesakan Allah dalam peribadatan), beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-

16

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Mediaa, 2006), h. 21-28

17

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, h. 33-34.

18

rasul-Nya, Hari Akhir, takdir baik dan buruknya dan mengimani semua cabang dari pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk dalam kategorinya berupa prinsip-prinsip agama.19 Tetapi banyak sekali para ulama yang mendefinisikan pengertian akidah diantaranya:

a) Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-jazair, dalam bukunya Akidah Seorang Mukmin. Beliau mengungkapkan bahwa akidah adalah ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah selalu bersandar kepada kebenaran (haq), sah selamanya (tidak pernah berubah) dan tidak terikat kedalam hati manusia.20

b) Menurut Hasan Al-Bana, seperti yang dikutip oleh Yunahar Ilyas dalam bukunya Kuliah Akidah Islam, Kata Akidah berasal dari kata Aqa’id (bentuk jamak dari akidah) adalah perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati (Mu) mendatangkan ketentraman jiwa menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keraguan- keraguan21 c) Menurut Habib Muhammad bin Abdurrahman Al-Athas, dalam bukunya

Ajaran Islam antara Tanggung Jawab Akidah dengan Hak Kewajiban

Syariah dalam Kajian Filsafat Muamalah, menerangkan akidah adalah

ikatan, sebuah konsep ”akar” yang harus tertanam diqolbu manusia secara

19

Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah Sesuai al-Qur’an, As-sunnah dan Pemahaman Salafus Shahih, (Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006), h.3.

20

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aqidah seorang Mukmin, (Solo: Pustaka Mantiq, 1994), h. 30.

21

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1995), h.1.

kuat dan kokoh, sehingga tidak dapat digoyahkan oleh ”anasir-anasir” yang dapat meruntukan qolbu manusia.22

d) Menurut Jamil Shaliba dalam Kitab Mu’jam Al-Falsafi, mengartikan akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh.23

Dari beberapa pengertian akidah diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa akidah adalah ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah dan wajib diyakini kebenarannya oleh hati sehingga tidak dapat digoyahkan oleh ”anasir-anasir” yang dapat meruntuhkan qolbu manusia. Akidah atau keyakinan merupakan landasan pokok bagi orang yang beragama. Denagn keyakinan yang kuat orang akan bisa mematuhi perintah dan meningglkan larangan Allah swt.24

Dalam akidah, bukan saja membahas mengenai masalah-masalah yang wajib diimani saja, akan tetapi materi dkawah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya. Misalnya, Syirik (menyekutkan adanya tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan dan lain-lain. Agama Islam mengajarkan bahwa iman kepada Allah harus sebersih dan semurni mungkin, serta menutup celah- celah yang dikhawatirkan masuknya syirik, kemudian mengancam bahwa syirik itu dosa besar dan tidak dapat diampuni oleh Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nissa ayat 48 yang berbunyi:

22

Habib Muhammad bin Abdurrahman Al-Athas, Ajaran Islam antara Tanggung Jawab Akidah dengan Hak Kewajiban Syariah dalam Kajian Filsafat Muamalah, (Banten: Lembaga Pengkajian Pengembangan Pembinaan Kitab Kuning, 2008), h. 22.

23

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet, Ke-9, h. 84.

24

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1995), h.29.

Artinya : ”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar ”

Dari pengertian diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa akidah merupakan landasan berfikir dan berperilaku bagi seorang muslim. Baik atau buruknya perilaku tergantung kepada iman yang dimilikinya. Kemudian iman yang ada dalam diri seseorang akan mengalami pasang naik dan pasang surut sesuai dengan kondisi dan situasi kemerosotan maka perlu dipelihara dari kemusyrikan seperti syirik kecil, syirik besar, baik syirik secara terang-terangan maupun syirik secara terselubung. Jadi individu itu harus menghiasi diri dengan keimanan yang kaut dan dinamis yang selalu mendorong untuk beramal, bersabar, berjihad dan bertahan dijalan Allah.

Dengan demikian Akidah merupakan fondasi bagi setiap muslim, bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh.25 Karena akidah inilah yang menjadi dasar, yang memberikan arah bagi kehidupan manusia, akidah ini merupakan tema bagi dakwah nabi Muhammad SAW, ketika beliau pertama kali mmelakukan dakwah

25

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), Cet, Ke-9, h. 84

di Mekkah, akidah ini juga merupakan tema dakwah bagi para Rasul yang diutus sebelumnya, akidah ini merupakan keimanan kepada Allah, para Malaikat, Kitab- kitab yang diwahyukan kepada Rasul, adanya hari kiamat dan adanya qadha dan qadhar serta masalah-masalah yang berkaitan dengan pokok keimanan.26

2) Fungsi dan Peran Akidah

Akidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim akan memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar dalam hidupnya antara lain:

a) Menopang seluruh perilaku, membentuk dan memberi corak dan warna kehidupannya dalam hubungannya dengan makhluk lain dan hubungannya dengan tuhan.

b) Akidah/ keyakinan akan memberikan ketenangan dan ketentraman dalam pengabdian dan penyerahan dirinya secara utuh kepada Zat yang Maha Besar.

c) Iman memberikan daya dorong utama untuk begaul dan berbuat baik dengan sesama manusia tanpa pamrih

d) Dengan iman seorang muslim akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah semata.

e) Akidah sebagai filter, penyaring budaya-budaya non islam.27

3) Klasifikasi Akidah

Menurut Yunahar Ilyas, dalam bukunya Kuliah Akidah Islam, akidah dapat diklasifikasikan menjadi empat macam diantaranya yaitu :

26

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), h. 11.

27

Efay, ” Fungsi dan peran Akidah ”, Artikel ini diakses pada tanggal 3 Maret 2010 dari http://efay.wordpress.com/02/Oktober/2008.

a) Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti: wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan lain-lain.

b) Nubuat yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, Mukjizat, keramat an lain-lain.

c) Ruhaniat yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti: Malikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain- lain.

d) Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-qur’an dan sunah seperti alaaam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka dan lain-lain)

Disamping sistematika diatas, pembahasan akidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu:

(1) Iman kepada Allah SWT (2) Iman kepada Malaikat

(3) Iman kepada Kitab-kitab Allah (4) Iman kepada Nabi dan Rosul (5) Iman kepada Hari akhir (6) Iman kepada Taqdir Allah28

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pesan Akidah adalah pesan yang disampaikan dengan mengandung unsur dasar dan acuan yang

28

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1995), h.5-6.

menjadi fondasi bagi setiap muslim dalam bertingkah laku dan berbuat baik, sehingga menimbulkan amal kebaikan dan dapat memberikan arahan bagi kehidupan manusia dalam perjalanan kehidupannya ini.

b. Pesan Syariah

Syariah adalah hukum dan perundang-undangan yang terdapat dalam islam, baik yang berhubungan manusia dengan Tuhan, maupun antar manusia itu sendiri.29 Hukum syariah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban di kalangan kaum muslimin.30

Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam di berbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut di banggakan. Kelebihan dari meteri syariah Islam antara lain adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak seluruh manusia. Dengan adanya materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan sempurna.

Disamping mangandung dan mencakup kemaslahatan sosial juga moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk memberikan

29

Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet, Ke-1, h. 90.

30

gambaran yang benar, pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat setiap persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekkan, karena yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan. Kesalahan dalam meletakkan posisi yang benar dan seimbang di antara beban syariah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Islam, maka akan menimbulkan suatu yang membahayakan terhadap agama dan kehidupan.

Syariah Islam mengembangkan hukum bersifat komrehensif yang meliputi segenap kehidupan manusia. Kelengkapan ini mengalir dari konsepsi Islam tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak Ilahi. Materi dakwah yang menyajikan unsur syariah harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas dibidang hukum dalam bentuk status hukum yang bersifat wajib, mubbah (dibolehkan), mandub (dianjurkan), maksuh (dianjurkan supaya tidak dilakukan) dan haram (dilarang).

Pengertian Syariah mempunyai dua aspek hubungan yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan (Vertikal) yang disebut ibadah, dan hubungan antara manusia dengan sesama (horizontal) yang disebut muamalat.

1) Masalah Mu’amalah

Pengertaian Muamalah dapat dilihat dari dua segi, yang pertama dari segi bahasa yaitu muamalah berasal dari kata amala-yuamilu-muamalatan yang artinya saling bertindak, saling berbuat dan saling mnegalahkan.31 Sedangkan muamalah menurut istilah, banyak sekali para pakar mendefinisikan muamalah secara istilah diantaranya:

31

a) Menurut H. Masjfuk Zuhdi, dalam bukunya Studi Islam, jilid III: Muamalah. Muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya dan antara manusia dengan alam sekitarnya atau alam semesta ini.32

b) Menurut H. Hendi Suhendi, muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.33

c) Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia untuk saling menukar manfaat.34

d) Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dnegan manusia dalam usahanya, untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.35

Dari beberapa pengertian diatas tentang pengertian muamlah menurut istilah, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa muamalah adalah aturan-aturan Allah SWT yang ditunjukkan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan, dalam artian dimanapun manusia berada dia harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah, karena dalam Islam tidak ada

32

H. Masjfuk Zuhdi, STUDI ISLAM jilid III: Muamalah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993), h. 26.

33

Rachmat Syafi’i, Fiqih muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan umum (Bandung: PT Pustaka Setia, 2001), h. 15.

34

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h.2.

35

pembeda antara amalan dunia dengan amalan akhirat, sebab sekecil apapun amalan manuia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa muamalah berarti ketetapan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya (alam sekitarnya). Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam mu’amalah disini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas daripada ibadah. Statement ini dapat dipahami dengan alasan:

(1) Dalam Al-Qur’an dan hadist mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah.

(2) Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Karena itu, sholat jama’ah lebih tinggi nilainya daripada shalat munfarid (sendirian). (3) Jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena

melanggar pantangan tertentu, maka kafarat-Nya (tebusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak dapat menutupinya.

(4) Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.

(5) Adanya sebuah realita bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibada boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan).

Menurut H. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Studi Islam, Jilid

III:Muamalah. Beliau menjelaskan bahwa muamalah dapat diklasifikasikan

menjadi tiga macam diantaranya yaitu:

Aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun yang tidak seagama, dapat kita temukan dalam hukum tentang perkawinan, perwalian, perdagangan dan lain-lain.

Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan kehidupannya, dapat kita temukan antara lain dengan hukum islam tentang makanan, minuman, pakaian mata pencarian rezeki yang diharamkan dan dihalalkan.

Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya atau alam semestanya, dapat kita jumpai antara lain.36

2) Masalah Ibadah

Ibadah menurut bahasa kata ibnu Sayyidah , ”Makna asal ibadah, menurut bahasa ialah merendahkan diri. Diambil dari perkataan mereka: thariq ma’bad, yakni jalan yang ditundukkan (sering dilalui orang). Darinyalah diambil kata ’Abd (hamba), karena ketundukannya kepada Tuhannya.’ Ibadah, Khudhu’, Tadzallul dan Istikanah adalah kata-kata yang hampir sama maknanya. Ibadah adalah

36

sejenis ketundukan yang hanya menjadi hak Pemberi kenikmatan dengan berbagai nikmat yang paling tinggi, seperti kehidupan, pemahaman, pendengaran dan penglihatan.” Al-Jauhari berkata, ”makna asal Ubudiyyah ialah tunduk dan merendahkan, sedangkan Ibadah maknanya adalah ketaatan” Sedangkan Ibadah menurut Istilah yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam r.a adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan di Ridhai-Nya berupa ucapan dan perbuatan, baik yang nampak maupun yang tersembunyi

a) Syarat dan Landasan Ibadah

Hakikat dan landasan Ibadah kepada Allah ialah cinta yang sempurna dan ketundukkan yang sempurna kepada-Nya. Barangsiapa yang mencintai sesuatu yang tidak dipatuhinya, maka ia tidak menghamba kepadanya. Demikian pula barangsiapa yang tunduk dan patuh kepada sesuatu yang tidak dicintainya, maka ia bukan menghamab kepadanya.

Beribadah kepada Allah tidak diterima dan tidak pula diridhai-Nya sehingga terpenuhi semua syarat dan rukunnya.

(1) Syarat Ibadah

Ikhlas, yaitu seseorang beribadah kepada-Nya dengan niat karena wajah Allah, bukan karena selain-Nya.

Sesuai dengan syariat Allah, yaitu ibadah tersebut, dalam waktu dan tata caranya, sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

(2) Dasar-dasar Ibadah

Ibadah kepada Allah wajib terfokus pada tiga landasan, yaitu: mahabbah (cinta), khauf (takut), dan raja’ (harap). Seorang hamba beribadah kepada

Rabbnya karena cinta kepada-Nya, takut terhadap siksa-Nya serta berharap pahala dari-Nya. Adapun dasar-dasar ibadah kepada Allah ialah:

Cinta kepada Allah

Dasar ini merupakan dasar ibadah yang paling penting. Cinta adalah dasar ibadah. Oleh karenanya, setiap hamba wajib mencintai Allah, mencintai segala hal yang dicintai-Nya berupa ketaatan, membenci segala yang dibenci-Nya berupa kemaksiatan, mencintai semua kekasi-Nya yaiutu orang-orang yang beriman, terutama para Rasul-Nya dan membenci semua musuh-musuh-Nya dari kalangan kaum kafir dan kaum munafik.

Demikian pula setiap muslim wajib mencintai Allah dan Rasul-Nya melebii cintanya terhadap dirinya, anak-anaknya, hartanya dan segalanya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubat ayat 24 yang berbunyi:

Artinya : ”Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri- isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)

Jika kecintaan kepada Allah menancap kuat dalam hati seseorang hamba, maka semua anggota badannya bangkit untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan-Nya. Bahkan ia akan merasakan kelezatan dan ketenangan jiwa ketika melakukan ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, barang siapa takut kepada Allah, meninggalkan perbuatan maksiat, banyak berdzikir kepada-Nya, takut terhadap-Nya dan melakukan amal sunnah karena cinta kepada-Nya, takut terhadap-Nya, dan berharap pahala dari-Nya niscaya ia hidup dalam kebahagiaan dan lapang dada.

Rasa takut kepada Allah

Khauf atau rasa takut adalah pedihnya hati karena melakukan suatu yang dibenci. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali ’Imran ayat 175 yang berbunyi:

Artinya : ”Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman”

(Ali ’Imran : 175)

Rasa takut kepada Allah akan tumbuh dan menjadi besar dalam diri seorang hamba karena berbagai faktor, terutama hal-hal berikut ini:

Ia mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya. Siapa yang lebih mengenal Allah, maka ia lebih takut kepada-Nya.

Ia membenarkan bahwa Allah memberikan ancaman dnegna siksa- Nya terhadap siapa yang bermaksiat kepada-Nya, dengan meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara yang diharamkan.

Ia mengetahui pedihnya siksa Allah atas orang yang bermaksiat kepada-Nya, dan bahwa seorang hamba tidak sanggup menahan siksa-Nya. Ini diperoleh dengan menelaah ayat-ayat dan hadits- hadits yang mensinyalir tentang ancaman dan larangan, penampakkan amal dan penghisaban, siksa kubur dan neraka.

Seorang hamba mengingat kemakisatan kepada Allah yang pernah dilakukannya dimasa lalu.

Ia takut terhalang untuk bisa bertaubat, karena sebab dosa yang dilakukannya. Atu ia takut matia dlam keadaan buruk, karena terus-menerus melakukan kemaksiatan kepada Allah.

Rasa takut yang terpuji dan jujur ialah rasa takut yang dapat mengahalangi hamba dari perbuatan maksiat.

Ar-Raja’ atau berharap ialah menginginkan pahala dari Allah dan ampunan-Nya serta menanti Rahmat-Nya. Seorang muslim wajib beribadah kepada Allah karena menginginkan pahala-Nya dan bertaubat kepada-nya ketika terjerumus dalam dosa karena mengharapkan ampunan-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 56 yang berbunyi:

Artibya : "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-A’raf:56 ).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pesan dakwah dari segi Syariah ialah pesan yang disampaikan dengan

Dokumen terkait