• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUTAI BARAT

D. Tanaman semi-domestikas

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Pangan

Keanekaragaman jenis bahan pangan cukup tinggi pada masyarakat Dayak Benuaq terdiri dari sekitar 77 jenis tanaman budidaya (cultivated), 97 jenis tumbuhan liar (non cultivated) dan 29 jenis tumbuhan semi- liar (Tabel 16). Secara umum dapat dikelompokkan sumber buah-buahan (107 jenis), sumber karbohidrat (umbi, biji dan sagu) (14 jenis), sayur- mayur dan bumbu-bumbuan (82 jenis), dan tumbuhan penghasil minuman dan penyegar (12 jenis) yang disajikan pada lampiran (7a, 7b, 7c dan 7d). Jenis tumbuhan pangan ini biasa ditanam di pekarangan, ladang (umaq), kebun (kebotn), agroforestri (simpukng), dan bahkan dari tumbuhan liar di hutan. Hal ini sebenarnya tidak unik bagi budaya masyarakat Dayak, tetapi umum dilakukan oleh masyarakat tradisional di Kalimantan. Alasan yang mendasarinya adalah menjalankan strategi untuk menjaga keamanan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya di sekitarnya dan menjaga kelumintuan (sustainability) dari sumberdaya tersebut.

Keanekaragaman jenis pangan yang terbanyak diperoleh dari suku Palmae (18 jenis), diikuti oleh suku Moraceae (16 jenis), Anacardiaceae (15 jenis), Sapindaceae (14 jenis), Euphorbiaceae (11 jenis), Solanaceae (10 jenis), Leguminosae (9 jenis), Gramineae (8 jenis), Zingiberaceae (8 jenis) dan suku-suku lainnya. Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan untuk bahan pangan terbanyak dari buah (130 jenis), diikuti bagian lainnya seperti daun (23 jenis), umbi (17 jenis), umbut (11 jenis), biji (7 jenis), air dari batang (6 jenis), batang untuk sayuran (8 jenis), bunga (4 jenis), sagu (3 jenis) dan bagian lainnya.

Padi merupakan makanan pokok dan tanaman utama pada ladang masyarakat Dayak Benuaq. Pada saat ini pangan selalu diidentikkan dengan beras, maka beras menjadi komoditas penting dalam kecukupan pangan walaupun cukup banyak sumber karbohidrat lain (12 jenis selain padi) baik yang ditanam maupun dipanen dari alam. Pada penelitian ini diperoleh 67 kultivar padi lokal (Oryza sativa) dan 36 kultivar padi pulut lokal (Oryza glutinosa) yang dikenal oleh masyarakat (Lampiran 19 dan 20). Banyaknya kultivar padi yang ditemukan juga berkaitan dengan tipe-tipe lahan perladangan yang dimiliki oleh masyarakat. Setiap tipe lahan biasanya ditanami

dengan kultivar berbeda, walaupun ada kultivar lokal yang dapat ditanam pada semua tipe lahan tersebut. Secara umum peladang Benuaq lebih menyukai tipe lahan di lereng- lereng bukit sehingga kultivar padi yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak yang ditanam pada tipe lahan tersebut. Para peladang terutama kalangan tua mengenal karakter-karakter setiap kultivar padi dan tipe lahan yang cocok untuk budidayanya. Plasma nutfah padi yang ada pada masyarakat peladang Benuaq ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian nasional. Berkaitan dengan kemajuan pertanian yang membutuhkan pencarian plasma nutfah yang terus menerus untuk meningkatkan hasil dan daya tahan terhadap penyakit.

Penanaman padi ladang biasanya hanya dilakukan pada tahun pertama dan terkadang juga pada tahun ke dua perladangan. Tahun berikutnya dilanjutkan dengan penanaman ubi kayu dan jenis tanaman pangan lainnya. Masyarakat mengenal dan menanam beberapa jenis sumber karbohidrat lainnya seperti ayaq (Ipomoea batatas) 12 kultivar, jagookng (Zea mays) 3 kultivar, jebao (Manihot utilissima) 16 kultivar, tenayan (Colocasia esculenta) 3 kultivar, dan tonai (Xanthosoma violaceum) 1 kultivar. Sumber karbohidrat tambahan lainnya yang diambil dari tumbuhan liar adalah sagu yang diolah dari tumbuhan jemiyak (Metroxylon sagu), saraap (Arenga pinnata) dan ukor (Caryota mitis) serta jenis uwiq (Dioscorea alata dan D. hispida).

Selain tanaman penghasil karbohidrat, masyarakat Dayak Benuaq menanam berbagai jenis sayur- mayur, buah dan bumbu-bumbuan di ladang mereka dalam skala kecil seperti bayam (Amaranthus hybridus dan A. spinosus), bawang baloq (Allium tuberosum), botung (Cucurbita moschata), jelok (Musa paradisiaca) 26 kultivar (lampiran 21), jomit (Curcuma domestica), kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang tanah (Arachis hypogaea), katelaq (Carica papaya), keretak (Vigna unguiculata), labu (Lagenaria leucantha), lajak (Alpinia galanga), loyaq (Zingiber officinale) 4 kultivar, paria (Momordica charantia), periaq (Luffa acutangula), sabe (Capsicum annuum) 10 kultivar, timun (Cucumis sativus) 9 kultivar (lampiran 21), tomat (Lycopersicon esculentum), tou (Saccharum officinarum) 16 kultivar, tou toli (S. edule), toyung (Solanum macrocarpon), ulam (Solanum melongena) dan lain- lain.

Tanaman-tanaman tersebut di atas dimaksudkan untuk keperluan subsisten walaupun terkadang juga dijual untuk memperoleh uang tunai dan jenis-jenis yang dibudidayakan tersebut tidak lah selalu sama pada setiap ladang tergantung keinginan pemiliknya.

Walaupun sebagian besar tumbuhan pangan telah dibudidayakan, akan tetapi ketergantungan masyarakat pada jenis-jenis yang masih liar atau semi liar masih cukup besar seperti Uwe Iya (Plectocomiopsis geminiflora), Uwe Kotok (Daemonorops spasiflora), Paku parapm (Nephrolepis biserratus) dan Paku meaq (Stenochlaeana palustris) adalah beberapa contoh sayuran yang dipetik langsung dari hutan oleh masyarakat. Banyak jenis -jenis buah dan sayuran yang tidak dikenal masyarakat di perkotaan namun bagi masyarakat Dayak Benuaq yang hidup dekat dengan hutan, buah-buahan dan sayuran tersebut sangat berarti sebagai sumber kalori, protein dan vitamin. Beberapa jenis buah-buahan yang berasal dari agroforestri (simpukng) dan hutan sekunder dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional Kutai Barat seperti Keliwatn (Baccaurea pyriformis), Lemposu (B. lanceolata), Luwik (B. edulis), Mawooi (B. puberula), Pasi (B. macrocarpa), Obeeq (Artocarpus lanceifolius), Pepuatn (A. anisophyllus), Ihau (Dimocarpus longan var. malesianus), Ridatn (Nephelium mainganyi), Ensapm Bulau (Mangifera torquenda), dan Ensapm Payang (M. pajang). Pada saat panen beberapa jenis buah dapat diolah untuk menghasilkan minuman tuak seperti Keliwatn (Baccaurea pyriformis) dan Mawooi (B. puberula) yang difermentasi di dalam guci besar dan disimpan dalam tanah yang dekat dengan sumber air. Bentuk pengolahan lainnya adalah pemanfaatan buah Dipterocarpaceae untuk bumbu masak seperti kawang (Shorea seminis) dan Orai (S. pinanga) untuk bumbu penyedap.

Hal di atas mengindikasikan cukup banyak keanekaragaman plasma nutfah berada di tangan peladang tradisional Benuaq. Menurut MacKinnon dkk (2000) sampai sekarang sedikit sekali jenis-jenis tumbuhan asli Kalimantan yang telah dibudidayakan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi produktivitas pertanian. Di antara jenis-jenis tumbuhan, beberapa pohon buah-buahan asli termasuk durian, mangga, jeruk, dan jenis-jenis rotan berpotensi untuk dibudidayakan secara

lebih intensif. Disamping itu masih banyak sumber daya plasma nutfah yang berharga, termasuk tanaman pangan dan tanaman industri berpotensi untuk kepentingan tersebut.

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Tradisional

Keanekaragaman tumbuhan obat tradisional pada masyarakat Benuaq terdiri dari 240 jenis yang tergolong dalam 181 marga dan 87 suku tumbuhan (lampiran 8). Suku yang terbanyak dimanfaatkan untuk tumbuhan obat adalah Leguminosae (18) jenis, diikuti suku Palmae (15 jenis), suku Zingiberaceae (13 jenis), suku Gramineae (11 jenis), Rubiaceae (10 jenis), suku Euphorbiaceae (9 jenis), suku Verbenaceae (9 jenis), suku Apocynaceae (8 jenis) dan suku-suku lainnya. Pemanfaatan jenis tumbuhan obat tertinggi digunakan untuk pe ngobatan sakit perut (32 jenis) dan untuk racun dan anti racun (31 jenis). Pemanfaatan lainnya adalah untuk pengobatan penyakit kulit (21 jenis), infeksi saluran kencing (15 jenis), pengobatan pasca persalinan (14 jenis), demam dan pegal linu (9 jenis), pengobatan gigi dan sariawan (9 jenis). Keseluruhan tumbuhan obat tersebut digunakan untuk mengobati lebih dari 50 macam penyakit yang ditemukan pada masyarakat Benuaq. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional terbanyak dari daun dan pucuk (85 jenis), akar (55 jenis), batang dan kulit batang (43 jenis), buah (18 jenis), bunga (16 jenis) dan juga dari getah, kambium, tunas, umbi, dan umbut. Secara rinci katagori penyakit yang dikenal masyarakat dan jumlah jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan pengobatannya ditampilkan pada tabel 17.

Secara tradisio nal penggunaan tumbuhan secara langsung untuk pengobatan dan secara tidak langsung untuk bahan-bahan dalam ritual pengobatan. Penggunaan secara langsung seperti penggunaan ramuan beberapa jenis dedaunan untuk pengaturan jarak kelahiran sehingga dalam komunitas rumah panjang tidak terjadi lonjakan pertambahan anggota secara drastis yang dilakukan berdasarkan pengetahuan dari leluhurnya yang diturunkan secara turun temurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengobatan yang dilakukan masyarakat Dayak Benuaq sangat beragam. Sebagai masyarakat tradisional, cara pengobatan yang dilakukan

masyarakat Dayak Benuaq pun tidak lepas dari hal-hal yang bersifat magis seperti beliatn dan tawearq. Menurut Purwanto dan Walujo (1993) bagi masyarakat Indonesia di daerah pedesaan, terpencil dan bertempat tinggal di sekitar hutan maka pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatannya bukanlah merupakan hal baru melainkan sudah berlangsung cukup lama. Selanjutnya disebutkan bahwa setiap suku bangsa mempunyai kekhusus an dalam meramu dan memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan obat dan jamu, tergantung dari tingkat budaya dan lingkungan sumber daya alam di sekitarnya.

Tabel 17 Penyakit dan jumlah jenis tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan Katagori penggunaan Jumlah jenis Gastrointestinal: sakit perut, diare, masalah pencernaan 32 Ortopedi: rheumatik, patah tulang dan keseleo 6

Lumpuh dan lemah 5

Perawatan dan sakit gigi serta sariawan 9 Persalinan, pasca persalinan, perdarahan 14

Penyakit kulit: bisul dan infeks i 21

Sistem syaraf: demam, pegal dan linu 9

Reproduksi: KB dan kesuburan 2

Aborsi 6

Malaria 4

Tonik: Ibu hamil -

Tonik: obat kuat lelaki 8

Asma dan obat batuk 3

Gangguan saluran pernapasan 8

Infeksi saluran kencing 15

Tumor 2 Menstruasi 5 TBC 2 Infeksi telinga 1 Sakit mata 5 Sakit hidung 1 Psychoactive masticators - Contipation (Sembelit) 2 Perangsang makan 2 Obat luka 6

Racun dan anti racun 31

Tetanus -

Kosmetika dan parfum 6

Definisi sehat oleh masyarakat Dayak Benuaq tidak berbeda denga n kelompok masyarakat lainnya. Sehat menurut mereka didefinisikan sebagai kondisi ketika badan dalam kondisi mampu melakukan kegiatan tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat dan keragaman jenis tumbuhan obat terbentuk melalui suatu proses sosialisasi turun temurun, yang dipercaya dan diyakini kebenarannya. Menurut pemahaman pemeliatn (sebutan untuk ahli pengobatan lokal Benuaq) bahwa manusia yang sakit disebabkan karena roh atau jiwanya dicuri atau disandera oleh roh-roh jahat, maka jiwa yang hilang atau disandera itu harus dicari dan ditemukan kembali oleh pemeliatn melalui ritual penyembuhan beliatn. Menurut Suryadarma (2005) masyarakat tradisional melakukan penyembuhan penyakit secara totalitas antara tubuh dan jiwanya. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan pertama-tama bertujuan untuk menghilangkan penyebab metafisik yang tampak sebagai gejala fisik. Fenomena serupa juga tercermin dalam sistem pengobatan usada di Bali.

Disamping ritual itu sendiri, para pemeliatn ini mempunyai pe ngetahuan yang banyak tentang tetumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional baik jenis maupun kegunaannya. Dalam konteks ini obat-obatan yang berasal dari tetumbuhan termasuk ritualnya disebut lemu, makanya inti dari etnofarmakologi masyarakat Dayak Benuaq adalah lemu yaitu penge tahuan pengobatan manusia berdasarkan ritual yang berbingkai pemikiran magis-religius. Disini terlihat hubungan yang sangat erat antara obat-obatan (medicine), kepercayaan (religion) dan ide mengenai kekuatan (the idea of power) seperti yang dikemukakan oleh Foster (1976).

Menurut Hopes (1997) magis yang dikenal di Indonesia sebagai ilmu atau dalam bahasa Benuaq disebut lemu, selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Dayak. Kepercayaan-kepercayaan yang disebut agama, hal-hal yang berkaitan dengan roh dan hubungan antara alam manusia dengan roh, tidak berbeda dengan apa yang disebut magis tersebut. Secara umum lemu dikelompokkan 2 katagori yaitu lemu dingin (cold magic) dan lemu panas (hot magic). Lemu dingin adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kesenangan seperti kesehatan,

kebugaran, hubungan sosial yang damai dan harmonis, dan ketenangan jiwa. Sedangkan lemu panas merupakan naluri dengan ancaman kekerasan, har ga diri yang terluka dan balas dendam. Selanjutnya lemu panas adalah penyebab penyakit, emosi kemarahan, konflik sosial, indikasi jiwa yang berhati dengki dan suka menggunakan racun.

Metodologi pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Benuaq yang masih ditemukan adalah beliatn, tawearq, tumar, awai dan bererukng. Beliatn yaitu metode pengobatan dengan cara ritual pengobatan yang dipimpin seorang pawang belian (pemeliatn). Beliatn merupakan cara pengobatan penyakit yang paling banyak dilakukan dari dulu sampai sekarang. Pengobatan ini dilakukan oleh seorang pawang beliatn (pemeliatn) dengan menggunakan unsur-unsur magis dan religius serta menggunakan ramuan yang bahannya berasal dari beranekaragam jenis tumbuhan dan bagian anggota tubuh binatang. Dalam pengobatan beliatn, pemeliatn akan memanggil roh para leluhur untuk mendapatkan cara pengobatan yang tepat. Kemudian pemeliatn akan membuat ramuan obat dari berbagai jenis tumbuhan dan material lainnya berdasarkan petunjuk yang diperoleh dari roh para leluhur. Metode kedua tawearq yaitu metode pengobatan dengan cara ramuan obat yang terdiri dari bagian tumbuhan dan hewan serta bahan lainnya dimantrai oleh seorang dukun sebelum digunakan oleh si penderita penyakit. Metode ketiga tumar yaitu pengobatan dengan ramuan tumbuh-tumbuhan oleh dukun yang dimaksudkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh gangguan roh-roh halus, sedangkan metode keempat awai adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk mengobati keracunan makanan atau digigit ular (bisa ular). Sedangkan metode kelima bererukng yaitu metode pengobatan dengan cara mandi uap dari ramuan berbagai jenis dedaunan.

Menurut Massing (1982) salah satu alasan masih berkembangnya metode pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Benuaq adalah kepercayaan kolektif dan subyektif masyarakat Dayak Benuaq mengenai asal dan penyebab penyakit secara mendasar berbeda dengan pengobatan modern. Sehingga banyak masyarakat kurang termotivasi untuk berkonsultasi pada sistem pengobatan modern karena mereka percaya bahwa hal tersebut tidak cukup untuk memecahkan masalah mereka.

Meskipun masyarakat Dayak Benuaq percaya pada keefektifan obat dan perawatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan publik, namun masih kurang percaya pada kemampuannya. Mereka tidak akan berobat ke sana jika tidak sembuh dengan cepat dan akan mencari solusi lain karena percaya pada penyebab-penyebab supr a-natural. Disamping menggunakan ramuan obat dari tetumbuhan, pengobatan belian juga disertai dengan pantangan-pantangan dan tabu yang diberikan oleh pemeliatn. Menurut kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Benuaq bahwa selain metode pengobatan belian itu sendiri, maka dengan mematuhi pantangan-pantangan yang diberikan pemeliatn juga termasuk cara penyembuhan penyakit yang tidak kalah pentingnya. Berkenaan dengan hal ini Asy’arie (2004) menyatakan bahwa belian merupakan suatu ritual pengobatan yang secara tidak langsung mengajarkan orang agar selalu patuh menjalankan suatu pantangan karena setiap kali ritual belian dilaksanakan selalu disertai dengan pantangan-pantangan dan tabu terutama bagi si penderita penyakit dan keluarganya.

Metode pengobatan bererukng adalah metode pengobatan mandi uap dari dedaunan tumbuhan yang beraroma harum. Metode ini sekarang banyak dikembangkan pada klinik-klinik kecantikan dan kebugaran di perkotaan. Pengobatan ini biasa dilakukan untuk mengobati badan lemah lesu, panas-dingin dan tidak keluar keringat sehingga tidak enak badan. Berbeda dengan pengobatan belian yang dipimpin oleh seorang pemeliatn maka pengobatan dengan metode rerukng bisa dilakukan sendiri oleh orang yang sakit. Bahan yang digunakan adalah daun muda (pusook) beberapa jenis tumbuhan yang beraroma wangi dan tidak bergetah seperti berimikng (Averrhoa carambola), berimikng sentaruk (Averrhoa bilimbi), bertiiq (Nephelium lappaceum), lenamun (Nephelium uncinatum), mukng (Blumea balsamifera), selekop (Lepisanthes amoena), dan serempolupm (Kalanchoe pinnata). Semua bahan tersebut di atas direbus dalam panci hingga mendidih. Selanjutnya orang yang direruk ng jongkok di atas panci tadi dengan tubuhnya dilingkupi dengan tikar rotan (lampit) dan bagian atas tikar ditutupi dengan kain. Pengobatan ini dilakukan sekitar 20-30 menit sehingga tubuh si sakit mengeluarkan keringat dari

sekujur tubuhnya. Selanjutnya setelah keringat kering si sakit kemudian mandi membersih badannya.

Secara rinci 240 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat Dayak Benuaq disajikan dalam lampiran 8. Jumlah ini sekitar 35% dari seluruh tumbuhan obat yang pernah dilaporkan oleh Perry (1980) untuk daerah Kalimantan dan sekitar 18% dari jenis tumbuhan obat yang secara pasti diketahui berasal dari hutan tropika Indonesia (Sangat dkk, 2000). De Beer dan Mc Dermott (1996) melaporkan bahwa di Asia Tenggara, obat-obatan tradisional menggunakan sekitar 560 sampai 900 jenis tumbuhan asli dari Semenanjung Malaya, Borneo dan New Guinea (jumlah ini sekitar 4,5% dari flora asli Asia Tenggara). Banyaknya keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang masih diketahui dengan baik oleh masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa, mengindikasi bahwa masyarakat setempat masih peduli dan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemanfaatan sumber daya tumbuhan sebagai bahan obat.

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan untuk Kegiatan Ritual

Disamping jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan secara langsung untuk pengobatan suatu penyakit, masyarakat Benuaq juga mengenal berbagai tumbuhan yang bermanfaat untuk kegiatan ritual nikah adat, ritual pengobatan dan ritual kematian. Sebanyak 99 jenis tumbuhan digunakan untuk berbagai keperluan ritual tersebut (lampiran 9). Diantara banyaknya jenis tumbuhan ritual tersebut, ada 7 jenis tumbuhan yang selalu digunakan dalam upacara-upacara adat seperti menyambut tamu, upacara pernikahan adat, dan ritual pengobatan. Ketujuh jenis tumbuhan tersebut adalah daun Jie (Coniogrammea fraxinea), daun Olupm (Holochlamis beccarii (Engl.) Engl.), Paku Parapm (Nephrolepis biserratus), daun Peai (Galearia filiformis (Bl.) Boend. ), daun Pengo (Sarcotheca macrophylla), daun Pepuatn (Artocarpus anisophyllus Miq.), dan daun Tou Tawai (Costus speciosus). Daun-daun tumbuhan ini memiliki legenda dalam budaya masyarakat Benuaq sehingga selalu digunakan untuk memberkati tamu dan pengantin dalam upacara adat serta digunakan juga untuk pengobatan oleh para belian.

Keanekaragaman tumbuhan untuk keperluan ritual pada masyarakat Benuaq terdiri 99 jenis yang tergolong ke dalam 90 marga dan 50 suku tumbuhan. Tetumbuhan tersebut terbanyak digunakan untuk ritual belian (58 jenis), d iikuti untuk ritual nikah adat (16 jenis) dan tumbuhan anti kutu dan racun (16 jenis). Racun merupakan bagian dari lemu panas (hot magic) dalam budaya Benuaq untuk mencelakai musuh- musuhnya sehingga racun memiliki arti yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan lainnya adalah untuk kegiatan yang berkaitan dengan ritual padi (11 jenis), ritual mengusir roh jahat dan hantu (10 jenis), dan ritual penyambutan tamu (7 jenis). Bagian yang terbanyak digunakan untuk kegiatan ritual adalah daun (33 jenis) diikuti batang (32 jenis), seluruh bagian tumbuhan (19 jenis) dan sisanya bagian akar, buah dan biji.

Walaupun kecenderungan pada saat ini menunjukkan cara pengobatan tradisional masyarakat Dayak Benuaq mulai berubah seiring dengan kemajuan arus informasi, peningkatan pendidikan, tekanan ekonomi, pertambahan penduduk, gaya hidup baru dan kepercayaan yang datang dari luar. Hal ini membuat pengetahuan mengenai obat tradisional dikhawatirkan akan menjadi semakin langka bahkan hilang dari kebudayaan Dayak Benuaq terutama pada kalangan generasi muda. Menurut Padoch dan Peluso (1996) bahwa perubahan sosial secara cepat dan akulturasi dapat mempengaruhi pengetahuan lokal dan ketertarikan akan penggunaan tumbuhan untuk obat-obatan sehingga masyarakat ini akan memp eroleh kesempatan untuk merubah nilai- nilai lokal setempat. Hal tersebut diperkirakan merupakan dampak dari perkembangan teknologi di bidang farmasi dan aspek kemudahan memperoleh pengobatan dengan menggunakan obat modern. Didukung oleh kepraktisan pelaksanaan pengobatan modern serta sarana dan prasarana yang tersedia saat ini sehingga terjadi perubahan gaya hidup dari tradisional menjadi gaya hidup modern.

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Bangunan dan Pertukangan

Diperoleh 124 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Benuaq untuk kayu bangunan dan pertukangan yang terbanyak dari suku Dipterocarpaceae (18 jenis), Lauraceae (12 jenis), Poaceae (10 jenis), Palmae (8 jenis) dan Leguminosae (6

jenis. Keanekaragaman tumbuhan kayu bangunan dan pertukangan pada masyarakat Dayak Benuaq di Muara Lawa secara lengkap disajikan pada lampiran 11. Beberapa jenis kayu pertukangan yang ada di dalam simpukng juga dimanfaatkan untuk bahan bangunan rumah atau pondok seperti dari suku Anacardiaceae, Bombacaceae, Euphorbiaceae, Moraceae, Myristicaceae, dan Verbenaceae.

Pada zaman dahulu komponen bahan bangunan yang dalam bahasa Benuaq disebut ruyaq diambil dari pohon-pohon tertentu karena hal ini dibatasi oleh pantangan-pantangan. Secara adat ditetapkan suatu kawasan yang banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon yang baik untuk dijadikan bahan bahan bangunan sebagai kawasan yang dilindungi dan dijaga dengan baik yaitu simpukng ruyaq. Kawasan ini luasnya disesuaikan dengan luas hutan yang mengandung pohon ruyaq tersebut dan masyarakat dilarang membuat ladang di kawasan tersebut. Kawasan ini biasanya terletak tidak terlalu jauh dari kampung karena terbatasnya teknologi angkutan pada saat itu. Beberapa bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah batang, kulit kayu (dinding pondok), dan daun untuk bagian atap (suku Palmae).

Sebagian besar bahan bangunan rumah panjang (lou) dulunya terbuat dari jenis-jenis kayu berkualitas terbaik, seperti teluyatn (Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.), jengan (Shorea laevis Ridley), lempukng (Shorea spp), ngoiq (Dryobalanops lanceolata), dan jenis dipterokarpa lainnya. Secara umum kayu dibagi dua kelompok yaitu kayu keras (kayu tokeekng) dan kayu lunak/kayu yang dapat terapung (kayu lomekng/kayu lempot). Ulin atau teluyatn (Eusideroxylon zwageri) dari suku Lauraceae merupakan kayu yang paling berharga di Muara Lawa dan digunakan terutama untuk kontruksi berat. Disamping beberapa jenis dari suku Dipterocarpaceae yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk kayu bahan bangunan seperti jengan (Shorea laevis), kahoi (S. balangeran), kapur atau ngoiq (Dryobalanops spp.), kawang (S. seminis), tempudou (Dipterocarpus spp.), lempukng (Shorea spp.), mengkorau (S. leprosula), mentewohok (S. johoriensis), tebukng (Cotylelobium melanoxylon), dan resak (Vatica spp.).

Penggunaan kayu bahan bangunan pada masyarakat Dayak Benuaq saat ini hampir tidak dibatasi lagi oleh tabu atau pantangan jenis kayu. Hutan primer dan