• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELEMBAGAAN KAUKUS

2. Kaukus Perempuan Parlemen

Para responden di semua wilayah antusias dalam membangun Kaukus. Ada 55% responden

ya g tidak e jawab keberadaa Kaukus , tetapi ereka sangat mendukung pembentukan kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen. Angka 55% itu merujuk pada belum adanya kaukus saat penelitian ini dilakukan.

Memperhatikan hal ini maka di Propinsi dan Kabupaten/Kota yang belum dibentuk Kaukus, segera dibentuk Kaukus dan WPN, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah, Lampung dan Gorontalo.

Kaukus Perempuan Parlemen (Kaukus) merupakan elemen penting dalam implementasi WPN karena menjadi wadah bagi kegiatan perermpuan aleg dan WPN. Informasi dan konsolidasi perempuan aleg di harapkan dilakukan di Kaukus.

Page | 52

Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Data berikut menggambarkan bahwa Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota baru sebagian terbentuk (35%) sementara 55,4% tidak menjawab status kaukus di wilayahnya. Data ini mengindikasikan bahwa selain belum terbentuk, perempuan aleg pun belum familiar dengan Kaukus sehingga SWARGA perlu memberikan pemahaman yang konkrit tentang definisi Kaukus dan perbedaannya dengan organisasi lain serta kegiatan yang sebaiknya dilakukan Kaukus. Signifikansi Kaukus dalam WPN sangat besar karena berbagai rencana kegiatan dukungan SWARGA kepada perempuan aleg dikoordinasikan dan disinkronisasi melalui Kaukus.

Terlepas dari kevakuman Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kaukus berpotensi untuk diaktifkan karena keberadaan inisiator tokoh perempuan di legislatif yang dapat menjadi inisiator Kaukus (21,4%), jumlah anggota memadai (17,9%) dan antusiasme anggota dalam membentuk kaukus (8,8%). Fasilitas Kaukus pun baru berupa ruang kantor (5,3%). Jadi belum banyak dilakukan oleh Kaukus, kecuali di DIY. Kaukus telah terbentuk dan telah menjalin kerjasama dengan NGO Narasita dalam melaksanakan kegiatannya. Di tiga daerah lainnya, Kaukus sangat memerlukan intervensi SWARGA dalam hal:

a) Menginisiasi Kaukus untuk menggunakan informasi terkait isu perempuan, anak, kesehatan, lingkungan atau yang menjadi ciri khas di daerah masing-masing untuk menyusun agenda bersama diawali pertemuan dengan inisiator-inisiator Kaukus. Para inisiator diharapkan menjadi jembatan antara SWARGA dan anggota Kaukus lainnya. Bagi Kaukus yang kepengurusannya telah terbentuk SWARGA perlu memberikan gambaran kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kaukus. Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dengan tatap muka, dan kegiatan yang dapat dilakukan dengan komunikasi menggunakan teknologi komunikasi berikut cara-caranya. b) Mengintegrasikan Kaukus dengan kegiatan pelatihan yang akan diselenggarakan

oleh SWARGA untuk WPN dan training.

c) Menginisiasi pemanfaatan fasilitas yang dimiliki Kaukus untuk WPN misalnya mendesain kantor menjadi data base aleg perempuan, isu perempuan atau isu daerah yang dapat digunakan dalam pembahasan masing-masing komisi atau Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dengan bermodalkan desktop atau laptop dan jaringan internet.

3. Stakeholder

Stakeholder adalah pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan mendukung WPN dan Kaukus. Temuan penting dalam studi ini adalah bahwa mayoritas anggota parlemen (perempuan) di daerah bukan aktivis perempuan, bahkan tidak berafiliasi dengan salah satu gerakan perempuan. Ini membuktikan bahwa gerakan perempuan berperan kecil dalam menghantarkan anggotanya ke parlemen. Jika logika ini berjalan, maka ada kekuatan lain yang menghantarkan mereka. Mengingat peranan partai politik yang lemah dan negatif di mata public, dapat dipastikan bahwa uang dan sedikit modal sosial berperan dalam menghantarkan seseorang menjadi anggota parlemen dalam Pemilu 2014.

Ketika mereka diminta menyebutkan NGO sebagai partner, sebesar 51,8% tidak menjawab, dan sebagian besar kesulitan dan menuliskan UNDP. Ini membuktikan bahwa kehadiran

Page | 53

Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

SWARGA-UNDP sangat dirasakan oleh mereka. Tidak sedikit dari mereka yang hanya menuliskan UNDP. Jika ada aktifitas perempuan aleg yang dilakukan dengan NGO adalah diskusi 19,6%, publikasi 10,7% dan Rapat Dengar Pendapat 3,6%, maka SWARGA dapat meningkatkan intensitas kegiatan terutama untuk publikasi hasil dengan memberi pelatihan meng-upload hasil pembahasan atau advokasi antara Perempuan aleg dan NGO dan stakeholder lainnya ke web. Terkait dengan publikasi, penting juga untuk mendorong perempuan parlemen untuk melakukan pendekatan kepada media dengan cara:

a) Membuat daftar kontak pribadi wartawan dan alamat redaksi media di gadget miliknya;

b) melatih mereka membuat press release 1,5 halaman;

c) membuat daftar pendek isu-isu yang sedang hangat di wilayahnya dan memiliki kemungkinan dimintai pendapatnya oleh wartawan terkait isu tersebut. List ini untuk berjaga-jaga apabila ada wartawan yang bertanya tentang isu tersebut mereka lebih siap untuk menjawab.

Temuan ini juga memperlihatkan bahwa jejaring kerja mereka di luar parlemen sangat lemah. Atas temuan itu dan mengingat peranan partner kerja di luar parlemen sangat penting dalam memasok isu-isu perempuan, membangun kesamaan opini dan memberi dukungan dari luar parlemen, maka SWARGA-UNDP perlu mempertimbangkan untuk mempertemukan para legislator perempuan ini dengan aktivis perempuan baik di pusat maupun di daerah. Pertemuan dalam dikemas dalam berbagai bentuk, seperti diskusi, penyegaran fungsi-fungsi parlemen maupun dalam jaringan kerja perempuan parlemen dan luar parlemen.

Kerjasama dengan perguruan tinggi rata-rata kurang dalam kualitas dan intensitas (58,9% tidak menjawab terkait pengalaman kerjasama dengan kalangan perguruan tinggi). Fenomena ini terjadi di semua daerah penelitian. Atas temuan ini, SWARGA UNDP dapat membantu mendekatkan perguruan tinggi dengan legislator perempuan, dengan mendukung dilakukannya kajian akademik atas isu-isu tertentu, diskusi, mengundang dalam rapat dengar pendapat, dan mengundang akademisi untuk aktif berpartisipasi dalam web. Kerjasama dengan perguruan tinggi tertinggi adalah diskusi (17,8%) sementara Rapat Dengar Pendapat baru 8,9%. Hal ini perlu dilihat bahwa komunikasi antara perempuan aleg dengan stakeholder masih relatif rendah sehingga SWARGA perlu menjembatani kesenjangan komunikasi ini. Contohnya rancangan kegiatan di Gorontalo dapat diset diskusi ringan dengan format coffee morning talk antara SWARGA, Kaukus dan BPP disiarkan di radio lokal sebelum siaran Berita Duka Cita pk. 07.00 waktu setempat. Berdasarkan informasi partner SWARGA di Gorontalo, Faini Basuungi, acara tersebut merupakan acara radio yang paling diminati pendengar Gorontalo. Oleh karena itu, siaran sebelum dan sesudah berita Duka Cita berpotensi mendapatkan pendengar yang cukup luas.

Peranan Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah-daerah belum terlihat nyata sebagai partner kerja para legislator perempuan. Lembaga ini oleh para legislator diharapkan mempunyai program pemberdayaan perempuan yang sinkron dengan gagasan legislator.

Page | 54

Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

Nomenklatur anggaran sering menjadi penghambat, sehingga diperlukan keterlibatan BPP dalam kegiatan-kegiatan yang membicarakan isu-isu perempuan.

BPP belum memberikan komitmen dukungan bagi Kaukus (55,4%), jumlah ini bertambah dengan mereka yang tidak menjawab terhadap adanya dukungan terhadap Kaukus (30,4%). Hanya dalam jumlah yang kecil BPP memberikan dukungan kepada Kaukus dengan berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan Kaukus, memfasilitasi kegiatan dan mengalokasikan anggaran. Jika dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2%. Berdasarkan data tersebut, SWARGA perlu melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi terutama di Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Lampung agar BPP dapat mendukung kegiatan melalui anggaran yang dapat dialokasikan.

Page | 55

Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network

BAB VII

Dokumen terkait