Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi yang terdapat di propinsi NTT, yaitu kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan produksi terbatas dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
a.Kawasan peruntukan hutan produksi
Kawasan hutan produksi terdapat di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sabu Raijua, Nagakeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Timur.
b.Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas
Kawasan hutan produksi terbatas terdapat di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Sikka, Sabu Raijua, Nagekeo, Manggarai Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur.
c. Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi
Kawasan jenis ini terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Belu, Flores Timur, Sabu Raijua, Ngada, Nagakeo, Manggarai Timur, Manggarai, Sumba Timur.
Adapun arahan pemanfaatan kawasan Hutan Produksi di Provinsi NTT adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir III - 32 Tabel 3.15.
Arahan Kawasan Hutan Produksi Provinsi NTT Tahun 2010-2030
No Kriteria Arahan
1 Hutan Produksi Tetap
oKawasan hutan produksi memperhatikan parameter
penetapan kawasan (SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981).
oKawasan hutan produksi tetap tidak boleh dilakukan
alih fungsi, hutan produksi terbatas di dasarkan atas kondisi fisik lahan yang masuk dalam kategori kawasan konservasi.
oApabila melakukan penebangan, digunakan pola
tebang pilih (stripcroping) agar hutan dapat dikelola
secara selektif
oReboisasi hutan dan pelarangan penebangan liar
dan pembakaran hutan
oMengarahkan di setiap kabupaten/ kota mmiliki
hutan kota.
oKoordinasi Pemerintah melalui pemantauan dan
pengendalian kegiatan pengusahaan dan gangguan keamanan hutan.
2 Hutan Produksi Terbatas
oKawasan hutan produksi memperhatikan parameter
penetapan kawasan (SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981).
oPengambilan hasil hutan harus dilaksanakan secara
bergilir, penanaman kembali sebagai bagian dari upaya pelestarian sekaligus mempertahankan kualitas alam
oPengembangan kawasan hutan yang bernilai
ekonomis
oJika kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka
harus dibatasi sehingga tidak dikembangkan lebih lanjut.
oPengembangan zona penyangga pada kawasan
hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung.
oUpaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan
melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis
3 Hutan Produksi Yang
Dapat Dikonversi
oKawasan hutan produksi memperhatikan parameter
penetapan kawasan (SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981).
oPengembangan kawasan hutan yang bernilai
ekonomis seperti bahan baku kertas, kerajinan tangan, dsb
oJika kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka
harus dibatasi sehingga tidak dikembangkan lebih lanjut.
oPengembangan zona penyangga pada kawasan
hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung.
oUpaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan
melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis Sumber : RTRW Provinsi NTT 2010-2030
Laporan Akhir III - 33 2. Kawasan Pertanian
Kawasan peruntukan pertanian yang terdapat di propinsi NTT, terdiri dari kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, kawasan peruntukan pertanian lahan kering atau tegalan, kawasan peruntukan pertanian holtikultura, kawasan peruntukan perkebunan, kawasan peruntukan peternakan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
a.Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
Wilayah pertanian berada di semua atau 21 Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT. Luas wilayah daratan Provinsi NTT 4.734.990 Ha, terdiri dari 1.655.466 Ha 34,96 % berpotensi untuk lahan pertanian. Potensi ini terdiri dari 1.528.258 Ha atau 32,28 % merupakan potensi usaha pertanian lahan kering dan 127.208 Ha atau 2,69 % adalah usaha pertanian lahan basah (sawah). Luas lahan potensial untuk produksi pertanian di Provinsi NTT terdiri dari lahan kering 1.528.308 ha, dan potensi lahan basah 284.103 ha.
Penggunaan lahan lahan kering terdiri dari 483.165 hektar untuk budidaya tanaman pangan dan perkebunan, 30.089 hektar untuk budidaya sayur-sayuran, dan 102.892 untuk budidaya tanaman buah- buahan. Potensi lahan basah 284.103 ha yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota, baru 128.632 ha di antaranya yang sudah dikelola.
b.Kawasan Pertanian Holtikultura
Kawasan peruntukan holtikultura terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di propinsi NTT.
c. Kawasan Perkebunan
Kawasan peruntukan perkebunan terdiri dari komoditi:
1) Kelapa dan kopi terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di
Provinsi kecuali di Kabupaten Rote Ndao dan Kota Kupang.
2) Cengkeh terdapat di Kabupaten Alor, Sabu Raijua, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagakeo, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timur Tengah Utara;
Laporan Akhir III - 34
3) Jambu terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi.
4) Kemiri terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi
kecuali di Kabupaten Lembata, Rote Ndao, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah.
5) Kapuk terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi
kecuali di Kota Kupang, Nagakeo, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah.
6) Jarak terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi
kecuali di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggrai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao.
7) Vanili terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi
kecuali Kota Kupang dan Kabupaten Rote Ndao.
8) Pinang terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi
kecuali di Kota Kupang.
d.Kawasan Peternakan
Peternakan terjadi peningkatan populasi rata-rata sekitar 1%-2 % untuk ternak besar seperti sapi, kerbau, dan kuda. Ternak babi dan kambing, mengalami peningkatan 3%-6 %. NTT pernah dikenal sebagai sumber ternak bagi Indonesia.
e. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan di masing-masing
kabupaten/ kota diatur lebih lanjut berdasarkan kriteria, syarat dan mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan data diatas, maka dapat dilakukan arahan pemanfaatan Kawasan Pertanian di Provinsi NTT, adalah sebagai berikut :
Tabel 3.15.
Arahan Kawasan Pertanian Provinsi NTT Tahun 2010-2030 No Jenis Arahan 1 Pertanian tanaman pangan berkelanjutan
o Ketinggian < 1000 m dpl, Kemiringan lereng < 40%,
Kedalaman efektif tanah > 30 cm
o Menciptakan prasarana irigasi sehingga
pengembangan pertanian lahan basah & kering agar tidak tergantung pada musim dengan memperhatikan kemampuan alam dalam pembangunan irigasi
o Sebagai pengembangan agroindustri, agrowisata dan
penelitian di Provinsi NTT
o Penetapan lahan pertanian tersebar di seluruh wilayah
Provinsi NTT, melihat potensi lahan yang berproduktif
2 Holtikultura 3 Pertanian Lahan kering 4 Pertanian Lahan Basah 5 Perkebunan
Laporan Akhir III - 35 dan optimalisasi sektor ekonomi unggulan di Provinsi NTT seperti padi, jagung, ubi, kacang-kacangan, kelapa, mete, kakao, pinang, cengkeh, lontar, dsb
o Peningkatan penerapan teknologi pertanian
o Rencana penyediaan prasarana, sarana pasca
panen, dan pemasaran
o Penetapan standar pelayanan, pengawasan,
perizinan, petunjuk teknis penggunaan benih, pupuk, dsb
o Promosi dan dukungan ekspor komoditas unggulan,
melalui pengembangan pusat pengumpul dan distribusi
o Pemberian penguatan modal bagi petani dalam
rangka menunjang kesinambungan usaha pertaniannya
o Koordinasi dan kerjasama antar stakeholder terkait
o Upaya Rehabilitasi kawasan pertanian yang
mengalami degradasi
6 Peternakan
o Ketinggian > 1000 m dpl dan Kemiringan lereng > 15%
o Rencana kawasan peternakan berdasarkan potensi
peternakan dan kesesuaian lahan yang ada di wilayah Kabupaten di Provinsi NTT seperti sapi, babi, kuda, kambing, dsb
o Upaya pewujudan penggunaan bibit unggul dan
pengembangan peternakan yang berkualiatas, melalui penyuluhan, pelatihan dan pemeliharaan
o Pemberian penguatan modal bagi usaha dalam
upaya menunjang kesinambungan usaha
o Pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mensuplai
bahan makanan ternak
o Promosi dan dukungan ekspor komoditas unggulan,
melalui pengembangan pusat pengumpul dan distribusi sampai perluasan wilayah pemasaran produksi peternakan baik lokal maupun pasar ekspor
o Koordinasi dan kerjasama antar stakeholder terkait