Pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat di Distrik Misool Barat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi institusi dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan hasil dari sumber daya laut untuk berlangsungnya keberlanjutan, dari sumber daya laut di daerah tersebut. Faktor internal yaitu sejarah pengelolaan lokal masyarakat, tingkat homogenitas masyarakat, kompleksitas ekonomi wilayah, kepemimpinan dan proses inisiasi yang ada di dalam faktor tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat Distrik Misool Barat yang memengaruhi upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut yaitu pengakuan dari pemerintah dan kebijakan pengelolaan sumber daya laut.
Faktor Eksternal
Pengakuan dari pemerintah
Sasi merupakan kearifan lokal yang sudah secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat di Distrik Misool Barat, yang memang sudah diakui oleh pemerintah, untuk membuat kawasan konservasi perairan daerah pun pemerintah bersama masyarakat dan LSM membuat kebijakan yang tidak terlepas dari Sasi
yang sudah ada sejak lama di Distrik Misool Barat. Peran Sasi dinilai penting dalam pembuatan aturan-aturan kawasan konservasi perairan daerah
Seperti yang dikutip dari pernyataan kepala DKP Raja Ampat.
“Jadi sasi itukan merupakan budaya masyarakat yang turun menurun dari kita punya nenek moyang untuk melindungi sumber daya alam yang ada disana jadi biasanya untuk kepentingan masyarakat banyak tooh… untuk kepentingan kampung,dengan hadirnya KKLD itu kita hanya menguatkan kearifan lokal yang ada dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah, jadi kita hanya munculkan dia dalam bentuk konservasi .”
Kawasan Konservasi Perairan Daerah atau yang lebih dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut Daerah, terbentuk pada dasarnya adalah sistem Sasi
yang diangkat dalam bentuk konservasi, kemudian diterapkan melalui peraturan- peraturan daerah dalam bentuk KKLD, pembentukan KKLD perlu waktu yang cukup lama dan melibatkan seluruh stakeholder yang ada baik itu pemerintah, swasta, dan juga masyarakat. Di Raja Ampat pembentukan wilayah-wilayah konservasi memerlukan proses yang lama sekitar 5-7 tahun, kemudian barulah keluar Perda tersebut. Proses pembentukkan kawasan konservasi dibantu oleh LSM TNC di wilayah Misool Barat dan sudah menggalakan seluruh masyarakat sejak tahun 2003 sampai pada Perda untuk penetapan KKLD itu keluar tahun 2007.
Kebijakan pengelolaan sumber daya
Kebijakan pengelolaan sumber daya laut pada dasarnya memiliki tujuan yaitu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social well-being) di daerahnya secara berkelanjutan. Kebijakan berupa Sasi contohnya di daerah Distrik Misool Barat, memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut yang di Sasi, terdapat kesepakatan-kesepakatan bersama yang dibuat oleh masyarakat, ketua adat, tokoh masyarakat dan kepala kampung dengan ketua adat yang memiliki kedudukan tertinggi. Kesepakatan yang ada, berupa aturan dan sanksi jika ada yang melanggar, aturan-aturan Sasi mempunyai legitimasi yang kuat dan terinternalisasi dengan baik seperti tidak menangkap ikan yang telah diberi batas
Sasi sebelum adanya buka Sasi, namun masih bisa melintas di daerah tersebut. Masyarakat yang berada di luar Distrik Misool dapat mengelola sumber daya yang ada disana misalkan nelayan dari Ternate Tidore, Seram, dan Maluku tetapi harus memiliki izin dan mematuhi peraturan yang ada, baik itu peraturan pemerintah maupun peraturan yang berlaku di masyarakat, agar tidak ada tangkap lebih dan rusaknya karang akibat aktifitas negatif yang dilakukan oleh masyarakat yang datang untuk menangkap ikan.
Pemerintah pusat sendiri memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumber daya dengan membuat aturan-aturan dan membuat suatu kawasan dengan zona-zona di dalamnya dibantu oleh LSM yang ada di Raja Ampat. Hal tersebut menjadikan
pemerintah secara tidak langsung hadir membuat aturan agar dalam pengelolaan sumber daya supaya berjalan dengan baik dan berkelanjutan dengan adanya KKPD, atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan KKLD. Pemerintah harus mengatur, memberikan pengetahuan dan membina sumber daya manusianya, menghubungkan antara masyarakat dengan swasta, menghubungkan sumber daya alam yang ada dengan teknologi serta menguatkan kearifan lokal yang ada dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah seperti PERDA No. 27 Tahun 2007 mengenai kawasan konservasi di Raja Ampat.
Faktor Internal
Tingkat Homogenitas Masyarakat
Di Distrik Misool Barat merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir (Satria 2004) yaitu desa-desa yang ada berada di sana, dari segi mata pencaharian utama lebih banyak sebagai nelayan karena demografi mereka yang mendukung mereka bekerja sebagai nelayan, sedikit dari mereka yang bekerja sebagai petani yaitu di daerah Biga, Gamta dan Magey. Masyarakat yang tinggal di desa, biasanya masih memiliki hubungan saudara dan memiliki garis keturunan yang sama atau satu suku, dua suku yang terkenal di Distrik Misool yaitu Matbat dan Matlo. Selain itu hampir semua desa di Distrik Misool Barat melakukan kegiatan Sasi yang dilakukan sejak lama untuk menjaga sumber daya alam yang ada agar dapat berkelanjutan.
Sejarah pengelolaan lokal
Dalam segi pengelolaan sumber daya, pengelolaan sumber daya didasarkan atas pengetahuan lokal (Satria 2009b), tunduk dan selaras dengan alam (Kluckhon
dalam Satria 2002b), yakni masyarakat di Misool Barat secara terus menerus melakukan kegiatan Sasi yang telah mereka sadari bahwa kearifan lokal tersebut akan menjadi hal yang berguna, sebagai tabungan untuk anak dan cucuk mereka di masa yang akan datang. Sasi yang dilakukan tidak hanya Sasi Muisman, namun terdapat Sasi Kelompok, Sasi Kampung, Sasi Gereja dan bahkan di daerah Kapatcol terdapat Sasi Ibu-ibu, dalam segi pengelolaannya dikelola oleh ibu-ibu. Masyarakat di Misool Barat memiliki peran penting dalam pengelolaan yang dibantu oleh tiga tungku yaitu: kepala adat, tokoh masyarakat, serta tokoh agama. Masuknya kawasan konservasi di daerah Misool Barat tidak mengganggu dan tidak menyebabkan banyak permasalahan yang kaitannya mengenai Sasi, karena Kawasan Konservasi Perairan Daerah, pada saat pembuatan dan penetapannya tidak terlepas dengan Sasi yang ada di sana.
Kompleksitas ekonomi wilayah
Wilayah di Distrik Misool Barat, sebagian besar bekerja untuk menghidupi kebutuhannya menjadi seorang nelayan, namun di beberapa desa di Misool Barat, menghidupi kehidupannya dengan bercocok tanam dengan komoditas unggulan adalah sagu, masih ada sistem barter dalam memenuhi kebutuhan dengan cara masyarakat di desa Biga datang ke Lilinta untuk menjual sagu, masyarakat dari Lilinta membayar sagu tersebut dengan ikan. Membahas ekonomi di wilayah Distrik Misool Barat, seperti yamg telah dipaparkan bahwa masyarakat tunduk dan selaras dengan alam.
Saat musim angin selatan masyarakat yang bekerja menjadi nelayan, tidak pergi untuk melaut, akhirnya masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali meminjam uang atau mengutang demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pemberdayaan yang dilakukan untuk masyarakat misalnya dengan membuat koperasi khusus nelayan, harusnya dapat diadakan dapat dimanfatakan, sehingga saat buka Sasi yang dilakukan oleh masyarakat, hasilnya dapat terkontrol dengan baik dan bisa sangat membantu masyarakat untuk memenajemen keuangan. Kaitan Sasi dengan kompleksitas ekonomi yaitu dalam menangkap ikan masyarakat sangat bergantung dengan alam seperti yang sudah disampaikan oleh peneliti, jika musim tidak mendukung masyarakat untuk mengambil ikan, saat itulah dijadikan sebagai Sasi musiman yang dilakukan masyarakat hanya meminjam atau saling tukar menukar barang. Kepemimpinan dan proses inisiasi
Kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya di Distrik Misool Barat, ketua adat yang berperan penting dalam mengatur pengelolaan tersebut, yaitu saat buka dan tutup Sasi, namun peran tokoh agama seperti pendeta dan kepala kampung juga memiliki peran yang penting dalam segi pengelolaannya. Proses inisiasi dalam pengelolaan sumber daya penulis mengambil contoh pada Sasi ibu- ibu, karena melihat hasil yang memuaskan dan bagus pada saat buka Sasi
kampung, maka Ibu Bechinan Hai memiliki inisiatif membuat Sasi khusus ibu- ibu. Semua anggota adalah ibu-ibu yang berada di Desa Kapatcol, tetapi masih ada peran serta dari kepala kampung dan tokoh agama.