• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

C. Kategorisasi Pesan Dakwah

Kata kategorisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penyusunan berdasarkan kategori,12 sedangkan kata pesan berarti amanat yang disampaikan lewat orang lain. Jadi kategorisasi pesan dakwah adalah susunan amanat-amanat yang ingin disampaikan berdasarkan kategorisasinya atau berdasarkan susunannya yang dapat mempermudah mad’u dalam menerima pesan dakwah. Adapun mengenai kategorisasi pesan dakwah, para pakar ilmuan dakwah banyak yang berbeda pendapat diantaranya:

1. Menurut Wardi Bachtiar, dalam bukunya Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, kategorisasi pesan dakwah meliputi akidah, akhlak, dan syariah.13

2. Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, secara global kategorisasi pesan dakwah itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal yaitu: masalah akidah, masalah syariah, dan masalah budi pekerti (akhlaqul karimah).14

3. Menurut M. Munir dan Wahyu Ilaihi, dalam bukunya Manajemen Dakwah, kategorisasi pesan dakwah terdiri dari empat macam diantaranya:

12

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), h. 516

13

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, h. 33-34 14

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60

masalah akidah, masalah syariah, masalah muamalah, dan masalah akhlak.15

Dari sekian banyak perbedaan dan persamaan mengenai kategorisasi pesan dakwah seperti yang sudah disebutkan diatas, menjadikan kemudahan bagi penulis untuk merumuskan pesan dakwah mengenai lagu religi Kuatkan Aku. Oleh karena itu penulis merumuskan penelitian mengenai lagu religi Kuatkan Aku dengan memakai tiga kategorisasi pesan dakwah diantaranya: akidah, akhlak, dan muamalah yang menurut penulis ketiga kategori tersebut lebih banyak terdapat dalam lagu Kuatkan Aku. Adapun untuk keterangan ketiga kategori tersebut bisa dilihat di bawah ini:

1. Pesan Akidah

a. Menurut Bahasa

Akidah menurut bahasa berasal dari aqoda-ya’qidu-aqdan atau aqidatan yang artinya mengikatkan. Bentuk jamak dari akidah adalah aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata i’tiqad

yang berarti tashdiq atau kepercayaan.16 b. Menurut Istilah

Secara istilah banyak sekali para ulama yang mendefinisikan pengertian akidah diantaranya:

1) Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, dalam bukunya Akidah Seorang Mukmin. Akidah adalah ketentuan atau ketetapan Allah yang

15

M. Munir, Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 24-28

fitrah selalu bersandar kepada kebenaran (haq), sah selamanya (tidak pernah berubah), dan tidak terikat kedalam hati manusia.17

2) Menurut Hasan Al-Bana, seperti yang diutip oleh Yunahar Ilyas, dalam bukunya Kuliah Akidah Islam, kata akidah berasal dari kata aqa’id (bentuk jamak dari akidah), adalah perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati (Mu) mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.18

3) Menurut Habib Muhammad bun Aburrahman Al-Athas, dalam bukunya Ajaran Islam antara tanggung jawab akidah dengan hak kewajiban syariah dalam kajian filsafat muamalah, menerangkan akidah adalah:

ikatan, sebuah konsep “akar” yang harus tertanam diqolbu manusia secara

kuat dan kokoh, sehingga tidak dapat digoyahkan oleh analisir-analisir yang dapat meruntuhkan qolbu manusia.19

Dari beberapa pengertian akidah di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa akidah adalah ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah dan wajib diyakini kebenarannya oleh hati sehingga tidak dapat digoyahkan oleh keragu-raguan yang dapat meruntuhkan qolbu manusia.

Akidah atau keyakinan merupakan landasan pokok bagi orang yang beragama. Dengan keyakinan yang kuat orang akan bisa mematuhi perintah

17

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, Akidah Seorang Mukmin, (Solo: Pustaka Mantiq, 1994), h. 30

18

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1995), h. 1

19

Habib Muhammad bin Abdurrahman Al-Athas, Ajaran Islam Antara Tanggung Jawab Akidah Dengan Hak Kewajiban Syariah Dalam Kajian Filsafat Muamalah, (Banten: Lembaga Pengkajian Pengembangan Pembinaan Kitab Kuning, 2008), h. 22

dan meninggalkan larangan Allah SWT.20 Akidah dalam Islam adalah bersifat

i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah akidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rosulullah saw dalah sabdanya sebagai berikut:

Artinya: “Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rosul-rosul Nya, hari akhir dan percaya kepada

adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk.” (Hadits

riwayat Imam Muslim)21

Dibidang akidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah-masalah yang wajib diimani saja, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik (menyekutukn adanya Tuhan), ingkar dengan adanya tuhan dan lain-lain. Agama Islam mengajarkan bahwa iman kepada Allah harus bersih dan semurni mungkin, serta menutup celah-celah yang dikhawatirkan masuknya syirik, kemudian mengancam bahwa syirikitu dosa besar dan tidak dapat diampuni oleh Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa (4 : 48)

20

Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, h. 29 21

Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi, Shoheh Muslim, (Isa Babi, Al-Halabi wa Syurakah), h. 4

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia

mengampuni dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah,

maka sesengguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.”

Dari pengertian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa akidah merupakan landasan berfikir dan berprilaku bagi seorang muslim. Baik atau buruknya perilaku tergantung kepada iman yang dimilikinya. Kemudian iman yang ada dalam diri seseorang akan mengalami pasang dan surut sesuai dengan kondisi dan situasi yang dialami oleh seseorang. Oleh karena itu, agar iman tidak mengalami kemerosotan maka perlu maka perlu dipelihara dari kemusyrikan seperti syirik kecil, syirik besar, baik syirik secara terang-terangan maupun syirik secara terselubung, jadi individu itu harus menghiasi diri dengan keimanan yang kuat dan dinamis yang selalu mendorong untuk beramal, bersabar, berjihad, dan bertahan dijalan Allah.

Akidah merupakan fondasi bagi setiap muslim, akidah inilah yang menjadi dasar, yang memberikan arah bagi kehidupan manusia, akidah ini merupakan tema bagi dakwah nabi Muhammad saw, ketika beliau pertama kali melakukan dakwah di Mekah. Akidah ini juga merupakan tema dakwah bagi para Rasul yang diutus sebelumnya, akidah ini merupakan keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang diwahyukan kepada para rasul, adanya hari kiamat dan adanya qadha dan qadhar serta masalah-masalah

yang berkaitan dengan pokok keimanan.22 Iman sebagai landasan yang kokoh bagi pembentukan jati diri seorang muslim. Jadi akidah tauhid hendaknya harus selalu bersih dan jernih serta tidak terkotori oleh noda apapun dari prinsip-prinsip atau ideologi-ideologi materialisme. Iman hanya kepada Allah, loyalitas hanya untuk Allah dan keikhlasan juga hanya untuk Allah, kepada para malaikat-malaikat, rosul-rosul, kitab-kitab, hari akhir dan takdir yang baiki maupun yang buruk.23

c. Fungsi dan Peranan Akidah

Akidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan keyakinan bagi seorang muslim akan memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar dalam hidupnya, antara lain:

1) Menopang seluruh prilaku , membentuk, memberi corak dan warna kehidupan dalam hubungannya dengan mahluk lain dan hubungannya dengan Tuhan.

2) Akidah/keyakinan akan memberikan ketenangan dan ketentraman dalam pengabdian dan penyerahan diri secara utuh kepada Zat yang Maha Besar.

3) Iman memberikan gaya dorong utama untuk bergaul dan berbuat baik dengan sesama manusia tanpa pamrih.

22

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), h. 11

23

Syaikh Mushthafa Masyhur, Fiqih Dakwah edisi lengkap, diterjemahkan oleh Abu Ridho dkk., (Al-I’tishon Cahaya Umat)

4) Dengan iman seseorang muslim akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah semata.

5) Akidah sebagai filter, penyaring budaya-budya non Islami.24 d. Klasifikasi Akidah

Menurut Yunahir Ilyas, dalam bukunya Kuliah Akidah Islam, akidah dapat diklasifikasikan menjadi empat macam diantaranya:

1) Ilahiyat, yaitu: pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti: wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, dan lain-lain.

2) Nurbuat, yaitu: pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rosul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mukjizat, keramat dan lain-lain.

3) Ruhaniat, yaitu: pembahasan tentang segala sesuatu yang berhbungan dengan alam metafisik, seperti: malaikat, jin, iblis, syaitan, roh, dan lain-lain.

4) Sam’iyyat, yaitu: pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa

diketahui lewat sam’i ( dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain-lain.

24

Disamping sistematis di atas, pembahasan akidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman yaitu:

1) Iman kepada Allah SWT. 2) Iman kepada Malaikat.

3) Iman kepada Kitab-kitab Allah. 4) Iman kepada Nabi dan Rasul. 5) Iman kepada hari akhir. 6) Iman kepada takdir Allah.25

2. Pesan Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan).

a. Menurut Bahasa

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu, if’alan, yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din (agama).26 Dalam bahasa Yunani akhlak sering disebut Ethick asal kata dari ethiko dan dalam bahasa Latin disebut dengan istilah moral, yang berasal dari

25

Yunahir Ilyas, Kuliah Akidah Islam, h. 5-6 26

kata mores. Kata-kata tersebut mempunyai arti tabiat, budi pekerti, atau adat istiadat.27

b. Menurut Istilah

Pengertian akhlak dari segi istilah diungkapkan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda, diantaranya:

1) Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum Ad-Din, seperti yang dikutip oleh Mahyuddin, dalam bukunya Kuliah Akhlak Tasawuf, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.28

2) Menurut Ibnu Miskawaih dalam kitabnya Tahzib Al-Akhlak, seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan, akhlak keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan perbuatan tanpa melaui pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan.29 3) Menurut Farid Ma’ruf dalam bukunya Akhlak dalam perkembangan

Muhamadiah, akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan

27

Poerdjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), h. 1 28

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulya, 1999), h. 4 29

perbuatan-perbuatan dengan mudah karena sudah menjadi kebiasaan, tanpa menimbulkan pertimbangan terlebih dahulu.30

Dari definisi-definisi yang sudah disebutkan diatas mengenai pengertian akhlak, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang tanpa melaui pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan dan perbuatannya itu dapat melahirkan akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. c. Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak

Dari definisi-definisi di atas mengenai pengertian akhlak tersebut secara istilah tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.

3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.

4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

5) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan pujian.31

d. Klasifikasi Akhlak

Menurut Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawuf, akhlak itu terbagi dalam tiga bagian, diantaranya: akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia, akhlak kepada hewan dan tum-tumbuhan.32

1) Akhlak kepada Allah

Menurut Drs. Mahyuddin, dalam bukunya Kuliah Akhlak Tasawuf, akhlak kepada Allah itu meliputi antara lain:

a) Bertaubat, yaitu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukannya dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.

b) Bersabar, yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya, tetapi tidak berrti sabar itu menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi.

c) Bersyukur, yaitu suatu sikap yang ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh Allah.

d) Bertawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan nya.

31

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, h. 5-7 32

e) Ikhlas, yaitu sikap menjauhkan diri dari riya, ketika mengerjakan amal baik.

f) Raja, yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang disenangi dari Allah. Setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkan.

g) Bersikap takut, yaitu suatu sikap yang sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi dari Allah.33

2) Akhlak kepada sesama manusia

Sedangkan akhlak kepada sesama manusia berkaitan dengan perlakuan seseorang terhadap sesama manusia. Tidak melakukan hal-hal negatif, seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta yang bukan miliknya tanpa alasan benar, kemudian jika bertemu mengucapkan salam, dan ucapan

yang baik, tidak berprasangka buruk, saling memaafkan, mendo’akan, saling

membantu, dan lain-lain.34 3) Akhlak kepada lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan meliputi akhlak terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-benda tak bernyawa lainnya. Hal ini dapat dicontohkan misalnya, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, memetik bunga sebelum mekar, menebang pohon yang menimbulkan

33

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 9-15 34

kemudaratan dan lain sebagainya. Akhlak yang dikehendaki oleh Islam adalah menjaga kelestarian dan keselarasan dengan alam.35

Dari definisi di atas jika disimpulkan, bahwa akhlak adalah segala perbuatan manusia yang timbul karena dorongan jiwa yang kuat untuk melakukan perbuatan. Perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Karena sudah terbiasa maka tidak diperlukan pemikiran, pertimbangan atau renungan lagi pada saat seseorang sedang melakukannya.

Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah (seperti materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keIslaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibanding dengna masalah keimanan dan keIslaman, sebab Rasul sendiri pernah bersabda yang artinya: “Aku

(Muhammad) diutud oleh Allah di dunia ini hanyalah untuk

menyempurnakan akhlak”.36

35

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 151 36

3. Pesan Muamalah

a. Menurut Bahasa

Menurut bahasa muamalah berasal dari kata amala-yuamilu-muamalatan yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengalahkan.37

b. Menurut Istilah

Untuk menjelaskan pengertian muamalah dari segi istilah banyak sekali pakar yang mendefinisikannya, diantaranya:

1) Menurut H. Masjfuk Zuhdi, dalam bukunya Studi Islam, Jilid III: Muamalah, muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya/alam semesta.38

2) Menurut H. Hendi Suhendi, muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.39

3) Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia untu saling menukar manfaat.40

37

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1 38

H. Masjfuk Zuhdi, STUDI ISLAM Jilid III: Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 2

39Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan umum, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 2001), h. 15

40

4) Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya, untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.41

Dari beberapa pengertian di atas tentang muamalah menurut istilah dapatlah ditarik kesimpulan bahwa muamalah adalah aturan-aturan Allah SWT, yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalah urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan, dalam artian dimana pun manusia berada dia harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetpkan Allah, karena dalam Islam tidak ada pembeda antara amalan dunia dengan amalan akherat, sebab sekecil apapun amalan manusia didunia harus didasarkan pada ketetapan Allah.

Dan bisa diartikan bahwa muamalah berarti ketetapan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya (alam sekitar). Kaitannya dengan hubungan antara sesama manusia maka dalam muamalah ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, cinta, hukum, dan lain-lain.

c. Klasifikasi Muamalah

Menurut H. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Studi Islam, Jilid III: Muamalah, bahwa muamalah dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, diantaranya:

1) Aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun yang tidak seagama, dapat kita temukan dalam hukum perkawinan, perwalian, perdagangan dan lain-lain.

2) Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan kehidupannya, dapat kita temukan antara lain dengan hukum Islam tentang makanan, minuman, pakaian, mata pencarian (rezeki) yang diharamkan dan dihalalkan.

3) Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya/alam semesta, dapat kita jumpai antara lain:

a) Perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan pemikiran tentang keadaan alam semesta

b) Seruan agar manusia memanfaatkan kekayaan alam semesta untuk kesejahteraan hidupnya dah boleh menikmatinya, tetapi tidak boleh berlebih-lebihan

c) Larangan mengganggu, merusak dan membinasakan alam sekitar (hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain)42

d. Prinsip-Prinsip Dasar Muamalah

1) Seluruh tindak muamalah dilakukan atas dasar nilai-nilai ketuhanan 2) Muamalah harus didasarkan pada pertimbangan moral yang luhur 3) Prinsip dasar dalam hukum muamalah adalah diperbolehkan

42

H. Masjfuk Zuhdi, STUDI ISLAM Jilid III: Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 3

4) Aturan hukum dalam muamalah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia

5) Obyek muamalah harus halal.43

D. Pengertian Lagu dan Musik

Dokumen terkait