• Tidak ada hasil yang ditemukan

LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA Persebaran Dayak Benuaq

B. Kawasan pertanian:

1. Kawasan peladangan (Umaq lati tana) a. Umaq (Ladang)

Ladang merupakan tempat kegiatan utama masyarakat Dayak Benuaq yang mendiami kampung-kampung di Kabupaten Kutai Barat. Ladang merupakan tempat untuk menghasilkan makanan pokok mereka dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Lokasi perladangan umumnya di luar

kawasan kampung dikenal dengan istilah umaq lati tana. Teknik yang

dikembangkan masih secara tradisional yaitu dengan sistem perladangan berpindah (shifting cultivation) walaupun masyarakat Dayak lebih menyukai

istilah perladangan gilir-balik untuk sistem perladangan mereka (rotational

cultivation). Perladangan berpindah adalah suatu bentuk kegiatan pertanian dari masyarakat pedalaman umumnya dan masyarakat Dayak khususnya yang berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya denga n bercocok tanam yang disesuaikan dengan kondisi dan kaidah-kaidah ekologi setempat, secara mudah dan murah. Suku Dayak Benuaq dalam berladang berprinsip pada pola daur penggunaan lahan dalam skala lokal yang sering dicampurbaurkan dengan perpindahan penduduk (migrasi).

Pengolahan ladang oleh masyarakat Benuaq masih sangat tradisional yaitu dengan menanam beberapa jenis tanaman pangan pada lahan ladang padi dengan sedikit sekali perlakuan pengolahan lahan. Pertanian yang dilakukan tanpa penambahan unsur hara (pemupukan), tanpa aplikasi teknologi modern, tanpa menggunakan bibit unggul dari Departemen Pertanian. Tindakan pengelolaan yang umumnya dilakukan adalah menyiangi gulma atau tumbuhan pengganggu (ngejikut) dan pemberantasan hama dan penyakit yang dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis tumbuhan yang bersifat pestisida alami. Beberapa jenis tumbuhan yang

digunakan sebagai pengusir hama adalah berentanuq (Diospyros pendula),

rakbar (Maesa macrothyrsa Miq.) dan wakai sar (Gmelina uniflora) yang dibakar di tengah ladang dengan maksud asap pembakaran akan menyebar dan akan mengusir hama.

b. Uraat-bataakng (lahan bekas ladang)

Bentuk satuan lingkungan bekas ladang merupakan salah satu bentuk satuan akibat dari intervensi manusia yang fungsi utamanya adalah sebagai cadangan lahan untuk perladangan berikutnya. Akan tetapi sebelum dapat dimanfaatkan sebagai lahan perladangan kembali, harus beregenerasi dulu untuk mengembalikan kesuburannya. Dari segi kesuburan lahan maka bentuk satuan lingkungan ini sudah tidak layak diolah kembali, karena itu harus diberakan. Selama masa pemulihan kesuburan ini bekas ladang mengalami perkembangan atau regenerasi dimana keanekaragaman jenis tumbuhan yang mendominasinya berganti seiring dengan umur bekas ladang

tersebut. Menurut masyarakat Benuaq uraat bataakng merupakan hutan

yang beregenerasi secara alami umumnya dalam bentuk hutan rimba yang merupakan lahan bera dari ladang berpindah bertujuan memulihkan kesuburan lahan untuk digunakan perladangan kembali. Namun apabila sebelum diberakan ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi maka satuan lingkungan yang diberakan akan menjadi berbagai bentuk agroforestri (simpukng) atau kebun (kebotn) sesuai dengan tanaman yang mereka tanam.

Soedjito (1996) menyatakan masyarakat etnis Dayak pada umumnya sangat paham tentang bagaimana cara mengatur dan memanfaatkan tata ruang (lansekap) dimana mereka tinggal berkaitan dengan praktek

berladangnya. Pentingnya lahan hutan sekunder pada kebanyakan

komunitas peladang di Kalimantan direfleksikan pada pengetahuan ekologi mereka (traditional ecological knowledge). Hubungan antara budaya (etno) dan lingkungannya (ekologi) dikonsepsikan dalam bentuk pengetahuan tradisional tentang klasifikasi satuan lahan dan bentang alam di sekitarnya. Masyarakat Benuaq dan Bentian mengklasifikasikan hutan berdasarkan

tingkatan suksesinya (Abdoellah et al, 1993; Joshi et al, 2004). Hutan

sekunder bekas ladang berdasarkan tingkatan suksesinya dikelompokkan

menjadi urat, balikng bataakng, bataakng, bengkar uraq dan bengkar tuhaq

2. Kawasan perkebunan (Kebotn dukuh)

Kebotn dukuh adalah suatu lahan yang ditanami dengan buah-buahan, karet atau berbagai jenis rotan yang bernilai ekonomis tinggi yang dibuat oleh masyarakat di sekitar kamp ung. Kawasan kebun ini biasanya terletak di luar kawasan yang ditetapkan sebagai simpukng lou, khususnya di bantaran sungai dan dataran rendah, dimana masyarakat membuat kebun rotan dan sejumlah kebun lainnnya yang menjadi milik pribadi. Vegetasi pada kebotn dukuh yang ditanami buah-buahan menunjukkan bahwa satuan lingkungan ini didominasi oleh buah- buah yang bernilai ekonomis dan ditanam agak teratur. Berbagai jenis buah- buahan lokal dan kultivar liarnya biasanya ditanam pada lahan ini. Pada

masyarakat Benuaq istilah kebotn (kebun) biasanya berkaitan dengan aspek

budidaya yang berorientasi pada tanaman komersial.

Dari profil vegetasi kebotn dapat dilihat bahwa stukturnya dibuat lebih

teratur, baik secara horizontal dengan penanaman pohon buah-buahan yang lebih di atur jarak tanamnya maupun struktur vertikalnya yang tidak begitu jelas stratifikasinya karena dibangun oleh komponen tumbuhan yang umurnya tidak

begitu berbeda. Kebotn yang merupakan tegakan buatan (man-made stand)

biasanya didominir oleh satu jenis pohon buah yang bernilai ekonomis dan di selingi dengan beberapa jenis lainnya sehingga keanekaragaman tumbuhan pada

kebotn lebih rendah jika dibandingkan dengan keanekaragaman pada simpukng.

Karena pada masyarakat Benuaq kebotn memang lebih berkaitan dengan budidaya tunggal dan berorientasi komersial. Profil pada Gambar 11 menggambarkan

kebotn yang didominasi oleh pohon nakatn (Artocarpus champeden) yang

mempunyai nilai ekonomi lokal cukup tinggi di Kalimantan Timur.

Pada kebotn dukuh yang ditanami dengan berbagai jenis rotan bernilai

ekonomis dasar pertimbangannya adalah kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan rotan berupa dataran rendah, di tepi sungai atau danau yang subur untuk dijadikan lahan kebun rotan. Jenis rotan yang ditanam oleh masyarakat

adalah uwe sokaq (Calamus caesius Bl.), uwe jahap (Calamus trachycoleus

Becc.), uwe boyukng (Calamus optimus Becc.), uwe jepukng (Daemonorops

crinita (Miq.) Bl.) dan uwe pelus (Calamus flabelallatus Becc dan C. javensis Bl.).

Gambar 11 Profil vegetasi pada kebun (kebotn dukuh)

Keterangan:

Artocarpus champeden Spreng = Ac:1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 33, 35, 36, 37, 40, 43; Nephelium lappaceum L. = Nl: 5, 20, 29, 34;

Aleurites moluccana Willd. = Al: 30, 39; Pometia pinnata Forst. = Pp 32; Durio zibethinus Murray (38); Nephelium sp = Nsp:41; Mangifera pajang Kosterm. = Mp: 42; Mangifera odorata Griff. = Mo: 44.

Rotan dan karet merupakan produk utama dari kebotn uwe dan kebotn

karet, namun keberadaan kebotn dukuh yang ditanami buah-buahan cukup banyak

ditemukan di beberapa kampung di Kabupaten Kutai Barat. Kebun (kebotn) pada

masyarakat Benuaq merujuk pada petak-petak yang dikelola secara lebih intensif

yang berisi komoditas untuk dijual (komersil). Meskipun istilah simpukng juga

meliputi lahan yang dikelola secara intensif, namun terdapat perbedaan yang jelas

antara kebun yang merupakan lahan berorientasi komersial dan simpukng yang

lebih berorientasi untuk konsumsi sendiri dan konservasi. Jarak (m) T i n g g i (m)

C. Kawasan agroforestri (Simpukng)